PENCITRAAN DUA DIMENSI DATA RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION UNTUK MENDELINEASI DEPOSIT EMAS SISTEM EPITHERMAL DI DAERAH “X”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Fisika
oleh SITI RAHMAH
030502705X
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : SITI RAHMAH
NPM : 030502705X
Tanda Tangan :
Tanggal : 4 Desember 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Siti Rahmah
NPM : 030502705X
Departemen : Fisika Peminatan : Geofisika
Tanggal Sidang : 4 Desember 2009
Judul Skripsi : Pencitraan Dua Dimensi Data Resistivity dan Induced Polarization untuk Mendelineasi Deposit Emas Sistem Epithermal di Daerah “X”.
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Dr. Eng.Yunus Daud, M.Sc Pembimbing
Drs. Lingga Hermanto, M.Si Ir. Ronal Afan, MT
Penguji I Penguji II
Dr. Santoso Soekirno Ketua Departemen Fisika
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Rahmah NPM : 030502705X Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiyah saya yang berjudul:
PENCITRAAN 2-D DATA RESISTIVITY DAN INDUCED POLARIZATION UNTUK MENDELINEASI DEPOSIT EMAS SISTEM EPITHERMAL DI
DAERAH “X”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkanmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 4 Desember 2009
yang menyatakan
(Siti Rahmah)
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada Penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pencitraan Dua Dimensi Data Resistivity dan Induced Polarization untuk Mendelineasi Deposit Emas Sistem Epithermal di Daerah “X” tepat pada waktunya. Penulisan tugas akhir ini ditulis sebagai salah satu syarat kelulusan Program Peminatan Geofisika, Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Dalam penulisan tugas akhir ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang sangat berperan dalam penulisan ini kepada:
1. Bapak Dr.Eng. Yunus Daud M.Sc, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Lendri yang telah banyak membantu penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
3. Lia, Nurma, Anggi, Surya, Nendar, Dian, Sri, Dini, Satrio, dan semua teman- teman Fisika 2005 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu menyemangati penulis untuk bisa menyelesaikan skipsi ini.
4. Umi, Baba, Mpok, Abang dan keponakan-keponakan tersayang yang memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua Dosen di Departemen Fisika yang selama masa perkuliahan telah banyak memberikan ilmu dan nasehat kepada penulis.
6. Staf tata usaha Departemen fisika, Mba Ratna dan Pak Mardy atas bantuannya dalam mengurus administrasi semasa kuliah terutama saat penyusunan skripsi ini.
7. Saudara-saudari FMA 2005 yang senatiasa mendoakan dan menyemangati penulis.
8. Saudara-saudari BEM FMIPA UI 2008 yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.
9. Adik-adik Fisika angkatan 2006, 2007 atas doa dan semangatnya kepada penulis.
10. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari tidak bisa menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan orang- orang yang sudah disebut diatas. Semoga kebaikan yang telah dilakukan orang yang tersebut diatas, mendapatkan imbalan yang terbaik dari Allah SWT. Amiin Ya Allah Amiin.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Jakarta, 4 Desember 2009
Penulis
ABSTRAK
Nama : Siti Rahmah
Program Studi : Fisika
Judul :Pencitraan 2D Data Resistivity dan Induced Polarization untuk Mendelineasi Deposit Emas Sistem Epithermal di Daerah “X” .
Aplikasi metode Resistivity dan Induced Polarization untuk mendeteksi bawah permukaan yang berhubungan dengan pembentukan deposit emas sistem epithermal. Data yang diproses adalah hasil pengukuran dengan konfigurasi Dipole-dipole, dengan spasi elektroda 5 meter. Panjang lintasan 200 meter, sehingga penetrasi kedalaman mencapai 50 meter. Pengolahan data dengan menggunakan software RES2DINV, didapatkan pencitraan model 2Dbawah permukaan yang terdiri dari lapisan batuan vulkanik (resistivity 200-1000 ohm- m), lapisan batuan alterasi (resistivity <100 ohm-m) dan lapisan silifikasi (resistivity 200-300 ohm-m) . Deposit emas diduga berada di lapisan batuan alterasi dan lapisan silifikasi yang memiliki chargeability >200 msec. Dengan prediksi cadangan emas di lintasan 1 dan 2 sebesar 260.77 kg.
