• Tidak ada hasil yang ditemukan

Carpal Tunnel Syndrome

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Carpal Tunnel Syndrome"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PENDERITA CTS DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN DAN RSUP DR. WAHIDIN

SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE 2014 - 2017

Oleh : Zulkarnain C111 14 039 Pembimbing:

dr. Citra Rosyidah, M.Kes., Sp.S

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

menyelesaikan Strata Satu Program Studi Pendidikan Dokter

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya saya. Apabila ada kutipan ataupemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa tulisan, data, gambar atau ilustrasi baik yang telah dipublikasikan dan belum dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.

Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik yang lain.

Makassar, 11 Desember 2017

Zulkarnain

(6)

vi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Skripsi, Desember 2017 ABSTRAK

Zulkarnain (C111 14 039)

“Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Penderita CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2014-2017”

Latar Belakang: Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh kerusakan nervus medianus di dalam terowongan karpal, yang dapat menyempit di tempat lewatnya saraf di bawah ligamentum transversum karpale (fleksor retinakulum). Pasien Umumnya mengeluh nyeri dan parastestesia. Penyakit ini paling sering ditemukan pada wanita. Tujuan:

Mengetahui adanya hubungan antara IMT dengan kejadian CTS pada penderita CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2014–2017. Metode: Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional menggunakan data sekunder yaitu rekam medik, Penelitian ini dilaksanakan di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Oktober 2016 hingga November 2017. Sampel: keseluruhan pasien Carpal Tunnel Syndrome yang datang berobat ke RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar bulan Januari 2014 hingga September 2017 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah sampel sebanyak 41. Hasil Penelitian: Pada penelitian ini didapatkan kelompok umur terbanyak pada pasien CTS adalah 41-50 tahun yaitu 21 sampel atau (51,2%). Jenis kelamin terbanyak yang terkena CTS adalah perempuan yaitu 34 sampel (82,9%). Interpretasi IMT terbanyak pada pasien CTS adalah IMT Obes 1 yaitu 17 sampel (41,5%).

Terdapat hubungan yang signifikan antara interpretasi IMT dengan CTS pada Laki-laki dan Perempuan (p = 0,012).

Kata Kunci: Hubungan, Indeks Massa Tubuh (IMT), Carpal Tunnel Syndrome (CTS), RS Universitas Hasanuddin, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

(7)

vii

Faculty of Medicine

Hasanuddin University

Thesis, December 2017

ABSTRACT

Zulkarnain (C111 14 039)

“The Correlation Between Body Mass Index (BMI) with Prevalence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) in Patients Diagnosed CTS at Hasanuddin University Hospital and Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar Period 2014-2017”

Background: Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is a group of symptoms

caused by damage of the median nerve in the carpal tunnel, which can narrow in place of the passage of nerves below the carpale transverse ligament (flexor retinaculum). Patients generally complain of pain and parastestesia. This disease is most commonly found in women. Objective: The purpose of this study was to determine the relationship between Body Mass Index (BMI) with prevalence of CTS in patient diagnosed CTS at Hasanuddin University Hospital and Dr.

Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar Period 2014-2017. Method: This research use analytic survey method with cross sectional approach using secondary data that is medical record, This research was held at Hasanuddin University Hospital and Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar in October-November 2017 in Medical Record Department. Sample: all Carpal Tunnel Syndrome patients who came to the Hasanuddin University Hospital and

Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital from January 2014 until September 2017 and fulfilled the inclusion and exclusion criteria with a total samples are 41 samples.

Results: the highest age group in patients who diagnosed CTS was 41-50 years

that is 21 samples (51.2%). Sex distribution was higher among women as much as 34 samples (82.9%). The most common interpretation of BMI was BMI Obes 1 is 17 samples (41.5%). There is a significant correlation between IMT interpretation with CTS in Male and Female (p = 0,012).

Keywords: Correlation, Body Mass Index (BMI), Carpal Tunnel Syndrome (CTS), Hasanuddin University Hospital, Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerahNya kepada kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Penderita CTS Di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2014-2017” dalam rangka salah satu syarat dalam penyelesaian tugas sebagai mahasiswa preklinik strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Proses penyusunan dan penyelesaian proposal penelitian ini tidak lepas oleh bantuan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak.

1. Kedua orang tua penulis Rusli Rasyid dan Suhartini , adik penulis Putri Indah Ramadhani dan Natasya Kawirana Wahab yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini. Juga untuk doa – doa yang terpanjatkan demi kesuksesan dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan proses perkuliahan hingga saat ini.

2. dr. Citra Rosyidah, M.Kes., Sp. S, sebagai pembimbing penelitian yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dalam pembuatan proposal penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. Dr. Andi Asadul Islam, Sp. BS Selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.

4. dr. Rini Rahmawarni Bachtiar, Sp. PD-KGEH., MARS Selaku penguji atas waktu, arahan atau masukan yang telah diberikan kepada penulis.

