• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Konsep Dasar Hiperbilirubin pada Bayi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Konsep Dasar Hiperbilirubin pada Bayi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Hiperbilirubin pada Bayi

1.1.1 Definisi Hiperbilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabollisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2014). Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau cairan yang berfungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami hiperbilirubin pada minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan hiperbilirubin pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan eksresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).

Pada keadaan normal kadar billirubin indirek pada tali pusat bayi baru lahir yaitu 1-3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam. Bayi baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan memuncak pada hari kedua sampai hari keempat dengan kadar 5-6 mg/dL dan akan menurun pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari kelima sampai hari ketujuh akan erjadi penurunan kadar bilirubin sampai dengan kurang dari 2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubin fisiologis (Stoll et al. 2014).

(2)

9

Pada hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis, ikterus atau kuning akan muncul pada 24 jam pertama kehidupan. Kadar bilirubin akan meningkat lebih dari 0,5 mg/dL per jam. Hiperbilirubin patologis akan menetap pada bayi aterm setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada bayi preterm. Kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubin tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi akan terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila bayi bertahan hidup dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurolois (Kosim, 2014).

1.1.2 Etiologi

Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan disalur kan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Dewi, 2016).

Menurut Nelson (2017) secara garis besar etiologi ikterus atau hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :

a. Produksi bilirubin yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

(3)

10

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler- Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi bilirubin

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

1.1.3 Klasifikasi Hiperbilirubin

Hiperbilirubin atau ikterus terbagi atas : a. Ikterus prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.

b. Ikterus hepatic

Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

(4)

11 c. Ikterus kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

d. Ikterus fisiologis.

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.

e. Ikterus patologis/hiperbilirubinemia

Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan.

Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

f. Kern ikterus

Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus. Hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi

(5)

12

secara kronik. Suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.

1.1.4 Patofisiologis dan Pathway Hiperbilirubin

Bilirubin dapat diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai hasil akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada tahap pertama oksidasi, biliverdin terbentuk dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi pelepasan zat besi dan karbon monoksida. Zat besi dapat di gunakan kembali, sedangkan karbon monoksida diekskresikan oleh paru-paru.

Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larutdalam air dalam bentuk isomerik (karena ikatan hidrogen intramolekul). Bilirubin yang tak terkonjugasi yang hidrofobik diangkut ke dalam plasma, dan terikat erat oleh albumin.

Bila terjadi gangguan pada ikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan albumin baik itu dari faktor endogen maupun eksogen (misalnya obat-obatan), bilirubin yang bebas dapat melewati membran yang mengandung lemak (double lipid layer), termasuk penghalang darah ke otak, yang dapat mengarah ke neurotoksik (Mathindas, & Wahani, 2013). Bilirubin yang mencapai hati akan diangkat kedalam hepatosit, dimana bilirubin terikat ke ligandin.

Masuknya bilirubin ke dalam hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin rendah pada saat lahir, namun akan meningkat drastis dalam waktu beberapa minggu kehidupan (Mathindas& Wahani, 2013).

Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat di reticulum endoplasmic reticulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase. Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut dalam air menjadi molekul yang larut dalam air. Setelah diekskresikan kedalam empedu dan masuk

(6)

13

kedalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tidak berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dikonjugasi dan terjadi didalam usus kecil proksimal melalui kerja Bglukuronidase.

Bilirubin yang tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan kadar bilirubin plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Runtutan proses ini berlangsung panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang terbatas pada hari-hari pertama kehidupan (Mathindas, Wilar, &

Wahani, 2013).

(7)

