• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945, cita-cita bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 salah satunya adalah mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita itulah yang menjadi dasar dari seluruh aktivitas pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah beserta seluruh rakyat Indonesia.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan sumber daya alam dan manusia, namun masyarakatnya masih relatif tergolong miskin. Terutama setelah krisis ekonomi pada akhir 1997, pada saat itu Indonesia memasuki masa yang cukup sulit. Pergantian kekuasaan dari orde baru ke era reformasi yang disertai dengan krisis multidimensi mengakibatkan terjadi banyak pengangguran. Perekonomian yang saat itu terpusat pada usaha-usaha besar dan konglomerasi mengalami kesulitan besar. Konglomerat (pemilik konglomerasi) mengalami kesulitan keuangan, sehingga daya beli masyarakat menurun dan perusahaan-perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) (Kasali, 2012:9).

Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter akhir tahun 1997, bukan semata-mata krisis moneter dalam arti sempit atau kemerosostan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tetapi sudah mengarah ke distorsi pasar, kenaikan harga yang tidak masuk akal, sembako menghilang, pengangguran meningkat dan mengarah krisis kepercayaan kepada pemerintah. Akibatnya, hampir dua puluh juta tenaga kerja di PHK, dan mengalami pertumbuhan minus 18%, sekitar 70% lebih perusahaan yang tercatat dipasar modal notabene bangkrut, pengangguran melonjak ke level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20% lebih dari angkatan kerja. Kondisi seperti ini menjadi catatan buruk sepanjang sejarah ekonomi Indonesia. Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini,

(2)

jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai sekitar 50% dari total penduduk (Sagir, 2009:54).

Menurut perspektif daya saing sebagai ukuran relatif kemajuan dan kesejahteraan bangsa-bangsa di dunia, ranking Indonesia terus merosot. Di antara negara ASEAN saja terus mengalami penurunan. Pada tahun 1999 Indonesia di peringkat 37, tahun 2006 turun ke peringkat 50 dan tahun 2007 merosot lagi ke peringkat 54, jauh tertinggal dari Singapura (7), Malaysia (21), bahkan Thailand (28). Pada tahun 2008 Indonesia kembali merosot ke peringkat 55, sementara Singapura (5), Malaysia (21) dan Thailand (34) berdasarkan survey dari World Economic Forum 2009. Salah satu indikator daya saing global adalah tingkat pengangguran (http://tauniversity.ac.id).

Sebenarnya manusia Indonesia bukanlah manusia yang tidak mempunyai daya kreatif dan karya-karya prestatif. Kita dapat menyaksikan anak bangsa yang berkompetisi dalam lomba ilmu sains internasional di Olympiade Fisika dan Matematika misalnya, senantiasa memperoleh predikat juara. Di bidang keterampilan profesional, misalnya para pilot dan pramugari Indonesia yang berkarya pada perusahaan-perusahaan penerbangan asing juga diakui keterampilannya. Artinya, bangsa Indonesia memiliki keunggulan dibanding negera lain. Selain sumber daya alam yang kaya, bangsa Indonesia juga memiliki sumber daya manusia yang berpotensi untuk bisa tampil di segala bidang. Dengan demikian, bangsa Indonesia seharusnya mampu membangun ekonomi untuk kemakmuran masyarakatnya secara “independen”, karena faktor-faktor produksi yang berlimpah disertai pangsa pasar dalam negeri kurang lebih 230 juta orang.

Masalah ketertinggalan bangsa Indonesia, yang terus menjadi polemik sampai saat ini adalah pengangguran dan kemiskinan yang relatif tinggi. Angka kemiskinan pada September 2013 mencapai 28,55 juta orang angka ini bertambah banyak 480 ribu orang (11,37) dibanding angka pada maret 2013 yakni 28,07 juta orang (www.jurnalparlemen.com).

(3)

Hal terpenting yang harus dikedepankan adalah melakukan terlebih dahulu suatu gebrakan untuk mengubah secara sangat mendasar pola pikir atau mindset bangsa, dari bangsa agraris yang berorientasi lokal dan kecendrungan memilih menjadi bangsa ‘kacung’, diubah menjadi lebih berorientasi global serta berwawasan wirausaha (entrepreneur based) yang lebih dinamis dan pantang menyerah (Siradjuddin, 2009:24).

Sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dunia, peran masyarakat makin dibutuhkan dalam proses pembangunan negara. Secara historis mulai dari pemerintah orde lama, orde baru, bahkan orde reformasi pembangunan masih didominasi oleh peranan pemerintah (state-led). Dunia usaha tumbuh dan berkembang tanpa dapat dipisahkan dari peranan pemerintah baik melalui lembaga pemerintah maupun lembaga ekonomi yang dimiliki oleh pemerintah yang kita kenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Konsekuensinya adalah peranan masyarakat melalui proses pembangunan yang berbasis kepada kemandirian atau “entrepreneurial foundation” belum berkembang.

Seyogianya para entrepreneur atau wirausahawanlah sumber dari kreativitas, inovasi yang mampu menciptakan nilai tambah atau “added value” dari sumber daya alam yang dimiliki.

Tingkat wirausaha di Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Rasio kewirausahaan dibandingkan penduduk di Indonesia hanya 1:38. Berdasarkan rasio secara internasional, rasio unit usaha ideal adalah 1:20. Seharusnya untuk membangun negara diperlukan peningkatan populasi entrepreneur. Sebagai contoh, keberhasilan pembangunan negara Jepang ternyata sukses itu disponsori oleh wirausahawan yang telah berjumlah 2% tingkat sedang, berwirausaha kecil 20% dari jumlah penduduknya. Inilah gambaran keberhasilan pembangunan negara Jepang (Suryana dan Bayu, 2011:14). Negara Indonesia harus menyediakan 40 juta wirausahawan kecil. Hal ini merupakan peluang dan tantangan generasi bangsa untuk ikut berkreasi, mengasah keterampilan dalam rangka berpartisipasi membangun negara.

(4)

Berkaitan dengan peningkatan populasi entrepreneur, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan antara lain melalui pembangunan SDM (human capital development) secara besar-besaran, lebih bersungguh-sungguh, fokus serta berkelas dunia agar mampu menjamin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang tidak sekedar mengandalkan sumber daya alam (SDA) yang pasti akan habis. Keadaan tersebut menuntut perlu adanya keseimbangan antara aset negara berupa sumber daya alam (SDA) dengan aset lainnya berupa sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia (SDM) yang bermutu bisa muncul apabila terdapat kesungguhan kolektif antarpihak, terutama dari pihak-pihak yang berkepentingan langsung atas penggunaan sumber daya manusia (SDM).

Prioritas pengembangan sumber daya manusia (SDM) haruslah dimulai dengan membangun institusi atau kelembagaan negara maupun swasta yang memiliki design dan system untuk menciptakan manusia trampil, disiplin, inovatif dan kreatif sehingga mampu menciptakan nilai tambah. Untuk membangun sumber daya manusia yang unggul dan membangun system yang handal, tidak bisa dilepaskan dari peran dunia pendidikan. Alasannya karena sumber daya manusia bermutu tinggi dihasilkan lewat pendidikan.

Manusia bisa bernilai sebagai sumber daya pembangunan berkelanjutan sepanjang terdapat konsistensi keberpihakan negara terhadap pemberdayaan sumber daya manusia berupa investasi pendidikan. Schumacher mengatakan, bahwa pembangunan ekonomi suatu bangsa tidak bisa dimulai dari modal uang dan kekayaan alam tetapi harus dimulai dari penciptaan manusia modal. Secara normatif atau das sollen, manusia modal harus memenuhi beberapa kriteria, seperti dikemukakan Sagir (2009:55) diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Berbudi luhur;

2. Semangat tidak mudah luntur;

3. Tangguh, cerdas, dan terampil;

4. Mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanan;

5. Mampu bekerja keras yang disertai mentalitas “maju terus pantang mundur”

dan ‘berani karena benar, takut karena salah”;

(5)

6. Produktif, kreatif dan inovatif;

7. Hidup teratur, tahu menempatkan diri, serta punya optimisme dalam orientasi kemakmuran masa depan.

Sejalan dengan hal di atas, pendidikan merupakan alat untuk membangun negeri. Tujuan (goal) utamanya adalah menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai bidangnya di seluruh kluster perekonomian, diakui kemampuannya, dan produktif (memberikan nilai tambah) bagi pembangunan bangsanya. Semakin produktif sumber daya manusia suatu bangsa, semakin kukuh kualitas hidupnya dan semakin besar kontribusinya bagi perekonomian.