Kata kunci: Resistivity, Induced Polarization, Emas, Sistem Epithermal
ABSTRACK
Name : Siti Rahmah
Study Program : Physics
Title : 2D Imaging Resistivity and Induced Polarization Data to Delineate Epithermal System Gold Deposit in “X” Area.
The application of method Resistivity and Induced Polarization to detect subsurface formation associated with deposits of gold epithermal system. The processed data is measured with Dipole-dipole configuration, with electrodes spaced 5 meters. Path length 200 meters, so the expected penetration depth reaches 50 meters. Data processing use software RES2DINV, is obtain imaging the model 2D subsurface that consist of the layer of the volcanic rock (resistivity 200-1000 ohm-m), the layer of the rock altered (resistivity 100 ohm-m) and the layer of silification (resistivity 200-300 ohm-m). Deposit gold is expect is in the layer of the rock altered and the layer silification that had chargeability >200 msec, with the prediction of the gold reserve in the line 1 and 2 as big as 260.77 kg.
Keyword: Resistivity, Induced Polarization, Gold, Epithermal System
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Tujuan Penulisan... 4
I.3 Pembatasan Masalah ... 4
I.4 Metodologi Penelitian ... 5
I.5 Sistematika Penulisan ... 7
BAB 2 KONSEP DASAR 7 2.1 Teori Electrical Resistivity Pada Material ... 7
2.1.1 Hukum ohm ... 7
2.1.2 Penjalaran arus listrik pada metode Resistivity ... 12
2.2 Prinsip Dasar Metode Resistivity ... 14
2.2.1 Konfigurasi Pengukuran Metode Resistivity ... 14
2.3 Prinsip Dasar Metode IP ... 17
2.3.1 Sumber-sumber Penyebab Polarisasi.. ... 17
2.3.2 Pengukuran Metode IP. ... 19
2.4 Akuisisi Data Dengan Multi Channel ... 22
2.5 Mineralisasi. ... 24
2.5.1 Genesa Deposit Emas Sistem Epithermal ... 25 2.5.2 Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya endapan emas
2.5.3 Zona-zona Alterasi ... 32
BAB 3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA... 33
3.1 Data Lapangan ... 33
3.2 Pengolahan Data Resistivity dan IP ... 34
3.2.1 Pengolahan Data 2-D dengan software Res2Dinv ... 34
3.2.2 Model 3-D dengan software GeoSlicer -X... 49
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1 Data Geologi. ... ... 52
4.2 Pembahasan Terpadu... ... 56
BAB 5 PENUTUP ... 70
5.1 Kesimpulan.. ... 70
5.1 Saran... ... 71
DAFTAR ACUAN ... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Anomali Resistivity versus anomali IP terhadap kandungan sulfida
dalam batuan ... 2
Gambar 1.2 Diagram Alur Kerja Penelitian ... 5
Gambar 2.1 Konduktor Silinder ... 9
Gambar 2.2 Pembawa muatan listrik pada sebuah material ... 10
Gambar 2.3 Pemasangan 4 buah electrode pada metode Resistivity ... 15
Gambar 2.4 Konfigurasi alat untuk metode schumberger ... 16
Gambar 2.5 Konfigurasi alat untuk metode Wenner ... 17
Gambar 2.6 Konfigurasi alat untuk metode Dipole-dipole ... 14
Gambar 2.7 Constricted Channel ... 19
Gambar 2.8 Clay Particle ... 19
Gambar 2.9 Adanya Electrolite... 20
Gambar 2.10 Penginduksian Listrik ... 20
Gambar 2.11 Konfigurasi Dipol-dipole ... 21
Gambar 2.12 Konfigurasi Dipol-dipole Multi Channel ... 23
Gambar 2.13 Bentuk Endapan ... 26
Gambar 2.14 Posisi relatif endapan epithermal dalam sistem Hidrothermal ... 27
Gambar2.15 Model konseptual untuk mineralisasi Cu-Au-Ag di lingkungan porphyry dan epithermal magmatic ... 28
Gambar 2.16 Model Mineralisasi Urat... 28
Gambar 2.17 Zona Alterasi Endapan Sulfida rendah... 29