14 Asi diawal

kelahiran kurang

Jumlah bakteri usus halus

sedikit Bilirubin bisa diserap

Masuk siklus enterohepatik

Bilirubin tak terkonjugasi

Faktor risiko 1. Faktor

maternal 2. Faktor

prenatal 3. Faktor

neonatus Bilirubin

indirek

Produksi yang berlebihan

Suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui

kemampuan hati

Peningkatan kadar bilirubin dalam

darah

Bilirubin tak terkonjugasi

Obstruksi dalam &

luar hepar

Imatur hepar

Kurangnya protein pembawa

Y & Z

Gangguan proses uptake konjugasi

hepar

Gangguan ekskresi bilirubin

Hemolisis

Bilirubin meningkat

HIPERBILIRUBIN IKTERIK NEONATUS

Pencernaan

Pengeluaran cairan empedu ke organ

usus meningkat

Fototerapi Anemia

hemolitik

Peristaltik usus meningkat

DIARE

Evaporasi Evaporasi

berlebihan

Vasokontriksi pembuluh

darah Kelembapan

kulit menurun

Kulit kering CRT <& turgor kulit menurun

RISIKO HIPOVOLEMI

Suhu tubuh meningkat

HIPERTERMI

Hb menurun

O2 menurun Kelemahan Daya hisap menurun

RISIKO DEFISIT NUTRISI RISIKO GANGGUAN

INTEGRITAS KULIT

(8)

15 1.1.5 Manifestasi Klinis

Pemeriksaan klinis tersebut bisa dilakukan pada bayi baru lahir normal dengan menggunakan pencahayaan yang sesuai. Kulit kuning pada bayi akan terlihat lebih jelas bila dilihat dengan sinar lampu dan tidak dapat terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan perlahan menggunakan jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan: Hari ke-1 tekan ujung hidung atau dahi, Hari ke-2 tekan pada lengan atau tungkai, Hari ke-3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.

Bilirubin pada saat pertama kali muncul yaitu di wajah , menjalar kearah tubuh, dan ekstremitas. Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat warna kuning pada seluruh tubuh (metode Kramer) (Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.1 Penilaian Ikterus

Keterangan:

a. Kramer 1 : warna kuning pada daerah kepala dan leher,

b. Kramer 2 : warna kuning sampai dengan bagian badan (dari pusar ke atas),

c. Kramer 3 : warna kuning pada badan bagian bawah hingga lutut atau siku, d. Kramer 4 : warna kuning dari pergegelangan dan kaki,

e. Kramer 5: warna kuning pada daerah tangan dan kaki (Setyarini &

Suprapti, 2016).

(9)

16 1.1.6 Komplikasi

Yang paling utama dalam Hiperbilirubin yaitu potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi bilirubin. Bilirubin dapat menghambat enzimenzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga meninggalkan gejala sisa berupa tuli saraf.

Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkai tidak sebanding dengan konsentrasi bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan (Tando, 2016).

Kern ikterus (ensefalopati biliaris) merupakan suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ini ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi ( > 20 mg% pada bayi cukup bulan atau >

18 mg% pada bayi berat lahir rendah ) disertai dengan tanda-tand kerusakan otak berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi mental dikemudian hari (Dewi, 2014).

1.1.7 Penatalaksanaan

Tata laksana awal ikterus neonatorum (WHO) (Maternity, Anjani, Blomed, & Evrianasari, 2018):

a. Tindakan umum

Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek

(10)

17

dari Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai tujuan yaitu menghilangkan anemia, menghilangkan antibodi maternal dan teresnsitisasi, meningkatkan badan serum albumin dan menurunkan serum bilirubin.

Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

b. Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi biliar bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut foto bilirubin. Foto bilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Foto bilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Foto bilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresi ke dalam deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati Foto therapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum foto therapi harus diberikan pada kadar bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di foto therapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl.

Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan foto therapi propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

c. Tranfusi Pengganti / Tukar

Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor- faktor Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu, Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir, Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama, Tes Coombs Positif, Kadar Bilirubin Direk lebih

(11)

18

besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama, Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama, Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

Bayi dengan Hidrops saat lahir., Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal, menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan), menghilangkan serum bilirubin , meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan bilirubin, pada Rh inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.

setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Setyarini & Suprapti, 2016. Pemeriksaan penunjang meliputi Pemeriksaan Visual dan Pemeriksaan Laboratorium.

1. Pemeriksaan Visual yang meliputi Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang, tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan, tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan, dan kaki pada hari kedua, maka di golongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

2. Pemeriksaan Laboratorium (pemeriksaan Darah) a. Test Coomb pada tali pusat BBL

(12)

19

Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh- positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.

b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.

c. Bilirubin total.

Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tergantung pada beray badan.

d. Protein serum total

Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.

e. Hitung darah lengkap

Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia, penurunan (<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

f. Glukosa

Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

g. Daya ikat karbon dioksida

Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

h. Meter ikterik transkutan

Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum i. Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir.Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis.

j. Smear darah perifer

(13)

20

Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO.

k. Test Betke-Kleihauer

Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

l. Pemeriksaan radiologi

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti abses hati atau hepatoma

m. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

n. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian adalah proses pengumpulan semua data dari klien (atau keluarga/ kelompok/

komunitas), proses mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur informasi yang bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai diagnosis keperawatan. Ada dua jenis pengkajian: pengkajian skrining dan pengkajian mendalam. Keduanya membutuhkan pengumpulan data, keduanya mempunyai tujuan yang berbeda. Pengkajian skrining adalah adalah langkah awal pengumpulan data, dan mungkin yang mudah untuk diselesaikan (Internasional, 2018).

1. Identitas Pasien

Identitas pasien berupa: nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, suku bangsa.

(14)

21

Identitas orang tua berupa: nama ayah dan ibu, usia ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan/sumber penghasilan ayah dan ibu, agama ayah dan ibu, alamat ayah dan ibu. Identitas saudara kandung berupa: nama saudara kandung, usia saudara kandung, hubungan dan status kesehatan saudara kandung (Muttaqin, 2011).

2. Keluhan utama

Untuk mengetahui alasan utama mengapa klien mencari pertolongan pada tenaga professional.

3. Riwayat kesehatan

Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 13 mg/dl, bilirubin serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik waktu, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.

4. Riwayat penyakit dahulu a. Prenatal

Keluhan saat hamil, tempat ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia kehamilan (preterm, aterm, post term), kesehatan saat hamil dan obat yang diminum.

b. Natal

Tindakan persalinan (normal atau Caesar), tempat bersalin, penolong persalinan, komplikasi yang dialami ibu pada saat melahirkan, obat- obatan yang digunakan.

c. Post natal

Kondisi kesehatan, apgar score, Berat badan lahir, Panjang badan lahir, anomaly kongenital.

d. Pernah dirawat di rumah sakit

Penyakit yang diderita, respon emosional

e. Obat-obat yang digunakan (pernah/sedang digunakan)

Nama obat dan dosis, schedule, durasi, alasan penggunaan obat.

(15)

22 5. Pemeriksaan fisik (Head to toe)

a. Kepala dan Leher

Inspeksi: kepala lebih besar daripada badan, dan tulang rawan dan daun telinga imatur, batang hidung cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, serta pelebaran tampilan mata.

Palpasi: ubun ubun dan sutura lebar. Adanya penonjolan tulang karena ketidak adekuatan pertumbuhan tulang, dan dahi menonjol, serta lingkar kepala 33 cm.

b. Abdomen

Inspeksi: penonjolan abdomen, tali pusat berwarna kuning kehijauan Auskultasi: peristaltic usus dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran c. Anus

Inspeksi: pengeluaran meconium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, terdapat anus

d. Ekstremitas

Inspeksi: tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, penurunan massa otot,

khususnya pada pipi, bokong dan paha. Palpasi: tulang tengkorang lunak e. Integumen

Inspeksi: kulit berwarna kuning pada bagian telapak tangan, perut dan sklera, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, kuku pendek belum melewati ujung jari.

6. Keadaan kesehatan saat ini

Diagnosa medis, tindakan operasi, obat-obatan, tindakan keperawatan, hasil laboratoritum, data tambahan.

(16)

23 2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau kelompok terhadap proses kehidupan/masalah kesehatan.

Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut (Taqiyyah Bararah &

Mohammad Jauhar, 2013) Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut PPNI (2016) ada tiga yaitu :

a. Aktual : diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klen mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien.

b. Resiko : diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak dittemukan tanda/gejala mayor dan minor pada klen, namun klien memiliki factor risiko mengalami masalah kesehatan.

c. Promosi Kesehatan : diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tinkat yang lebih atau optimal.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Perumusan diagnosis keperawatan disesuaikan dengan jenis diagnosis keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis, yaitu:

a. Penulisan tiga bagian (Three Part)

Metode penulisan ini terdiri atas masalah, penyebab dan tanda/gejala.

Metode penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis actual, dengan formulasi sebagai berikut :

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan dengan Tanda/gejala . b. Penulisan dua bagian (Two Part)

Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis promosi kesehatan, dengan formulasi sebagai berikut :

1) Diagnosis risiko

Masalah dibuktikan dengan Faktor Risiko

(17)

24 2) Diagnosis promosi kesehatan

Masalah dibuktikan dengan Tanda/gejala

Diagnosis keperawatan pada bayi hiperbilirubinnemia salah satunya ikterik neonatus berhubungan dengan penurunan berat badan abnormal (> 7-8% pada bayi baru lahir yang menyusu ASI , > 15% pada bayi cukup bulan) ditandai dengan Profil darah abnormal (hemolysis, bilirubin serum total >2mg/dL bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik waktu), Membrane mukosa kuning ,Kulit kuning, Sklera kuning (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b).

Diagnosis keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016c).

(18)

25 Table 1

Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Hiperbilirubinemia dengan ikterik neonatus

Gejala dan Tanda Penyebab Diagnosis Keperawatan

1 2 3

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : -

Penyebab 1.

Penurunan

berat Bada n

Ikterik neonates Kategori : fisiologi

Objektif :

Profil darah a bnormal (hemolysis, bilirubin serum total >2mg/dL bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi Menurut usia pada normogram spesifik waktu)

a. Membran e mukosa kuning

b. Kulit kuning

c. Sklera kuning Gejala dan Tanda Minor Subjektif : - Objektif : -

Sumber.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016a)

abnormal (> 7-8% pada bayi baru lahir yang menyusu ASI

, > 15 % pada bayi cukup bulan)

2. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik

3. Kesulitan transisi ke kehidupan ektra uterin

4. Usia kurang dari 7 hari

5. Keterlambatan pengeluaran feses

Subkategori : nutrisi dan cairan Definisi :

Kulit dan membrane mukosa neonates menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk kedalam sirkulasi

(19)

26 2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. cc(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018a).

Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

Luaran keperawatan memiliki tiga komponen utama yaitu label, ekspektasi, dan kriteria hasil. Masing-masing komponen diuraikan sebagai berikut (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019):

a) Label

Komponen ini merupakan nama sari luaran keperawatan yang terdiri atas kata kunci untuk memperoleh informasi terkait luaran keperawatan. Label luaran keperawatan merupakan kondisi, perilaku, atau persepsi pasien yang dapat diubah atau diatasi dengan intervensi keperawatan. Label intervensi keperawatan terdiri atas beberapa kata (1 kata s.d 4 kata) yang diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai descriptor atau penjelas luaran keperawatan.

b) Ekspektasi

Ekspektasi merupakan penilaian terhadap hasil yang diharapkan tercapai. Espektasi menggambarkan seperti apa kondisi, perilaku, atau persepsi pasien akan berubah setelah diberikan intervensi keperawatan.

c) Kriteria hasil

d) Kriteria hasil merupakan karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur oleh perawat dan dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi keperawatan.

(20)

27

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai panduan dalam penyusunan intervensi keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis. Setiap intervensi keperawatan pada standar ini terdiri atas tiga komponen yaitu label, definisi dan tindakan, dengan uraian sebagai berikut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018b):

a) Label

Komponen ini merupakan nama dari intervensi keperawatan yang merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi terkait intervensi keperawatan tersebut.

b) Definisi

Komponen ini menjelaskan tentang makna dari table intervensi keperawatan.

c) Tindakan

Komponen ini merupakan rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.

(21)

28 Table 2

Rencana keperawatan pada Ikterus Neonatus

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1. Ikterik neonatus Penyebab

1. Penurunan berat badan abnormal (> 7- 8% pada bayi baru lahir yang menyusu ASI , > 15 % pada bayi cukup bulan)

2. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik 3. Kesulitan

transisi ke kehidupan ektrauterin 4. Usia kurang

dari 7 hari 5. Keterlambatan

pengeluaran feses

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : - Objektif :

Profil darah abnormal (hemolysis, bilirubin serum total >2mg/dL bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi Menurut usia pada

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x2 jam, diharapkan warna kulit kembali normal.Dengan kriteria hasil:

1. Elastisitas kulit meningkat

2. Hidrasi meningkat

3. Perfiusi jaringan meningkat

4. Kerusakan jaringan menurun 5. Kerusakan lapisan

kulit menurun

6. Pigmentaas i abnormal menurun

7. Suhu kulit membaik

8. Sensasi membaik 9. Tekstur membaik

Observasi

1) Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi 2) Identifikasi

kebutuhan cairan sesuai dengan usia gentasi dan berat badan 3) Momitor suhu

dan tanda vital setiap 4 jam sekali

4) Monitor efek samping

fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit,

penurunan berat badan lebih dari 8- 10%).

Terapeutik

1) Siapkan lampu fototerapi da inkubator atau kotak bayi 2) Lepaskan

pakaian bayi kecuali popok 3) Berikan

penutup mata pada bayi 4) Ukur jarak

antara lampu

(22)

28 Sumber (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018a).

normogram spesifik waktu)

a. Membrane mukosa kuning b. Kulit kuning c. Sklera kuning Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : - Objektif : -

dan permukaan kulit bayi 5) Biarkan tubuh

bayi terpapar sinar fototerapi secara

berkelanjutan 6) Ganti segera

alas dan popok bayi jika BAB/BAK 7) Gunakan linen

berwarna putih agar

memantulkan cahaya

sebanyak mungkin Edukasi

1. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit

2. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin

Kolaborasi 1. Kolaborasi

pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek

(23)

29 2.2.4 Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk rencana keperawatan guna membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk rencana yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons pasien terhadap tindakan tersebut. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi, Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali, Memonitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%), Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator atau kotak bayi, Melepaskan pakaian bayi kecuali popok, Memberikan penutup mata pada bayi, Mengukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi, Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan, Mengganti segera alas dan popok bayi jika bab/bak, Mengunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin, Menganjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit, Berkolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan, dalam konteks ini aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier et al., 2010).

Evaluasi ikterik merupakan salah satu dari berbagai tanggung jawab keperawatan yang membutuhkan pemikiran kritis yang efektif. Perawat harus melakukan observasi dengan penuh perhatian dan mengetahui respon apa yang akan diantisipasi berdasarkan kualitasn perubahan warna kulit dan waktu pemberian terapi. (Perry & Potter, 2019).

1) Elastisitas kulit meningkat.

2) Hidrasi meningkat .

3) Perfiusi jaringan meningkat.

(24)

30 4) Kerusakan jaringan menurun.

5) Kerusakan lapisan kulit menurun.

6) Pigmentasi abnormal menurun.

7) Suhu kulit membaik.

8) Sensasi membaik.

9) Tekstur membaik.

2.2.6 Rumus Balance Cairan

Pasca lahir, fungsi diuresis terbagai tiga yaitu fase pradiuresis (24- 48 jam pasca lahir), fase diuresis (2-4 hari pasca lahir) dan fase pascadiuresis (sampai minggu ke dua pascalahir). Pada fase diuresis, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sedangkan pada fase pasca diuresis, terjadi penurunan berat badan 5-10% karena perubahan komposisi jumlah cairan ekstraseluler dan peningkatan volume intraseluler. Cairan yang di butuhkan bayi premature dipengaruhi oleh usia kehamilan, kondisi klinis, dan penyakit yang mendasari. Pemberian cairan bertujuan untuk menjaga keseimbangan cairran dan elektrolit pada fase diuresis dan mencegah kehilangan cairan ekstrasesluler pada fase pascadiuresis. Jumlah diuresis dipertahankan pada 1-3 ml/kgBB/jam.

Jumlah cairan yang diberikan pada fase pradiuresis adalah IWL ditambah jumlah diuresis minimal 1 mL/kgBB/jam. Kebutuhan cairan ditingkatkan 10-20 mL/kgBB/hari sampai 140-160 mL/kgBB/hari pada minggu pertama (fase pascadiuresis), maksimal 200 mL/kgBB/hari pada minggu kedua agar tercapai pertumbuhan optimal intauterin (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

Balance cairan menunjukkan keseimbangan antara intake serta output cairan, khususnya untuk pasien yang membutuhkan pengawasan terhadap kelebihan atau kekurangan cairan. Contohnya, pasien kelebihan volume cairan : CKD, perdarahan (hemoragik), pasien kekurangan volume cairan : pasien diare. Tanda positif menunjukkan bahwa cairan masuk (input) lebih banyak jika dibandingkan dengan cairan yang keluar (output)

(25)