Pendidikan di Indonesia secara umum sudah dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun demikan, kenyataan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan. Walau begitu, bukan berarti tidak terserapnya lulusan pendidikan ke lapangan kerja memang sepenuhnya disebabkan faktor tidak adanya jiwa entrepreneurship. Banyak faktor lain menjadi penyebab. Meskipun demikian, tampaknya faktor dan tantangan terpenting adalah bagaimana institusi pendidikan berhasil membentuk atau menanamkan semangat, jiwa dan sikap entrepreneurship.

Menurut Ciputra dalam bukunya Quatum Leap (2008) pendidikan entrepreneurship adalah senjata penghancur massal mengatasi pengangguran dan kemiskinan sekaligus tangga menuju impian setiap warga negara untuk mandiri secara fianansial dan membangun kemakmuran (wealth) untuk bersama-sama membangun kesejahteraan bangsa. Keahlian entrepreneur bisa dipelajari dari lingkungan belajar informal maupun formal.

Sesuai dengan intruksi Presiden (Inpres) nomer 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK). Dengan semakin memasyarakatnya entrepreneurship, dunia pendidikan memperluas cakupannya. Lembaga pendidikan formal perguruan tinggi misalnya mulai memberi muatan lokal mata kuliah entrepreneurship (Suherman, 2010:1).

(6)

Pendidikan wirausaha perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak, pemerintah maupun masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memfasilitasi munculnya entrepreneur muda. Pendidikan kewirausahaan dimaksudkan tidak hanya untuk menumbuhkan kesadaran berwirausaha di kalangan anak muda, tetapi juga sekaligus ditujukan untuk mengikis hambatan budaya bahwa menjadi pegawai khususnya PNS adalah segalanya. Tanggung jawab utama untuk ini tentu ada di pundak Pemerintah. Pemerintah harus memiliki goodwill untuk dapat membuat kebijakan dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan dalam kurikulum sekolah formal khususnya, setidaknya Sekolah Menengah Atas (SMA). Di samping itu, masyarakat juga harus mendesak pemerintah untuk merespons serius dengan memberikan alternatif konsep mengenai pendidikan kewirausahaan (Forum Mangunjaya V&VI, 2012: 6-7).

Berkaitan dengan pendidikan kewirausahaan, materi mengenai teori perlu diberikan misalnya mengenai keuntungan atau berbagai kelebihan menjadi wirausaha melalui teknik pemberian contoh para wirausaha muda sukses.

Namun, yang terpenting selain materi mengenai teori kewirausahaan itu sendiri adalah materi praktek. Artinya semua sudah mengetahui apa permasalahannya, penyebab dan solusinya hanya pada saat implementasi tidak berjalan. Sampai saat ini kegagalan penyelenggaraan pendidikan entrepreneurship masih banyak dijumpai, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya minat pengusaha sukses mengajar.

2. Kurang menariknya kurikulum pendidikan entrepreneurship.

3. Mental pendidik yang terlalu formal.

4. Kurangnya pusat studi dan pelatihan kewirausahaan (http://adelaistanto.blogspot.com).

Sukidjo (2005:18) memberikan gambaran mengenai kerangka pengembangan kewirausahaan di Indonesia dapat dilakukan dengan strategi diantaranya menumbuhkan sikap peduli sosok seorang entrepreneur Indonesia terhadap pengkaderan generasi muda yang mampu menjadikan entrepreneur berkembang di Indonesia.

(7)

Seperti kita ketahui, tokoh-tokoh penting dan kharismatik yang juga berpengaruh luas dalam berbagai bidang di Indonesia seperti presiden, menteri, konglomerat, politikus, dokter, pengusaha atau siapapun pekerja profesional lainnya menjadi inspirasi dan punya peran serta catatan tersendiri di hati masyarakat.