Gambar 2.18 Zona Alterasi Endapan Sulfida Tinggi ... 30
Gambar 2.19 Interaksi Fluida Endapan Sulphida ... 27
Gambar 2.20 Zona Alterasi ... 33
Gambar 3.1 Peta Lintasan Pengukuran ... 34
Gambar 3.2 Contoh susunan elektroda dan pengukuran ... 35
Gambar 3.3 Susunan point data block model dan apparent resistivity ... 36
Gambar 3.4 Menu utama RES2DINV ... 36
Gambar 3.5 Aplikasi membuka file ... 37
Gambar 3.6 Keterangan data dalam bentuk .dat ... 37
Gambar 3.7 Aplikasi membuka Menu Edit ... 38
Gambar 3.8 Contoh Mengedit Data ... 38
Gambar 3.9 Aplikasi Menu Change Setting ... 39
Gambar 3.10 Aplikasi membuka Menu Inversi ... 39
Gambar 3.11 Tampilan hasi inversi ... 40
Gambar 3.12 Aplikasi Membuka Menu Topography ... 40
Gambar 3.13 Contoh Tampilan Topografi ... 41
Gambar 3.14 Aplikasi Membuka Menu Display ... 41
Gambar 3.15 Aplikasi Membuka Menu Display Section ... 42
Gambar 3.16 Tampilan hasi inversi ... 42
Gambar 3.17 Contoh sensitivitas dari block model ... 43
Gambar 3.18 Aplikasi Membuka menu Change display setting ... 44
Gambar 3.19 Aplikasi Membuka Mnu Save data in XYZ format ... 44
Gambar 3.20 Hasil Inversi Resistivity lintasan 1 ... 45
Gambar 3.21 Hasil Inversi Resistivity lintasan 2 ... 45
Gambar 3.22 Hasil Inversi Resistivity lintasan 3 ... 46
Gambar 3.23 Hasil Inversi Resistivity lintasan 4 ... 46
Gambar 3.24 Model 2-D Resistivity lintasan 1 ... 47
Gambar 3.25 Model 2-D Chargeability lintasan 1 ... 47
Gambar 3.26 Model 2-D Resistivity lintasan 2 ... 47
Gambar 3.27 Model 2-D Chargeability lintasan 2 ... 47
Gambar 3.28 Model 2-D Resistivity lintasan 3 ... 47
Gambar 3.29 Model 2-D Chargeability lintasan 3 ... 47
Gambar 3.30 Model 2-D Resistivity lintasan 4 ... 49
Gambar 3.31 Model 2-D Chargeability lintasan 4 ... 49
Gambar 3.32 Aplikasi Tampilan GeoSlicer –X ... 50
Gambar 3.33 Aplikasi Colorbar ... 51
Gambar 3.34 Aplikasi mengubah Colorbar ... 51
Gambar 3.35 Model 3-D Resistivity Lintasan 1 dan 2 ... 52
Gambar 3.36 Model 3-D Chargeability Lintasan 1 dan 2 ... 52
Gambar 4.1 Model Mineralisasi ... 56
Gambar 4.2 Peta Geologi Daerah Penelitian... 56
Gambar 4.3 Hasil Inversi Lintasan 1... 64
Gambar 4.4 Hasil Inversi Lintasan 2... 65
Gambar 4.5 Hasil Inversi Lintasan 3... 66
Gambar 4.6 Hasil Inversi Lintasan 4... 67
Gambar 4.7 Model 3D Resistivity Lintasan 1-2 ... 70
Gambar 4.8 Model 3D Chargeability Lintasan 1-2 ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Resistivity Material Bumi. ... 12 Tabel 2.2 Chargeability Beberapa Mineral dan Batuan... 21 Tabel 2.3 Jenis Interaksi Fluida. ... 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Emas merupakan salah satu logam mulia yang bernilai ekonomi tinggi.
Emas selain memiliki warna yang menarik sehingga dipakai sebagai perhiasan, juga memiliki daya hantar listrik yang cukup baik sehingga dapat digunakan sebagai elemen kabel listrik untuk barang-barang elektronik tertentu. Selain itu, emas juga dipakai sebagai standar keuangan di beberapa negara.
Oleh sebab itu emas menjadi barang tambang yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Maka banyak cara yang dilakukan manusia untuk bisa mendapatkan emas, dari cara tradisional hingga dengan penambangan skala teknologi tinggi. Untuk itu, telah banyak penelitian dan investigasi ilmiah untuk mendapatkan estimasi daerah yang terdapat deposit emas. Hal ini bertujuan agar penambangan emas dapat berjalan efisien dan baik.
