• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR POPULASI IKAN GULAMAH (Johnius trachycephalusp.) DI SUNGAI BARUMUN KABUPATEN LABUHAN BATU SUMATERA UTARA TESIS OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRUKTUR POPULASI IKAN GULAMAH (Johnius trachycephalusp.) DI SUNGAI BARUMUN KABUPATEN LABUHAN BATU SUMATERA UTARA TESIS OLEH"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR POPULASI IKAN GULAMAH (Johnius trachycephalusP.) DI SUNGAI BARUMUN KABUPATEN LABUHAN BATU

SUMATERA UTARA

TESIS

OLEH

GUNARIA SIAGIAN 147030007/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

PENGHARGAAN

Pertama sekali peneliti memanjatkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat menjalani pendidikan pascasarjana Ilmu Biologi dan menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dikerjakan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk membuat tugas akhir Tesis. Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dr. Kerista Sebayang, MS dan sejumlah jajarannya yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk menjalani pendidikan magister ilmu biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Ketua Program Studi Ilmu Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Program Studi Ilmu Biologi.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada para pembimbing penelitian saya, Dr. HestiWahyuningsih, M.

Si dan Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc yang dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam member dorongan, bimbingan, bantuan serta saran yang bermanfaat dalam menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada penguji saya, Dr. Miswar Budi Mulya, M. Si dan Dr. Erni Jumilawaty, M. Si yang telah bersedia dengan sabar membantu saya dalam menyempurnakan, menguji dan menilai penelitian ini. Tidak lupa juga saya sampaikan terimakasih kepada semua dosen-dosen yang telah membimbing saya selama mengikuti pendidikan Program Magister Ilmu Biologi ini. Semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan mendapatkan balasan berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa. Kepada suamiku Fransinatra LumbanTobing, ST dan anak-anakku, tiada kata yang setara terimakasih atas dukungan dan doa yang diberikan kepada saya selama menyelesaikan penelitian ini.

(3)

Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan penelitian hasil ini masih banyak kekurangan di dalamnya, oleh karena itu peneliti menerima segala masukan dan saran demi untuk kesempurnaanya. Akhirnya saya memohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini, semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai tugas akhir saya untuk mendapatkan gelar Magister Biologi.

Medan, 30April 2017 Peneliti

Gunaria Siagian, S.Pd, M.Si.

(4)

STRUKTUR POPULASI IKAN GULAMAH (Johnius trachycephalus P.) DI SUNGAI BARUMUN KABUPATEN LABUHAN BATU

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang banyak ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan trammel net dan gill net, payang dan pukat. Penangkapan ikan Gulamah di sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu dilakukan setiap hari tanpa batas. Eksploitasi yang tidak terkendalikan dapat mengakibatkan menipisnya stok ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi, rasio kelamin, pola pertumbuhan ikan dan hubungan faktor fisik- kimia air dengan kepadatan ikan gulamah (Johnius trachycephalus) di sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu. Pengambilan sampel menggunakan metode purposivesampling pada 5 stasiun penelitian.Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan memasang jaring sebanyak 5 ulangan pada masing-masing stasiun dan pada setiap ulangan jaring dibiarkan 1 jam di dalam air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan ikan Gulamah tertinggi di stasiun I yaitu 0,019 ind/m2 (37 ekor), terendah di stasiun V yaitu 0,003 ind/m2 (6 ekor). Rasio kelamin tertinggi di stasiun IV yaitu 1:8 dan terendah di stasiun I yaitu 1:1,5. Pola pertumbuhan ikan gulamah di stasiun I allometrik positif sedangkan di stasiun II-V allometrik negatif. Ikan gulamah yang didapatkan selama penelitian sebanyak 68 individu. Ikan jantan panjangnya berkisar 10,5 cm - 21,5 cm, ikan betina panjangnya 10,5 cm – 21,6 cm. Frekuensi panjang yang terbanyak (modus) 18,5 cm – 20 cm. Suhu dan kejenuhan oksigen berkolerasi sangat kuat terhadapkepadatan ikan gulamah(Johnius trachycephalus).

Kata kunci : ikan Gulamah, struktur populasi, sungai Barumun

(5)

THE STRUCTURE OF Johnius trachycephalus P. FIST IN BARUMUN RIVER AT LABUHAN BATU REGENCY

OF NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Gulamah fist (Johnius Trachycephalus) is one of kind demersal fish that catched by fisherman by using trammel net and gill net, payang and dragnet. They did it almost every day. This exploitation is uncontrol, it can wiped out of the fish, we make this research to know about the population genre of ratio, the form of growing and the relation of physic – water chemistry with the population of gulamah fish. We take the sample of fish by using net Five times on each station and each repetition the net lets an hour on the water. The result indicates that the highest population of gulamah is on the first station is 0,019 Ind/m2. The lowest is on the fifth station is 0,003 ind/m2. The highest gender in the fourth station is 1:8 and the loulest is on the first station 1:1,5 the form of growing is on the first station allometrik positive while on the second station, V allometrik negatif.

During the research we can find 68 kinds of gulamah fish. The length male fish about 10,5 CM – 21 CM and, the female fish is 10,5 CM – 21,6 CM, the frequency of length is most 18,5 CM – 20 CM. The temperature and satiation oxygen has strong coleration with density of gulamah (Johnius Trachycephalus).

The key word : Gulamah fish , the structuresOf population barumun river.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGHARGAAN i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangMasalah 1