5. Teman sesama pembimbing skripsi A. Muhammad Taufiq Akbar Ervan karena sangat membantu selama penyusunan proposal ini berlangsung.

(9)

ix

6. Sahabat – sahabat KKN Profesi Kesehatan Angkatan 56 Gita, Meisi, Wulan, Feby, Marlina, Riska, Indrah dan Ave yang memberikan dukungan serta hiburan dikala penulis jenuh. semoga persaudaraan kita tetap abadi.

7. Sahabat – sahabat Neutroflavine, Iqra Wardana, Krisna Goysal, Fecky Valentini Lie, Verry Asward Samiun, Eric Untario, Grelvan I Suangga, Gesizia Ari, Anisar Apriliani, Fatimah Hafid, Nurmar”atu Thahirah, Sulfiana Arafah dan Jans Goldman Wattimena yang selalu membantu penulis menjalani suka duka mengerjakan skripsi.

Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari semua pihak.

Makassar, 4 Desember 2017

Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN PENCETAKAN...iv

PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME...v

ABSTRAK...vi

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB 1. PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...3

1.3. Tujuan Penelitian...3

1.3.1 Tujuan Umum...3

1.3.2 Tujuan Khusus...3

1.4. Manfaat Penelitian...4

1.4.1. Manfaat Praktis...4

1.4.2. Manfaat Teoritis...4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)...5

2.1.1. Definisi...5

2.1.2. Anatomi...5

2.1.3. Etiologi...8

2.1.4. Faktor Resiko...9

(11)

xi

2.1.5. Patogenesis dan Patofisiologi...11

2.1.6. Gejala Klinis...13

2.1.7. Diagnosis...14

2.1.8. Tatalaksana...17

2.2. Indeks Massa Tubuh (IMT)...19

2.3. Hubungan IM dengan CTS... 20

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN...22

3.1. Kerangka Teori...22

3.2. Kerangka Konseptual...23

3.3. Identifikasi Variabel...24

3.4. Definisi Operasional...24

3.5. Hipotesis Penelitian...26

BAB 4. METODE PENELITIAN...27

4.1. Desain Penelitian...27

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian...27

4.3. Populasi dan Sampel...27

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...28

4.4.1. Kriteria Inklusi...28

4.4.2. Kriteria Eksklusi...28

4.5. Manajemen Data...29

4.5.1. Pengumpulan Data...29

4.5.2. Tehnik Pengolahan Data...29

(12)

xii

4.5.3. Penyajian Data...29

4.6. Alur Penelitian...30

4.7. Etika Penelitian...31

BAB 5. HASIL PENELITIAN...32

5.1 Hasil Penelitian...32

5.2 Deskripsi Hasil Penelitian...33

5.2.1 Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin...33

5.2.2 Distribusi Berdasarkan Interpretasi IMT...34

5.2.3 Hubungan Interpretasi IMT dengan CTS...35

5.3 Analisis Hasil Penelitian...37

BAB 6. PEMBAHASAN...38

6.1 Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur...38

6.2 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin...39

6.3 Distribusi Interpretasi IMT dan Hubungan IMT dengan CTS...39

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN...42

7.1 Kesimpulan...42

7.2 Saran...43

DAFTAR PUSTAKA...44

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT (WHO, Western Asia Pasifik)...20

Tabel 3.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Usia Dewasa (Usia ≥18 tahun)...25

Tabel 5.1 Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin...33

Tabel 5.2 Distribusi Berdasarkan Interpretasi IMT...34

Tabel 5.3 Hubungan Interpretasi IMT dengan CTS...35

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Carpal Tunnel Syndrome...7

Gambar 2. Phalen’s Test...14

Gambar 3. Tinel’s Test...15

Gambar 4. Hubungan IMT dengan CTS pada Laki-Laki dan Perempuan...36

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Rekam Medik...48

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian...50

Lampiran 3. Surat Permohonan Rekomendasi Etik...51

Lampiran 4. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik...52

Lampiran 5. Analisis Data Hubungan Interpretasi IMT dengan CTS...53

Lampiran 6. Biodata Peneliti...54

(16)
(17)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh kerusakan nervus medianus di dalam terowongan karpal, yang dapat menyempit di tempat lewatnya saraf di bawah ligamentum transversum karpale (fleksor retinakulum). Pasien Umumnya mengeluh nyeri dan parastestesia (Baehr,2014) .

Menurut The National Institute for Occupational Safety and Healthy (NIOSH) (2007) menyebutkan bahwa Orang Amerika mempunyai resiko CTS sebesar 15-20% ( Aroori,2008). Di Indonesia,. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral (Aroori, 2008). Berbagai penelitian melaporkan bahwa CTS merupakan salah satu jenis Cumulative Trauma Disorder (CTD) yang paling cepat menimbulkan gejala pada pekerja. Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi di pergelangan tangan dan tangan mendapatkan prevalensi CTS antara 5,6%-14,8% (Tana, 2003). Penyebab dari CTS dapat terjadi karena trauma langsung pada carpal tunnel, posisi pergelangan fleksi dan ekstensi berulang, edema, kelainan sistemik (Rudiansyah Harahap, 2003).

