• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berhasil dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan warga negaranya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. negara berhasil dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan warga negaranya."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekonomi adalah salah satu faktor yang mencirikan bagaimana suatu negara dikatakan maju atau berkembang yang menandakan pula apakah suatu negara berhasil dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan warga negaranya.

Setiap negara pasti memiliki kebijakan, baik dalam negeri maupun luar negeri yang berkenaan dengan kondisi ekonomi negaranya. Didukung oleh globalisasi, banyak sektor pendukung ekonomi yang bisa dimanfaatkan baik dari dalam negeri seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, industri, perikanan dan kelautan, keuangan dan perbankan, pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia, serta dari luar negeri seperti perdagangan internasional, keuangan, dan investasi asing.1 Kebijakan ekonomi luar negeri suatu negara biasanya dilakukan melalui mekanisme diplomasi ekonomi.

Diplomasi ekonomi merupakan proses diplomasi antarnegara dalam spektrum ekonomi untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan ekonomi sebuah negara. Diplomasi ekonomi berkaitan dengan pengelolaan hubungan luar negeri dalam bidang ekonomi yang mencakup, namun tidak terbatas pada,

1 Robert Gilpin, The Political Economy of International Relations (Princeton: Princeton University Press, 1987).

(2)

2

kegiatan ekspor dan impor, pinjaman dan bantuan luar negeri, perdagangan intemasional dan investasi.

Seiring perkembangan dunia internasional, proses diplomasi ekonomi dalam kemitraan internasional juga mengalami perubahan. Organisasi multilateral yang mendominasi paruh terakhir abad kedua puluh tidak lagi memonopoli urusan ekonomi. Sebaliknya, negara-negara menggunakan strategi yang lebih sederhana seperti aliansi perdagangan, perjanjian informal, dan rekayasa keuangan untuk mengelola tujuan ekonominya. Oleh karena itu, hal ini memunculkan sebuah sistem baru dengan pendekatan baru dan koordinasi yang lebih baik dan efektif antarnegara, yaitu bentuk minilateralisme atau tata kelola kelompok. Perubahan tata kelola ini membuat adanya peningkatan peran negara-negara berkembang dalam lingkungan internasional yang salah satunya ditandai dengan pendirian Group of Twenty (G-20).

G-20 adalah sebuah model forum kerjasama antar-negara maju dalam G8 dengan negara-negara berkembang potensial. G-20 didirikan pada 26 September 1999 pasca krisis keuangan di Asia oleh menteri-menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara anggota G-7 (Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jerman, Jepang, Kanada, Prancis) yang memutuskan untuk memperluas dialog dengan mengundang sejumlah negara penting dari kawasan di seluruh dunia yaitu Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Turki dan Uni Eropa.2 G-20 kemudian didirikan untuk

2 Jakob Vestergaard, “The G-20 and beyond: Towards Effective Global Economic Governance,”

2011, 1–58, https://doi.org/10.1111/1758-5899.12178.

(3)

3

memperluas diskusi tentang isu-isu ekonomi dan keuangan dan mempromosikan kerja sama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dunia yang stabil dan berkelanjutan di seluruh dunia.3

Konsep minilateral atau tata kelola kelompok ini semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Pemerintah mengorganisir kelompok untuk mengidentifikasikan posisi dan pendekatan bersama terhadap masalah internasional serta untuk mendorong agenda global bersama. Kelompok ini juga tidak memiliki organisasi kelembagaan dan berdiri dengan menggunakan platform yang lebih informal dan fleksibel. Dari forum G-20 tersebut kemudian beberapa negara middle-power yaitu Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia membentuk kemitraan tersendiri yang bernama MIKTA untuk memperkuat dukungan kekuatan menengah dari negara-negara G-20 dalam tata kelola global dan menghadapi masalah global dengan lebih efektif dan konstruktif termasuk ekonomi.4

Minilateralisme seringkali juga disebut sebagai sub-grup dari sistem multilateral. Aliansi minilateral adalah pengelompokan aktor sub-global yang biasanya berusaha untuk menetapkan tujuan ambisius yang melampaui kesepakatan multilateral. Minilateralisme ditandai dengan adanya pergeseran dari kerja sama global ke aliansi strategis yang terdiri dari kelompok kecil yang

3 Group of Twenty, “The Group of Twenty: A History,” The Group of the Twenty Research Group, 2007.

4 Stephan Klingebiel, “MIKTA: What’s in a Name? The Potential of Middle Power Cooperation to Strengthen Global Governance,” UNDP Seoul Policy Centre for Knowledge Exchange through

SDG Partnerships, 2020,

https://www.undp.org/content/seoul_policy_center/en/home/presscenter/articles/2020/mikta-- what_s-in-a-name--the-potential-of-middle-power-cooperati.html.

(4)

4

diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu, peralihan dari perjanjian formal ke non-formal yang tidak mengikat dan hukum lunak lainnya, dan kesediaan pemerintah untuk menggunakan rekayasa keuangan untuk mencapai tujuan mereka. Minilateralisme mengacu pada pendekatan yang lebih sederhana, inovatif, dan informal untuk mengoordinasikan kegiatan untuk mengatur kegiatan ekonomi global.5

MIKTA dibentuk di sela sidang majelis umum ke-68 PBB pada 25 September 2013.6 MIKTA dianggap sebagai bentuk baru aktivisme kekuatan menengah: “minilateralism” atau “slender diplomacy”, yang ditandai dengan pembentukan koalisi informal dan sangat fleksibel dalam forum berjaringan kecil.7 Pembentukan MIKTA sebagian disebabkan oleh pergeseran tatanan global.

Dispersi kekuasaan di negara-negara berkembang dan munculnya isu-isu global baru mendorong negara-negara MIKTA untuk membentuk kemitraan baru dan inovatif untuk memberikan solusi konstruktif untuk tantangan global.

Pembentukan kerangka MIKTA bertujuan untuk membentuk kemitraan inovatif yang akan bekerja sama di tujuh sektor utama yaitu Energy Governance, Counter-Terrorism, Trade and the Economy, Good Governance and Democracy, Sustainable Development, Gender Equality, dan Peacekeeping.8 Meskipun

5 Eric C. Chaffee, “Confounding Ockham’s Razor: Minilateralism and International Economic Regulation,” Brooklyn Journal of Corporate, Financial & Commercial Law 10, no. 2 (2016): 319–

42.