1.2 PerumusanMasalah 2

1.3 TujuanPenelitian 2

1.4 ManfaatPenelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 IkanGulamah(Johnius trachycephalus) 4

2.2 EkologiIkanGulamah(Johniustrachycephalus) 5

2.3 RasioKelamin 6

2.4 HubunganPanjangBerat 7

2.5 AnalisisFrekuensi Panjang 8

2.6 Ekosistem Sungai 9

2.7FaktorFisik KimiaPerairan 10

2.7.1 Faktor Fisik Perairan 10

2.7.1.1 Suhu 11

2.7.1.2 IntensitasCahaya 11

2.7.1.3 PenetrasiCahaya 11

2.7.1.4 KecepatanArus) 11

2.7.1.5TSS(Total Suspended Solid) 12

2.7.1.6 TDS(Total Dissolved Solid) 13

2.7.1.7 Salinitas 13

2.7.2 Faktor Kimia Perairan 13

2.7.2.1 pH(Potential of Hydrogen) 13

2.7.2.2 DO(Dissolved Oxygen) 14

2.7.2.3 BOD5(Biochemical Oxygen Demand) 15

2.7.2.4 COD(Chemical Oxygen Demand) 15

2.7.2.5 Nitrat 15

(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 WaktudanTempat 17

3.2 MetodePenelitian 17

3.3 Deskripsi Area 18

3.3.1 Stasiun 1 18

3.3.2 Stasiun 2 18

3.3.3 Stasiun 3 19

3.3.4 Stasiun 4 19

3.3.5 Stasiun 5 20

3.4 Kerangka Pemikiran 21

3.5 PengukuranFaktorFisik Kimia Perairan 21

3.5.1 Suhu 21

3.5.2 IntensitasCahaya 21

3.5.3 PenetrasiCahaya 22

3.5.4KecepatanArus 22

3.5.5 TDS (Total dissolved Suspended) 22

3.5.6 TSS (Total Suspended Solid) 22

3.5.7 Salinitas 22

3.5.8pH(Potential of Hydrogen) 22

3.5.9DO(Dissolved Oxygen) 23

3.5.10Kejenuhan Oksigen 23

3.5.11 BOD5(Biochemical Oxygen Demand) 23

3.5.12COD(Chemical Oxygen Demand) 23

3.5.13Nitrat 24

3.5.14Fosfat 24

3.6 Analisis Data 24

3.6.1 Ikan 24

3.6.1.1 KepadatanPopulasiIkanGulamah 24

3.6.1.2RasioKelamin 24

3.6.1.3 HubunganPanjangBeratIkan 25

3.6.1.4 DistribusiFrekuensiPanjang 25

3.6.2 AnalisisKorelasi 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ikan Gulamah(Johnius trachycephalus) 27

4.2 Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Rasio Kelamin 27

4.3 Hubungan Panjang Berat Ikan 30

4.4 Distribusi Frekuensi Panjang Ikan 32

4.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

1. Perbedaan Morfologi Ikan Gulamah Jantan dan Berina 27 2. Kepadatan, kepadatan relatif dan rasio kelamin 28

3. Data hubungan panjang berat ikan 30

4. Tabel distribusi frekuensi panjang kelas ikan gulamah

(Johnius trachycephalus) dari lima stasiun. 32 5. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan pada setiap stasiun 34 6. Hasil Korelasikepadatan Ikan dengan Faktor Fisik- Kimia

Perairan 42

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

1. Morfologi Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus) 4

2. Stasiun 1 Daerah kontrol 18

3. Stasiun 2 Daerah muara menuju laut 18

4. Stasiun 3 Daerah Pelabuhan 19

5. Stasiun 4 Daerah pemukiman 19

6. Stasiun 5 Daerah Pembuangan Limbah Kelapa Sawit 20

7. Diagram Kerangka Pemikiran 21

8. Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus) Jantan dan Betina 27 9. Grafik hubungan panjang berat ikan gulamah

(Johnius trachycephalus) pada stasiun I– V 32

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Peta Sungai Barumun 51

2. Peta Lokasi 52

3. Metode Winkler untuk mengukur DO 53

4. Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5 54

5. Tabel Kelarutan O2 (Oksigen) 55

6. Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3) 56 7. Bagan Kerja Pengukuran Posfat (PO43-) 57

8. Panjang dan Berat Ikan 58

9. Cara Menentukan Frekuensi Panjang Kelas 61

10. Hasil Korelasi Pearson 62

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sungai Barumun mengalir di sepanjang wilayah Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan Batu. Sungai Barumun merupakan sungai besar dengan lebar antara 750 m - 1050 m,dengan sungai kecil sebagai anak sungai/cabang.Muara dari sungai Barumun tersebut adalah Selat Malaka (Oseanografi, 1987).Sungai Barumun banyak digunakan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai aktivitas misalnya pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, tempat pelelangan ikan, pelabuhan dan penangkapan ikan. Aktivitas tersebut mengakibatkan sungai Barumun tercemar dengan warna airnya yang semakin keruh.Sungai Barumun merupakan sumber penghasil ikan bagi masyarakat kecamatan Panai Hulu dan sekitarnya. Hasil tangkapan nelayan di sungai Barumun ditemukan berbagai jenis ikan, salah satunya adalah ikan gulamah(Johnius trachycephalus). Ikan gulamah(Johnius trachycephalus) termasuk dalam ordo Perciformes, familia Scinidae. Nama lokal ikan ini adalah Siliman, Tiga wajah,Krokot, Tengkerong, Sangeh Burung, Gelomo, Gulamo dan ikan kepala batu.

Ikan Gulamah (J. trachycephalus) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak diminati masyarakat. Selain dagingnya yang lembut dan tebal ikan gulamah mempunyai nilai ekonomi sebagai ikan konsumsi dengan harga terjangkau masyarakat umumnya yaitu sekitar 25.000/kg.Ikan ini banyak dijual di pasar tradisional dengan bentuk yang sudah diasinkan. Saat ini ikan gulamah paling banyak ditemukan di wilayah Kalimantan.Ikan ini terdistribusi di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Thailand. Habitatnya di perairan pantai yang dangkal, estuaria dan sungai.Penelitian tentang pertumbuhan ikan Gulamah sudah pernah dilakukan di daerah lain, misalnya di Cilacap.Berdasarkan data TPI PPS Cilacap tahun 2000 – 2007 menunjukkan bahwa sifat pertumbuhan ikan gulamah jantan adalah allometrik negatif, sedangkan ikan betina isometrik. Ukuran rata-rata

(12)

2

tertangkap ikan Gulamah jantan sebesar 150 mm, ikan Gulamah betina sebesar 154 mm. Nisbah kelamin antara jantan dengan betina sebesar 1:1,86masih terjamin terjadinya reproduksi alamiahnya. Tingkat eksploitasi ikan Gulamah masih rendah (Mahardhini, 2008).

Ikan Gulamah (J. trachycephalus) termasuk jenis ikan karnivora. Ikan gulamah (J. trachycephalus) merupakan jenis ikan yang hidup di perairan laut dan payau (Robinet al., 1991; Sasaki, 1995). Pakan alaminya adalah ikan kecil,udang,serasah (Kottelat etal.,1993). Ikan ini menggunakan muara-muara sungai untuk berkembangbiak dan memijah atau untuk pengasuhan anak. Ikan gulamah hidup di perairan yang bersuhu rendah, sangat keruh dan berlumpur (Longhurst & Pauly, 1987). Setiap hari di beberapa jaring yang dipasang oleh nelayan di sungai Barumun ditemukan beberapa ekor ikan gulamah (J.

trachycephalus). Melihat penangkapan ikan gulamah yang dilakukan setiap hari tanpa batas dan melihat kondisi sungai Barumun yang sangat keruh maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang strukturpopulasi ikan Gulamah (J.

trachycephalus) untuk mengetahui kepadatan,rasio kelamin, dan pola pertumbuhan ikan Gulamah (J. trachycephalus) tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Sungai Barumun banyak digunakan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai keperluan.Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar aliran sungai Barumun adalah pemukiman,kegiatan industri,tempat pelelangan ikan, pelabuhandan kegiatan penangkapan ikan.Kegiatan tersebut mempengaruhi kehidupan organisme perairan diantaranya ikan Gulamah (J.

trachycephalus).Akibat dari aktivitas ini juga akan berpengaruh terhadap populasi ikan Gulamah di sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

(13)

3

a. Kepadatan,rasio kelamin,dan pola pertumbuhan ikan Gulamah(Johnius trachycephalus)di sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu.

b. Faktor fisik-kimia air sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu

c. Hubungan, faktor fisik-kimia air dengan kepadatan ikan Gulamah (J.

trachycephalus) di Sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai Informasi mengenai kepadatan, rasio kelamin dan pola pertumbuhan ikan Gulamah (J. trachycephalus), sebagai informasi mengenai hubungan faktor fisik-kimia air dengan kepadatan ikan Gulamah(J. trachycephalus)di sungai Barumun kabupaten Labuhan Batu serta memberikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus)