Tokoh berpengaruh tersebut juga sebagai sumber inspirasi dan idola bagi sebagian besar orang Indonesia. Di samping itu, tokoh berpengaruh tersebut berprestasi dan dikenal di dunia internasional. Menjadi seorang tokoh yang berpengaruh bukan suatu hal yang mudah karena segala sesuatu yang dijalankannya akan menjadi panutan bagi para bawahannya.

Tidak sedikit tokoh yang gagal menjalankan perannya, bahkan banyak pula yang tidak disukai oleh para bawahan dan masyarakat umum hanya karena kebijakan dan pola hubungan yang kurang tepat. Oleh karena itu penting untuk mengetahui rahasia seorang tokoh yang dengan caranya masing- masing telah berhasil membawa perubahan untuk kemajuan pribadi dan kemajuan bersama, misalnya tokoh Chairul Tanjung.

Selama ini, sosok Chairul Tanjung tidak terlalu banyak dikenal masyarakat terlebih dengan konsep pendidikan entrepreneurship yang diterapkan di instanti pendidikan yang di prakarsainya yakni rumah anak madani (RAM) dan sekolah menengah atas unggulan Chairul Tanjung Foundation (SMA Unggulan CT Foundation). Menurut penulis, dengan melihat perkembangan pendidikan entrepreneurship di Indonesia yang belum maksimal dirasa perlu ada penginternalisasian konsep pendidikan entrepreneirship yang ditawarkan Chairul Tanjung untuk dijadikan satu alternatif perbaikan pendidikan entrepreneurship di Indonesia. Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian studi kepustakaan mengenai bagaimana pokok-pokok pikiran Chairul Tanjung tentang entrepreneurship terimplementasi dalam sebuah instansi pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai entrepreneur sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia.

(8)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Permasalahan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia tampak semakin komplek, hal ini menuntut masyarakat untuk dapat hidup mandiri terutama terkait dengan kegiatan berwirausaha.

2. Perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia cenderung belum maksimal. Dalam konteks ini perlu ada kepedulian banyak pihak, terutama dari kalangan pemikir dan praktisi bidang ekonomi dan kewirausahaan.

3. Kondisi masyarakat Indonesia tergolong rendah dalam keterlibatannya pada kegiatan kewirausahaan. Maka perlu ada solusi pencerahan dan pengembangan pendidikan kewirausahaan dikalangan masyarakat.

C. Fokus Kajian

Agar penelitian terarah, maka peneliti memfokuskan pada kajian sebagai berikut:

1. Konsep yang diteliti mengenai biografi Chairul Tanjung.

2. Konsep yang diteliti meliputi pokok-pokok pikiran Chairul Tanjung tentang entrepreneurship.

3. Aspek yang diteliti mengenai kontribusi Chairul Tanjung terhadap perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan fokus kajian di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi Chairul Tanjung?

2. Bagaimana pokok-pokok pemikiran Chairul Tanjung tentang entrepreneurship?

3. Bagaimana kontribusi Chairul Tanjung terhadap perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia?

(9)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui biografi Chairul Tanjung.

2. Untuk mengetahui pokok-pokok pemikiran Chairul Tanjung tentang entrepreneurship.

3. Untuk mengetahui kontribusi Chairul Tanjung terhadap perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia.

F. Kerangka Pemikiran

Menjelang abad 21, bangsa Indonesia mulai merancang wancana dalam hal kewirausahaan. Kondisi perekonomian yang cukup memprihatinkan menjadi salah satu pendorong berkembangnya jiwa wirausaha di beberapa kalangan. Pada tahun 1995 munculah Intruksi Presiden (Inpres) Nomer 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK). Tindak lanjut dari program ini cukup beragam.

Seminar, lokakarya, simposium, diskusi sampai pelatihan kewirausahaan semarak dilakukan. Dengan semakin memasyarakatnya entrepreneurship, dunia pendidikan dapat memperluas lahan garapannya. Lembaga pendidikan formal dan informal mulai menerima entrepreneurship sebagai mata pelajaran dan muatan lokal yang memiliki nilai lebih.