Pada lingkungan kerja diketahui bahwa ada enam faktor utama pekerjaan yang dapat menyebabkan CTS yaitu gerakan pergelangan atau jari tangan yang berulang, kontraksi yang kuat pada tendon, gerakan pergelangan tangan yang menekuk ke bawah (fleksi) atau menekuk ke atas (extensi) yang ekstrim,gerakan tangan saat bekerja (gerakan menjepit), tekanan mekanik pada saraf medianus, getaran dan sarung tangan yang tidak sesuai (Silvestren,1987). Meskipun beberapa pekerjaan telah dikaitkan dengan peningkatan insiden dan prevalensi

(18)

2

CTS, faktor intrinsik seperti obesitas juga menjadi salah satu resiko CTS. Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu rasio berat terhadap tinggi telah digunakan dalam penelitian sebagai faktor risiko potensial untuk Musculosceletal Disorders (MSDs) tertentu salah satunya CTS (Geigle,2011).

Ada empat sebagai faktor resiko dari kejadian CTS yaitu jenis kelamin, usia, IMT dan penyakit penyerta (Amstrong,2008). Gejala klasik CTS termasuk nyeri nokturnal terkait dengan kesemutan dan mati rasa dalam distribusi dari nervus medianus (Aroori,2008). Kebanyakan kasus CTS adalah ringan dan hilang sendiri, misalkan ketika wanita hamil melahirkan, CTS dapat menimbulkan kecacatan pada pekerja karena selain menyebabkan rasa nyeri,dapat pula membatasi fungsi-fungsi pergelangan tangan sehingga berpengaruh terhadap pekerjaan sehari-hari. Pada kasus berat jika tidak diobati maka otot-otot ibu jari dapat mengalami atrofi dan kemampuan untuk merasa pada jari mungkin hilang secara menetap (Tana, 2003). CTS merupakan hasil dari kombinasi kondisi kesehatan dan aktivitas fisik dan sering mengenai wanita 5% sedangkan pada pria 0.6% (Gorsché, 2001).

Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan dengan menghubungkan antara IMT dengan CTS. Faktor-faktor penyebab terjadinya CTS misalkan pekerjaan yang sering menggunakan pergelangan tangan yang dianggap sebagai salah satu terjadi CTS (Kao, 2003). Pekerjaan yang sering dihubungkan dengan tingginya insidens CTS adalah proses memasak makanan, pekerja pabrik, pemuatan barang dan pekerja bangunan (Katz, 2002). Pekerja dengan IMT minimal ≥ 25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping karena antara CTS dan meningkatnya IMT bisa disebabkan oleh peningkatan jaringan lemak dalam terowongan karpal sehingga akan meningkatkan tekanan hidrostatik sepanjang terowongan karpal pada orang obesitas (Werner,1996). Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Nordstrom,1997). CTS terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal, telah berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT (Kouyoumdjian, 2000). IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus ( Werner,2004 ) Faktor jumlah

(19)

3

gerakan repetitif tinggi dan IMT minimal ≥ 25 berhubungan dengan terjadinya CTS pada pekerja wanita di pabrik pengolahan makanan (Merijanti. 2009) Namun pada penelitian Nathan (2005) mengungkapkan faktor pekerjaan tidak meningkatkan kejadian CTS pada perempuan bahkan dengan kelebihan berat badan . Dari berapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan , maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang : Hubungan IMT dengan kejadian CTS pada penderita CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2014-2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :

Adakah hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian CTS pada penderita CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara IMT dengan kejadian CTS pada penderita CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2014–2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik CTS pada penderita CTS ditinjau dari Jenis Kelamin.

2. Untuk mengetahui karakteristik CTS pada penderita CTS ditinjau dari Umur.

3. Untuk mengetahui karakteristik CTS pada penderita CTS ditinjau dari interpretasi IMT secara umum.

4. Untuk mengetahui karakteristik CTS pada penderita CTS ditinjau dari interpretasi IMT secara spesifik menurut jenis kelamin.

(20)

4

5. Untuk membuktikan adanya hubungan antara IMT dengan kejadian CTS pada pasien laki-laki dan perempuan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai data bagi para praktisi kesehatan mengenai CTS dan hubungannya dengan IMT.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah:

6. Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai karakteristik CTS dan hubungan IMT dengan kejadian CTS.

7. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya, dan terkait kejadian CTS pada khususnya.