6 Jorge A. Schiavon and Diego Domínguez, “Mexico, Indonesia, South Korea, Turkey, and Australia (MIKTA): Middle, Regional, and Constructive Powers Providing Global Governance,”

Asia and the Pacific Policy Studies 3, no. 3 (2016): 495–504, https://doi.org/10.1002/app5.148.

7 Jeffrey Robertson, “Where next for MIKTA?,” Lowy Institute, 2020, https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/where-next-mikta.

8 Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Korea, Op.Cit., hal. 11

(5)

5

merupakan pengelompokan informal, MIKTA dapat membuktikan diri sebagai jenis diplomasi modern yang dinamis dan kerja sama internasional yang saat ini diperlukan untuk menjembatani perbedaan dan memperkuat sistem multilateral.

MIKTA memiliki kecenderungan sebagai pendekatan minilateral yang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah global. Namun, MIKTA menghadapi banyak tantangan dalam hal legitimasi, kelayakan, dan visibilitas.

Pengelompokan kekuatan menengah ini hanya akan berhasil jika seluruhnya tetap mempertahankan statusnya yang dianggap berbeda dari entitas lain di panggung internasional.9 Dalam ketidakpastian global saat ini, sistem multilateral secara keseluruhan membutuhkan kemitraan konstruktif untuk menyatukan negara- negara, dan menemukan pendekatan umum untuk menyelesaikan masalah yang kompleks. Oleh karena itu, sistem minilateralisme hadir bertujuan untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks dengan jumlah negara yang lebih sedikit sehingga lebih efektif. Dalam sistem multilateral, MIKTA mendukung upaya untuk meningkatkan fungsi dan tata kelola organisasi internasional.10

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang tergabung dalam formasi G-20 dan forum kerja sama MIKTA. Indonesia memiliki beragam permasalahan dan kepentingan yang ingin dicapai yang tidak bisa dilakukan sendiri. Berkembangnya isu-isu internasional dan dinamika internasional yang semakin tidak menentu memberikan dampak pada pengambilan kebijakan luar

9 Hale Yildiz, “How to Explain MIKTA - Australian Institute of International Affairs - Australian

Institute of International Affairs,” 2014,

http://www.internationalaffairs.org.au/australianoutlook/how-to-explain-mikta/.

10 Organisation for Economic Co-operation and Development, “MIKTA: Creative Multilateralism,” Medium, 2018, https://medium.com/@OECD/mikta-creative-multilateralism- 5699190dc971.

(6)

6

negeri setiap negara termasuk Indonesia. Isu-isu yang berkembang di era kontemporer saat ini seperti konflik ideologis dan perang, terorisme, pelanggaran HAM, ancaman senjata pemusnah massal, demokrasi, dinamika ekonomi internasional, dan sengketa yang mengancam keamanan dan kedaulatan serta stabilitas nasional dan internasional.

Bersama dengan Meksiko, Korea Selatan, Turki, dan Australia, Indonesia berusaha untuk membangun innovative partnership di beberapa sektor kerja yang dianggap paling penting untuk dikembangkan dan diselesaikan seperti keamanan, ekonomi, lingkungan hidup. Melalui MIKTA, Indonesia dapat menggali manfaat yang lebih banyak daripada melalui jalur bilateral, terutama dengan negara yang lebih maju seperti Korea Selatan dan Australia.

Indonesia di bawah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengupayakan peran yang lebih aktif dalam isu-isu global. Sementara itu, Presiden Joko Widodo lebih menekankan pada pengejaran kepentingan nasional.

Pemerintahan Widodo juga memandang MIKTA sebagai peluang bagi negara untuk mengintensifkan diplomasi ekonomi dan kerja sama keuangan.11

Menurut Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Luar Negeri Indonesia tahun 2015-2019, salah satu dari lima agenda prioritas Politik Luar Negeri serta salah satu dari delapan arah kebijakan Kementerian Luar Negeri di periode tersebut adalah penguatan diplomasi ekonomi. Renstra tersebut menyebutkan

11 Selcuk Colakoglu, “MIKTA in Global Governance as a Middle Power Grouping: A Turkish Perspective,” in MIKTA: Current Situation and The Way Forward, ed. Siswo Pramono (Jakarta:

Policy Analysis and Development Agency, 2018), 51–72.

(7)

7

bahwa anggota MIKTA telah mengagendakan pertemuan konsultasi secara berkala dalam mengembangkan kerja sama yang berlandaskan pembangunan ekonomi. Negara-negara MIKTA menunjukkan kemampuannya untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi dan ekonomi terbuka dengan mengambil manfaat dari perdagangan bebas dan investasi asing. Oleh karena itu, Indonesia memainkan peran penting dalam kerja sama MIKTA sebagai bagian dari penguatan dan perluasan diplomasi ekonomi di samping sebagai jejaring yang kuat untuk menopang pencapaian kepentingan nasional.12

Indonesia mengemban misi ekonomi menjadi satu dari tiga prioritas utama yang dipilih selama masa kepemimpinan Indonesia pada 2018. Ekonomi dewasa ini menjadi salah satu fokus utama dunia dan sektor yang paling dikejar oleh negara-negara di dunia. Peluang ekonomi semakin besar dalam MIKTA melihat kelima negara berada dalam 20 besar tingkat ekonomi terkuat dunia berdasarkan GDP. Jika digabungkan, GDP total MIKTA adalah sebesar USD 5,4 miliar, setara dengan sekitar 7,4% dari GDP dunia. Korea Selatan, Australia, Meksiko, Indonesia, dan Turki masing-masing berada di peringkat 11, 12, 15, 16 dan 18, dan diyakini masih memiliki potensi untuk menduduki peringkat yang lebih tinggi di masa depan. Bahkan Meksiko, Indonesia, dan Turki diperkirakan akan mampu menembus 10 besar dunia.13

Selain itu, karakteristik umum yang penting lainnya dari MIKTA adalah terkait dengan minat terhadap sistem perdagangan global. Kelima negara

12 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia 2015-2019,” 2015.

13 Gordon Flake and Xu Wang, “MIKTA: The Search for a Strategic Rationale” (Perth, 2017).

(8)

8

memainkan peran penting dalam sistem ini, memberikan kontribusi sekitar 8,5%

dari perdagangan barang dunia pada tahun 2014. Perdagangan internasional menjadi pendorong penting bagi ekonomi MIKTA. Keterbukaan perdagangan relatif yang diukur oleh aktivitas perdagangan sebagai persentase dari GDP menunjukkan semua negara MIKTA memiliki ekonomi yang terbuka.