Berkaitan dengan hal di atas, ada suatu indikasi bahwa kewirausahaan merupakan keterampilan yang sebenarnya dibutuhkan oleh semua orang dalam hidup dan kehidupannya. Para ahli pendidikan sepakat bahwa kewirausahaan dapat dipelajari dan diajarkan dalam suatu aktifitas pembelajaran (Suherman, 2010:2). Menyajikan pelajaran keiwirausahaan tidak mudah, karena hal ini menuntut seluruh komponen harus terlibat untuk menanamkan nilai, sikap dan perilaku kewirausahaan kepada warga belajar.

Dalam ruang lingkup pendidikan, pendidikan kewirausahaan menyangkut bagaimana dikembangkan praksis pendidikan yang tidak hanya menghasilkan manusia terampil dari segi intelektual, tetapi juga praksis

(10)

pendidikan yang inspiratif-pragmatis. Praksis pendidikan, lewat kurikulum, sistem dan penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif dan membebaskan. Tidak hanya praksis yang link and match, yang lulusannya siap memasuki lapangan pekerjaan tetapi juga siap menciptakan pekerjaan (Forum Mangunwijaya V&VI 2012:1).

Undang-Undang RI No Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bab II pasal 3 dikemukakan bahwa:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokrasi serta bertanggungjawab”.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, seorang entrepreneur selain tangguh juga harus memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) sehingga akan mampu bersaing dengan pihak lain, adapun kualifikasi entrepreneur tangguh yaitu: kreatif dan inovatif, membangun komitmen tinggi kepada dirinya sebagai bentuk tanggung jawab, mandiri (self- help) yang dilandasi oleh keyakinan dan percaya terhadap kemampuan diri sendiri.

Pengembangan kewirausahaan di Indonesia dapat dilakukan dengan strategi tertentu, sikap peduli sosok entrepreneur Indonesia terhadap pengkaderan generasi muda yang mampu menjadikan entrepreneur berkembang di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting. Sosok entrepreneur Indonesia seperti Chairul Tanjung yang memahami teori-teori entrepreneur dan berpengalaman dilapangan memberikan kontribusi dalam mendorong pengembangan kewirausahaan di Indonesia melalui instansi pendidikan yang didirikannya dalam pengembangan ekonomi kreatif yakni rumaha anak madani (RAM) dan sekolah menengah atas unggulan Chairul Tanjung foundation (SMA Unggulan CT Foundation).

(11)

Chairul Tanjung berpandangan bahwa pendidikan adalah salah satu cara untuk memutus rantai kemiskinan yang ada dikalangan masyarakat, karena melalui pendidikan kemiskinan tidak lagi menjadi kendala bagi anak- anak Indonesia untuk dapat menjadi manusia yang cerdas, beretika, memiliki etos kerja yang tinggi dan berjiwa entrepreneur.

G. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah wilayah kajian pengembangan dari manajemen kewirausahaan yang terfokus pada studi pokok-pokok pemikiran Chairul Tanjung tentang entrepreneurship dan kontribusinya terhadap perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia.

H. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan yang bersifat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan memberikan sumbangan informasi bagi para ilmuwan ekonomi sehingga dapat memperkaya dan mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dibidang entrepreneurship.

2. Kegunaan yang bersifat praktis a. Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penelitian serta menguji kemampuan analisis masalah berdasarkan kajian kepustakaan mengenai pokok-pokok pemikiran Chairul Tanjung tentang entrepreneurship dan kontribusinya terhadap perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia yang jelas mengangakat kisah perjalanan salah satu tokoh entrepreneur Indonesia.

b. Bagi Universitas

Dapat menambah dan memperkaya hasil-hasil penelitian, khususnya yang berkaitan dengan entrepreneurship.

c. Bagi Masyarakat Luas

(12)

Sebagai wacana dan pengetahuan tentang sosok entrepreneur Indonesia yang telah sukses di dunia kewirausahaan yang dapat memotivasi dan memberikan kontribusi bagi perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia.