31

Mengenai cara menghitung balance cairan, perlu anda ketahui terlebih dahulu bahwa balance cairan (BC) ialah intake cairan atau cairan masuk (CM) yang dikurangi dengan output atau cairan keluar (CK) (Mulyati, 2019). Beberapa faktor yang mempengaruhi balance cairan diantaranya yaitu umur, iklim, diet, stress, kondisi sakit, tindakan medis, dan pengobatan. Gangguan balance cairan menyebabkan dehidrasi dan juga syok hipovolemik.

a. Cairan Masuk

Cairan masuk ini terdiri dari 2 komponen, yakni cairan masuk yang bisa dilihat dan juga cairan masuk yang tidak bisa dilihat. Jenis cairan masuk yang bisa dilihat diantaranya yaitu oral (minuman dan makanan), enteral (NGT, obat oral), parenteral (IV line atau infus 20 tetes per menit, sebanyak 500 cc habis dalam 8 jam 10 menit), dan injeksi (cefotaxime dengan pelarut aquabides 5 cc, Farmadol 100 cc).

Lain halnya untuk cairan masuk yang tidak bisa dilihat, dimana meliputi air metabolisme. Dijelaskan oleh Iwasa M, Kogoshi S pada Fluid Tehrapy Bunko do (2017) dari PT. Otsuka Indonesia yakni:

a) usia balita (1-3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari

b) usia 5-7 tahun : 8-8,5 cc/kgBB/hari

c) umur 7-11 tahun : 6-7 cc/kgBB/hari

d) usia 12-14 tahun : 5-6 cc/kgBB/hari

Dengan begitu, total intake cairan (cairan masuk) ialah penjumlahan dari cairan masuk yang bisa dilihat dan yang tidak bisa dilihat.

b. Cairan Keluar

Jenis cairan keluar yang bisa dilihat meliputi BAB : feses ± 100 ml/hari, muntah, drain, NGT (residu, gastric cooling), urin ( > 0,5-1 ml/kgBB/jam). Perkiraan produksi urin neonatus sebanyak 10-90 ml/kgBB/hari, bayi sebanyak 80-90 ml/kgBB/hari, anak sebanyak 50 ml/kgBB/hari, remaja sebanyak 40 ml/kgBB/hari, dan dewasa sebanyak 30 ml/kgBB/hari.

(26)

32

Sementara untuk jenis cairan keluar yang tidak bisa dilihat meliputi kehilangan cairan normal IWL (paru ± 400 ml/hari dan kulit ± 600 ml/hari) dan juga standar kehilangan IWL. IWL (insensible water loss) adalah jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit dihitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas. Untuk standar kehilangan IWL ini meliputi neonatus sebanyak 30 ml/kgBB/hari, bayi sebanyak 50-60 ml/kgBB/hari, anak (1-13 th) sebanyak (40 ml-umur) dikali BB/hari, remaja sebanyak 20 ml/kgBB/hari, dan dewasa sebanyak 10 ml/kgBB/hari untuk pasien bedrest, 15 ml/kgBB/hari untuk pasien aktif dalam aktivitas.

a) Rumus IWL Dewasa : IWL = (15 X BB)/24 jam

b) Rumus IWL untk anak-anak : (30-usia anak dalam tahun) x KgBB/2 jam

c) Rumus balance cairan untuk total cairan keluar : BAB+urin+NGT+muntah+drain+IWL.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang

Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika awal adalah kepekaan terhadap cara berpikir ilmiah dan membangun konsep yang ditunjukkan dengan

Bahan Alam Laut: Filum Echinodermata_Kelompok VIII Page 1 of 41 FMIPA (Herbal Farmasi_Estetika Indonesia).. BAB I

Jika matahari tinggi maka radiasi yang jatuh hampir tegak lurus pada permukaan bumi, sedangkan jika matahari rendah ma- ka radiasi akan disebarkan dalam area yang luas sehingga

membentuk lapisan &gt;e(/2 atau hidrksida yang terus menerus bertambah seiring dengan  berjalannya waktu. Piringan pisau menggunakan bahan dasar durall . Bahan dasar durall 

Jika angkot ingin meningkat pangsa pasar sebesar 30%, maka kondisi ini bisa dicapai apabila operator angkot harus sanggup melakukan pelayanan dan efisien biaya sehingga

Observasi ini dikukan di Laboratorium ICT Terpadu, Unit 7 Lantai 4, Universitas Budi Luhur. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin yang