Mengingat transisi global yang mengarah ke digitalisasi dan berbasis teknologi, Indonesia memilih untuk mengembangkan dan mempromosikan ekonomi kreatif melalui beragam kegiatan dan program yang dijalankan.

Kontribusi terbesar dari sektor ini berasal dari start-up, fashion, kuliner, dan kerajinan. Ekonomi kreatif akan semakin menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia dan juga ekonomi negara-negara anggota MIKTA lainnya. Deputi Pemasaran Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Joshua Simanjuntak menyatakan bahwa pengembangan potensi sektor ekonomi kreatif telah terbukti memainkan peran penting dalam upaya global untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.14

Dalam MIKTA, Indonesia memiliki misi untuk membentuk kemitraan secara strategis untuk kepentingan politik dan ekonomi antara negara maju dan berkembang internal maupun eksternal MIKTA. Indonesia juga berpeluang untuk menjalankan diplomasi untuk memperluas pengaruh dalam forum kerjasama internasional dan agenda-agenda global. Sementara di tingkat regional, partisipasi Indonesia dalam MIKTA dapat menghubungkan jaringan regional antara negara-

14 Yuni Arisandy and Eliswan Azly, “Indonesia-Mikta Promote Creative Economy in the UN,”

Antara News, 2018.

(9)

9

negara ASEAN dengan MIKTA serta juga dengan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Indonesia juga dapat mengejar diplomasi ekonominya dalam MIKTA dan berupaya mendorong partisipasi aktor non-negara.15

Indonesia menjalankan politik luar negerinya di dalam Forum Kerjasama Internasional MIKTA dengan cukup baik, Indonesia mencoba memafaatkan forum kerjasama internasional seperti MIKTA yang didalamnya bisa melakukan diplomasi ekonomi yang mengarah pada kerja sama dengan negara lainnya.

Indonesia dipercaya menjadi pemegang posisi ketua atau pemimpin MIKTA pada tahun 2018 menggantikan negara di periode sebelumnya, yaitu Turki dengan memilih salah satu fokus agenda di tahun kepemimpinannya pada sektor ekonomi kreatif.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia sangat mendukung percepatan dan peningkatan ekonomi kreatif sebagai salah satu cara untuk menciptakan lapangan pekerjaan, pembangunan berkelanjutan, dan kemajuan teknologi di tengah perlambatan ekonomi global.

Indonesia sebagai koordinator MIKTA juga berusaha membahas cara-cara inovatif dan multidimensi dalam menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian. Lebih lanjut, Menteri Retno menyebutkan bahwa Indonesia mengambil inisiatif untuk berkontribusi dalam membentuk arah masa depan MIKTA dengan melihat situasi MIKTA saat ini, bagaimana MIKTA harus

15 Andreko Fernando Putra, “Alasan Indonesia Bergabung Menjadi Salah Satu Negara Anggota Di Forum Kerjasama Internasional Negara Berkembang MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea, Turki, Dan Australia)” (2019).

(10)

10

berjalan dan mekanisme operasional seperti apa yang harus ditempuh oleh MIKTA untuk meningkatkan signifikansinya.16

Sebagai wujud diplomasi ekonomi Indonesia dalam sektor ekonomi digital dan kreatif di forum MIKTA, Indonesia menginisiasikan program Inclusive Digital Economy, sebuah platform terintegrasi berbasis digital untuk membantu pengembangan sektor ekonomi dengan menggandeng sektor swasta yang dalam hal ini adalah para start-up. Selain itu, Indonesia juga menyelenggarakan kegiatan berbasis ekonomi kreatif seperti MIKTA Tourism Message dan MIKTA StartUp Fest yang dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia. Selain itu juga Indonesia mendukung pembicaraan bilateral terkait dengan kerja sama ekonomi dengan negara anggota MIKTA lainnya seperti dengan Meksiko melalui kegiatan Indonesia Investment and Trade Day di Mexico City sebagai sarana pendukung investasi dan perdagangan Indonesia dengan perusahaan-perusahaan di Meksiko.

Ada dua rasionalitas utama mengapa Indonesia menempatkan perhatian khusus pada MIKTA terkait dengan fenomena hubungan internasional saat ini.

Pertama, pendirian MIKTA telah memberi perbedaan yakni dengan kerjasama lintas regionalisme sebagai format inovatif dari kerjasama multi-negara. Dalam pandangan Indonesia, lintas regionalisme ini membawa serta kesempatan atau peluang baru untuk memajukan kolaborasi menuju kemajuan dan kesejahteraan bersama. Dengan kata lain, MIKTA memiliki potensi besar untuk bertindak sebagai pusat pemangku kepentingan global dalam membentuk kembali tatanan global. Kedua, MIKTA berfokus untuk memfasilitasi solusi pragmatis dan kreatif

16 Pramono. Op.Cit. hal. 5-6

(11)

11

dalam menghadapi tantangan regional dan global terutama di spektrum ekonomi melalui serangkaian kegiatan yang terprogram secara sistematis. Kegiatan terprogram tersebut mencakup berbagai kepentingan pemerintah dan non- pemerintah. MIKTA memiliki arahan yang jelas dan strategis serta prinsip-prinsip panduan yang digambarkan oleh Pernyataan Visi MIKTA 2015.17

MIKTA sebagai salah satu wadah diplomasi ekonomi Indonesia yang juga tertuang dalam Rencana Strategis Kemlu RI dan diplomasi ekonomi menjadi salah satu dari lima prioritas politik luar negeri Indonesia. Langkah diplomasi ini dilakukan untuk menjaga kepentingan strategis Indonesia. Penelitian ini difokuskan pada Indonesia karena dalam MIKTA Indonesia menjadi salah satu yang memprioritaskan sektor ekonomi dari ketujuh agenda prioritas saat menjadi koordinator MIKTA pada tahun 2018. Penelitian ini memiliki tujuan untuk meneliti tentang diplomasi ekonomi Indonesia dalam kerja sama MIKTA.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, penulis menarik rumusan masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu bagaimana diplomasi ekonomi Indonesia dalam kerja sama MIKTA ?

17 Ibid., hal. 12

(12)

12 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti memiliki dua tujuan penelitian, yaitu:

1. Mengetahui bagaimana upaya diplomasi indonesia sebagai implementasi prioritas diplomasi ekonomi dalam kerja sama MIKTA.

2. Mengetahui program-program yang dilakukan Indonesia dalam MIKTA sebagai perwujudan dari diplomasi ekonominya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

Manfaat akademis dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk memberikan sumbangan literasi dalam kajian studi kerja sama internasional dan diplomasi ekonomi.