Emas memiliki physical properties resistivity, konduktivity, dan densitas yang tinggi, serta bersifat magnetik. Sehingga banyak metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan mineral emas yaitu Resistivity, Gravity, IP, E-M, dan Magnetik. Namun jika emas lebih dominan berbentuk disseminated, maka metode IP lebih baik dibanding metode lain. Namun metode Geofisika lainnya juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan daerah yang mengandung deposit emas.
Emas merupakan mineral sulfida yang terendapkan dibatuan lain.
Biasanya mineral sulfida terdapat dibatuan kuarsa yang memiliki resistivitas yang tinggi, sehingga diharapkan dalam investigasi metode Resistivity dapat mencitrakan nilai resistivity yang tinggi atau dengan kata lain mencitrakan nilai konduktivity yang rendah. Namun nilai resistivity tinggi belum tentu ada deposit emas, sehingga perlu peninjauan kembali data geologi daerah penelitian agar hasil yang diinterpretasikan adalah benar. Selain itu diperlukan metode lain untuk mendukung hasil dari metode Resistivity, disini penulis menggunakan data dari
metode IP yakni data Chargeability (M). Dari kedua metode ini diharapkan dapat menghasilkan interpretasi yang baik terkait daerah endapan emas.
Metode Resistivity adalah metode yang digunakan untuk memetakan variasi harga tahanan jenis semu batuan (apparent resistivity) bawah permukaan yang mencerminkan adanya perbedaan jenis lapisan batuan. Dengan cara mengalirkan arus listrik kedalam bumi melalui dua buah elektroda arus, kemudian diukur peda potensial yang ditimbulkan oleh adanya injeksi arus tersebut pada dua buah elektroda potensial, maka akan diperoleh harga tahanan jenis semu berdasarkan susunan elektroda yang dipakai. Pada kesempatan ini menggunakan konfigurasi dipole-dipole.
Nilai resistivitas yang dihitung bukanlah nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya, namun merupakan nilai semu yang merupakan resistivitas dari bumi yang dianggap homogen yang memberikan nilai resistansi yang sama untuk susunan elektroda yang sama. Hubungan antara resistivitas semu dan resistivitas sebenarnya sangat komplek (Loke, 2000), sehingga untuk menentukan nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya diperlukan perhitungan secara inversi dengan menggunakan bantuan komputer berupa software. Harga tahanan jenis semu yang terukur dipengaruhi oleh adanya perbedaan harga tahanan jenis masing-masing lapisan batuan bawah permukaan.
Metode Resistivity dipole-dipole memiliki kelemahan yaitu kadang arus listrik bisa menjadi lemah, sehingga sulit mendeteksi beda tegangan. Selain itu, terkait dengan target yang dicari adalah emas, yakni emas adalah mineral yang terendapkan bersama batuan dan mineral lain, sehingga emas tidak dalam bentuk bongkahan emas yang besar melainkan tersebar (disseminated), sehingga metode Resistivity untuk sulit mengukur beda tegangan. Hal ini karena arus akan terhambat oleh ion-ion mineral yang terpolarisasi. Namun masalah ini dapat diselesaikan dengan metode IP.
Metode IP pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode geolistrik resistivity dan terbukti mampu menutupi kelemahan-kelemahan metode resistivity pada berbagai kasus. Maka dari itu teknis dan cara pengambilan data atau pengukuran di lapangan tidak jauh berbeda, yakni dengan mengalirkan arus
litrik ke dalam bumi untuk mengetahui respon batuan berupa efek polarisasi setelah arus diputus.
Efek polarisasi terinduksi merupakan elemen dasar yang terjadi pada metode IP, dimana gejala polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan sebagai berikut, jika suatu pengukuran tahanan jenis dengan konfigiurasi empat elektroda (standar), dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus searah (DC) maka pada elektroda potensial (A dan B) akan terukur beda potensial (∆V). Ketika aliran arus pada elektroda (C1 dan C2) dimatikan, pada waktu t=0 maka nilai beda potensial tidak langsung kembali menjadi nol, melainkan secara perlahan mengalami penurunan beda potensial menuju nol. Grafik yang menggambarkan efek polarisasi terinduksi dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Maka dari efek polarisasi inilah yang menyebabkan metode IP mampu menjawab kelemahan metode Resistivity dalam hal mineral yang disseminated.