Ikan Gulamah (J. trachycephalus) memiliki bagian tubuh seperti kepala, badan, punggung, perut berwarna kekuningan. Semua bagian siripmulai dari sirip punggung, sirip pectoral, sirip dubur dan ekor semuanya berwarna kuning. Ikan gulamah mempunyai bentuk badan memanjang, seluruh bagian kepala tertutup sisik kecuali ujung moncong. Pada dagu tidak mempunyai janggut. Sirip punggung tidak terputus, dengan lekukan yang dalam antara bagian sirip yang berjari-jari keras dengan bagian sirip yang berjari-jari lemah. Tipe gelembung ottolithides. Gelembung renang ini berfungsi sebagai ruang resonansi untuk memperkeras suara yang dihasilkan oleh otot-otot di sekelilingnya. Suara ini keluar secara alami khususnya saat musim berkembang biak. Sirip ekor berbentuk lancet, seluruh badan dan kepala bersisik sikloid, 10-13 sisir saring pada lengkung bawah insang. (Kottelat etal., 1993)

Eye

Mouth

Cheek

Gill Cover

Ventral Fin

Pectoral Fin

Anal Fin

Caudal Fin Dorsal Fin

Lateral Line

Gambar 1.Morfologi Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus)di SungaiBarumun

(15)

5

Johnius trachycephalus merupakan famili dari sciaenidae, kelas Actinopterygii (bersirip kipas) yang memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Super Class : Gnathostomata Class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub Ordo : Percoidei Family : Sciaenidae Genus : Johnius

Species : Johnius trachycephalus

(Kottelat etal., 1993)

2.2. Ekologi Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus)

Ikan gulamah (J. trachycephalus) dapat ditemukan di hampir semua aliran sungai barumun mulai dari desa Tanjung Sarang Elang sampai muara sungai. Ikan merupakan vertebrata yang hidup dan berkembang di dalam air yang memiliki kemampuan untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air, sehingga tidak bergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin.Ikan juga menggunakan insang untuk mengambiloksigen dari air yang ada di sekitarnya yang digunakan untuk pernapasan (Nybakken, 1992).

Air merupakan tempat ikan melakukan berbagai macamaktivitas dalam sebuah siklus hidupnya.Semua fungsi vital, seperti makan,pencernaan, pertumbuhan, respon pada stimulus reproduksi tergantung pada air.Pada ikan aspek terpenting air adalah oksigen terlarut di dalam air, garam yangterlarut, cahaya, temperatur, subtansi yang beracun dan bahaya dari musuh(Marshall, 1982).Distribusi ikan perairan tawar 28% dan selebihnya bergerak darilingkungan air laut ke perairan tawar dan sebaliknya.

(16)

6

Banyaknya ikan yangterdapat di air tawar disebabkan karena daerahnya terisolasi sehingga mempunyaikesempatan yang besar untuk membentuk spesies baru.Kebanyakan ikanditemukan pada lingkungan yang lebih panas dengan perubahan temperatur tahunan kecil (Moyle & Cech, 1982).Besarnya populasi ikan yang terdapat di dalam suatu perairan ditentukanoleh ketersediaan makanan, disamping dipengaruhi oleh keberhasilan reproduksiikan tersebut (Hepher, 1978).

Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan populasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengankepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanyadinyatakan dalam bentuk persentase.(Suin.N.M, 1989)

2.3.Rasio Kelamin

Menurut Rahman et al. (2013) kenyataan di alam perbandingan kelamin jantandan betina tidak mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola penyebaran yang disebabkan oleh ketersedian makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina. Untuk dapat membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat dari sifat seksual primer dan sekunder.

Sifat seksual primer ditandai dengan ovarium dan pembuluhnya (ikan betina) dan testis dengan pembuluhnya (ikan jantan) yang hanya dapat dilihat dengan melakukan seksi (pembedahan) namun hasil itu belum tentu positif. Sifat seksual sekunder ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina. Sifat seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua yaitu bersifat sementara

(17)

7

(hanya muncul pada musim pemijahan saja) dan bersifat permanen (tetap ada sebelum, selama dan sesudah musim pemijahan) (Effendie, 2002).

Penelitian ini melakukan pengamatan ciri seksual sekunder ikan gulamah di sungai barumun kabupaten Labuhan Batu.Ikan jantan bentuk tubuhnya lebih ramping sedangkan ikan betina lebih gemuk, hal ini dipengaruhi oleh telur yang mengisi penuh rongga perut. Lubis (2002)menyatakan bahwa ikan jantan dan betina cukup mudah dibedakan yaitu dengan mengamati ukuran tubuhnya. Pada umur yang sama, ikan betina ukurannya lebih besar dari ikan jantan.

2.4. Hubungan panjang berat

Pertumbuhan sebagai salah satu aspek biologi ikan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kesehatan individu, populasi, dan lingkungan.

Pertumbuhan yang cepat dapat mengindikasikankelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (Moyle & Cech, 2004).Pengetahuantentang struktur populasi dapat menjadi dasar pengelolaan yang lebih baik. Pengetahuan yang tepat tentang umur ikan merupakan hal penting untuk mengungkap permasalahan daur hidup ikan, seperti ketahanan hidup, laju pertumbuhan, dan umur ikan saat matang gonad (Rounsefell & Everhart, 1962).

Menurut Effendie (2002),istilah pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu tertentu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah individu. Persamaan hubungan panjang berat ikan dimanfaatkan untuk berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Berat dapat dianggap sebagai satu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat dirumuskan dengan notasi matematika yang dikemukakan oleh Klawe (1980):

W = α L b

Menurut Pauly (1983) formula tersebut akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan yang nilainya berada antara 2,5 dan 3,5, biasanya mendekati 3. Pauly (1984) telah membuktikan hal tersebut berdasarkan hasil plotting terhadap data panjang - berat dari berbagai macam jenis ikan dengan jumlah sampel yang sangat besar dan

(18)

8

apabila terdapat nilai b<2,5 atau b>3,5 data tersebut kemungkinan berasal dari kelompok sampel yang kecil ataupun terdapat indikasi adanya kesalahan.

Ketika b= 3, pertumbuhan berat dinamakan isometrik, yang berarti pertambahan berat selaras dengan pertambahan panjang. Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhanalometrik positif bila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang.

Sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan alometrik negatif apabila nilai b<3, ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (Pauly, 1984).

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang.Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda.Dengan melakukan analisa hubungan panjang berat ikan tersebut maka pola pertumbuhan ikan dapat diketahui.Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh ikan tersebut gemuk atau kurus (Effendie,1997).