2. Untuk memberikan sumbangan literasi dalam kajian studi kebijakan luar negeri, khususnya dalam pemerintahan Indonesia.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah secara spesifik memberikan rekomendasi pemikiran tentang bagaimana Indonesia berperan aktif melalui diplomasinya di sektor ekonomi dalam kerangka forum kerja sama MIKTA.

(13)

13 1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk menganalisis dan menghindari kesamaan dengan peneliti sebelumya sehingga penelitian ini akan memiliki nilai kebaruan sebagai tulisan akademis. Oleh karena itu, penulis akan mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai rujukan untuk menyesuaikan topik sehingga memiliki kejelasan penelitian. Berikut adalah beberapa sumber penelitian terdahulu yang penulis jabarkan di bawah ini.

Penelitian terdahulu yang pertama adalah sebuah artikel jurnal yang ditulis oleh Maaike Okano-Heijmans dalam publikasi the Hauge Journal of Diplomacy pada tahun 2011 yang berjudul Conceptualizing Economic Diplomacy: The Crossroads of International Relations, Economics, IPE and Diplomatic Studies.

Artikel ini menjelaskan tentang kerangka garis besar diplomasi ekonomi sebagai kegiatan, alat, dan tujuan yang dilakukan utamanya oleh negara. Ada dua tujuan dari diplomasi ekonomi yang dijelaskan dalam artikel ini yaitu tujuan ekonomi dan politik.

Jika ketahanan ekonomi dikatakan adalah mencakup kemakmuran ekonomi dan kestabilitasan negara, maka diplomasi ekonomi memiliki dua instrumen visualisasi yaitu „business-end‟ dan „power-play end‟. Instrumen business end lebih mengacu kepada upaya kerja sama yang dilakukan oleh pemerintah dan instansi bisnis yang bersifat komersil untuk mencapai tujuan/kepentingan ekonomi nasionalnya seperti perjanjian kerja sama. Sementara

(14)

14

power-play end umumnya melibatkan tindakan dan negosiasi yang bersifat politis seperti sanctions dan inducements.

Artikel ini menyimpulkan bahwa diplomasi ekonomi adalah praktik dan strategi kebijakan luar negeri yang didasarkan pada premis bahwa kepentingan ekonomi dan kepentingan politik saling memperkuat dan karenanya harus dilihat secara bersamaan. Perbedaan instrumen visualisasi diplomasi ekonomi didasarkan pada alat diplomasi yaitu politik dan ekonomi dan tujuan diplomasi ekonomi itu sendiri yaitu stabilitas politik dan kesejahteraan ekonomi. Keterkaitan artikel ini dengan penelitian penulis adalah penelitian ini mengkaji terkait diplomasi ekonomi sehingga memberi gambaran dasar terkait pemahaman diplomasi ekonomi tersebut.

Penelitian kedua adalah artikel jurnal dari P.M. Erza Killian dalam publikasi Jurnal Global dan Strategis tahun 2012 yang berjudul Paradigma dan Problematika Diplomasi Ekonomi Indonesia. Artikel ini menjelaskan tentang perubahan yang signifikan dalam diplomasi ekonomi yang tidak lagi berpusat pada negara dan perusahaan namun juga melibatkan Non-Governmental Organization dan International Organization. Artikel ini juga membagi diplomasi ekonomi ke dalam empat golongan yaitu traditional, niche-focused, evolving, dan innovative yang dilihat melalui beberapa elemen aktivitas diplomasi seperti external economic management, policy management, role of non-state actors, economic aid: recipient and donor, trade promotion, investment promotion,dan regional diplomacy role.

(15)

15

Praktek diplomasi ekonomi di Indonesia sendiri dilakukan dengan koordinasi antar lembaga negara yang terkait yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Usaha Milik Negara, Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal, serta Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Jika melihat kedelapan elemen aktivitas diplomasi diatas, kelima diantaranya di Indonesia masih termasuk golongan diplomasi tradisional.

Penelitian terdahulu yang ketiga adalah sebuah jurnal yang ditulis oleh Leonard F. Hutabarat yang berjudul Meksiko dan MIKTA dan dipublikasikan di Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial pada 2017. Penelitian ini membahas konteks internasional munculnya MIKTA, analisis kemajuan yang dicapai dalam perspektif Meksiko, dan identifikasi tantangan utama dalam konsolidasi serta peluang bagi kebijakan luar negeri Meksiko. Meksiko berpandangan MIKTA dapat menjadi platform kesepakatan di antara negara-negara middle powers, seperti halnya BRICS. Platform seperti MIKTA dapat menjalankan peran penting

(16)

16

dan rekonsiliasi posisi dan memperkuat perdagangan internasional, sehingga sangat diinginkan agenda MIKTA dihubungkan kepada agenda G-20.18

Penulis artikel juga menjelaskan bahwa negara-negara anggota MIKTA adalah negara 20 besar ekonomi dunia. Negara-negara anggota MIKTA juga memiliki sistem ekonomi terbuka yang meyakini free trade dan mengalami stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan yang stabil. Penelitian ini menyebutkan bahwa dalam sudut pandang Meksiko, MIKTA menjadi wadah tambahan dalam koneksinya dengan Asia-Pasifik, kawasan dengan dinamika tinggi dan pertumbuhan tinggi serta tingkat inovasi dan kompetisi yang lebih baik.

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada sudut pandang penulisan yaitu mengangkat tentang bagaimana posisi sebuah negara dalam keanggotaan MIKTA yang dalam konteks ini adalah Meksiko, terutama di dalamnya adalah spektrum ekonomi. Sementara penulis menggunakan perspektif Indonesia dalam penelitian ini. Selain dari perbedaan negara, perbedaan lainnya adalah penulis akan menjabarkan secara khusus bagaimana diplomasi ekonomi yang dilakukan Indonesia melalui MIKTA.

Penelitian terdahulu yang keempat adalah sebuah thesis yang ditulis oleh Andreko Fernando Putra berjudul Alasan Indonesia Bergabung Menjadi Salah Satu Negara Anggota di Forum Kerjasama Internasional Negara Berkembang MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea, Turki, dan Australia).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif dan

18 Leonard F Hutabarat, “Meksiko Dan MIKTA” 1 (2017): 127–40.

(17)

17

menggunakan teori Politik Luar Negeri dan membahas mengenai rasionalitas Indonesia bergabung dengan MIKTA pada 2013. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa bergabungnya Indonesia dengan MIKTA adalah untuk penyelesaian masalah-masalah dan pemenuhan kebutuhan di tengah dinamika isu-isu internasional yang terus berkembang di berbagai bidang. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kerjasama multilateral, terutama dari negara-negara yang memiliki kesamaan pandangan dan kepentingan, maka terbentuklah MIKTA. Melalui MIKTA, Indonesia mungkin dapat menggali manfaat yang lebih banyak daripada melalui jalur bilateral dalam bekerjasama dengan Korea Selatan, Turki, Australia, dan Meksiko.19

Penulis sepakat dengan apa yang dipaparkan oleh penelitian tersebut dimana Indonesia membutuhkan platform kerjasama multilateral yang lebih efektif dalam bekerjasama menyelesaikan permasalahan atau isu-isu yang sedang berkembang saat ini. Namun, rasionalitas bergabungnya Indonesia di MIKTA bukanlah fokus penelitian penulis sehingga akan berbeda dengan penelitian ini yang lebih berfokus pada kepentingan yang dibawa Indonesia dalam forum.

Penelitian kelima adalah sebuah artikel jurnal yang ditulis oleh Endi Haryono dalam Jurnal Global Strategis tahun 2019 yang berjudul Diplomasi Ekonomi sebagai Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia tahun 2015-2018:

Tantangan dan Peluang. Artikel ini menjelaskan tentang bagaimana konsep dan kebijakan diplomasi ekonomi dalam politik luar negeri Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada tahun 2015-2018 yang pada

19 Putra, Op.Cit., hal.54-58

(18)

18

saat itu diplomasi ekonomi telah ditetapkan menjadi salah satu arah politik luar negeri Indonesia. Arah kebijakan tersebut memuat tujuan (objectives) dan tindakan (actions) dalam berhubungan dengan negara lain melalui forum multilateral/internasional atau bilateral.

Kementerian Luar Negeri telah menjelaskan tiga tujuan yang spesifik dari diplomasi ekonomi, yaitu (1) investasi asing lebih banyak masuk ke Indonesia; (2) pasar yang lebih besar di luar negeri bagi komoditas produk Indonesia; dan (3) turis asing datang lebih banyak ke Indonesia. Kementerian Luar Negeri mengidentifikasi beberapa modal Indonesia untuk menjalankan diplomasi ekonomi yang efektif dan berhasil, yaitu melalui keanggotaan Indonesia di G-20 sebagai satu-satunya anggota ASEAN; kemitraan kekuatan ekonomi menengah MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan dan Australia) sebagai kaukus dalam G-20; kemitraan ekonomi berbasis maritim dalam IORA; dan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership).

Diplomasi ekonomi Indonesia juga melibatkan peran, aspirasi, dan kepentingan masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaannya. Rumusan ini dapat diterjemahkan dalam beberapa program yang secara umum bisa disebut sebagai non-political diplomacy atau pendekatan low-politics yang dalam konteks ini diplomasi ekonomi mengambil berkaitan dengan diplomasi kebudayaan dan diplomasi publik.

Penulis sepakat dengan artikel tersebut bahwa diplomasi ekonomi memainkan peranan penting dan menjadi ujung tombak politik luar negeri

(19)

19

Indonesia terutama di masa pemerintahan Joko Widodo menjadi arah dan prioritas politik luar negeri Indonesia. Diplomasi ekonomi menjadi terminologi yang sering dipakai oleh Presiden di berbagai pidato dan forum antar negara. Penulis juga sepakat bahwa Indonesia tidak hanya melakukan diplomasi ekonomi yang bersifat high-politics tapi juga melalui pendekatan low-politics. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan ekonomi kreatif yang diusung Indonesia di beberapa forum internasional termasuk MIKTA. Hal ini juga yang menjadi kesamaan dengan penelitian penulis yang akan mengkaji diplomasi ekonomi Indonesia dalam MIKTA yang salah satu di dalamnya menekankan diplomasi ekonomi kreatifnya.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

NO

Nama dan Judul Penelitian

Jenis Penelitian dan Unit Analisis

Hasil Penelitian

1 Maaike Okano-

Heijmans

Jurnal:

Conceptualizing Economic Diplomacy:

The Crossroads of International

Relations, Economics,

-Konsep Economic Diplomacy

Artikel ini menyimpulkan bahwa diplomasi ekonomi adalah praktik dan strategi kebijakan luar negeri yang didasarkan pada premis bahwa kepentingan ekonomi dan kepentingan politik saling memperkuat dan karenanya harus dilihat

(20)

20 IPE and Diplomatic

Studies

secara bersamaan.

Perbedaan instrumen visualisasi diplomasi ekonomi didasarkan pada alat diplomasi yaitu politik dan ekonomi dan tujuan diplomasi ekonomi itu sendiri yaitu stabilitas politik dan kesejahteraan ekonomi.

2 P.M. Erza Killian

Jurnal: Paradigma dan Problematika

Diplomasi Ekonomi Indonesia

Konsep diplomasi ekonomi, tipologi, dan paradigma diplomasi

ekonomi

Artikel ini menjelaskan tentang perubahan yang signifikan dalam diplomasi ekonomi yang tidak lagi berpusat pada negara dan perusahaan namun juga

melibatkan Non-

Governmental Organization dan International Organization. Artikel ini juga membagi diplomasi ekonomi ke dalam empat golongan yaitu traditional,

(21)

21

niche-focused, evolving, dan innovative yang dilihat melalui beberapa elemen aktivitas diplomasi seperti external economic management, policy management, role of non- state actors, economic aid:

recipient and donor, trade promotion, investment promotion,dan regional diplomacy role.

3 Leonard F. Hutabarat

Jurnal: Meksiko dan MIKTA

-perspektif Meksiko -level negara

Penelitian ini menyebutkan platform seperti MIKTA dapat menjalankan peran penting dan rekonsiliasi posisi dan memperkuat perdagangan internasional.

Penulis juga menyebut bahwa negara-negara anggota MIKTA adalah negara 20 besar ekonomi dunia. Negara-negara

(22)

22

anggota MIKTA juga memiliki sistem ekonomi terbuka yang meyakini free trade dan mengalami stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan yang stabil. Penelitian ini menyebutkan bahwa dalam sudut pandang Meksiko, MIKTA menjadi wadah

tambahan dalam

koneksinya dengan Asia- Pasifik, kawasan dengan dinamika tinggi dan pertumbuhan tinggi serta tingkat inovasi dan kompetisi yang lebih baik.

4 Andreko Fernando P.

Thesis: Alasan Indonesia Bergabung Menjadi Salah Satu Negara Anggota di

-penelitian kualitatif

-analisis deduktif

Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa bergabungnya Indonesia dengan MIKTA adalah untuk penyelesaian masalah-masalah dan

(23)

23 Forum Kerjasama

Internasional Negara Berkembang MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea, Turki, dan Australia)

pemenuhan kebutuhan di tengah dinamika isu-isu internasional yang terus berkembang di berbagai bidang. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kerjasama multilateral, terutama dari negara-negara yang memiliki kesamaan

pandangan dan

kepentingan, maka terbentuklah MIKTA.

Melalui MIKTA, Indonesia mungkin dapat menggali manfaat yang lebih banyak daripada melalui jalur bilateral dalam bekerjasama dengan Korea Selatan, Turki, Australia, dan Meksiko.

5 Endi Haryono

Jurnal: Diplomasi

-level negara -diplomasi ekonomi

Artikel ini menjelaskan tentang bagaimana konsep dan kebijakan diplomasi

(24)

24 Ekonomi sebagai Arah

Kebijakan Luar Negeri Indonesia tahun 2015-2018:

Tantangan dan Peluang

ekonomi dalam politik luar negeri Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada tahun 2015-2018 yang pada saat itu diplomasi ekonomi telah ditetapkan menjadi salah satu arah politik luar negeri Indonesia. Diplomasi ekonomi Indonesia tidak hanya melalui pendekatan politis tetapi juga pendekatan lebih soft seperti diplomasi publik dan kebudayaan.

1.5 Landasan Konseptual

1.5.1 Diplomasi Ekonomi

Hubungan antara politik dan ekonomi dalam konteks penggunaan instrumen ekonomi untuk tujuan politik berakar dari era kuno. Pada awalnya, diplomasi adalah tentang perang dan isu perdagangan. Seiring perkembangan,

(25)

25

keilmuan antara politik dan ekonomi semakin berkembang terutama ketika ditemukan hubungan antar keduanya lebih terintegrasi dengan adanya kajian International Political Economy. Dalam studi hubungan internasional, studi EPI dan diplomasi berkembang baik secara eksplisit dan implisit. Kajian diplomasi dapat dijelaskan melalui beberapa poin seperti aktor diplomasi, tujuan diplomasi, instrumen diplomasi, dan proses diplomasi.

Geoff Berridge dalam bukunya yang berjudul Diplomacy: Theory and Practice, ada beberapa proses dalam diplomasi yaitu pra-negosiasi, negosiasi, lobby, packaging agreements, dan following-up. Proses pra-negosiasi merupakan proses yang mencakup persiapan negosiasi dan langkah-langkah berikutnya seperti kesepakatan untuk bernegosiasi, kesepakatan terkait agenda yang dibahas, dan kesepakatan prosedur yang berlaku. Negosiasi merupakan proses yang umumnya lebih formal, biasanya melalui pertemuan antar perwakilan dan pembahasan terkait agenda yang disepakati. Lobby atau lobbying merupakan proses mendorong perwakilan negara yang memiliki pengaruh di negara penerima untuk mengambil sikap yang menguntungkan bagi kepentingan negaranya.20

Selanjutnya, perjanjian diplomatik menjadi hasil dari sebuah proses diplomasi yang biasanya berbentuk tertulis namun cukup bervariasi seperti protokol, konvensi, perjanjian, piagam, komunike, pertukaran catatan, dan lainnya. Terakhir adalah tahapan following-up atau proses setelah perjanjian terbentuk. Proses ini bisa merupakan adaptasi, implementasi, atau ratifikasi perjanjian baik berupa peraturan, tinjauan lanjutan, atau aktivitas yang telah

20 G.R. Berridge, Diplomacy: Theory and Practice (New York: Palgrave Macmillan, 2010).

(26)

26

disepakati sebelumnya. Proses ini juga mencakup pemantauan atau monitoring kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya.21

Salah satu konsep mengenai aktor diplomasi ekonomi yang terkenal adalah konsep triangular diplomacy dari Susan Strange yaitu proses diplomasi ekonomi yang mencakup hubungan antarnegara, antarperusahaan, dan antara negara dengan perusahaan.22 Konsep ini memberikan fakta bahwa negara saat ini juga harus bernegosiasi dengan perusahaan, tidak hanya dengan sesama negara/pemerintah. Dalam artian, perusahaan akan berperan sebagai pelaku atau aktor diplomasi. Perusahaan juga harus terus mencari aliansi perusahaan lainnya untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam persaingan pasar dunia. Sehingga kemudian didapatkan interaksi antar ketiga aktor diplomasi ekonomi tersebut yaitu antara pemerintah dengan pemerintah, antara pemerintah dengan perusahaan, dan antara perusahaan dengan perusahaan lainnya.23

21 Ibid.

22 P.M. Erza Killian, “Paradigma Dan Problematika Diplomasi Ekonomi Indonesia,” Global &

Strategis 6, no. 2 (2012): 170–85.

23 John Stopford and Susan Strange, Rival States, Rival Firms (New York: Cambridge University Press, 1991).

(27)

27

Bagan 1.1 Triangular Diplomacy24

Banyak sekali konsep yang menjelaskan tentang diplomasi ekonomi dan seringkali menjadi tidak tentu, termasuk juga dalam cakupan artian ekonomi kenegaraan, keamanan ekonomi, diplomasi perdagangan, diplomasi komersial, dan diplomasi keuangan. Dalam bukunya, Baldwin berpendapat bahwa diplomasi ekonomi merupakan proses dan prakteknya, sementara tata ekonomi negara merupakan struktur. Tata ekonomi negara biasanya memusatkan perhatian pada instrumen koersif seperti sanksi dan boikot, sementara diplomasi ekonomi dianggap menggunakan instrumen ekonomi dengan cara non-koersif.

Para akademisi dan praktisi berpendapat bahwa dalam diplomasi ekonomi, pemerintah mencoba mendamaikan tiga jenis ketegangan, yaitu ketegangan antara politik dan ekonomi; ketegangan antara tekanan internasional dan domestik; dan

24 Ibid. Hal. 22

(28)

28

ketegangan antara pemerintah dan aktor lain, seperti bisnis atau swasta dan NGO.

Diplomasi ekonomi sebagian besar berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh negara, dengan mempertimbangkan lingkungan dinamis di mana negara tersebut berada. Diplomasi ekonomi dengan demikian tidak dapat dilihat terpisah dari konteks domestik (baik negara pengirim maupun negara penerima) dan aktivitas negara yang dipengaruhi oleh aktor lain, seperti bisnis swasta dan kelompok kepentingan lainnya.

Maiike Okano Heijmans dalam jurnalnya yang berjudul Conceptualizing Economic Diplomacy: The Crossroads of International Relations, Economics, IPE and Diplomatic Studies, mendefinisikan diplomasi ekonomi sebagai penggunaan sarana politik sebagai proses dalam negosiasi internasional, dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi nasional, dan penggunaan potensi ekonomi untuk meningkatkan stabilitas politik bangsa. Jika kembali melihat ke konsep dasar ekonomi-politik, Heijmans mengidentifikasikan tujuan ekonomi negara yang mencakup kemakmuran ekonomi dan stabilitas politik sebuah negara, sehingga diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah melibatkan instrumen yang bersifat ekonomis dan politis. Heijmans menggolongkan kedua hal tersebut menjadi Business End dan Power-play End.25

Menurut Heijmans, instrumen business end merupakan diplomasi ekonomi yang dilakukan dengan upaya-upaya kerja sama antara para aktor diplomasi yang tujuannya adalah untuk mencapai target komersial dari kepentingan sebuah

25 Maaike Okano-Heijmans, “Conceptualizing Economic Diplomacy: The Crossroads of International Relations, Economics, IPE and Diplomatic Studies,” The Hague Journal of Diplomacy 6 (2011): 7–36.

(29)

29

negara. Instrumen ini didorong oleh penggunaan logika ekonomi dan pemaksimalan peluang bisnis. Contohnya adalah diplomasi komersial. Sementara instrumen power-play end merupakan instrumen diplomasi ekonomi yang melibatkan tindakan dan negosiasi yang bersifat politis. Penggerak utama di balik kegiatan ini adalah tujuan strategis pemerintah, dan perhitungan manfaat yang mengikuti logika politik. Contohnya adalah sanksi ekonomi dan pencabutannya.

Selain itu, Heijmans juga menjelaskan bahwa diantara kedua tujuan instrumen tersebut ada pula instrumen lain yang berada tengah-tengah atau diantara keduanya, lebih atau kurang bersifat ekonomis atau politis, seperti bantuan ekonomi atau pembangunan (inducements), negosiasi bilateral dan multilateral (trade diplomacy), dan kebijakan keuangan atau moneter antar negara (financial diplomacy). Oleh karena itu, Heijmans menyimpulkan bahwa diplomasi ekonomi merupakan konsep jaringan yang saling berkaitan. Heijmans mengklasifikasikan dan menjelaskan kelima instrumen tersebut dalam tabel berikut.

Tabel 1.2 Instrumen DIplomasi Ekonomi26

26 Ibid. Hal.20

Commercial diplomacy

Trade diplomacy

Financial diplomacy

Inducements Sanctions

Promosi Produk

Bilateral dan Multilateral

Kebijakan nilai tukar mata uang asing

Bantuan Kemanusiaan

Embargo

Boikot

(30)

30

Penelitian ini berfokus pada diplomasi ekonomi Indonesia dalam MIKTA dengan menggunakan landasan konseptual diplomasi ekonomi. Konsep diplomasi ekonomi sendiri memiliki lima instrumen diplomasi yaitu commercial diplomacy, trade diplomacy, financial diplomacy, inducements, dan sanctions. Instrumen tersebut akan menjelaskan bagaimana upaya diplomasi ekonomi Indonesia di dalam MIKTA. Tabel 1.2 membantu memberikan data terkait standar diplomasi ekonomi Indonesia dengan negara lain melalui MIKTA. Kelima instrumen tersebut memiliki masing-masing klasifikasi yang menjelaskan secara spesifik apa saja yang termasuk ke dalam lima instrumen tersebut serta bagaimana aktor-aktor diplomasi yang terlibat pada setiap kegiatan diplomasi yang akan menjadi prinsip dasar diplomasi ekonomi Indonesia dalam penelitian ini.

Promosi investasi

Promosi pariwisata

Advokasi bisnis

Perjanjian lisensi mitra dagang (impor- ekspor)

kuota impor atau ekspor, hambatan perdagangan dan investasi

Membeli atau menjual aset negara

Pemotongan pembayaran

Bantuan

bilateral (utang, dana)

Pemberian akses teknologi

Blacklist (berhenti dalam diplomasi ekonomi)

(31)

31

Penelitian ini akan lebih dulu memaparkan penjelasan terkait diplomasi ekonomi, kemudian forum MIKTA dan peran Indonesia di dalamnya sebelum kemudian masuk ke bagaimana diplomasi Indonesia di MIKTA melalui program- program dan kerja sama yang akan dianalisis kemudian dengan instrumen diplomasi ekonomi dan triangular diplomacy yang merupakan konsep dari diplomasi ekonomi.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.27 Penelitian ini juga menggunakan tipe Deskriptif. Penelitian deskriptif adalah salah satu cara untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu. Tujuan utama dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara sederhana namun sistematis tentang fakta-fakta dan karakteristik objek-objek yang diteliti secara tepat.28

27 Lexy J. Moleong and Tjun. Surjaman, Metodologi Penelitian Kualitatif (Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 1991)

28 Yanuar Ikbar, Metodologi Dan Teori Hubungan Internasional (Bandung: PT Refika Aditama, 2014).

(32)

32

Menurut Furchan, penelitian deskriptif mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:29

1. Penelitian bersifat deskriptif menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan mengutamakan obyektivitas dan juga dilakukan secara cermat.

2. Tidak adanya manipulasi terhadap variabel.

Ronny Kountur juga mengatakan bahwa penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:30

1. Berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu.

2. Menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan

satu persatu.

3. Variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment).

1.6.2 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Teknik analisis data dilakukan melalui analisis non-statistic dimana seluruh data yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu seperti klasifikasi data, mereduksi dan memberi interpretasi pada data yang telah diseleksi dengan menggunakan teori dan konsep tertentu.

29 Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).

30 Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis (Jakarta: PPM, 2003).

(33)

33 1.6.3 Tingkat Analisis

Penulis menggunakan unit analisis pada level negara karena fokus dari kajian penelitian ini adalah melihat bagaimana upaya Indonesia dalam melakukan diplomasi ekonomi dalam kerja sama MIKTA. Selain itu juga karena aktor yang paling utama dalam kerja sama ini adalah negara itu sendiri, dalam konteks penelitian ini adalah Indonesia.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam sebuah penelitian, penting untuk diperjelas dengan batasan waktu dan materi sehingga sebuah penelitian memiliki kejelasan batasan terkait apa saja yang akan dikaji dalam penelitian tersebut sehingga akan didapatkan hasil yang tepat dan akurat.