I. Langkah-langkah Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian tentang pemikiran tokoh, berarti melakukan penelusuran atas data-data yang berbentuk konsep-konsep yang terformulasikan dalam berbagai tulisan. Oleh karena itu, penelitian ini sepenuhnya merupakan library research (kajian pustaka), penelaahan buku-buku dan tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan pemikiran entrepreneurship Chairul Tanjung dan kontribusi terhadap pendidikan kewirausahaan di Indonesia. Metode penelitian library research (kajian pustka) adalah metode penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya pada sumber literatur perpustakaan. Riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa melakukan riset lapangan (Zed, 2008:1-2).

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dilakukan melalui penelitian perpustakaan (library Research), yaitu penelitian untuk mengkaji sesuatu yang menjadi sasarannya adalah kepustakaan (Syatori Nasehuddien, 2011:34).

Adapun ciri-ciri dari penelitian library research adalah sebagai berikut:

a. Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian, orang atau benda-benda lainnya.

b. Data pustaka bersifat ‘siap pakai’ (ready made) artinya peneliti tidak pergi kemanapun, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber yang tersedia di perpustakaan.

(13)

c. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik, tetap (Zed, 2008:4-5).

Keunggulan dari data pustaka yakni data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitian. Perpustakaan merupakan tambang emas yang sangat kaya untuk riset ilmiah. Informasi atau data empirik yang telah dikumpulkan orang lain. Baik berupa laporan hasil penelitian atau laporan- laporan resmi, buku-buku yang tersimpan diperpustakaan dapat dipergunakan oleh peneliti kepustakaan.

3. Sumber Penelitian

a. Sumber data primer (utama) penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku-buku yang relevan dengan ide atau pokok-pokok pemikiran Chairul Tanjung mengenai entrepreneurship dan kontribusinya terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia.

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data kedua yang diperoleh dari bahan-bahan literatur seperti artikel, buku, ensiklopedia (umum dan khusus), kamus (kamus umum dan khusus menurut disiplin ilmu tertentu), jurnal ilmiah, buletin dan majalah, surat kabar dan tabloid serta sumber lain yang representatif dalam mendukung penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan ini dengan memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data dalam penelitiannya. Riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan- bahan koleksi perpustakaan saja tanpa melakukan riset lapangan (Zed, 2008:1).

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis datanya dengan melakukan teknik analisis pendahuluan (preliminary analysis), yakni serangkaian upaya sederhana tentang bagaimana data penelitian yang pada gilirannya di kembangkan dan diolah kedalam kerangka kerja sederhana. Kemudian penulis melakukan analisis isi teks, yaitu menganalisis arti sebenarnya dari sebuah teks buku

(14)

(real meaning) dari sebuah pernyataan dalam teks buku tersebut dengan arti harfiah (literal meaning). Data-data dari berbagai literatur dan pendapat para tokoh, dianalisis lebih mendalam mengenai entrepreneurship dan perkembangan pendidikan kewirausahaan di Indonesia.

J. Sistematika Penelitian

Untuk lebih mempermudah dan memberikan gambaran mengenai isi skripsi ini, pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematik yang meliputi:

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang menguraiakan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus kajian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, wilayah

penelitian, kegunaan penelitian, langkah-langkah penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : Merupakan bab yang menguraikan tinjauan umum mengenai entrepreneurship.

BAB III : Merupakan bab mengenai biografi dan karya Chairul Tanjung.

BAB IV : Merupakan bab yang menguraikan hasil penelitian dan pembahasan.

BAB V : Merupakan bab yang menguraikan kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

Dari keseluruhan dapat dilihat bahwa hasil volume yang didapat mendekati nilai set point yang diinginkan meskipun terdapat error rata-rata sebesar 0,08 cm

From Incidental News Exposure to News Engagement: How Perceptions of the News Post and News Usage Patterns Influence Engagement with News Articles Encountered on

Dalam menulis karya sastra, seorang penulis memiliki gaya atau caranya masing- masing yang akan menjadi ciri khasnya. Adapum alasan penulis memilih judul ini yaitu untuk

Pihak sekolah menganggap bahwa layanan kesehatan mental bagi anak berkebutuhan khusus sangat penting diselenggarakan di sekolah dan perlu adanya suatu perencanaan

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan