• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

4.5. Faktor Fisik Kimia Perairan

Pengukuran faktor fisik kimia selama penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan pada setiap stasiun Parameter Satuan Stasiun Stasiun II : daerah muara menuju laut Stasiun III : daerah pelabuhan

Stasiun IV : daerah pemukiman

Stasiun V : daerah pembuangan limbah pabrik kelapa sawit.

1. pH

Nilai pH dari stasiun penelitian berkisar antara 6,2-8,26, pH tertinggi terdapat pada stasiun II, pH terendah terdapat pada stasiun I dan stasiun IV. Nilai pH yang didapat di setiap stasiun masih bagus untuk mendukung kehidupan organisme di dalam perairan. Effendi(2003) menyatakan kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Menurut Cole (1983) dalam Siagian (2009), bahwa adanya perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air.

39

2. Suhu

Selama penelitian didapatkan nilai suhu pada stasiun penelitian berkisar antara 29,2-30,2 0C, suhu tertinggi terdapat pada stasiun V, suhu terendah pada staiun II.

Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan waktu,cuaca, dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar perairan tersebut. Menurut Susanto (1991) dalam Jukri et al. (2013), bahwa kisaran temperatur yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah antara 25-35 0C.Suhu perairan pada siang hari meningkat hingga 310C dan menurun pada malam hari hingga 26 0C. Selain itu suhu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan badan ikan.

Suhu perairan sungai Barumun Kabupaten Labuhan Batu masih mendukung untuk pertumbuhan ikan.Kordi dan Tancung (2007) menyatakan bahwa suhu optimal bagi kehidupan ikan diperairan tropis adalah berkisar antara 280C-32 0C.

Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen akan mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam.

Apabila dibawah suhu 25 0C, konsumsi oksigen mencapai 1,2-18 0C mulai berbahaya bagi ikan sedangkan dibawah 12 0C ikan tropis akan mati kedinginan.

Secara teoritis ikan tropis masih dapat hidup normal pada suhu 30-35 0C apabila konsentrasi oksigen terlarut cukup tinggi. Nybakken (1988) dalam Erlangga (2007) juga menambahkan bahwa kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara 18-300C. Rosmaniar (2008) menambahkan bahwa perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi biota secara keseluruhan karena berkaitan dengan tingkat kelarutan oksigen. Suhu mempunyai peranan yang sangat penting terhadap reproduksi ikan, kepadatan populasi, dan hubungan panjang berat, karena ikan sebagai hewan poikiloterm, sangat bergantung pada suhu. Kenaikan suhu meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu, dan setelah itu kenaikan suhu justru menurunkan laju pertumbuhan (Rahardjo et al., 2003).

Fitra (2008) menyatakan bahwa pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (yang diakibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah serta hilangnya pelindung badan perairan yang menyebabkan cahaya matahari langsung mengenai permukaan air sehingga terjadi peningkatan temperatur. Tingginya suhu pada stasiun V disebabkan karena adanya aktivitas penduduk yang membuang limbah pabrik

40

kelapa sawit langsung ke badan air. Rendahnya rata-rata suhu pada stasiun II karena pada saat pengukuran suhu dilakukan, cuaca agak mendung.

3. Salinitas

Nilai salinitas pada stasiun penelitian berkisar antara 4,2-10,4O/oo. Salinitas tertinggi terdapat pada stasiun II, salinitas terendah didapat pada staiun IV.Kisaran tersebut masih layak untuk kehidupan organisme perairan yaitu antara 0,5–30 ‰ (Barnes, 1988). Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis terutama di daerah estuari.Menurut Robinet al. (1991) Ikan Gulamah (J. trachycephalus) merupakan ikan laut yang hidup di perairan bersalinitas optimal.

Gambaran salinitas di perairan sungai Barumun kabupaten Labuhan Batu ini menginformasikan bahwa besar kecilnya fluktuasi salinitas diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya oleh pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), adanya aliran sungai (run off) dan jarak badan air dengan laut

4. Penetrasi cahaya

Tingkat penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi dan terlarut dalam air sehingga mengurangi laju fotosintesis (Affan, 2011). Odum (1994) juga menambahkan, kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme perairan.

Nilai penetrasi cahaya pada stasiun penelitian berkisar antara 0,5- 1 m, dimana penetrasi cahaya tertinggi terdapat pada stasiun I, penetrasi cahaya terendah didapat pada staiun III, IV dan V. Hal ini dipengaruhi oleh cahaya matahari, padatan tersuspensi, waktu pengukuran dan warna air.

Suwondo et al. (2005) menyatakan bahwa tingkat kecerahan yang baik berkisar antara 30-65 cm yang mendukung untuk produktivitas organisme akuatik. Kordi (2000) juga menambahkan bahwa kecerahan perairan produktif, apabila keeping sechi mencapai 20-60 cm dari permukaan.Nilai rata-rata penetrasi cahaya yang terdapat pada kelima stasiun penelitian di sungai Barumun kabupaten Labuhan Batucukup baik untuk kelangsungan hidup ikan gulamah (J. trachycephalus). Ikan gulamah dapat hidup pada

41

penetrasi cahaya yang rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wedjatmiko (2008) di perairan bengkalis yang sungainya keruh dan berlumpur, spesies yang dominan didapat adalah dari famili Sciaenidae (Johnius sp)

5. DO

Nilai DO pada stasiun penelitian berkisar antara 6,36-8,3 mg/L. DO tertinggi terdapat pada stasiun III, DO terendah didapat pada stasiun I. Kordi dan Tancung (2007) menambahkan, kandungan oksigen terlarut yang baik untuk budi daya ikan adalah antara 5- 7 mg/L.

Afianto dan Evi (2012), menjelaskan bahwa beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut 3 mg/L.

Konsentrasi minimum yang dapat diterima oleh beberapa jenis ikan untuk dapat hidup dengan baik adalah 5 mg/L. Wetzel dan Likens (1979) dalam Siagian (2009) juga menjelaskan bahwa tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam perairan tersebut. Rendahnya nilai DO pada stasiun I disebabkan oleh tingginya ion-ion yang terlarut dalam air yang dibawa oleh arus air dari daerah pemukiman penduduk dan daerah pabrik pada saat surut dan bahkan dibawa oleh arus air dari laut pada saat air sungai pasang.

Kejenuhan oksigen yang diperoleh pada stasiun penelitian berkisar antara 84,5 %-108,1%.Kejenuhan oksigen pada stasiun II, III dan V lebih dari jenuh. Kondisi kejenuhan oksigen terlarut yang tinggi lebih dari 100 % mengindikasikan bahwa terjadinya proses fotosintesis yang berjalan cukup lancar akan menghasilkan oksigen yang banyak sehingga tingkat kesuburan perairan bertambah sedangkan derajat kejenuhan yang rendah kurang dari 100% menunjukkan kadar oksigen terlarut lebih banyak dikonsumsi oleh biota yang hidup di lapisan permukaan perairan tersebut.

(Selisih nilai oksigen terlarut antara yang diukur (misalnya pada stasiun I 6,36 mg/L) dengan yang seharusnya dapat larut (7,53 mg/L) yaitu sebanyak 1,17 mg/L dengan nilai kejenuhan sebesar 84,5%. Pada lokasi ini telah terdapat senyawa organik (pencemar) yang dapat diketahui dari defisit oksigen sebesar 1,17 mg/L.Oksigen tersebut digunakan dalam proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme aerobik.

42

6. BOD5

Nilai BOD5 padastasiun penelitian berkisar antara 0,9-1,2 mg/L. BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun I, BOD5 terendah didapat pada staiun II dan III.Nilai BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran perairan. Menurut Kristanto (2002), BOD5menunjukkan jumlah terlarut oksigen yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air.Forstner (1990) dalam Barus (2004) menyatakan bahwa nilai BOD5 adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 200C.

Adanya perbedaan nilai BOD5 pada setiap stasiun penelitian disebabkan oleh jumlah bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian.

Tingginya nilai BOD5 pada Stasiun I (daerah kontrol) diakibatkan oleh banyaknya pencemaran limbah organik yang masuk dan terperangkap di kawasan tersebut pada saat pasang surut air. Menurut Wardhana (1995) peristiwa penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan perairan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air mengandung oksigen yang cukup. Broweret al. (1990) mengatakan adanya konsentrasi organik yang tinggi akan membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang besar untuk biodegradasi senyawa organiknya.Nilai BOD5 dapat digunakan sebagai indikator tentang banyaknya bahan organik mudah terurai yang masuk ke lingkungan perairan. Semakin banyak limbah organik yang masuk ke suatu perairan, maka akan semakin tinggi nilai BOD5 perairan tersebut. Semakin besar nilai BOD5 suatu perairan, maka akan semakin rendah kadar oksigen terlarut (Mukhtasor, 2007). Hasil pengukuran BOD5 menunjukkan kisaran 0,9-1,2 mg/L, nilai ini di bawah ambang batas yang telah ditetapkan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004, baku mutu kualitas perairan yang ditetapkan untuk parameter BOD5 sebesar < 20 mg/L,hal ini menunjukkan limbah organik yang masuk ke dalam perairan telah diencerkan oleh arus air, artinya perairan sungai Barumun Kabupataen Labuhan Batu masih layak untuk kehidupan biota air. Sumber bahan organik dapat berasal dari pemukiman masyarakat yang dibawa arus air pada saat surut.

43

7. Kecepatan arus

Nilai kecepatan arus pada stasiun penelitian berkisar antara 0,8-1,2 m/det.Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun II, kecepatan arus terendah didapat pada staiun III. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kedalaman dan lebar sungai. Kecepatan arus sungai di sungai Barumun kabupaten Labuhan Batu juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Menurut Suin (2002), kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup dibadan air tersebut. Populasi ikan gulamah meningkat pada saat musim penghujan dengan arus/ gelombang air yang relatif kecil karena pada musim penghujan perairan di muara-muara sungai subur (Saputra, 2008).

Dokumen terkait