• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2012/PP/M.XA Tahun 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2012/PP/M.XA Tahun 2018"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-097374.16/2012/PP/M.XA Tahun 2018 Jenis Pajak : PPN

Tahun Pajak : 2012

Pokok Sengketa : Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp.414.589.832,00 (menurut Pemohon Banding sebesar Rp.104.054.126.707,00, menurut Terbanding sebesar Rp.103.639.536.875,00) yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(2)

Menurut Terbanding : a. Alasan Pemeriksa

bahwa koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp414.589.832,00 karena berdasarkan hasil konfirmasi dan penelitian sistem perpajakan menunjukkan bahwa pihak penyedia barang dan jasa tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak, sehingga Faktur Pajak yang diterbitkan menjadi tidak sah dan tidak dapat dikreditkan;

b. Dasar Hukum

1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN), antara lain diatur sebagai berikut:

(a) Pasal 1 angka 14

“Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak betwujud dan luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean”;

(b) Pasal 1 angka 15

“Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini“;

(c) Pasal 1 angka 23

“Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak“;

(d) Pasal 1 angka 24

“Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak“;

(e) Pasal 9 ayat (2b)

“Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) “;

Penjelasan:

“Untuk keperluan mengkreditkan Pajak Masukan, Pengusaha Kena Pajak menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5). Selain itu, Pajak Masukan yang akan dikreditkan juga harus memenuhi persyaratan kebenaran formal dan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) “;

(f) Pasal 9 ayat (8) huruf f

“Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:

(f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak“;

(g) Pasal 13 ayat (5)

“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak“;

Memori Penjelasan:

“Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun, keterangan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. “;

(h) Pasal 13 ayat (9)

“Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. “ Memori Penjelasan:

“Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material“;

2) Keputusan Terbanding Nomor KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, antara lain mengatur :

(a) Pasal 1

“Klarifikasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan tentang keabsahan Faktur Pajak. “

(b) Lampiran I

“bahwa tujuan dilakukannya konfirmasi Faktur Pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa:

a. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan adanya penyerahan BKP dan atau JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nllai;

c. Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan PKP penerbit sebagai Pajak Keluaran pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai;

Lampiran I butir 1.4.1.3.

1.4.1.3 Apabila jawaban klarifikasi menyatakan :

1.4.1.3.1. "ada dan sesuai" dengan penjelasan bahwa:

a. Faktur Pajak tersebut belum direkam KPP domisili PKP Penjual;

b. Faktur Pajak tersebut teriambat dilaporkan oleh PKP Penjual;

maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;

1.4.1.3.2. "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;

1.4.1.3.3. "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena:

Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP; atau

PKP Penjual tidak pernah melakukan penyerahan BKP/JKP kepada PKP Pembeli yang bersangkutan;

maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan“;

c. Tanggapan Terbanding

1) bahwa Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp414.589.832,00 dikoreksi oleh Pemeriksa karena berdasarkan hasil konfirmasi dan penelitian sistem perpajakan menunjukkan bahwa pihak penyedia barang dan jasa tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak, sehingga Faktur Pajak yang diterbitkan menjadi tidak sah dan tidak dapat dikreditkan;

2) bahwa daftar Faktur Pajak masukan yang dikoreksi sebesar Rp414.589.832,00 adalah sebagai berikut:

No FP Tgl Nama

WP

NPWP PPN (Rp)

0X0.000-XX.000000X0 31/08/2012 QWE , CV

40.741.936,00 0X0.000-XX.000000XX 30/09/2012 QWE ,

CV

37.566.667,00 0X0.000-XX.000000XX 31/08/2012 RTY ,

CV

176.613.010,00 0X0.000-XX.000000XX 31/07/2012 RTY ,

CV

159.668.219,00

Jumlah 414.589.832,00

bahwa atas Faktur Pajak Masukan yang dikoreksi di atas, dalam proses penelitian keberatan, Tim Peneliti sudah melakukan penelitian pada Aplikasi Master File Wajib Pajak Portal DJP.

Dan hasil penelitian dimaksud diketahui bahwa penerbit Faktur Pajak atas nama CV. QWE NPWP - dan CV. RTY NPWP - berstatus Non Pengusaha Kena Pajak;

3) bahwa selain penelitian sebagaimana tersebut pada butir 3), Tim Peneliti sudah mengirimkan permintaan konfirmasi ke KPP tempat penerbit Faktur Pajak dimaksud terdaftar, dan diperoleh hasil sebagai berikut:

a) Untuk Faktur Pajak yang diterbitkan oleh CV QWE ;

bahwa sampai dengan laporan penelitian keberatan dibuat, belum terdapat jawaban konfirmasi status PKP dari KPP terkait;

b) Untuk Faktur Pajak yang diterbitkan oleh CV RTY ;

bahwa berdasarkan surat konfirmasi status PKP dari KPP Pratama Batulicin diketahui bahwa PT RTY berstatus Wajib Pajak Non Pengusaha Kena Pajak;

4) bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 15 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undangundang ini;

5) bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 23 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

6) bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 15 dan angka 23 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai di atas, pada dasarnya faktur yang diterbitkan oleh non PKP hanya merupakan bukti pungutan pajak yang tidak termasuk dalam kategori Faktur Pajak sesuai ketentuan Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai;

7) bahwa sesuai Pasal 9 ayat (2b), Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 13 ayat (9) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan dapat dikreditkan untuk Masa Pajak yang sama dalam hal memenuhi persyaratan formal dan materiil antara lain sebagai berikut:

Syarat formal, yaitu tercantum dalam "Faktur Pajak Lengkap" atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan Faktur Pajak;

Syarat materiil, yaitu berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan pajak.

8) bahwa dalam sengketa ini faktur yang di dalamnya terdapat Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pemohon Banding selaku pembeli diterbitkan oleh non PKP, sehingga faktur dimaksud tidak dapat digolongkan sebagai Faktur Pajak yang sah dan memenuhi persyaratan formal maupun materiil untuk dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan hal tersebut maka konsekuensi hukum yang timbul adalah Pajak Masukan yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan;

9) bahwa berdasarkan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, juga diatur bahwa atas jawaban konfirmasi yang menyatakan "tidak ada" dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut tidak sah karena Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP atau maka Faktur Pajak tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;

10) bahwa atas alasan Pemohon Banding yang menyatakan Pajak Masukan tersebut seharusnya dapat dikreditkan sesuai Pasal 16F Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai karena Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terkait, dapat disampaikan bahwa kedudukan hukum antara Pasal-Pasal dalam Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai adalah setingkat dan saling melengkapi, sehingga dalam hal ini pemenuhan ketentuan dalam Pasal 16 F Undangundang Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat meniadakan pemenuhan ketentuan persyaratan formal dan materiil dalam Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal yang lain yang ada dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai;

11) bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diusulkan untuk tetap mempertahankan koreksi Terbanding sebesar Rp414.589.832,00;

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-097374.16/2012/PP/M.XA Tahun 2018

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(4)

Menurut Pemohon Banding

: bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan Peneliti Keberatan yang mempertahankan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp414.589.832,00 karena atas Pajak Pertambahan Nilai yang ditagihkan oleh CV. QWE dan CV. RTY telah Pemohon Banding lunasi Pajak Pertambahan Nilai-nya. Hal ini sesuai dengan Pasal 16F Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang- undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM yang mengatur:

“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.”;

Penjelasan Pasal 16F :

“Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa.

Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

bahwa untuk mendukung argumentasi, Pemohon Banding menyampaikan dokumen uji arus uang yang terkait dengan bukti pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.414.589.832,00 sebagaimana telah disampaikan kepada Tim Pemeriksa dan Tim Peneliti Keberatan;

bahwa Pemohon Banding dalam Surat Bantahan pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp414.589.832,00 bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp414.589.832,00 karena atas Pajak Pertambahan Nilai yang ditagihkan oleh CV. QWE dan CV. RTY telah dilunasi Pajak Pertambahan Nilai-nya oleh Pemohon Banding. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 F Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 dan penjelasannya yang mengatur sebagai berikut : Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.

Memori penjelasan:

Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa.

Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.

bahwa selanjutnya untuk mendukung argumentasi, Pemohon Banding telah menyampaikan dokumen uji arus uang yang terkait dengan bukti pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp414.589.832,00 kepada Tim Pemeriksa dan Tim Peneliti Keberatan selaku Terbanding;

bahwa karena sengketa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai adalah terkait masalah pembuktian, Majelis meminta Pemohon Banding dan Terbanding untuk melakukan Uji Kebenaran Bukti Materi;

Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp414.589.832

bahwa pada saat uji kebenaran materi Pemohon Banding menyerahkan data dan dokumen sehubungan dengan koreksi berupa:

1. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV.

QWE Nomor Faktur 0X0.000-XX.000000X0

2. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV.

QWE Nomor Faktur 0X0.000-XX.000000XX

3. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV.

RTY Nomor Faktur 0X0.000-XX.000000XX

4. Invoice, Faktur Pajak, Purchase Order, Detail Pembayaran termasuk rekening koran untuk CV.

RTY Nomor Faktur 0X0.000-XX.000000XX;

bahwa atas data dan dokumen yang disampaikan oleh Pemohon Banding, Terbanding menyatakan hal- hal sebagai berikut :

bahwa koreksi Pajak Masukan sebesar Rp414.589.832,00 disebabkan berdasarkan jawaban hasil konfirmasi dari KPP lawan transaksi dan informasi dari Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak diketahui bahwa pihak penyedia barang dan jasa tidak terdaftar sebagai Pengusaha Kena pajak (Non PKP) sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009, atas PPN tersebut tidak dapat dikreditkan;

bahwa dalam proses uji bukti, Pemohon Banding telah memberikan dokumen sebagaimana disebutkan dalam kolom 3 Berita Acara ini;

bahwa berdasarkan penelitian atas dokumen tersebut, Terbanding berpendapat bahwa walaupun Pemohon Banding dapat menunjukkan invoice, Purchase Order, detail pembayaran dan rekening koran terkait Faktur Pajak yang disengketakan namun secara formal Faktur Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena berdasarkan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak dan jawaban hasil konfirmasi dari KPP lawan transaksi, Faktur Pajak Masukan tersebut ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf g Jo. Pasal 9 ayat (8) huruf f UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan digolongkan sebagai faktur Pajak yang tidak sah;

bahwa menanggapi alasan Pemohon Banding yang menyatakan bahwa Pajak Masukan tersebut seharusnya dapat dikreditkan sesuai Pasal 16F UU PPN karena Pemohon Banding dapat menunjukkan bukti pembayaran PPN yang terkait, Terbanding berpendapat bahwa kedudukan hukum antara pasal- pasal dalam UU PPN adalah setingkat dan saling melengkapi, sehingga dalam hal ini pemenuhan ketentuan Pasal 16F UU PPN tidak dapat meniadakan pemenuhan ketentuan persyaratan formal dan material dalam Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang lain yang ada di UU PPN;

bahwa dengan demikian, Terbanding tetap mempertahankan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp414.589.832,00 dan meminta kepada Majelis Hakim untuk tetap mempertahankan koreksi Terbanding;

bahwa atas pendapat Terbanding dalam uji bukti, Pemohon Banding menyatakan hal-hal sebagai berikut :

bahwa dokumen yang diberikan dalam uji bukti adalah invoice, faktur pajak, purchase order dan detail pembayaran termasuk rekening koran;

bahwa sesuai dengan Pasal 16F UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM yang mengatur:

“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.”

Penjelasan Pasal 16F:

“Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa.

Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

bahwa berdasarkan dokumen-dokumen pendukung yang diberikan pada saat Uji Bukti Kebenaran Materi, Pemohon Banding menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran PPN kepada pihak lawan transaksi. Dengan demikian menurut Pemohon Banding, tanggung jawab renteng atas pembayaran PPN sebesar Rp415.589.832,00 tidak dapat dibebankan kepada Pemohon Banding selaku pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa sehingga seharusnya koreksi ini dibatalkan.

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-097374.16/2012/PP/M.XA Tahun 2018

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(6)

Menurut Majelis : bahwa setelah membaca uraian permohonan banding dari Pemohon Banding dan membaca alasan koreksi Terbanding dan mendengarkan penjelasan para pihak yang disampaikan dalam persidangan dan memeriksa bukti dokumen yang telah disampaikan, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi yang dilakukan Terbanding atas Pajak Masukan dari Wajib Pajak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang kemudian dikreditkan oleh Pemohon Banding;

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan penelitian di sistem perpajakan dan klarifikasi ke Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan perpajakan Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak dapat diketahui bahwa Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP, sehingga atas Faktur Pajak dimaksud tidak dapat dikreditkan;

bahwa menurut Pemohon Banding sebagai pembeli atau penerima jasa, telah melunasi/membayar PPN terhutang kepada pihak pemungut (penjual) sesuai dengan Pasal 16F Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

bahwa menurut Pemohon Banding, sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa;

bahwa Pemohon Banding dalam uji pembuktian telah menyampaikan bukti-bukti berupa invoice, faktur pajak, purchase order dan detail pembayaran termasuk rekening koran, yang menunjukan telah terjadi transaksi yang PPN nya telah dilakukan pembayaran kepada penjual, sehingga Faktur Pajaknya diperhitungkan sebagai kredit pajak diperhitungan SPT Masa PPN;

bahwa menurut Majelis sesuai ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang berbunyi :

”Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang ini ”.

bahwa dalam memperhitungkan pengkreditan PPN Masukan, Faktur Pajak harus diterbitkan oleh penjual yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 untuk selanjutnya disebut UU KUP;

bahwa penerbitan Faktur Pajak sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

bahwa untuk dapat mengkreditkan Faktur Pajak herus sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (3):

“Bagi Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang:

(a) Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan;

(b) Menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan”;

bahwa atas Faktur Pajak yang dikreditkaan oleh Pemohon Banding yang tercantum dibawah ini :

No Faktur Pajak Tgl Nama WP NPWP PPN (Rp)

0X0.000-XX.000000X0 31/08/2012 QWE , CV 40.741.936,00

0X0.000-XX.000000XX 30/09/2012 QWE , CV 37.566.667,00

0X0.000-XX.000000XX 31/08/2012 RTY , CV 176.613.010,00

0X0.000-XX.000000XX 31/07/2012 RTY , CV 159.668.219,00

Jumlah 414.589.832,00

Seperti yang dijelaskan oleh Terbanding berdasarkan administrasi perpajakan , bahwa CV QWE dan CV RTY adalah bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh CV QWE dan CV RTY walaupun berdasarkan bukti dan dokumen Pemohon Banding telah melakukan pembayaran PPN tetapi sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf f jo. Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, atas Faktur Pajak a quo tidak dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;

bahwa dengan demikian Majelis berpendapat Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp.414.589.832,00 tetap dipertahankan;

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-097374.16/2012/PP/M.XA Tahun 2018

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(7)

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi;

Menimbang : bahwa oleh karena jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan versi murni Pemohon Banding ditolak oleh Majelis, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan : Menolak Banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 1644/WPJ.19/2015 tanggal 8 September 2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00202/207/12/091/14 tanggal 2 September 2014 Masa Pajak September 2012, atas nama: PT. ASD, Tbk,.

Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin tanggal 26 September 2016 berdasarkan musyawarah Majelis XA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :

Drs. ABC, Ak., M.Sc.

DEF, S.E., M.Si.

Drs. GHI, Ak...

JKL, S.H., M.M.

sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 23 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983

Kenaikan atas laba bersih tersebut tidak lepas adanya pengaruh dari perolehan atas penjualan yang naik sebesar 8 % menjadi Rp3,11 triliun dari Rp2,88 triliun dan laba kotor naik 68

Demikian Pengumuman ini untuk diketahui dan kepada rekanan yang mengikuti proses Pengadaan Barang dan Jasa pekerjaan tersebut diatas , diberi waktu masa sanggah 3 (tiga) hari,

Abstrak , ditulis pada halaman terpisah dan ditempatkan setelah klaim, yaitu bagian dari spesifikasi paten yang akan disertakan dalam lembaran pengumuman yang

Maka Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Komunikasi Informasi dan Telematika Aceh Tahun Anggaran 2014 menyampaikan Pengumuman Pemenang pada paket tersebut diatas sebagai berikut

Dari ukuran panjang sisi-sisi segitiga di bawah ini, yang merupakan sisi segitiga siku- siku adalah..A. Sebuah trapesium sama kaki panjang sisi-sisi sejajar masing-masing

[r]