1
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
RISMA DINAWATI SIAGIAN NIM: 11.057
AKADEMI KEBIDANAN AUDI HUSADA MEDAN
2014
2
HUBUNGAN CARA MENERAN DAN BERAT BADAN BAYI DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL
DI KLINIK NURHALMA DELI SERDANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb) pada Akademi Kebidanan Audi Husada Medan
Oleh
RISMA DINAWATI SIAGIAN NIM: 11.057
AKADEMI KEBIDANAN AUDI HUSADA MEDAN
2014
Judul Karya Tulis Ilmiah : HUBUNGAN CARA MENERAN DAN BERAT BADAN BAYI DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI KLINIK NURHALMA DELI SERDANG Nama Mahasiswa : Risma Dinawati Siagian
Nomor Induk Mahasiswa : 11.057
Program Studi : D III Kebidanan Minat Studi : Kebidanan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Chainny Rahmawan, SST)
Direktris
(Faija Sihombing, SKM, M.Kes)
Tanggal Lulus : 31 Mei 2014
4
Telah di uji
Pada Tanggal : 31 Mei 2014
PANITIA PENGUJI KARYA TULIS ILMIAH Ketua : Chainny Rahmawan, SST
Anggota : 1. Elvipson Sinaga SKM, M.Kes 2. Marta Imelda Br. Sianturi, SST
HALAMAN PERSETUJUAN PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah dengan Judul :
HUBUNGAN CARA MENERAN DAN BERAT BADAN B AYI DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL
DI KLINIK NURHALMA DELI SERDANG
Telah Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : RISMA DINAWATI SIAGIAN
11.057
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
pada Tanggal 28 Mei 2014 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Pembimbing
(Chainny Rahmawan, SST)
Penguji I Penguji II
(Elvipson Sinaga SKM, M.Kes) (Marta Imelda Br. Sianturi, SST)
Medan, 28 Mei 2014
Akademi Kebidanan Audi Husada Medan Direktris
(Faija Sihombing, SKM, M.Kes)
6
PERNYATAAN
HUBUNGAN CARA MENERAN DAN BERAT BADAN B AYI DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL
DI KLINIK NURHALMA DELI SERDANG
KARYA TULIS ILMIAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar D-III di suatu Akademi Kebidanan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 31 Mei 2014
RISMA DINAWATI SIAGIAN 11.057
ABSTRAK
Kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli Serdang masih tinggi sebesar 79,3%. Kejadian ini terkait karena cara meneran dan berat badan bayi baru lahir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan cara meneran dan berat badan bayi dengan terjadinya ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli Serdang. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah semua ibu bersalin yang ada di klinik Nurhalma Deli Serdang yang berjumlah 97 orang. Sampel sebanyak 49 orang, diambil dengan tehnik random sampling. Pengambilan data menggunakan data primer dan sekunder, dianalisis dengan uji statistik Chi-square pada α = 0,05
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik cara meneran dan berat badan bayi berhubungan dengan ruptur perineum pada persalinan normal.
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah agar para tenaga medis memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam hal memberikan pelayanan kepada ibu bersalin dan wajib untuk selalu mendampingi ibu selama proses persalinan berlangsung.
Supaya ibu mengerti kapan pada saat akan meneran. Diharapkan kepada ibu-ibu hamil agar lebih rajin memeriksakan kehamilannya supaya ibu hamil dapat menjaga pola makannya untuk menghindari terjadinya obesitas pada bayi.
Kata Kunci :Berat Bayi Lahir, Ruptur, Persalinan.
i
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Cara Meneran dan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang” Penyusunan karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb) pada Program Studi D-III Kebidanan Akademi Kebidanan Audi Husada Medan.
Proses penulisan karya tulis ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Bapak Tulus Panjaitan, S.Sos, selaku ketua Yayasan Akademi Kebidanan Audi
Husada Medan.
2. Ibu Faija Sihombing, SKM, M.Kes, selaku Direktris Akademi Kebidanan Audi Husada Medan yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan serta memberikan masukan-masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah sampai dengan selesai.
3. Bidan Hj. Nurhalma Hsb, selaku pemilik klinik Nurhalma yang telah mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di Klinik Nurhalma Deli serdang.
4. Ibu Chainny Rahmawan, SST, selaku pembimbing saya yang telah banyak memberikan motivasi dan arahan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan karya Tulis Ilmiah sampai selesai.
ii
5. Bapak Elvipson Sinaga, SKM, M.Kes, S.Kep sebagai penguji I yang telah banyak membantu dan membimbing saya dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
6. Ibu Marta Imelda Br. Sianturi, SST sebagai penguji II yang telah banyak membantu dan membimbing saya dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
7. Bapak dan Ibu dosen staf di lingkungan Akademi Kebidanan Audi Husada Medan.
8. Teristimewa kepada kedua orangtua tercinta R. Siagian Ayahanda dan S. Sihombing Ibunda Tersayang” dan seluruh keluarga yang penulis kasihi yaitu
kakak, abang dan adik-adikku yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa dalam penyelesaian karya tulis ini.
9. Kepada teman angkatan III Akademi Kebidanan Audi Husada Medan, terkhusus kepada Novita Sari yang telah banyak membantu dan member semangat kepada saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis ini dengan harapan, semoga dapat bermanfaat di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, 31 Mei 2014 Penulis
Risma Dinawati Siagian 11.057
iii
10
RIWAYAT HIDUP
Risma Dinawati Siagian, lahir pada tanggal 31 Maret 1993 di Medan Sumatera Utara, anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan ayahanda Robinson Siagian dan ibunda Salmina Sihombing.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Kita Membangun YADIKA Tambusai Timur, selesai tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Kita Membangun YADIKA Tambusai Timur, selesai tahun 2008, Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta SRIWIJAYA Medan, selesai tahun 2011.