1.6.4.1 Batasan Waktu

Peneliti memberi batasan waktu pada tahun 2018 hingga tahun 2021.

Peneliti memilih batasan waktu ini karena tahun 2018 merupakan saat Indonesia menjadi koordinator MIKTA yang memimpin sekaligus mengusung agenda ekonomi dalam masa kepemimpinannya. Peneliti membatasi tahun 2021 karena kegiatan aktif terakhir Indonesia dalam MIKTA dilakukan pada tahun 2021 dan beberapa upaya diplomasi Indonesia yang dilakukan di tahun 2018 diteruskan di tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, penelitian ini masih relevan untuk dikaji sebagai sebuah penelitian.

(34)

34 1.6.4.2 Batasan Materi

Untuk mempermudah penelitian, penulis membatasi materi yang akan dijadikan objek penelitian. Peneliti akan berfokus pada upaya diplomasi Indonesia melalui program-program yang dicanangkan Indonesia terkait dengan diplomasi ekonominya dalam kerja sama MIKTA.

1.6.5 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber tertulis seperti buku, jurnal, official documents, report, paper, dan sumber-sumber pendukung lain seperti sumber internet yang diterbitkan oleh berbagai lembaga penelitian, instansi, dan penerbit lain yang masih berkaitan dengan judul dalam penelitian ini. Kemudian peneliti menjadikan sumber yang ada sebagai rujukan penelitian ini. Data yang ada diolah menggunakan metode deskripsi atau menjabarkan objek penelitian atau variabel penelitian. Hanya ada satu variabel dalam penelitian ini yaitu diplomasi ekonomi Indonesia. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan dikelompokkan ke dalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika penulisan.

1.7 Argumen Pokok

Berdasarkan konsep diplomasi ekonomi yang diangkat, diplomasi ekonomi Indonesia dirumuskan melalui rencana strategis politik luar negeri Indonesia yang salah satu poin utamanya adalah penguatan diplomasi ekonomi.

Ada bermacam kondisi baik dalam dan luar negeri yang mempengaruhi

(35)

35

dibentuknya atau diambilnya kebijakan oleh pemerintah. Dalam konteks ini adalah pemerintah Indonesia dalam keikutsertaannya di forum kerja sama MIKTA. Setidaknya ada beberapa latarbelakang yang menjadi dasar kepentingan Indonesia dalam keterlibatannya di MIKTA yaitu MIKTA dapat menjadi peluang bagi Indonesia menunjukkan eksistensi dan kekonsistenan identitas politik luar negerinya yang bebas-aktif. Kemudian MIKTA diharapkan mampu menjadi fasilitator bagi Indonesia dan negara lainnya untuk merumuskan dan membahas permasalahan atau isu internasional yang paling disorot atau paling berkembang, terutama dalam sektor ekonomi negara. MIKTA juga dapat memfasilitasi agenda hubungan bilateral dan multrilateral antar-negara anggota di dalam MIKTA.

Diplomasi ekonomi Indonesia dalam MIKTA adalah salah satu perwujudan dari prioritas politik luar negerinya. Di MIKTA, Indonesia telah melakukan berbagai langkah diplomasi ekonomi dengan melaksanakan beragam program dan memantapkan peran kepemimpinannya dalam forum terutama yang berkaitan dalam bidang ekonomi.

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini penulis mengangkat judul Diplomasi Ekonomi Indonesia Dalam Kerja Sama MIKTA. Untuk dapat memahami dengan lebih jelas, maka materi-materi yang tertera dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa bab dan juga sub-bab yang dilampirkan pada tabel berikut ini.

(36)

36

Tabel 1.3 Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Akademis 1.3.2.2 Manfaat Praktis 1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Landasan Konseptual

1.5.1 Teori Politik Luar Negeri 1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian 1.6.2 Metode Analisis 1.6.3 Tingkat Analisis

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.4.1 Batasan Waktu

1.6.4.2 Batasan Materi

1.6.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1.7 Hipotesa/Argumen Pokok

1.8 Sistematika Penulisan

(37)

37 BAB 2 FORUM KERJA SAMA MIKTA

2.1 Gambaran Umum MIKTA, Mekanisme Kerja, Agenda Utama, dan Negara-negara Anggota MIKTA

2.2 Agenda Prioritas MIKTA 2.3 Struktur Kerja Sama MIKTA 2.4 Indonesia di dalam MIKTA

2.5 Pembahasan Sektor Ekonomi Dalam MIKTA

BAB 3 DIPLOMASI EKONOMI DALAM KEPEMIMPINAN INDONESIA TAHUN 2018

3.1 Diplomasi Ekonomi Indonesia Dalam MIKTA 3.1.1 Inclusive Digital Economy Hub (IDE HUB) 3.1.2 Bandung Startup Spirits/MIKTA Startup Fest 2018 3.1.3 MIKTA Tourism Message 2018

3.1.4 Indonesia and Investment Trade Day 2018 3.1.5 Optimalisasi Hak Atas Kekayaan Intelektual

3.2 Analisis Diplomasi Ekonomi Indonesia Dalam MIKTA Berdasarkan Konsep Diplomasi Ekonomi

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 1.2 Instrumen DIplomasi Ekonomi 26
Tabel 1.3 Sistematika Penulisan

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang oleh karena penyertaanNya, kasihNya dan hikmatNya, kertas kerja penulis yang berjudul “Hubungan Rasio

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh darah perifer

Variasi : penampakan dari sifat tertentu yang menyebabkan satu organisme berbeda dengan organisme lain dalam satu jenis. Volume : besarnya ruangan yang dapat diisi

Terlebih dahulu dibahas dan dianalisa mengenai kemampuan guru PKn perencanaan pembelajaran berdasarkan data yang ada dan telah dipaparkan secara panjang lebar, maka ketegasanya

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan berdasarkan data atau fakta yang sahih dan valid, benar dan dapat dipercaya tentang seberapa

jawa ini memang bisa dibilang gadis yang penurut, tidak suka menyalah, atau membuat bersaiah orang lain. Dia terkesan gadis yang polos dan tidak begitu pintar. Menurut

Peranan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Pembelajaran di kelas teori Praktikum di lab komputer Tugas Individual 1, 2, 3 dan 5.. Pembelajaran

Pada penelitian ini akan menganalisa mengenai pengaruh perbedaan variasi lapisan pengotoran pada permukaan spesimen (tanpa lapisan, oli, air dan stempet) sebelum