2.5. Analisis frekuensi panjang

Semua metode pengkajian stok (stock assessment) pada intinya memerlukan masukan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data komposisi umur biasanya dapat diperoleh melalui penghitungan terhadap lingkaran- lingkaran tahunan pada bagian-bagian keras seperti sisik dan otolith. Lingkaran- lingkaran ini terbentuk karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari musim panas ke musim dingin dan sebaliknya (Sparre dan Venema, 1999). Selanjutnya Sparre dan Venema (1999) juga menjelaskan bahwa penggunaan lingkaran-lingkaran musiman untuk menentukan umur sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin dilakukan di daerah tropis, karena perubahan musim yang sangat mencolok tidak terjadi. Belakangan ini sejumlah metode penentuan umur telah dikembangkan dengan menggunakan sejumlah struktur yang lebih lembut. Struktur ini disebut dengan lingkaran-lingkaran harian untuk menghitung umur ikan dalam jumlah hari. Namun metode ini memerlukan peralatan khusus yang relatif mahal dan tidak mungkin diaplikasikan di banyak

(19)

9

tempat. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang ke dalam komposisi umur. Oleh karena itu kompromi paling baik bagi pengkajian stok dari spesies tropis adalah analisis sejumlah data frekuensi panjang. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Dengan kata lain tujuannya adalah untuk memisahkan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre danVenema, 1999).

Panjang ikan dapat ditentukan dengan mudah dan cepat dalam investigasi di lapangan. Karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatudistribusi normal sehingga umur bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur. Kelompok umur bisa diketahui dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompokumur. Hasil identifikasi kelompok umur dapat digunakan untuk menghitungpertumbuhan atau laju pertumbuhan (Busackeret al., 1990). Ketika suatu contohdalam jumlah yang besar dan tidak biasa diambil dari suatu stok ikan atau invertebrata, panjang masing-masing individu bisa diukur dan digambarkan sebagai diagram frekuensi panjang. Jika pemijahan terjadi sebagai suatu peristiwa diskret, hal ini akan menghasilkan kelompok ukuran atau kelas yang berbeda yang dibuktikan dengan puncak atau modus pada distribusi frekuensi panjang (King, 1995). Setelah komposisi umur diketahui melalui analisis frekuensi panjang,maka parameter pertumbuhan dapat ditentukan dengan menggunakan metode- metode estimasi yang sesuai. Selain parameter pertumbuhan, mortalitas total juga dapat diduga dari hasil tangkapan yang dilinearkan dan metode ini merupakan metode berbasis panjang.

2.6. Ekosistem Sungai

Ekosistem air yang menutupi bagian terbesar dari permukaan bumi dibagi menjadi air tawar,air laut dan air payau.Ekosistem air di daratan dibagi menjadi dua jenis yaitu air diam seperti kolam,danau dan waduk,serta air yang mengalir seperti sungai (Barus,2004). Lingkungan perairan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan perbedaan fisik dan kimia yaitu:lingkungan perairan tawar dan lingkungan perairan

(20)

10

laut.Perairan air tawar dibagi menjadi dua,yaitu:perairan tenang seperti danau,waduk dan kolam,dan perairan mengalir misalnya sungai,selokan,dan parit.Pada habitat lotic ada dua zona,yaitu zona air deras dan zona kedung atau zona tenang.Sedangkan pada perairan tenang atau lentic pada umumnya terdapat tiga zona utama, yaitu: zona litoral, zona limnetik, dan zona profundal (Hariyanto et al.,2008)

Sungai merupakan suatu perairan terbuka yang memiliki arus, perbedaan gradien lingkungan, serta masih dipengaruhi daratan.Sungai memiliki beberapa ciri antara lain: memiliki arus,resident time (waktu tinggal air),organisme yang ada memiliki adaptasi biota khusus,substrat umumnya berupa batuan, kerikil, pasir dan lumpur,tidak terdapat stratifikasi suhu dan oksigen,serta sangat mudah mengalami pencemaran dan mudah pula menghilangkannya (Odum, 1996).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai,defenisi sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (Rahmawati, 2011).

Secara alami, fungsi sungai adalah sebagai penyalur massa air hujan yang jatuh di daratan dan mengalir ke laut berdasarkan prinsip gravitasi.Karenanya,bila alur alirannya terganggu (tersumbat),massa airnya akan meluap dan akibatnya akan terjadi banjir.Keadaan sungai di daerah hulu yang terletak di dataran tinggi merupakan daerah rawan erosi dan keadaan sungai di daerah hilir yang terletak di dataran rendah merupakan daerah rawan deposisi,sehingga antara kedua daerah tersebut (hulu dan hilir) keadaan perairannya,terutama kualitas airnya berbeda sekali (Payne, 1986 dalam Gonawi,2009).

2.7 Faktor Fisik Kimia Perairan 2.7.1 Faktor Fisik Perairan

Pengukuran faktor lingkungan abiotik dalam studi ekologi penting dilakukan untuk mengetahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi.Faktor lingkungan abiotik secara garis besar dapat dibagi atas faktor fisik dan kimia.Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air sehingga faktor fisik tersebut sering diukur di dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002).

(21)

11

2.7.1.1 Suhu

Kisaran suhu di kelima stasiun ini tidak terlalu jauh berbeda. Suhu air merupakan faktor yang penting di lingkungan perairan yang selalu dipengaruhi olehmusim,cuaca,waktu pengukuran,kedalamanperairan,kecerahandan kekeruhan.Kondisi suhu ini sangat mendukung kehidupan ikan gulamah, baik untuk mencari makanan maupun pertumbuhan.Suhuyang optimal untuk kehidupan organisme perairan berkisar 25–32 oC (Putra, 2013).

2.7.1.2 Intesitas Cahaya

Intesitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan.Intesitas cahaya bagi organisme akuatik berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.Apabila intensitas cahaya berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air makin berkurang, dimana oksigen dibutuhkanorganisme untuk metabolisme (Barus, 1996).

2.7.1.3 Penetrasi cahaya

Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda setiap ekosistem air yang berbeda.

Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titikkompensasi,yaitu titik pada lapisan air,dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasidan respirasi berada dalam keseimbangan.Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini,konsentrasi karbondioksida dan oksigen akan berada dalam keadaan relatif konstan (Barus, 2004).

2.7.1.4 Kecepatan arus

Menurut Odum (1996), arus air merupakan ciri utama dari jenis perairan mengalir. Kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama (membujur atau melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke waktu dan merupakan faktor berharga yang patut dipertimbangkan untuk diukur. Kecepatan arus di sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya.

(22)

12

Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Arus terutama berfungsi dalam pengangkutan energi panas dan substansi yang terdapat di dalam air (Barus, 2004).

Menurut Payne (1986) dalamGonawi (2009), arus tergantung pada alur sungai, lokasi arus tercepat dapat berada di tengah atau pinggiran sungai.Pada alur sungai yang lurus, arus yang tercepat berada di tengah sungai. Hal ini sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan (friction) yaitu daerah yang terbebas dari gesekan adalah daerah yang tercepat arusnya. Pada alur sungai yang berkelok (meander), bagian yang tercepat arusnya adalah di pinggir bagian luar sungai.

2.7.1.5. TSS (Total Supended Solid)

Zat padat tersuspensi (Total Supended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur,dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik.Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Sihombing, 2011).

Tingkat kekeruhan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan suspensi massa air yang berasal dari sungai. Kandungan zat padat tersuspensi yang tinggi dapatmenghalangi penetrasi cahaya matahari kedalam perairan (Prayitno dan Edward, 2003). Ditambahkan oleh Nybakken (1992), peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik,sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemardan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air,buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.Padatan tersuspensi mempengaruhi

(23)

13

kekeruhan dan kecerahan air.Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.