Penulis mengikuti pendidikan di Akademi kebidanan Audi Husada Medan Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan studi tahun 2014.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Persalinan ... 7
2.1.1. Pengertian Persalinan ... 7
2.1.2. Sebab-sebab mulainya persalinan ... 8
2.1.3. Tahapan Persalinan ... 11
2.2 Ruptur Perineum ... 14
2.2.1. Pengertian Ruptur Perineum ... 14
2.2.2. Klasifikasi Robekan Perineum ... 15
2.2.3. Pencegahan Terjadinya Ruptur Perineum ... 17
2.3 Cara Meneran ... 18
2.4 Berat Badan Bayi Baru Lahir ... 20
2.4.1. Pengertian Berat Badan Bayi Baru Lahir ... 20
2.4.2. Klasifikasi Berat Badan Bayi Baru Lahir ... 20
2.5 Kerangka Konsep ... 21
2.6 Hipotesa Penelitian ... 21
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 22
3.1. Jenis Penelitian ... 22
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 22
3.2.2. Waktu Penelitian ... 22
3.3. Populasi dan Sampel ... 22
3.3.1. Populasi ... 22
v
12
3.3.2. Sampel ... 23
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 24
3.4.1. Data Primer ... 24
3.4.2. Data Sekunder ... 24
3.5. Definisi Operasional ... 24
3.5.1.Variabel Independent ... 24
3.5.2. Variabel Dependent ... 25
3.6. Aspek Pengukuran ... 25
3.7. Pengolahan Data ... 25
3.7.1. Pengolahan Data ... 25
3.8. Analisis Data ... 27
3.8.1. Analisis Univariat ... 27
3.8.2. Analisis Bivariat ... 27
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 28
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 28
4.2. Analisis Univariat ... 28
4.2.1. Klasifikasi Cara Meneran Responden ... 28
4.2.2. Klasifikasi Berat Badan Bayi Responden ... 29
4.2.3. Klasifikasi Ruptur Perineum Responden ... 30
4.3. Analisis Bivariat ... 30
4.3.1. Hubungan Cara Meneran dengan Kejadian Ruptur ... 31
4.3.2. Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur .... 32
BAB 5. PEMBAHASAN... 33
5.1. Hubungan Cara Meneran Dengan Kejadian Ruptur Perineum .... 33
5.2. Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum 34 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
6.1. Kesimpulan ... 36
6.2. Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1. Distribusi Frekuensi Cara Meneran Responden ... 28
4.2. Distribusi Frekuensi Kategori Cara Meneran Responden ... 29
4.3. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Responden ... 30
4.4. Distribusi Frekuensi Ruptur Perineum Responden ... 30
4.5 Hubungan Cara Meneran dengan Kejadian Ruptur perineum ... 31
4.6 Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum ... 32
vii
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 26
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1. Daftar Checlist ... 38 2. Master Tabel... 40 3. Uji Chi-square ...
ix
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), dari dalam rahim yang dapat hidup kedunia luar, melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. Ketika hasil konsepsi sudah cukup umur yaitu 37 sampai 40 minggu, maka janin tersebut akan segera lahir (Rustam, 1998).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Penyebab perdarahan utama adalah atonia uteri sedangkan rupture perineum merupakan penyebab kedua yang hampir terjadi pada setiap persalinan pervaginam. Lapisan mukosa dan kulit perineum pada seorang ibu primipara mudah terjadi ruptur yang bisa menimbulkan perdarahan pervaginam (Wiknjosastro, 2006).
Ruptur perineum merupakan robekan yang terjadi sewaktu persalinan dan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain posisi persalinan, cara meneran, pimpinan persalinan dan berat badan bayi baru lahir. Selain itu bayi baru lahir yang terlalu besar atau berat badan lahir lebih dari 4000 gram akan meningkatkan resiko proses persalinan yaitu kemungkinan terjadi bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadang bayi lahir dengan trauma leher, bahu dan syarafnya.
Perineum atau kerampang adalah daerah antara vagina dan anus. Daerah ini merupakan jaringan yang kaya akan ujung sel-sel saraf sehingga sangat peka terhadap
sentuhan, dan cenderung mengalami perobekan saat berlangsungnya proses persalinan alami (Barret et al, 2000).
Cara meneran dapat mempengaruhi terjadinya rupture perineum pada ibu yang bersalin spontan. Menganjurkan ibu bersalin untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi dan tidak menahan nafas saat meneran. Pada saat puncak kontraksi ibu bersalin tidak diperbolehkan untuk mengangkat bokong saat meneran (Depkes RI, 2012).
Pada kala II yaitu kala pengeluaran terjadi karena adanya kontraksi yang kuat dan sering, sehingga pada saat his atau kontraksi dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Kemudian perineum menonjol dan menjadi lebar dengan membukanya anus. Labia membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak pada vulva pada saat his atau kontraksi. Di saat inilah ruptur perineum dapat terjadi terutama jika tenaga kesehatan tidak terampil dalam menolong persalinan (Rustam, 1998).
Data World Health Organisation (WHO) pada tahun 2007 tentang angka kematian ibu sebanyak 536 perempuan meninggal akibat masalah persalinan.
Menurut Stefen, seorang tokoh WHO dalam bidang Obgyn, pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin.
Angka ini diperkirakan akan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik. Di Amerika, 26 juta ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum, 40%
diantaranya mengalami ruptur perineum karena kelalaian bidannya, 20% diantaranya
3
adalah ibu bersalin. Penelitian di Rumah Sakit Benin Teaching, Kota Benin, Nigeria mengemukakan bahwa prevalensi ruptur perineum < 46,6%, terlebih pada ibu primigravida 90% mengalami ruptur perineum (SDKI, 2007).
Di Asia, ruptur perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian ruptur perineum di dunia terjadi di Asia. Episiotomi merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya trauma perineum, diInggris
>85% wanita pernah mengalami trauma perineum saat melahirkan. Di Belanda berkisar 8%, Inggris 14%, dan 99% di negara Eropa Timur. Tetapi hanya sekitar 1,7-12% (2,9-19% pada primipara) yang mengalami ruptur perineum tingkat 3 dan 4 (SDKI, 2007).
Data inpartu di wilayah Kabupaten berdasarkan laporan di Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2008 sebanyak 7920 dan kejadian ruptur perineum dari jumlah persalinan normal 248 kasus. Di wilayah Kerja Puskesmas mencatat data inpartu 223 pada tahun 2008 dan kejadian Ruptur perineum dari 223 persalinan normal mencapai 84 kasus, dimana 1 kasus ruptur perineum di rujuk ke Rumah Sakit (SDKI, 2007).
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 228 per 100.000. Penyebab utama dari kematian ibu di Indonesia tersebut adalah perdarahan (28%), eklampsi (24%), infeksi (11%), komplikasi puerpurium (8%), dan lain-lain (29%).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995) serta 60/1000 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun menjadi 307/100.000 kelahiran
hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu, umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2007).
Indonesia membuat rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) untuk tahun 2001-2010, dalam konteks rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah dengan visi "Kehamilan dan Persalinan di Indonesia Berlangsung Aman, serta yang Dilahirkan Hidup dan Sehat," dengan misinya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (Saiffudin, 2002).
Dari hasil survei di klinik Nurhalma Deli Serdang periode Januari-Februari 2014 terdapat sebanyak 97 ibu bersalin. Dengan survey awal yang dilakukan pada ibu bersalin yang menjadi sebanyak 49 ibu bersalin. Ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum sebanyak 28 ibu bersalin (57,1%) dan yang tidak mengalami ruptur perineum sebanyak 21 orang (42,9%). Keadaan ini yang berkaitan dengan baik dan tidak baiknya cara menran dan berat badan bayi yang tidak normal yang dialami ibu bersalin.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik meneliti “Hubungan cara meneran dan berat badan bayi dengan kejadian rupture perineum pada persalinan spontan di Klinik Nurhalma Deli Serdang tahun 2014”.
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan cara meneran ibu dan berat badan lahir dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli Serdang.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum adakah hubungan cara meneran dan berat badan bayi baru lahir dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli serdang periode Januari 2014-April 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui adakah hubungan cara meneran dengan ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli Serdang.
2. Untuk mengetahui adakah hubungan berat badan bayi baru lahir dengan ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Ibu yang Akan Menghadapi Persalinan
Menambah pengetahuan bagi calon ibu yang akan menghadapi persalinan terutama pada persalinan pertama agar dapat mengetahui apa-apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur perineum dan agar dapat mengantisipasi masalah yang akan terjadi sehingga calon ibu bersalin dapat lebih rajin memeriksakan kehamilannya.
1.4.2. Bagi Bidan
Diharapkan karya tulis ilmiah ini bisa menambah pengetahuan dan sebagai bahan masukan serta pedoman didalam memberikan pelayanan di masyarakat terutama bagi bidan (peneliti sendiri dan teman-teman sejawat saya) yang baru menyelesaikan pendidikan.
1.4.3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan referensi tambahan di perpustakaan Akademi Kebidanan Audi Husada Medan serta sebagai bahan masukan bagi mahasiswa yang akan meneliti selanjutnya.
1.4.4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi penulis tentang hubungan cara meneran dan berat badan bayi lahir terhadap rupture perineum pada ibu bersalin.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persalinan
2.1.1. Pengertian Persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Peran ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peran keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan ketika terjadi proses persalinan. Dalam hal ini peranan petugas kesehatan tidak kalah penting dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses persalinan berlangsung dengan aman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkan (Sumarah, 2006).
Menurut WHO persalinan normal adalah persalinan yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), berisiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi baik.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa persalinan spontan atau persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan melaui proses persalinan normal yaitu janin turun kedalam jalan lahir kemudian servik membuka dan menipis di susul dengan tampaknya kepala janin di vulva.
7
2.1.2. Sebab-sebab Mulainya Persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainya kekuatan his. Namun pada masa kehamilan ada hormone yang dominan dimana pada kehamilan hormone tersebut dalam keadaan seimbang. Perubahan keseimbangan kedua hormone yang lain dan semakin meningkat seiring tuanya usia kehamilan dan puncaknya adalah pada waktu berlangsungnya persalinan. Hormone dominan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Hormone - hormone yang dominan pada saat kehamilan, yaitu : 1. Estrogen
Berfungsi untuk meningkat sensitivitas otot rahim dan memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis.
2. Progesterone
Berfungsi menurunkan sensitivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Pada kehamilan kedua hormone tersebut berada dalam keadaan seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan keseimbangan kedua hormone tersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton hicks. Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan dimulai, oleh karena itu makin tua
9
kehamilan maka frekuensi kontraksi semakin sering. Oksitosin diduga bekerja bersama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai umur kehamilan minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus atau persalinan. Disamping faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk mulainya kontraksi otot rahim. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa teori yang memungkinkan terjadinya proses persalinan. Teori tersebut dapat dilihat berdasarkan pengklasifikasian sebagai berikut :
1. Teori Keregangan : Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat menggangu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
2. Teori Penurunan Progesterone : Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi koriales mengalami perubahan- perubahan dan produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesterone tertentu.
3. Teori Oksitosin Internal : Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah
sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton hicks.
Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.