8. Menambah pengetahuan tentang penyakit CTS serta pencegahan terjadinya CTS.

(21)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

2.1.1 Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah kumpulan gejala akibat penekanan pada nervus medianus, ketika melalui terowongan carpal (Carpal Tunnel), umunya berhubungan dengan pekerjaan yang disebabkan gerakan berulang dan posisi yang menetap pada jangka waktu yang lama yang dapat mempengaruhi saraf, suplai darah ke tangan dan pergelangan tangan. CTS merupakan neuropati terhadap nervus medianus didalam Carpal Tunnel pada pergelangan tepatnya dibawah fleksor retinakulum. Sindrom ini terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta ligament carpi tranversum yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe, 2004).

CTS disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius distal yang mengakibatkan kompresi n.medianus dibawah retinakulum volar. Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik . Penderita mengeluh kelemahan atau kekakuan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari (De jong, 2012).

2.1.2 Anatomi Nervus Medianus

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan n. medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan

(22)

6

berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm (Snell, 2006).

Nervus medianus pada awalnya terletak di sebelah lateral a.brakialis namun kemudian menyilang ke sebelah medial di pertengahan lengan. Pada fossa kubiti nervus ini terletak disebelah medial a.brakialis yang terletak di sebelah tendon bisipitalis. n.medianus lewat bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian diantara kedua caput m.pronator teres. Bercabang menjadi interoseus anterior tidak jauh dibawahnya. Cabang ini turun bersama dengan a. interosea anterior dan memasok darah ke otot profunda kompartemen fleksor bawah kecuali pada setengah bagian ulnaris m.fleksor digitorum profunda. Di lengan bawah n.medianus terletak diantara fleksor digitorum superfisialis dan fleksor digitorum profunda dan mempersarafi seluruh fleksor sisanya,kecuali m.fleksor carpi ulnaris. Sedikit diatas pergelangan tangan nervus ini muncul dari sisi lateral m.fleksor digitorum superfisialis dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yang membawa serabut sensoris pada kulit diatas aminesia tenar. Pada terowongan carpal, n. medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari n.medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis.

Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari n. medianus. Sebanyak 2 % dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan n. medianus . Komponen ulnaris dari n. medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal ( Snell, 2006).

Tertekannya n. medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi

(23)

7

dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap n.

medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal n. medianus. Cabang sensorik superfisial dari n. medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol n.

medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal (De Jong, 2012)..

Gambar 1. Anatomi Carpal Tunnel Syndrome (Sumber: The New England Journal of Medicine, 2015)

(24)

8

2.1.3 Etiologi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Carpal Tunnel Syndrome antara lain (Gilory J, 2000) :

a. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

b. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

c. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari Carpal Tunnel Syndrome.

d. Infeksi: Tenosinovitis, Tuberkulosis, Sarkoidosis.

e. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.

f. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan.

g. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

h. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

i. Degeneratif: osteoartritis.

j. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

k. Faktor stress

l. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.

(25)

9 2.1.4 Faktor Resiko Carpal Tunnel Syndrome

Ada empat sebagai faktor kontrol dari kejadian CTS yaitu jenis kelamin, usia, IMT dan penyakit penyerta (Amstrong,2008).

1. Jenis Kelamim

Carpal Tunnel Syndrome lebih mempengaruhi perempuan dari laki-laki ,yaitu 3,6 kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki (Mattioli et al, 2008). Berdasarkan rasio antara perempuan dan laki- laki untuk CTS memiliki perbedaan yang cukup tinggi 3:1. Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian CTS secara bertahap dengan meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah monopause, hal tersebut secara umum konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin ada komponen hormonal dalam penyebab CTS (Ashworth, 2010).

Sheila (2010) menjelaskan bahwa adanya perbedaan hormonal pada wanita, terutama saat wanita hamil dan menopause. Saat hamil disebabkan oleh retensi cairan yang menempatkan tekanan tambahan pada terowongan karpal dan menyebabkan gejala. Namun beberapa wanita tidak mengalami gejala sampai setelah melahirkan dan awal meyusui. Menyusui sementara menurunkan kadar steroid alami, yang mempertinggi potensi peradanagan selain itu juga disebakan oleh perbedaan anatomi tulang karpal, dimana tulang pergelangan tangan pada wanita secara alami lebih kecil sehingga menciptkan ruang yang lebih ketat dimana saraf dan tendo harus lewat.

Sedangkan perubahan hormon menopause dapat menempatkan perempuan pada resiko lebih besar untuk mendapatkan Carpal Tunnel Syndrome karena struktur pergelangan tangan membesar dan dapat menekan pada saraf pergelangan tangan (Haque, 2009)

(26)

10 2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) yang meningkat pada orang yang obesitas adalah faktor resiko CTS dikarenakan semakin besarnya tekanan pada syaraf median seiring dengan semakin besarnya IMT (Bray, 1985). Individu yang diklasifikasikan sebagai obesitas (IMT > 25) adalah 2,5 kali lebih beresiko terdiagnosis CTS dibandingkan individu yang ramping. (Trumble E et al, 2002).

3. Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta memberikan kontribusi terhadap Carpal Tunnel Syndrome. Perubahan anatomi tulang karpal akibat cedera maupun fraktur dapat mempersempit volume tulang karpal. CTS yang akut jarang terjadi, biasanya terjadi karena adanya trauma pada tulang karpal, akibat patah atau retaknya distal radius. Gejala baru akan muncul setelah beberapa bulan hingga tahun setelag trauma. Penyakit penyerta atau riwayat pwnyakit yang dapat menyebabkan resiko CTS seperti; Arthritis Reumatoid, Fraktur/Dislokasi, Diabete Mellitus, dll (Wichaksana, 2002)

4. Usia

Laki-Laki menunjukkan peningkatan kejadian Carpal Tunnel Syndrome secara bertahap dengan meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah menopause (sesuai dengan kelompok usia 50-54 tahun), hal tersebut secara umum konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin ada komponen hormonal dalam penyebab Carpal Tunnel Syndrome (Mattolili, 2008; Asworth, 2010).

(27)

11

2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome

Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari CTS. Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal.

Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang (Tana, 2004).

Teori insufisiensi mikro – vaskular menyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik . Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu (Tana, 2004). Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel.

Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia (Tana, 2004).

(28)

12

Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh (Bahrudin, 2011). Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Bahrudin, 2011).

(29)

13 2.1.6 Gejala Klinis Carpal Tunnel Syndrome

Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat . Gejala awal biasanya berupa parestesia yang terjadi dalam distribusi saraf medianus tangan pada jari 1,2,3 dan setengah sisi radial jari 4 walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal dengan rasa nyeri yang panas membakar,perasaan geli, dan mati rasa (Bahrudin, 2011).

Gejala-gejala Carpal Tunnel Syndrome sebagai berikut:

1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari

2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, telunjuk dan jari tengah.

3.Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika menggerakkan tangan dengan cepat.

4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak.

5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi hari.

Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis). dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Bahrudin, 2011).

(30)

14 2.1.7 Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu (Bahrudin, 2011):

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.

Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:

a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal.

Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

Gambar 2. Phalen’s Test (Sumber: Journal of Exercise Science and Physiotherapy, 2011)

b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

(31)

15

c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 3. Tinel’s Test (Sumber: International Journal of Physical Medicine &

Rehabilitation, 2015)

d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

f) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang patognomonis untuk CTS (Tana, 2004). Penelitian oleh Khalid A.O Al- Dabbagh (2013), dengan menggunakan prospective study membandingkan antara 100 kasus CTS positif dan 100 orang yang tidak mengeluhkan gejala selama 8 bulan menyatakan spesifitas dan sensitivitas Phalen tes untuk masing-masing

(32)

16

kasus adalah 94% dan 78%, sedangkan hasil untuk Tinel tes berkisar 77% dan 66%. (Al-Dabbagh, 2013). Dari penelitian, sepuluh pasien dengan gejala CTS yang dilakukan Phalen tes memiliki sensitivitas dan spesitifitas secara berurutan adalah 82% dan 100%. Disimpulkan bahwa phalen tes dapat dipercaya dan bias digunakan dalam menegakkan diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (Widodo, 2014).

2. Pemeriksaan Electromyography (EMG)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar.

Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS) pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Sidharta, 2004).

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. (Rambe, 2004).

4. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (Rambe, 2004).

(33)

17 2.1.8 Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome, Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal dua bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu (Aroori, 2008):

1. terapi langsung terhadap CTS a. Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan.

2. Obat anti inflamasi non steroid.

3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan- latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali

(34)

18

suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.

6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan.

Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten (Bahrudin, 2011) . Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka (Rambe,2004).

2) Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali.

Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus

(35)

19

dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain (Bahrudin, 2011):

1. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetisi, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.

2. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.

3. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

4. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.

2.2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Status gizi seseorang dapat ditentukan dengan membandingkan hasil yang didapat dari pemeriksaan dengan nilai standar yang ada. Selain itu untuk penentuan satus gizi dapat juga menggunakan hasil perhitungan indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indeks antropometri sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berumur di atas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa et al, 2002).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran yang membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan

“indeks”, IMT sebenarnya adalah rasio atau nisbah yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter) (Markenson,2004). Rumus penghitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah:

(36)

20

Dengan menggunakan IMT dapat diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa et al, 2002). Batas ambang IMT utuk orang-orang yang berada di daerah Asia merujuk klasifikasi IMT berdasarkan kriteria Asia Pasifik:

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT (WHO, Western Asia Pasifik)

2.3. Hubungan Carpal Tunnel Syndrome dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun (I Dewa Nyoman, 2001). Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian (2000), menyatakan CTS terjadi karena kompresi saraf medianus di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. Pekerja dengan IMT minimal ≥ 25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai berat badan ramping karena antara CTS dan meningkatnya IMT bisa disebabkan oleh peningkatan jaringan lemak dalam terowongan karpal sehingga akan meningkatkan tekanan hidrostatik

Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang

<18,5

Berat Badan Normal

18,5-22,9

Berat Badan Berlebih

23-24,9

Obes I

25-29,9

Obes II

≥30

(37)

21

sepanjang terowongan karpal pada orang obesitas (Werner,1996). IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus (Werner, 2004). American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Bahrudin, 2011).