2.7.1.6 TDS (Total Dissolved Solid)

Total Dissolved Solid merupakan jumlah kandungan zat padat terlarut dalam air juga mempengaruhi penetrasi cahaya matahari masuk kedalam badan perairan.

Jika nilai TDS tinggi maka penetrasi cahaya akan berkurang, akibatnya proses fotosintesis juga akan berkurang yang akhirnya mengurangi tingkat produktifitas perairan (Sastrawijaya, 2000).

2.7.1.7 Salinitas

Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah permil(‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut (Wibisono, 2004). Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan lain-lain.

Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya, misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken, 1992).

Suatu kawasan dengan salinitas tertentu didominasi oleh suatu spesies tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang ada (Nybakken, 1992).

2.7.2 Faktor Kimia Perairan 2.7.2.1. pH (potential of Hydrogen)

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, didefenisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH = log 1/H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau mlepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2004).

(24)

14

pH merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ionhidrogen (H+) di dalam air.

Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H, pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan didalam air. Selain itu ikan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahui nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebutsesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air (Rifai &Nasution, 1983).

Menurut Barus (2004), organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah. Nilai pH yang terlalu asam atau basa berbahaya bagi kelangsungan hidup plankton karena akan menyebabkan berbagai gangguan metabolisme dan respirasi. Toleransi organisme terhadap pH dibedakan menjadi stenion, yaitu organisme yang mempunyai toleransi sempit terhadap fluktuasi pH, dan euryion, yaitu organisme air yang mempunyai toleransi luas terhadap fluktuasi pH.

2.7.2.2. DO (Dissolsved oxygen)

Oksigen terlarut (Dissoved oxygen = DO) dibutuhkan olehsemua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghailkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam satu perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, perggerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005)

Kelarutan oksigen didalam air terdapat pada suhu 0oC,yaitusebesar 14,16 mg/L.

Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkat konsentrasi oksigen terlarut(Barus, 2004).

Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi percernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbanganosmotik dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairantersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Wardhana, 1995).

(25)

15

2.7.2.3. BOD5(Biochemical Oxygen Demand)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh orgnisme di dalam memecah bahan organik.

Penguraian organik melalui proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995).

Dalam proses oksidasi secara biologi ini tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD5 adalah jumlah senyawa organik diuraikan, tersedianya orgnisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).

2.7.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau biasa diuraikan secara biologis (Barus, 2004). Badan air yang memiliki nilai COD > 10 mg/L sangat mempengaruhi keberadaan dan kehidupan organisme perairan yang bersifat aerob diantaranya adalah jenis ikan, karena sulitnya akan memenuhi oksigen COD perairan yang dianggap baik bagi kehidupan organisme air (ikan)berkisar 1-5 mg/L (Fardiaz, 1992).

2.7.2.5. Nitrat

Unsur hara yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen di perairan berada dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia, dan ammonium.

Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut (ortofosfat dan folifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi, 2002).

Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi

(26)

16

di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini menyebabkan perairan menjadi tercemar sehingga berpangaruh terhadap kelimpahan organisme di dalam perairan (Schmit, 1978 dalam Silalahi, 2010).

Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan adalah nitrat dan amonia yang merupakan sumber utama nitrogen di perairan.

Kadar nitrat di perairan tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonia. Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, sedangkan nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan karena bersifat tidak stabil terhadap keberadaan oksigen. Senyawa nitrat dapat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2002).

2.7.2.6. Fosfat

Fosfat merupakan nutrient yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Fosfat dalam ekosistem perairan dapat dalam bentuk senyawa organik seperti protein ataupun gula, sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik. Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat. Senyawa anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecah fosfat organik dari organisme yang mati. Unsur fosfat merupakan salah satu unsur penting dalam metabolisme sel organisme.

Keberadaan phospor dalam perairan terdapat dalam bentuk senyawa anorganik (ortho-phosphate,meter phosphate, polyphospate) dan senyawa organik diserap oleh bakteri, fitoplakton dan makrofita (Suriadarma,2011).

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 Juni – 6 Juni 2016.Pengambilan sampel ikan gulamah (Johnius trachycephalus) dilaksanakan di perairan sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu dengan menggunakan 5 stasiun pengambilan sampel.Pengamatan dan pengukuran data dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3.2.Metode Penelitian

Pengambilan sampel ikan gulamah (J. trachycephalus) dilakukan bersamaan dengan pengukuran faktor fisik-kimia perairan. Pengambilan ikan dilakukan menggunakan jaring dengan panjang jaring 314,7 m dan lebar jaring 1,20 m. Cara pengambilan ikan dilakukan dengan memasang jaring sebanyak 5 ulangan pada masing-masing stasiun dan pada setiap ulangan jaring dibiarkan 1 jam di dalamair.Jaring dipasang mengikuti panjang sungai. Setiap ulangan dilakukan di tempat yang berbeda.

3.3. Deskripsi Area

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakanpurposive samplingdengan menggunakan 5 stasiun pengambilan sampel.

(28)

18

3.3.1 Stasiun 1

Stasiun ini merupakan daerah kontrol, terletak 12 km dari pemukiman penduduk.Secara geografis terletak pada 02°30’39,81” LU dan 100°8’38,62”BT.

Gambar 2. Stasiun 1 Daerah Kontrol

3.3.2 Stasiun 2

Stasiun ini merupakan daerah muara sungai dekat laut.Secara geografis terletak pada 02° 38’39,26” LU dan 100°6’39,53” BT.

Gambar 3. Stasiun 2 Daerah Muara Menuju Laut

(29)

19

3.3.3 Stasiun 3

Stasiun ini merupakan daerah pelabuhan dan pelelangan ikan.Secara geografis terletak pada 02° 33’9,65”LU dan 100° 8’4,01” BT

Gambar 4. Stasiun 3 Daerah Pelabuhan

3.3.4 Stasiun 4

Stasiun ini merupakan daerah pemukiman masyarakat.Secara geografis terletak pada 02° 30’5,82”LU dan 100° 9’51,04” BT.

Gambar 5. Stasiun 4 Daerah pemukiman

(30)

20

3.3.5 Stasiun 5

Stasiun inimerupakan daerah pembuangan limbah pabrik kelapa sawit.Secara geografis terletak pada 02°27’47,54” LU dan 100°9’45’87” BT.

Gambar 6. Stasiun 5 Daerah Pembuangan Limbah Kelapa Sawit

(31)

21

3.4. Kerangka Pemikiran

Adapun sebagai dasar pemikiran saya dalam melakukan penelitian ini adalahsebagai berikut:

Morphometri sungai

Habitat

Kualitas air

Aspek biologi Johnius trachycephalus

Aktivitas manusia

Struktur populasi ikan gulamah (Johnius

trachycephalus)

Pengetahuan informasi Studi ekologi Johnius

trachycephalus Aspek abiotik

Gambar 7. Diagram Kerangka Pemikiran

3.5. Pengukuran faktor fisik-kimia perairan

Faktor fisik-kimia perairan yang diukur pada setiap stasiun penelitian adalah sebagai berikut:

3.5.1 Suhu (oC)

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer dengan skala 0 – 100oC. Termometer dimasukkan ke badan air dan biarkan beberapa saat lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat hasil yang telah tertera pada skala.

3.5.2Intesitas Cahaya

Intensitas cahaya diukur menggunakan lux meter. Dicatat angka yang muncul pada lux meter tersebut.

(32)

22

3.5.3 Penetrasi Cahaya (cm)

Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan menggunakan keeping sechi yang dimasukkan kedalam air hingga tidak tampak dari permukaan, kemudian diukur panjang tali sebagai kedalaman penetrasi cahaya.

3.5.4 Kecepatan Arus

Pengukuran kecepatan arus sungai dilakukan dengan menggunakan bola ping pong yang dimasukkan ke badan sungai bersamaan dengan menghidupkan stopwatch, hingga mencapai jarak 10 meter. Kemudian dimatikan stopwatch dan dicatat waktunya. Dihitung kecepatan arus sungai dalam satuan m/det.

3.5.5 Total Disolved Suspended (TDS)

Pengukuran kandungan TDS dilakukan dengan menggunakan metode Elektroda di laboratorium.

3.5.6 Total Suspended Solid (TSS)

Pengukuran kandunganTSS dilakukan dengan cara menggunakan metode spektrofotometer di laboratorium

3.5.7 Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan salthand refraktometer, dengan cara meneteskan air laut padakaca refraktometer,kemudian dilihat skala salinitasnya dan dicatat.

3.5.8 pH (potential of Hydrogen)

Pengukuran pHmenggunakan pH meter yang telah di kalibrasi. Kemudian dimasukkan pH meter kedalam air lalu dibaca skala yang tertera pada pH meter.

(33)

23

3.5.9 DO (Dissolved Oxygen) (mg/L)

Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan metode Winkler, yaitu dengan memasukkan sampel air ke dalam botol winkler, lalu ditambahkan masing-masing 1ml MnSO4 dan KOH-KL ke dalam botol tersebut dan dihomogenkan. Didiamkan sebentar hingga terbentuk endapan putih, kemudian ditambahkan 1ml H2SO4, dihomogenkan dan didiamkan hingga terbentuk endapan coklat. Sampel diambil 100 ml dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna kuning pucat, lalu ditetesi amilum sebanyak 2-3 tetes dan dihomogenkan hingga terbentuk larutan biru. Kemudiandititrasi menggunakan Na2S2O3 0,0125 N hingga terjadi perubahan warna menjadi bening. Dihitung volume Na2S2O3 0,0125 N yang terpakai.

3.5.10 Kejenuhan Oksigen

Harga kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Barus (2004):

O2[𝑢𝑢]

O2 [𝑡𝑡]

O2 [𝑢𝑢] =Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/L)

O2 [𝑡𝑡] =Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai dengan nilaitemperatur (Tabel terlampir).

3.5.11 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) (mg/L)

Pengukuran BOD5 dilakukan setelah sampel air yang diambil diinkubasi selama 5 hari, kemudian diukur nilainya dengan menggunakan metode Winkler dimana nilaiBOD5adalah nilai DO awal dikurang dengan DO akhir.

3.5.12 COD (Chemical Oxygen Demand) (mg/L)

Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode refluks di laboratorium.

Kejenuhan (%)= X 100%

(34)

24

3.5.13 Nitrat

Pengukuran kandungan Nitrat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofometerdi laboratorium.

3.5.14 Fosfat

Pengukuran kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofometer di laboratorium

3.6. Analisis Data 3.6.1. Ikan

Data ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan ikan, kepadatan relatif, rasio kelamin, hubungan panjang berat dan distribusi frekuensi panjang ikan dengan rumus sebagai berikut:

3.6.1.1. Kepadatan Populasi Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus) a. Kepadatan populasi (k)

𝑘𝑘 =Jumlah Individu Satu Spesies /Ulangan

Luas Jaringan (Michael,1994)

b. Kepadatan relatif (KR)

KR =Jumlah K Stiap Spesies 100%

Total K (Michael,1994)

3.6.1.2 Rasio Kelamin

Ikan yang didapatkan dipisahkan kemudian dihitung jumlah ikan betina dan jantan.Setelah dihitung ditentukan persentase perbandingan antara ikan betina dan jantan (Campbell, 2003).

𝑅𝑅 = 𝑀𝑀𝐹𝐹 ×100%

Keterangan:

R : Sex rasio

F : Jumlah ikan betina M : Jumlah ikan jantan

(35)

25

3.6.1.3. Hubungan Panjang - Berat Ikan

Hubungan Panjang-Bobot ikan dapat dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan ikan di alam, yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 2002):

W = aLb Dimana:

W : Bobot tubuh ikan (g) L : Panjang total ikan (cm) a : Konstanta

b : Koefisien pertumbuhan

Pendekatan regresi linier dilakukan untuk melihat hubungan kedua parameter tersebut. Nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Hipotesis yang digunakan adalah:

1. Jika b=3 maka disebut isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat).

2. Jika b≠3 disebut allometrik yaitu:

a. Jika b>3 disebut allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan) b. Jika b<3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)

3.6.1.4. Distribusi Frekuensi Panjang

Distribusi frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan jumlah selang kelas, lebar selang kelas dan frekuensi masing-masing kelas. Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik.

Jumlah kelas dapat dicari dengan rumus Sturge, yaitu:

k = 1 + 3,3 log n. (Nazir, 1988) Dimana :

n = jumlah pengamatan k = jumlah interval kelas

(36)

26

Dengan menggunakan range dan besar interval kelas, jumlah interval kelas dapat dicari sebagai berikut :

k = 𝑅𝑅

𝑖𝑖

i = 𝑅𝑅

𝑘𝑘 (Nazir, 1988) Dimana :

k : jumlah interval kelas i : besar interval kelas R : range.

3.6.2. Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap nilai kepadatan ikan. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver. 17.00

Tabel Koefisien Korelasis

Tingkat hubungan Interval koefisien korelasi

0.00 – 0.199 Sangat rendah

0.20 – 0.399 Rendah

0.40 – 0.599 Sedang

0.60 – 0.799 Kuat

0.80 – 1.00 Sangat kuat

(37)

BAB IV

HASlL DAN PEMBAHASAN

4.1.Ikan Gulamah(Johnius trachycephalus)

Hasil penelitian di sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu diperoleh ikangulamah betina dan jantan dengan perbedaan morfologi yang dapat terlihat pada gambar 8 dan tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan morfologi ikan gulamah jantan dan ikan gulamah betina di sungai Barumun kabupaten Labuhan Batu.

Ciri Ikan Ikan

Panj 10,5 – 10,5

Panj 3,4 – 1,8 –

(38)

28

Panj 2,6 – 2,4 –

Bera 20,3 – 10,3

War Kekun Kepe

(39)

29

Bent Lebih Lebi

Gambar 8. Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus)a. Betina, b. Jantan

4. 2. Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Rasio Kelamin

Nilai kepadatan, kepadatan relatif, dan rasio kelamin yang diperoleh pada setiap stasiun di Sungai Barumun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Rasio Kelamin Ikan Gulamah (J. trachycephalus) di Sungai Barumun

St Ju

K (

Kepa R min (J na)

(40)

30

(e

Relat

I 37 0 54,29

II 8 0 11,43

III 8 0 11,43

IV 9 0 14,29

V 6 0 8,57

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah ikan gulamah yang banyak di stasiun I, karena kondisi perairan sungai di stasiun I sangat mendukung habitat ikan gulamah. Stasiun I jauh dari aktivitas manusia, memiliki vegetasi mangrove, arus airnya lebih tenang dan terdapat banyak kandungan lumpur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wedjatmiko (2008) danLonghurst & Pauly (1987), di perairan bengkalis yang sungainya keruh dan berlumpur, spesies yang dominan didapat adalah dari famili Sciaenidae (Johnius sp). Perairan yang keruh dan berlumpur dapat menghalangi cahaya masuk ke badan air sehingga penetrasi cahaya rendah dan suhu air menurun. Vegetasi mangrove mendukung habitat ikan gulamah karena naungan mangrove membuat daerah di bawah vegetasi mangrove lebih sejuk dan dapat menurunkan suhu perairan.Hal ini sesuai pendapat Saputra (2008), populasi ikan gulamah meningkat pada saat musim hujan. Suhu perairan menurun saat musim hujan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Simanjuntak dan Raharjo (2003) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat, dengan perolehan 97 ekorJohnius sp(family scaenidia) yang terdiri dari 39 ekor jantan dan 58 ekor betina, perolehan Johnius sp(family scaenidia) di sungai Barumun lebih sedikit jumlahnya yaitu 68 ekor yang terdiri dari 20 ekor jantan dan 48 ekor betina. Hal ini disebabkan karena perairan pantai merupakan daerah teritorial utama ikan gulamah. Muara sungai hanya digunakan sebagai tempat pemijahan anak dan pemeliharaan anak. dan diperkirakan kehadiran ikan gulamah di sungai

(41)

31

Barumun dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada saat air pasang ikan terbawa arus ke sungai Barumun. Hal ini sesuai pendapat (Robin et al., 1991; Sasaki, 1995) bahwa Ikan gulamah (Johnius trachycephalus) merupakan jenis ikan yang hidup di perairan laut dan payau. Jumlah Ikan jantan dan betina yang diperoleh pada lima stasiun adalah I (15 dan 22), II (1 dan7), III (2 dan 6), IV (1 dan 8), dan V (1dan 5). Menurut Samuel dan Adjie (2007), area yang lebih luas sering memiliki variasi habitat yang lebih besar. Kepadatan ikan dalam suatu habitat juga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kehadiran hewan lain (pemangsa dan pesaing), ketidakcocokan habitat, perilaku dan faktor kimia-fisika lingkungan yang berbeda di luar kisaran toleransi ikan tersebut.

Rasio kelamin antara jantan dan betina ikan gulamah (Johnius trachycephalus) di sungai Barumun tertinggi diperoleh pada stasiun IV yaitu 1:8.

Jumlah ikan jantan tidak seimbang dengan jumlah ikan betina sehingga proses fertilisasi kemungkinan terjadi sangat kecil. Stasiun IV kurang mendukung bagi habitat ikan gulamah karena selain sebagai daerah pemukiman, juga digunakan masyarakatsebagai daerah transportasi kapal, pelabuhan dan tempat pelelangan ikan. Kebisingan dan kenaikan suhu air karena kinerja mesin kapal mengakibatkan stasiun IV tidak cocok bagi habitat ikan gulamah. Arus air pada stasiun IV juga tinggi sehingga ikan yang berada pada stasiun ini tidak dapat bertahan pada suatu tempat. Ikan gulamah yang diperoleh pada stasiun IV diperkirakan karena terbawa arus pasang surut air.

Rasio kelamin pada stasiun I adalah 1:1,5 mendekati 1:1, artinya rasio kelamin seimbang yakni jumlah ikan gulamah jantan dan betina tidak berbeda nyata. Kematangan kelamin ikan gulamah jantan dan betina pada stasiun I adalah seimbang jika dilihat dari panjang dan beratnya seperti terlihat pada lampiran 8.

Alat kelamin betina juga mengeluarkan banyak telur jika bagian perutnya ditekan.

Kondisi ini masih ideal seperti yang dikatakan oleh Prilampita dan Mardlijah (1997) yaitu apabila ikan jantan dan ikan betina seimbang atau ikan betina lebih banyak dari ikan jantan dapat diartikan bahwa populasi tersebut ideal untuk mempertahankan jenisnya. Rasio kelamin yang diharapkan di alam 1:1, dan

(42)

32

kematangan kelamin jantan dan betina harus sama atau mendekati sehingga sel telur dan sperma diharapkan lebih banyak mengalami fertilisasi.

Ikan gulamah (Sciaenidae) umumnya merupakan kelompok ikan demersal atau benthopelagic pada daerah pantai dan muara-muara sungai yang bervegetasi mangrove (Kottelat et al., 1993; Kuo & Shao, 1999) serta ikan pemakan di dasar (Bond, 1979; Simanjuntak & Rahardjo, 2001). Stasiun I merupakan daerah yang bervegetasi mangrove dan berlumpur. Selain sebagai daerah teritorial ikan gulamah, arus air yang tenang dan tumpukan lumpur pada stasiun I memungkinan terjadinya fertilisasi yang besar.

4.3. Hubungan Panjang-Berat Ikan

Hubunganpanjang-beratikan digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan pada masing-masing stasiun. Hubungan panjang-berat ikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data hubungan panjang berat ikan

NO Stasiun Rata-rata nilai b Pola Pertumbuhan

1 I 3,69 Allometrik positif

2 II 2,10 Allometrik negatif

3 III 2,01 Allometrik negatif

4 IV 1,93 Allometrik negatif

5 V 1,36 Allometrik negatif

Pola pertumbuhan ikan gulamah (Johnius trachycephalus) pada stasiun I bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan berat lebih cepat dibandingkan dengan panjang, sedangkan pada stasiun II - V bersifat allometrik negatif artinya adalah pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan berat. Hal inidisebabkan arus air yang deras di stasiun II – IV sedangkan pada stasiun I arus airnya lebih tenang.Pencarian atau perolehan makanan juga lebih mudah dilakukan pada stasiun I karena airnya lebih tenang. Arus air yang deras mempengaruhi perilaku ikan pada stasiun II-IV aktif berenang yang mengakibatkan pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan beratnya. Ikan gulamah juga lebih sulit menangkap makanan di arus air yang deras. Menurut Shukor et al. (2008), ikan yang hidup di perairan arus deras

(43)

33

umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang lebih besar. Muchlisin et al. (2010), menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif.

Hasil analisis hubungan panjang-berat ikan gulamah (Johnius trachycephalus) pada stasiun I – V disajikan pada gambar 9 berikut ini:

y = 2,042e0,174x R² = 0,947 0

50 100

0 5 10 15 20 25

Berat(gr)

Panjang(cm)

y = 3,339e0,149x R² = 0,933 0

50 100

0 5 10 15 20 25

Berat (gr)

Panjang (cm)

y = 3,990e0,140x R² = 0,896 200

4060 80

0 5 10 15 20 25

Berat (gr)

Panjang (cm)

y = 1,805e0,180x R² = 0,981 0

50 100

0 5 10 15 20 25

Berat (gram)

Panjang (cm)

(44)

34

Gambar 9. Grafik hubungan panjang berat ikan gulamah (Johnius trachycephalus) pada stasiun a. stasiun I, b. stasiun II, c. stasiun III, d. stasiun IV,e. stasiun V Rahardjo et al. (2011) menyatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik (dalam) dan faktor ekstrinsik (luar). Faktor intrinsik adalah faktor yang timbul dari dalam diri ikan itu sendiri, meliputi antara lain sifat keturunan,umur, ukuran, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor ekstrinsik meliputi sifat fisik dan kimiawi perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan dan kompetisi.Pengaruh masing-masing faktor ekstrinsik di alam sulit dipisahkan satu dari yang lain, karena sering bekerja bersama dalam menimbulkan pengaruh.

4.4. Distribusi Frekuensi Panjang I kan

Tabel frekuensi panjang kelas dibuat dengan menggunakan teknik statistik

“Metode Penelitian” (Nazir, 1983). Cara perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 9. Distribusi frekuensi panjang ikan gulamah (Johnius trachycephalus) dapat dilihat pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Tabel Distribusi Frekuensi Panjang Kelas Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus) dari lima Stasiun di Sungai Barumun

Frekue Frekuen

s i R e l a t i f ( y = 1,015e0,217x

R² = 0,991 0

20 4060

0 5 10 15 20

Berat (cm)

Panjang (cm)

(45)

35

% )

(46)

36

Sampel ikan Gulamah (Johnius trachycephalus) yang didapatkan selama penelitian sebanyak 68 individu dengan panjang 10,5 cm – 21,6 cm yang terdiri dari 20 ekor ikan jantan dan 48 ekor ikan betina. Ikan betina panjangnya berkisar 10,5cm sampai 21,6cm, sedangkan ikan jantan panjangnya berkisar dari 10,5 cm sampai 21,5 cm. Frekuensi panjang yang terbanyak (modus) pada 18,5 - 20cm.

Ukuran panjang yang diperoleh dan dari sifat morfologi yang diteliti menunjukkan bahwa ikan gulamah yang ditemukan dominan ikan gulamah dewasa yang sudah dapat `melakukan pemijahan. Ditemukannya ikan gulamah

(47)

37

pada setiap stasiun diperkirakan untuk melakukan pemijahan dan pencarian makanan.

Hasil penelitian (Suradi et al., 2008) di Cilacap, sampel ikan Gulamah yang didapatkan selama penelitian sebanyak 1.322 individu, yang terdiri dari 462 ekor ikan jantan dan 860 ekor ikan betina. Ikan jantan panjangnya berkisar dari 8,7 cm sampai 22,3 cm. Frekuensi panjang yang terbanyak (modus) pada 15,0 – 15,6 cm.

Berat ikan sampel jantan mempunyai kisaran dari 8,5 gram sampai 168,7 gram.

Frekuensi berat yang terbanyak (modus) pada 32,8 – 40,8 gram. Johnius sp yang ditelitiSimanjuntak dan Rahardjo (2001) di perairan mangrove Pantai Mayangan Jawa Barat berukuran palingpanjang 16,1 cm. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa panjang ikan gulamah di sungai barumun kabupaten Labuhan Batu mendekati panjang ikan gulamah di Cilacap dan lebih besar dari panjang Johnius spdi perairan mangrove Pantai Mayangan Jawa Barat. Berat ikan gulamah di perairan mangrove Pantai Mayangan dan Cilacap lebih besar dari berat ikan gulamah di sungai Barumun kabupaten Labuhan Batu, hal ini kemungkinan disebabkan Pantai Mayangan dan Cilacap merupakan daerah territorial ikan gulamah (J. trachycephalus). Hal ini sesuai pendapat (Robin et al., 1991) bahwa ikan gulamah (J. trachycephalus) merupakan jenis ikan laut yang hidup di perairan bersalinitas optimal.

(48)

38

4.5. Faktor Fisik Kimia Perairan

Pengukuran faktor fisik kimia selama penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan pada setiap stasiun Parameter Satuan Stasiun

I

Stasiun II

Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun V

pH 6,2 8,26 8,06 6,2 8,25

Suhu ºC 30 29,2 29,4 29,7 30,2

Salinitas º/∞ 6,7 10,4 5,6 4,2 5

Penetrasi meter 1 0,9 0,5 0,5 0,5

DO

Kejenuhan oksigen

mg/L 6,36

% 84,5

7,92 104,1

8,3 109,4

7,04 93,1

8,12 108,1

BOD5 mg/L 1,2 0,9 0,9 1 1,1

Kec.arus m/det 0,9 1,2 0,8 1,1 0,9

intensitas Candela 1228 1106 1355 1194 1028

N mg/L 16,3 45,8 154,9 106,7 13,1

P mg/L 1,09 0,95 1,17 1,23 2,74

TDS mg/L 807 1464 976 1175 91

TSS mg/L 115 49 40 79 32

COD mg/L 42,5 24,2 31 17,4 59

Keterangan:

Stasiun I : daerah kontrol Stasiun II : daerah muara menuju laut Stasiun III : daerah pelabuhan

Stasiun IV : daerah pemukiman

Stasiun V : daerah pembuangan limbah pabrik kelapa sawit.

1. pH

Nilai pH dari stasiun penelitian berkisar antara 6,2-8,26, pH tertinggi terdapat pada stasiun II, pH terendah terdapat pada stasiun I dan stasiun IV. Nilai pH yang didapat di setiap stasiun masih bagus untuk mendukung kehidupan organisme di dalam perairan. Effendi(2003) menyatakan kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Menurut Cole (1983) dalam Siagian (2009), bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air.

Gambar

Gambar 1.Morfologi Ikan Gulamah (Johnius trachycephalus)di SungaiBarumun
Gambar 2. Stasiun 1 Daerah Kontrol
Gambar 4. Stasiun 3 Daerah Pelabuhan
Gambar 6. Stasiun 5 Daerah Pembuangan Limbah Kelapa Sawit
+4

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi mengenai Kualitas Yang Dirasakan Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Wulansari (2013)), para konsumen seringkali menilai kualitas produk atau jasa tertentu atas

penelitian ini maka diharapkan kepada Pengambil Keputusan di Kantor Pertanahan Kabupaten Donggala agar melaksanakan Program Larasita sesuai dengan aturan yang

Agar dalam perancangan ini dapat berjalan dengan baik dan terarah perlu adanya batasan-batasan yang membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas yakni led hanya dapat

Dalam novel Jejak Langkah proses resistensi pribumi yang dilakukan oleh figur resistensi: Minke dan nyai Ontosoroh, dimulai dengan mimikri yaitu melalui pendidikan formal

Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat menunjukkan R 2 sebesar 0,968 atau sebesar 96,8%, yang mempunyai makna bahwa variabel bebas yaitu Belanja operasional dan

Jumlah pendapatan yang meningkat setiap tahun dari sektor pariwisata merupakan kemajuan yang baik bagi Indonesia, hal ini tidak terlepas dari meningkatnya jumlah

Misalnya, dalam nikel dan paladium lintas kopling, sebuah kompleks bervalensi-nol dengan dua situs kosong (atau ligan labil) bereaksi dengan ikatan halogen karbon untuk

Kenyataan bahwa orang Jepang secara keseluruhan lebih keranjingan estetika ketimbang orang – orang lainnya mungkin disebabkan oleh hal yang sama: Kalau seseorang terus – menerus