4. Teori Prostaglandin : Konsentrasi prostaglandin meningkatkan sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5. Teori Hipotalamus-pituitari dan Grandua Suprarenalis : Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Hal ini dapat terjadi kepada siapa saja, namun para ahli yang telah berhasil melakukan penelitian ini juga telah menerangkan apa penyebabnya. Teori ini dikemukakan oleh linggin (1973). Menurut Malpar (1993) mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya kehamilan kelinci menjadi lebih lama. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi persalinan. Dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pitutari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
6. Teori Berkurangnya Nutrisi : Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hippokrate untuk pertama kalinya. Jadi sesungguhnya abortus disebabkan oleh kekurangan nutrisi dan vitamin. Bila nutrisi dan vitamin pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
11
7. Faktor lain : Tekanan pada ganglion servikal dari pleksusfrankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan (Rustam, 1998)
2.1.3. Tahapan Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I, serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I disebut juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum.
1. Persalinan Kala I
Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan tak berlangsung begitu kuat sehingga wanita atau ibu masih dapat berjalan-jalan. Klinis atau puncak persalinan dimulai dapat dinyatakan mulai terjadi partus jika timbul his dan wanita tersbut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir yang bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh- pembuluh kapiler yang berada disekitar servikalis kanalis tersebut pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses ini berlangsung kurang lebih 18-24 jam, yaitu terbagi menjadi 2 fase, yaitu :
1. Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai 3 cm
2. Fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10 cm.
Dalam fase aktif ini dibagi lagi menjadi 3 fase, yaitu :
a. Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b. Fase dilatasi maksimal : yakni dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm.
c. Fase deselerasi, dimana pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10 cm. Kontraksi menjadi lebih kuat dan lebih sering pada fase aktif. Keadaan tersebut dapat dijumpai baik pada primigravida maupun multigravida, akan tetapi pada multigravida fase laten,fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek. Berdasarkan kurve fridman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm per jam dan pembukaan pada multigravida 2 cm per jam. Dengan demikian waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida da multigravida. Pada primigravida ostium uteri internium akan membuka terlebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah membuka sedikit, sehingga ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang bersamaan.
13
2. Kala II (Pengeluaran)
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi kuat dan cepat,kurang lebih 2 samoai 3 menit sekali. Dalam kondisi yang normal pada kala ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa adanya tekanan pada rektum dan seperti akan buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan membukanya anus. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada saat ada his. Jika dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his. Dengan kekuatan his dan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah simpisis, kemudian janin melakukan putar paksi luar sampai lahir seluruh tubuh janin.
3. Kala III (Pelepasan Uri)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
4. Kala IV (Observasi)
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan
dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah : 1. Tingkat kesadaran penderita
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, dan pernafasan 3. Kontraksi uterus
4. Terjadi perdarahan
Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak lebih dari 400 cc sampai 500 cc (Rustam, 1998).
2.2. Ruptur Perineum
2.2.1 Pengertian Ruptur Perineum
Perineum atau kerampang adalah daerah antara vagina dan anus. Daerah ini merupakan jaringan yang “kaya” akan ujung sel-sel saraf sehingga sangat peka terhadap sentuhan, dan cenderung mengalami perobekan saat berlangsungnya proses persalinan alami. Ketika mengalami perobekan itu, baik yang alami maupun disengaja episiotomi, disinyaklir bisa mengakibatkan gangguan fungsi dasar otot panggul, sehingga menurunkan kualitas hidup ibu setelah melahirkan.
Misalnya, ibu jadi tidak mampu mengontrol BAK dan BAB lantaran ada beberapa saraf atau bahkan otot yang “tergunting”. Bagi wanita, perineum sangatlah penting peregangan dan robekan pada perineum selama proses persalinan dapat melemahkan otot-otot dasar panggul pada dinding vagina, trauma pada perineum juga
15
menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri pada saat melakukan hubungan seksual (Barret et al 2000, Eason et all 2002), dan diperkirakan 85% ibu bersalin mengalami robekan jalan lahir (Kettle and Tohil 2008).
Ruptur perineum merupakan robekan jalan lahir yang menjadi penyebab kedua terjadinya perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Robekan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Sarwono, 2006).
Ruptur perineum adalah luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan disengaja. Luka ini terjadi pada saat kelahiran dan biasanya tidak teratur. Hampir pada semua persalinan pertama kali dan tidak jarang pula juga terjadi pada persalinan berikutnya akan terjadi ruptur perineum, disamping itu paritas, perineum kaku dan apabila kepala janin lahir terlalu cepat juga dapat menyebabkan ruptur perineum (Maryunani, 2009).
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksifito bregmatika (Sarwono, 2006).
2.2.2. Klasifikasi Robekan Perineum
Adapun derajat klasifikasi robekan perineum adalah sebagai berikut :
1. Ruptur perineum Derajat 1 adalah Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette posterior dan kulit perineum tepat dibawahnya. Perbaikan
robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin, tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostass. Pada rata-rata kasus, beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak, dapat digunakan jahitan angka 8. Jahitan terputus yang di simpul secara longgar, paling baik kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenangkan bagi pasiennya.
2. Ruptur Perineum Derajat 2 adalah robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. Pada robekan perineum tingkat dua, setelah diberi anastesi lokal otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya. Pada rata-rata kasus, beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai.
Jahitan terputus yang di simpul secara longgar, paling baik bagi kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenangkan pasiennya.
3. Ruptur Perineum Derajat 3 dan 4 adalah Robekan derajat 3 meliputi mukosa vagina, fourchette, kulit perineum, otot perineum, otot (otot) perineum, otot sfingterani eksternal, sedangkan pada robekan derajat 4 robekannya meliputi robekan pada derajat 3 sampai mengenai bagian dinding rektum anterior. Pada robekan yang total, spinc-ter recti terpotong dan laserasi meluas hingga dinding anterior rektum dengan jarak yang bervariasi. Ketika terjadi robekan derajat 3 dan
17
4, jangan coba untuk menjahit laserasi perineum, segera lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan teknik dan prosedur khusus. Sebagian penulis lebih senang menyebutkan keadaan ini sebagai robekan derajat keempat. Robekan ini dapat terjadi karena kepala janin dengan ukuran yang lebih besar atau anak dilahirkan dengan pembedahan vagina (Sarwono, 2006).
2.2.3. Pencegahan Terjadinya Ruptur Perineum
Untuk mencegah terjadinya ruptur perineum sekarang ini telah ditemukan ilmu terbaru yaitu pijat perineum. Pijat perineum merupakan salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatktan kesehatan, aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul (Mongan, 2007).
Pijat perineum adalah teknik memijat perineum di kala hamil atau beberapa minggu sebelum melahirkan dan bertujuan untuk meningkatkan aliran darah kedaerah ini dan meningkatkan elastisitas perineum (Herdiana, 2007).
Selain itu pada waktu menolong persalinan sebaiknya kepala janin yang akan lahir jangan di tahan terlampau kuat dan lama, selain itu lakukan upaya dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Disisi lain untuk partus presipitatus yang tidak tertolong diharapkan bagi petugas kesehatan medis untuk menghindari terjadinya persalinan presipitatus yang tidak terkendali dan tidak ditolong.
Sementara itu timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya pada masa nifas terutama pada dengan kejadian ruptur pada perineum dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan antara lain perawatan perineum secara intensif.
2.3. Cara Meneran
Dilihat dari manfaatnya cara meneran secara benar sangat penting dalam kelancaran proses persalinan kala II. Jika semua ibu bersalin menyadari pentingnya bimbingan meneran yang benar, maka kasus ketidaklancaran persalinan kala II dapat menurun. Sebagaimana diketahui masalah-masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini adalah masih tingginya angka kematian ibu atau bayi. Masalah kesiapan ibu bersalin dan tenaga kesehatan merupakan masalah yang mendasar.
Dapat diketahui masih banyak bidan yang belum memberikan bimbingan meneran yang benar sejak ANC hingga inpartu sekitar 45-60% (Supriatmaja, 2010).
Dalam penelitian di Klinik Nurhalma Deli Serdang, peneliti berpendapat bahwa kesiapan ibu bersalin dan kesiapan para tenaga kesehatan khususnya bidan yang mempunyai peranan penting dalam seseorang melakukan tindakan yang benar terutama melakukan cara meneran yang benar. Tidak hanya pendidikan yang tinggi dan pernah melahirkan sebelumnya sehingga mempunyai pengalaman yang bisa melakukan cara meneran yang benar.
Biasanya, jika ibu bersalin belum siap menghadapi persalinan seperti tidak tahan menahan sakit adanya kontraksi yang muncul, kehamilan yang tidak diinginkan, memilih posisi terlentang saat kala I dan menyepelekan cara meneran itu sendiri sedangkan bidan yang belum pernah memberikan bimbingan sejak ANC TM III sampai proses persalinan nantinya berakibat pada cara meneran ibu yang salah selama proses persalinan.
19
Ada juga pendapat lain yaitu kemajuan persalinan dinyatakan lancar apabila ibu bersalin melakukan posisi miring kiri dimana nantinya penurunan kepala dapat terjadi secara cepat karena dari hasil penelitian dari yang melakukan posisi miring kiri kemajuan persalinannya semakin cepat dan tidak menutup kemungkinan rasa nyeri yang dirasakan juga berlebih. Tapi hasil yang didapatkan juga baik dengan semakin cepatnya persalinan yang berlangsung. Jadi, faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran persalinan kala II menurut pendapat peneliti bahwa cara meneran yang benar yang tergantung dengan kesiapan ibu bersalin dalam menghadapi persalinan dan kesiapan bidan dalam membimbing selam proses persalinan serta posisi miring ke kiri.
Berikut tekhnik cara meneran yang baik untuk menghindari terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalun adalah :
1. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamianya selama kontraksi.
2. Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
3. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi.
4. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk,ia akan lebih mudan untuk meneran jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
5. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran (Depkes RI, 2012).
2.4 Berat Badan Bayi Baru Lahir
2.4.1. Pengertian Berat Badan Bayi Baru Lahir
Berat badan bayi baru lahir juga mempengaruhi terjadinya rupture perineum (Oxorn, 1996). Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Robekan perineum terjadi pada kelahiran dengan berat badan bayi yang besar.
Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.
Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita Diabetes Melitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetik, pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2002).
2.4.2. Klasifikasi Berat Badan Bayi Baru Lahir
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran adalah : 1. Bayi besar adalah bayi lebih dari 4000 gram.
2. Bayi cukup adalah bayi berat badan lebih dari 2500 sampai 4000 gram.
3. Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai2500 gram.
21
4. Bayi berat sangat rendah sekali adalah bayi dengan berat badan 1000 sampai kurang dari 1500 gram (saifuddin, 2002).
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independent Variable Dependent
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.6. Hipotesis
1. Adanya hubungan cara meneran dengan ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli Serdang.
2. Adanya hubungan berat badan bayi dengan ruptur perineum pada persalinan normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
Cara Meneran
Berat Badan Bayi
Ruptur perineum
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu : untuk melihat adakah hubungan cara meneran dan berat badan bayi degan kejadian rupture perineum pada ibu bersalin di Klinik Nurhalma Deli Serdang tahun 2014.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah dilakukan Di klinik Nurhalma Deli Serdang.
Penelitian dilakukan di Klinik ini karena masih banyak ibu yang kurang mengerti tentang cara meneran yang baik dan masih tinggi kejadian ruptur sebesar 79,3%.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2014.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang melahirkan di Klinik Nurhalma sebanyak 97 orang.
22
23
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang di teliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Menurut Zainuddin, 2000 yang diadopsi oleh Nursalam) besar sampel adalah sebagai berikut :
Rumus :
N
n = 1+ N (d) ²
97
n =
1 + 97 (0.1) ² 97 n = 1,97 n = 49 Keterangan :
n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi d : Tingkat signifkan
Dalam pengambilan sampel digunakan teknik sistematik random sampling dimana jumlah populasi dibagi dengan jumlah sampel yang diinginkan, yakni 97:49 = 1,97 dibulatkan menjadi 2, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan nomor urut kelipatan 2 seperti 2,4,6,8,10,12,……….. sampai mencapai 49 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
3.4.2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Klinik Nurhalma Deli Serdang.
3.5. Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independent
1. Cara Meneran adalah tehknik ibu untuk meneran agar tidak terjadi ruptur perineum :
Hasil ukur : 0. Baik 1. Tidak Baik
Untuk mengetahui cara meneran ibu bersalin disusun 4 pertanyaan. Apabila menjawab “Benar (bobot nilai 1)” dan menjawab “salah (bobot nilai 0)”, maka total skor untuk variabel cara meneran adalah 4, jadi :
0. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor > 50% dari 4=3-4 1. Tidak Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≤ 50% dari 4=1-2 2. Berat badan bayi adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama
kelahiran.
25
Kategori berat badan bayi : 0. 2500-3500 gram
1. 3500-5000 gram 3.5.2. Variabel Dependent
Ruptur perineum adalah terjadinya robekan jalan lahir yang disebabkan oleh cara meneran yang tidak baik dan berat badan bayi lahir diatas normal.
Kategori ruptur perineum :
0. Ruptur apabila terjadi robekan pada jalan lahir ibu.
1. Tidak ruptur apabila tidak ada robekan yang terjadi pada jalan lahir ibu.
3.6 Aspek Pengukuran
Tabel 3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independent
No Variabel Kategori Alat Ukur Skala Pengukuran
1 Cara Meneran 0. Baik Kuesioner Ordinal
1. Tidak Baik
2 Berat Badan Lahir 0. 2500-3500 gram Kuesioner Ordinal 1. 3500-5000 gram
3 Ruptur Perineum 0. Ruptur Kuesioner Ordinal
1. Tidak Ruptur
3.7 Pengolahan Data 3.7.1. Pengolahan Data
Dalam melakukan analisa data terlebih dahulu data harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Setelah kuesioner dikumpulkan dari semua responden yang menjadi sampel kemudian kuesioer diperiksa kelengkapan data dari setiap responden mulai dari data umum sampai ke data khusus. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Dalam melakukan editing ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Memberikan kelengkapan data b. Memeriksa kesinambungan data c. Memeriksa keseragaman data 2. Coding
Merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiriatas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan data dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalamsatu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable. Cara melakukan coding adalah :
a. Member symbol-simboltertentu b. Mengelompokkan menurut kategori 3. Tabulating
Mengelompokkan data kedalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya, sesuai dengan tujuan penelitian. Ini dilakukan dengan melihat setiap
27
sifat-sifat yang dimiliki kemudian mengikutkan sifat-sifat tersebut untuk dimasukkan kedalam tabel yang telah disediakan.
4. Data Entry
Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.
5. Melakukan Teknik Analisis
Setelah editing, coding, tabulating dan data entry dilakukan langkah berikutnya adalah analisis data. Dalam melakukan analisis data, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis (Aziz, 2010).
3.8. Analisis Data
3.8.1. Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi cara meneran, berat badan bayi dan ruptur perineum. Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independent.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan cara meneran dan berat badan bayi lahir dengan kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin di klinik Nurhalma Deli Serdang, lalu dilakukan uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Klinik bersalin Nurhalma berlokasi di Pasar 10 Tembung dimana terdiri dari 4 ruang inap, 2 ruangan periksa, 1 ruangan VK. Adapun tenaga kesehatannya adalah bidan penanggung jawab ibu Nurhalma Hasibuan, AMKeb.
4.2. Analisis Univariat
Gambaran umum responden dalam penelitian ini meliputi : cara meneran, berat badan bayi dan ruptur perineum.
4.2.1. Klasifikasi Cara Meneran Responden
Untuk melihat cara meneran responden di klinik Nurhalma Deli Serdang disusun dengan 4 pertanyaan dapat dilihat pada tabel 4.1 adalah :
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Cara Meneran Responden di Klinik Nurhalma Deli Serdang
No Cara Meneran Baik Tidak Baik
1. 1. Meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi
n % 14 28,57
n % 35 71,42 2. 2.
3.
4.
Tidak boleh menahan nafas pada saat meneran
Dapat beristirahat diantara kontraksi
Tidak dapat mengangkat bokong untuk menghindari terjadinya robekan pada jalan lahir
24 48,97 25 51,2 22 44,89
25 51,2 24 48,97 27 55,10
28
29
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa cara meneran baik ibu saat bersalin dengan meneran mengikuti dorongna alamiahnya selama kontraksi sebanyak 14 orang (28,57%), tidak boleh menahan nafas pada saat meneran sebanyak 24 orang (48,97%), dapat beristirahat diantara kontraksi sebanyak 25 orang (51,2%), tidak dapat mengangkat bokong untuk menghindari terjadinya robekan pada jalan lahir sebanyak 22 orang (44,89%).