(38)

22 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori berdasarkan tinjauan pustaka dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: (Gilory J, 2000); (Amstrong,2008)

: Yang diteliti

Kejadian

Carpal Tunnel Syndrome

Etiologi CTS Faktor Resiko CTS

Herediter

Trauma

Pekerjaan

Infeksi

Metabolik

Endokrin

Neoplasma

Penyakit Kolagen Vaskuler

Degeneratif

Iatrogenik

Faktor stress

Inflamasi

 Jenis Kelamin

 Usia

 IMT

 Penyakit Penyerta

(39)

23 3.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual berdasarkan rumusan masalah yang ada dan tinjauan pustaka

dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

Memengaruhi

Carpal Tunnel Syndrome Indeks Massa Tubuh (IMT)

(40)

24 3.3 Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah Indeks Massa Tubuh (IMT)

2. Variabel terkait (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

3.4 Definisi Operasional

1. Carpal Tunnel Syndrome

Definisi : Sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri, kesemutan (parestesia), rasa tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada daerah yang dipersarafi oleh n.medianus .

Alat Ukur : Data rekam medik pasien.

Cara Ukur : Memindahkan informasi mengenai Carpal Tunnel Syndrome pada pasien CTS ke dalam program komputer untuk menentukan interpretasinya.

2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Definisi : Alat ukur untuk menentukan status gizi seseorang.

Alat Ukur : Data rekam medik pasien.

Cara Ukur : Memindahkan informasi mengenai berat badan dan tinggi badan pasien ke dalam program komputer untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan interpretasinya.

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : Perhitungan IMT berdasarkan Kriteria Asia Pasifik

(41)

25

Tabel 3.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Usia Dewasa (Usia ≥18 tahun)

3. Jenis Kelamin

Definisi : Perbedaan seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan

Alat Ukur : Data rekam medik pasien.

Cara Ukur : Dengan mencatat variabel jenis kela-min sesuai dengan yang tercantum pa-da data pasien (rekam medik.

Skala Ukur : Nominal Hasil Ukur : 1. Laki-laki

2. Perempuan 4. Umur

Definisi : Usia dimana saat pasien didiagnosis CTS Alat Ukur : Data rekam medik pasien.

Cara Ukur : Dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai dengan yang tercantum pada data pasien (rekam medik).

Skala Ukur : Interval Hasil Ukur : 1. 20-30 tahun

2. 31-40 tahun 3. 41-50 tahun

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Berat Badan Normal 18,5-22,9

Berat Badan Berlebih 23-24,9

Obes I 25-29,9

Obes II ≥30

(42)

26 3.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian CTS pada penderita CTS Laki-Laki dan Perempuan di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 2014-2017.

(43)

27 BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam penggunaan pendekatan cross sectional, pengukuran variabel terikat (Carpal Tunnel Syndrome) dan variabel bebas (Indeks Massa Tubuh (IMT)) dilakukan secara stimulan, satu kali saja dalam waktu yang bersamaan dan tidak dilakukan follow up.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Oktober 2016 hingga November 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien Carpal Tunnel Syndrome yang datang berobat ke RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Januari 2014 hingga September 2017.

Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti serta dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini, sampel diambil menggunakan teknik non probability sampling yaitu Purposive sampling karena tidak semua pasien mewakili kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, terdapat kriteria-kriteria yang telah ditentukan peneliti sebelumnya (kriteria inklusi dan eksklusi). Adapun yang akan menjadi sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan pasien Carpal Tunnel Syndrome yang datang berobat ke RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin

(44)

28

Sudirohusodo Makassar bulan Januari 2014 hingga September 2017 dan memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi.

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Semua pasien Carpal Tunnel Syndrome yang datang berobat ke RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan januari 2014 hingga September 2017

2. Memiliki data rekam medik yang dapat dievaluasi, meliputi:

identitas pasien berupa nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta hasil antropometri pasien berupa berat badan dan tinggi badan.

3. Pasien CTS berusia 20-50 tahun

4. Tidak ditemukan penyakit yang menyertai, riwayat penyakit atau sebagai komplikasi dari penyakit yang diderita.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap (identitas pasien dan hasil antropometri), rusak, atau tidak terbaca.

2. Pasien adalah seorang ibu hamil.

3. Pasien adalah olahragawan (jika dapat diketahui melalui rekam medik).

(45)

29 4.5 Manajemen Data

4.5.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Direktur Utama RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Kemudian mengisi form pernyataan dan biodata penelitian serta menyelesaikan biaya administrasi. Setelah itu, data penderita Carpal Tunnel Syndrome dikumpulkan untuk memperoleh data medis di bagian Rekam Medik RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

4.5.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik dengan menggunakan program komputer Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dan Microsoft Excel untuk memperoleh hasil statistik yang diharapkan.