Hasil pengukuran cara meneran pada persalinan normal kemudian dikategorikan. Dan dapat dilihat pada tabel 4.2. :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi kategori Cara Meneran Responden di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
No Cara Meneran f %
3. 1 Baik 20 40,80
4. 2 Tidak Baik 29 59,2
Total 49 100,0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori cara meneran baik pada persalinan normal sebanyak 20 orang (40,80%) dan kategori cara meneran tidak baik pada persalinan normal sebanyak 29 orang (59,2%)
4.2.2. Klasifikasi Berat Badan Bayi Responden
Untuk melihat berat badan bayi baru lahir di klinik Nurhalma Deli Serdang dapat di lihat pada tabel 4.3. :
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Responden di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
No Berat Badan Bayi f %
1. 2500-3500 Gram 16 32,7
2. 3500-5000 Gram 33 67,3
Total 49 100,0
Berdasrakan tabel diatas dapat dilihat bahwa ibu yang memiliki berat badan bayi baru lahir lebih banyak 3500-5000 gram sebanyak 33 orang (67,7%) dan lebih sedikit 2500-3500 gram sebanyak 16 orang (32,7%).
4.2.3. Klasifikasi Ruptur Perineum Responden
Untuk melihat ruptur perineum di klinik Nurhalma Deli Serdang dapat dilihat pada tabel 4.4. :
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Ruptur Perineum Responden di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
No Ruptur Perineum f %
1. Ruptur 28 57,1
2. Tidak Ruptur 21 42,9
Total 49 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa ruptur perineum ibu bersalin lebih banyak dengan ruptur sebanyak 28 orang (57,1%) dan lebih sedikit dengan tidak ruptur sebanyak 21 orang (42,9%).
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah untuk melihat adakah hubungan cara meneran dan berat badan bayi dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal denga
31
memakai uji chi-square ditujukan dengan analisa crosstab dan di dapat hasilnya sebagai berikut :
4.3.1. Hubungan Cara Meneran dengan Kejadian Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
Untuk melihat hubungan cara meneran dengan ruptur perineum pada persalinan normal di Klinik Nurhalma Deli Serdangdapat dilihat pada tabel 4.5. : Tabel 4.5. Hubungan Cara Meneran Dengan Kejadian Ruptur Perineum di
Klinik Bersalin Nurhalma Deli Serdang
No Cara Meneran
Kejadian
Total Prob
Ruptur Tidak Ruptur
n % n % n %
1 Baik 9 45,0 11 55,0 20 100,0
0,000
2 Tidak Baik 19 65,5 10 34,5 29 100,0
Berdasarkan dari tabel diatas dapat dilihat dari 20 orang ibu bersalin dengan cara meneran baik pada saat bersalin terdapat 9 orang ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum (45,0%) dan tidak mengalami ruptur perineum terdapat 11 orang ibu bersalin (55,0%). Dan dari 29 orang ibu bersalin dengan cara meneran tidak baik pada saat bersalin terdapat 19 orang ibu bersalin (65,5%) dan tidak mengalami ruptur perineum terdapat 10 orang orang bersalin (34,5%).
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan hasil uji chi-square dimana diperoleh probabilitas (0,000) < α (0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan cara meneran dengan kejadian ruptur perineum di klinik Nurhalma Deli Serdang.
4.3.2. Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
Untuk melihat hubungan berat badan bayi dengan kejadian ruptur perineum di Klinik Nurhalma Deli Serdang dapat di lihat pada tabel 4.4:
Tabel 4.6. Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum di Klinik Bersalin Nurhalma Deli Serdang
No Berat Badan Bayi
Kejadian
Total Prob Ruptur Tidak Ruptur
n % n % n %
1 2500-3500 Gram 7 43,8 9 56,2 16 100,0
0,000 2 3500-5000 Gram 21 63,6 12 36,4 33 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 16 orang ibu bersalin yang memiliki berat badan bayi 2500-3500 gram pada saat bersalin terdapat 7 orang ibu bersalin (43,8%) yang mengalami ruptur perineum dan tidak ruptur perineum terdapat 9 orang ibu bersalin (56,2%). Dan dari 33 orang ibu bersalin yang memiliki berat badan bayi 3500-5000 gram pada saat bersalin terdapat 21 orang ibu bersalin (63,6%) yang mengalami ruptur perineum dan tidak ruptur perineum terdapat 12 orang ibu bersalin (36,4%).
Berdasarkan hasil analisis statistic dengan hasil uji chi-square dimana diperoleh probabilitas (0,000) < α (0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan berat badan bayi dengan kejadian ruptur perineum di klinik Nurhalma Deli Serdang.
33
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Cara Meneran dengan Kejadian Ruptur Peerineum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin yang tidak baik cara meneran mengalami ruptur perineum sebesar 79,3%. Hasil analisa statistic menggunakan uji chi-square diperoleh probabilitas 0,000 < α 0,05 berarti Ho ditolak, artinya terdapat hubungan cara meneran dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang. Mengacu pada uji tersebut menunjukkan bahwa semakin tidak baik cara meneran maka semakin besar pula kemungkinan terjadi ruptur perineum.
Dilihat dari manfaatnya cara meneran secara benar sangat penting dalam kelancaran proses persalinan kala II. Jika semua ibu bersalin menyadari pentingnya bimbingan meneran yang benar, maka kasus ketidaklancaran persalinan kala II dapat menurun. Sebagaimana diketahui masalah-masalah kesehatan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini adalah masih tingginya angka kematian ibu atau bayi. Masalah kesiapan ibu bersalin dan tenaga kesehatan merupakan masalah yang mendasar.
Dapat diketahui masih banyak bidan yang belum memberikan bimbingan meneran yang benar sejak ANC hingga inpartu sekitar 45-60 % (Supriatmaja, 2010).
Menurut asumsi peneliti bahwa ibu bersalin yang tidak baik cara meneran mengakibatkan terjadinya ruptur perineum. Responden yang mengalami ruptur perineum cenderung mengalami penurunan kualitas hidup seperti tidak mampu
33
mengontrol BAK (buang air kecil) dan BAB (buang air besar) lantaran ada beberapa saraf atau bahkan otot yang.
5.2 Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin yang memiliki berat badan bayi diatas 3500 gram mengalami ruptur sebanyak 23 orang (69,7%). Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square diperoleh probabilitas 0,000 < α 0,05 berarti Ho ditolak, artinya terdapat hubungan berat badan bayi dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang. Mengacu pada uji tersebut menunjukkan bahwa semakin besar berat badan bayi maka semakin besar pula kemungkinan terjadi ruptur perineum.
Ruptur perineum yang di akibatkan oleh berat badan bayi dapat berdampak pada ibu yaitu menyebabkan mengakibatkan perdarahan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu besar dan tidak terkendali. Disamping itu, kejadian yang paling sering terjadi adalah cara meneran ibu yang tidak baik yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (Oxorn, 2010).
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anita Yuniati (2007). Pada penelitian menggunakan rumus Kriteria Keeratan, nilai yang diperoleh = 0,50. Harga nilai keeratan maksimal adalah 0,707, dilihat dari tabel kriteria asosiatif pada nilai 0,707 dengan nilai kriteria keeratan= 0,50 menunjukkan tingkat keeratan, hal ini berarti ada hubungan antara berat badan bayi baru lahir dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal. Yang
35
membedakan dengan penelitian penulis ialah subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, dan analisis data penelitian.
Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang mengalami ruptur perineum cenderung mengalami penurunan kualitas hidup seperti tidak mampu mengontrol BAK (buang air kecil)dan BAB (buang air besar) disebabkan ada beberapa saraf atau bahkan otot yang tergunting dan pada ibu yang memiliki bayi besar, bayi yang dilahirkan oleh ibu kemungkinan mengalami diabetes melitus.
Oleh karena itu tenaga medis, terutama kepada bidan diharuskan memilki pengetahuan dan keterampilan dalam hal memberikan pelayanan kepada ibu bersalin terutama pada persalinan pertama maupun pada persalinan berikutnya.dan kepada ibu hamil dianjurkan agar lebih rajin memeriksakan kehamilan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Ada hubungan cara meneran dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di Klinik Nurhalma Deli Serdang.
2. Ada hubungan berat badan bayi dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal di klinik Nurhalma Deli serdang.
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada ibu bersalin untuk mengikuti arahan tekhnik cara meneran dari penolong saat bersalin untuk menghindari terjadinya ruptur perineum.
2. Diharapkan kepada ibu-ibu hamil untuk mengurangi mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat supaya berat badan bayi tidak melampau batas normal.`
3. Diharapkan kepada lembaga pendidikan kebidanan untuk dapat menambah refrensi dan sumber informasi tentang gizi ibu hamil supaya berat badan bayi tidak melampau batas.
4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat mengikutsertakan pengetahuan ibu atau dukungan keluarga dalam penelitian selanjutnya untuk mencegah terjadinya ruptur perineum pada proses persalinan.
5. Diharapkan kepada keluarga atau suami ibu yang akan melakukan persalinan untuk dapat memberikan motivasi kepada ibu sehingga dapat menghindari terjadinya ruptur perineum.
36
37
DAFTAR PUSTAKA
Burvill, 2002 , Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Barret et all, 2000 , Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chapman, 2006, Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Cunningham, 2005 , Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Doenges, 2001 , Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Harri Oxorn & William R. Forte, 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan, yayasan essential medica(YEM), Jakarta.
http://www.klikdokter.com, Hilmy, 2009, Ruptur Perineum.
http:http//Profil Kesehatan Indonesia Tahun2008, Depkes RI, 2008 Jakarta.
http:http//Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2007.
http:http//Profil Kesehatan Indonesia Tahun2008, Depkes RI, 2008 Jakarta. Penelitian Mahasiswa Kedokteran Universitas Indonesia.
JNPK-KR, 2008, Asuhan Persalinan Normal, Jakarta.
Kettle, Tohil 2008 ,dalam buku chapman, 2006, Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Myles 2009 ,dalam buku chapman, 2006, Asuhan kebidanan,persalinan dan kelahiran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mochtar, Rustam, (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian. Jakarta: Saleba Medika.
Prawihardjo, Sarwono. 2001, ilmu kebidanan, Jakarta. Yayasan bina pustaka Saifudin AB, dkk / editor 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN CARA MENERAN DAN BERAT BADAN BAYI DENGAN KEJADIAN RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI
KLINIK NURHALMA DELI SERDANG
A. Identitas
1. No. Responden :
2. Nama :
3. Umur :
4. Pendidikan :
5. Alamat :
B. Pertanyaan Pengetahuan
Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan tentang senam hamil Petunjuk Pengisian :
1. Bacahlah pertanyaan berikut dengan baik kemudian pilih salah satu jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai
2. Untuk mendapatkan data akurat saya mohon ibu hamil untuk mengisi kuesioner ini dengan kemampuan ibu hamil yang sebenarnya.
3. Pilihlah salah satu jawaban yang cocok dan sesuai menurut pendapat ibu hamil, jawaban yang dipilih tidak mempengaruhi apapun.
39
A. Cara Meneran
1. Pada saat meneran ibu dianjurkan untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi ?
a. Ya b. Tidak
2. Pada saat meneran ibu tidak boleh menahan nafas pada saat meneran ? a. Ya
b. Tidak
3. Pada saat meneran ibu boleh beristirahat diantara kontraksi ? a. Ya
b. Tidak
4. Pada saat meneran ibu tidak boleh mengangkat bokong untuk menghindari terjadinya robekan pada jalan lahir ibu /
a. Ya b. Tidak