4.5.3 Penyajian Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

(46)

30 4.6 Alur Penelitian

29

Persiapan

Data Rekam Medik

Pengumpulan data berdasarkan

variabel

 Usia saat didiagnosis Carpal Tunnel Syndrome

 Jenis Kelamin

 Pekerjaan

 Penyakit Penyerta

 Data antropometri (Berat Badan dan Tinggi Badan)

Kesimpulan Analisis Data

(47)

31 4.7 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak terkait sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.

(48)

32 BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bagian Rekam Medik RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 28 Oktober sampai 24 November 2017 yang diperoleh data sekunder berupa rekam medik pasien untuk melihat Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada penderita CTS periode Januari 2014-September 2017 dengan teknik purposive sampling.

Data yang diperoleh dari bagian Rekam Medik RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tercatat sebanyak 14 pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan 67 pasien CTS di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, sehingga total pasien sebanyak 81 selama periode Januari 2014 – September 2017. Setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi maka didapatkan sebanyak 41 rekam medik pasien CTS yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan dapat dijadikan sampel pada penelitian ini, sampel yang tidak memiliki data antropometri sebanyak 3, kelompok umur > 50 tahun sebanyak 40, dan pasien yang memiliki penyakit penyerta dan riwayat penyakit sebanyak 22. Data yang terkumpul kemudian diolah menggunakan program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dan Microsoft Excel sesuai dengan tujuan penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel lengkap dengan narasi.

(49)

33 5.2 Deskripsi Hasil Penelitian

5.2.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014–2017 berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin.

Karakter Demografik

N (41) %

Kelompok Umur

20-30 7 17,1%

31-40 13 31,7%

41-50 21 51,2%

Jenis Kelamin

Laki-Laki 7 17,1%

Perempuan 34 82,9%

Sumber: rekam medik RS UNHAS dan RSWS

Pada Tabel 5.1 Menunjukkan pasien CTS pada rentan umur 20-50 tahun RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014-2017 pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebanyak 7 sampel atau 17,1 %, kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 13 sampel atau 31,7% dan kelompok umur 41-50 tahun sebanyak 21 sampel atau 51,2% dari total sampel.

Jadi, sebagian besar berada pada kelompok umur 41-50 Tahun dan terendah pada kelompok umur 20-30 Tahun.

Pada Tabel 5.1 distribusi menurut jenis kelamin menunjukkan pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014–2017 berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada Perempuan yaitu 34 sampel atau 82,9% dari total sampel dan Laki-laki hanya sebesar 7 sampel atau 17,1% dari total sampel yang diteliti.

(50)

34

5.2.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Interpretasi IMT

Tabel 5.2 Distribusi Pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014 – 2017 berdasarkan interpretasi IMT.

Interpretasi IMT N (41) %

Berat Badan Kurang (Underweight)

2 4,9

Normal 11 26,8

Berat Badan Lebih (Overweight)

5 12,2

Obes 1 17 41,5

Obes 2 6 14,6

Sumber: rekam medik RS UNHAS dan RSWS

Berdasarkan interpretasi IMT pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014 – 2017, didapatkan penderita dengan IMT Berat badan kurang (Underweight) sebanyak 2 sampel atau 4,9%, 11 sampel atau 26,8% dengan IMT Normal, IMT dengan berat badan lebih (Overweight) sebanyak 5 sampel atau 12,2% , IMT Obes 1 sebanyak 17 sampel atau 41,5% dan Obes 2 sebanyak 6 sampel atau 14,6% dari total sampel.

Interpretasi IMT dengan Obes 1 memilki persentasi tertinggi pada pasien CTS dan terendah pada pasien dengan IMT Berat Badan Kurang. Hal ini menunjukkan bahwa CTS meningkat pada pasien dengan IMT obes ( >25 mm/kg2).

(51)

35 5.2.3 Hubungan Interpretasi IMT dan CTS

Tabel 5.3 Hubungan Interpretasi IMT dengan CTS pada pasien laki-laki dan perempuan di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014 – 2017.

Interpretasi IMT

CTS Total

Laki-Laki Perempuan

Kurang 0

(0%)

2 (4,9%)

2 (4,9%)

Normal 0

(0%)

11 (26,8%)

11 (26,8%)

Overweight 1

(2,4%)

4 (9,8%)

5 (12,2%)

Obes 1 3

(7.3%)

14 (34,1%)

17 (41,5%)

Obes 2 3

(7,3%)

3 (7,3%)

6 (14,6%)

Total 7

(17,1%)

34 (82,9%)

41 (100%)

(52)

36

Gambar 4. Hubungan IMT dengan CTS pada Laki-Laki dan Perempuan 0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

Berat Badan Kurang

Normal Berat Badan Lebih

Obes 1 Obes 2

CTS Laki-Laki CTS Perempuan

(53)

37 5.3 Analisis Hasil Penelitian

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square karena data yang diperoleh menggunakan Skala Ordinal (Interpretasi IMT) dan Skala Nominal (CTS) sehingga untuk menghubungkan keduanya diperlukan uji korelasi dengan metode Chi-Square. Melalui Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa hubungan antara IMT dengan CTS pada pasien Laki-laki dan Perempuan menghasilkan

nilai

Asymp. Sig. Yang disimbolkan p sebesar 0,012. Karena Nilai Asymp. Sig (p) < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis penelitian ini diterima, yang artinya “terdapat hubungan yang signifikan antara interpretasi IMT dengan CTS pada Laki-laki dan perempuan”. Ini menandakan bahwa IMT mempunyai korelasi terhadap penyakit CTS pada semua jenis kelamin.

(54)

38 BAB 6 PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian mengenai Hubungan IMT dengan kejadian CTS pada penderita CTS di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode januari 2014 – Agustus 2017 dari sumber data sekunder berupa rekam medik pasien, maka diperoleh sebanyak 41 pasien CTS yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan dapat dijadikan sampel pada penelitian ini, sampel yang tidak memiliki data antropometri sebanyak 3, kelompok umur > 50 tahun sebanyak 40, dan pasien yang memiliki penyakit penyerta dan riwayat penyakit sebanyak 22 .

6.1 Distribusi Pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Periode Agustus 2014 – Agustus 2017 berdasarkan kelompok umur.

Distribusi pasien CTS berdasarkan kelompok umur Menunjukkan pasien CTS pada rentan umur 20-50 tahun RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014-2017 sebagian besar berada pada kelompok umur 41-50 Tahun yaitu 21 pasien (51,2% ) dan terendah pada kelompok umur 20-30 Tahun yaitu 7 pasien (17,1 %). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Elvi Dina dan Catur Yuantari Tahun 2016 bahwa umur Rata-rata pasien CTS yaitu 40 tahun. Begitu pula menurut Maria, Lusan dan Pudjowidyanto, H (2006) menyebutkan pasien CTS paling banyak pada usia 41-60 tahun yaitu 25 sampel dari 34 total sampel yang diteliti.

(55)

39

6.2 Distribusi Pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Periode Agustus 2014 – Agustus 2017 berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar pasien CTS dengan distribusi jenis kelamin terbanyak pada Perempuan yaitu 34 sampel atau 82,9% dari total sampel dan Laki-laki hanya sebesar 7 sampel atau 17,1% dari total sampel yang diteliti.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Saerang,dkk (2015) dengan judul Insiden Carpal Tunnel Syndrome di kota Bitung Sulawesi Utara yang memaparkan bahwa jumlah laki – laki sebanyak 2 sampel sedangkan perempuan sebanyak 11 sampel. Penelitian selanjutnya dari Maria, Lusan dan Pudjowidyanto, H (2006) mengambarkan pasien CTS terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 32 orang dan pasien CTS laki-laki hanya 2 orang. Mondelli,et al (2005) menyebutkan dari 219 sampel yang diteliti, sebanyak 177 perempuan dan 46 laki-laki yang menderita CTS. Hal ini menunjukkan pada ketiga penelitian sebelumnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan terkait jenis kelamin.

6.3 Distribusi Pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Periode Agustus 2014 – Agustus 2017 berdasarkan interpretasi IMT dan Hubungan IMT dengan CTS pada Laki-laki dan Perempuan.

Berdasarkan interpretasi IMT pasien CTS di RS Universitas Hasanuddin dan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2014 – 2017, didapatkan pasien CTS lebih banyak mengalami obesitas yaitu sebanyak 17 sampel (41,5%) dan Obes 2 sebanyak 6 sampel (14,6%) dari total sampel dan paling sedikit dengan IMT Berat Badan Kurang sebanyak 2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

“PENGARUH PENAMBAHAN MOBILISASI SARAF MEDIANUS SETELAH DIBERIKAN SINAR INFRA RED TERHADAP PENURUNAN NYERI CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) DI RSUD. Sc) Latar Belakang:

Judul : Fator-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja Pemecah Batu (Studi pada Pekerja Pemecah Batu di Kecamatan

(If the ring and/or little fingers are affected, it may either be Cubital Tunnel Syndrome or Guyon´s Syndrome) How Are the Symptoms of Carpal Tunnel Syndrome Eliminated. Carpal

Tinel sign dilakukan dengan perkusi di atas kulit proximal nervus medianus carpal tunnel; jika positif pasien mengeluhkan kesentrum atau sensasi tingling yang

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitriani yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah iritasi yang terjadi pada syaraf median di pergelangan tangan yang dapat menyebabkan tangan menjadi baal, kesemutan, nyeri, sampai

Prosedur operasi Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk carpal tunnel syndrome disebut "carpal tunnel release" Ada dua teknik bedah yang berbeda untuk melakukan ini, tetapi tujuan