Adapun yang menyebabkan terjadinya polarisasi akan dibahas selanjutnya.
Namun metode IP memiliki kelemahan juga yaitu sulit mendeteksi anomali IP jika terdapat 12% mineral sulfida (emas, tembaga, besi, timbal) dalam batuan, namun hal ini menjadi keunggulan metode Resistivity karena dapat menghasilkan anomali yang baik, (lihat Gambar 1.1. IP versus Resistivity).
Gambar 1.1 Anomali Resisivity versus anomali IP terhadap kandungan sulfida dalam batuan (Daud, 2007)
Zona mineralisasi endapan emas umumnya didominasi oleh silica dan mineral sulfida lainnya. Dengan mengetahui pola penyebaran dari nilai resistivity batuan dibawah permukaan dan Chargeability diharapkan dapat memberikan informasi keberadaan zona mineralisasi yang dicari. Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan pemrosesan data yang naik dan benar. Karena hasil pemrosesan dibuthkan untuk interpretasi deposit emas lebih lanjut. Oleh sebab itu pemrosesan data menjadi salah satu tahapan penting dalam tahap ekplorasi mineral selain akuisisi data dan interpretasi. Pada penelitian Tugas Akhir ini penulis ingin membahas cara pemerosesan data dengan beberapa software pendukung sekaligus interpretasi penyebaran deposit emas di daerah penelitian.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
• Memahami prosedur pengolahan dan interpretasi data hasil eksplorasi dengan metode Resistivity dan Induced Polarization (IP).
• Mempelajari karakteristik anomali geofisika yang ditimbulkan oleh respon dari susunan batuan yang mengandung mineralisasi sulfida (emas) yang dihasilkan oleh Metode Resistivity dan Metode IP.
• Membuat Model Inversi 2 Dimensi data Resistivity dan IP deposit emas sistem epithermal.
• Mengidentifikasikan zona mineralisasi sulfida (emas) dan melokalisir pola penyebaran urat kuarsa (vein) yang mengandung mineral emas.
1.3 Pembatasan masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data Resistivity dan Induced Polarization time domain konfigurasi dipole-dipole yang merupakan hasil pengukuran di daerah “X” yang terdiri dari 4 lintasan dengan panjang lintasan 195 m. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan software Res2Dinv dan Surfer 8 untuk mendapatkan model inversi dari data lapangan. Data terdiri dari dua jenis yaitu nilai Resistivity dan Chargeability. Dari kedua data ini akan diperoleh dua jenis penampang melintang 2D yaitu penampang melintang Resistivity dan Chargeability untuk setiap lintasan. Selanjutnya dilakukan processing 3D dengan
menggunakan software GeoSlicer -X pada lintasan 1 dan 2. Kemudian hasil processing data tersebut akan diinterpretasi berdasarkan data geologi yang selanjutnya menentukan posisi dan penyebaran keberadaan deposit emas sistem Epithermal.
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan meliputi beberapa tahapan yaitu mulai dari studi literatur yang meliputi metode Resistivity dan Induced Polarization, serta genesa deposit emas sistem epithermal. Kemudian memproses data geofisika dengan software pendukung untuk membuat model inversi yang dapat menggambarkan kondisi deposit emas sistem epithermal di bawah permukaan.
Hasil pengolahan data tersebut dan data pendukung seperti data geologi selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis untuk melokalisir keberadaan zona deposit emas sistem epithermal.
Gambar 1.2 Diagram Alur Kerja Penelitian
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
• BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan penjelasan mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, konsep umum pembentukan deposit emas sistem epithermal, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
• BAB 2 : METODE RESISTIVITY DAN IP, SERTA GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang teori electrical resistivity pada material, prinsip dasar metode Resistivity, prinsip dasar metode IP, mineralisasi yang berhubungan dengan genesa deposit emas sistem epithermal.
• BAB 3 : DATA DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini kemudian dijelaskan mengenai data lapangan yang digunakan dan pengolahan data Resistivity dan IP dengan software Res2Dinv, Surfer 8, dan GeoSlicer -X.
• BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dilakukan pembahasan (interpretasi) hasil pengolahan data kemudian dipadukan dengan data geologi. Interpretasi yang akan dilakukan yaitu menentukan zona-zona yang berhubungan dengan pembentukan deposit emas sistem epithermal.
• BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan inti dari bab 1,2,3, dan 4 yang dijadikan sebagai kesimpulan. Kemudian saran untuk pengembangan daerah penelitian dijadikan sebagai penutup.
BAB 2 KONSEP DASAR
2.1 Teori Electrical Resistivity Pada Material 2.1.1 Hukum ohm
Pada tahun 1827, George Ohm telah mendefinisikan hubungan antara arus listrik yang mengalir di sebuah kawat dengan beda tegangan. Yaitu:
ܸ = ܫܴ (2.1)
Ohm telah menemukan bahwa arus, I, sebanding dengan beda tegangan, V, untuk material ohmic. Konstanta hubungan sebanding ini disebut resistansi material dengan satuan volt/ampere, atau ohm (Daud, 2007).
ܴ = ூ (2.2) Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivity (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri.
Gambar 2.1 Konduktor Silinder (Daud, 2007).
Jika ditinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan resistansi R, maka dapat di rumuskan:
ܴ = ߩ (2.3)
Di mana secara fisis rumus tersebut dapat di artikan jika panjang silinder konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter silinder konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka resistansi juga meningkat. Dimana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam Ω.m. Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan :
ܴ = ூ (2.4) Sehingga didapatkan nilai resistivitas (ρ)
ߩ = ூ (2.5)
adapun sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan ohms/m.
ߪ =ఘଵ = ூ = ூ = ா (2.6) Untuk medium yang kontinu, maka Hukum Ohm dapat dituliskan sebagai ܬ = ߪܧ.
Di mana J adalah rapat arus (ampere/m2 ) dan E adalah medan listrik (volt/m).
Arus listrik akan mengalir pada medium sebagai pembawa muatan yag bergerak diawah pegaruh medan listrik (E).
Gambar 2.2 Pembawa muatan listrik pada sebuah material Dengan
n = banyak pembawa muatan persatuan volume q = muatan pada setiap pembawa
Jika ada medan magnet yang mengenai pembawa muatan, maka pembawa muatan ini akan bergerak memiliki kecepatan rata-rata, v. dan memiliki mobilitas µ, yang merupakan kecepatan persatuan medan listrik
ߤ =௩ா (2.7)
Dengan devinisi arus, ܫ = ∆∆௧ = ௩∆௧∆௧ = ݊ݍܣݒ (2.8)
Rapat muatan, ܬ = ூ = ݊ݍݒ = ݊ݍߤܧ (2.9)
Dengan ܬ = ߪܧ (2.10)
Maka ߩ = ఓଵ (2.11)
Dapat disimpulkan bahwa materialyang memiliki resistvitas rendah jka memiliki banyak pembawa muatan dan memiliki mobilitas yang tinggi.
Material Bumi memiliki arakteristik fisika yang bervariasi, dari sifat porositas, permeabilitas, kandungan fluida dan ion-ion didalam pori-porinya, sehingga materi Bumi memiliki variasi harga resistivitas. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar pada 10−8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang bervariasi pula. Sehingga range resistivitas maksimum yang mungkin adalah dari 1,6 x 10−8 (perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni).
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas kurang dari 10−8 Ωm , sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari107 Ωm.
Dan di antara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak. Secara umum, berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
• Konduktor baik : 10−8< ρ <1Ωm
• Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm
• isolator : ρ > 107 Ωm
(Telford W dan Sheriff, 1982)
Faktor-faktor yang menyebabkan resistivitas batuan menurun (Daud, 2007):
1. Pori-pori terisi oleh fluida 2. Peningkatan salinitas fluida
3. Adanya rekahan pada batuan yang dapat memberikan jalan untuk aliran arus
4. Terdapat mineral clay
5. Menjaga agar kandungan fluida tetap, tetapi meningkakan hubungan antar pori-pori.
Faktor-faktor yang menyebabkan resistivitas batuan meningkat:
1. Berkurangya pori-pori fluida 2. Salinitas rendah
3. Kompaksi – jalan untuk aliran arus berkurang 4. Litifikasi - pori-pori terblok dengan deposit mineral
5. Menjaga agar kandungan fluida tetap, tetapi menurunkan hubungan antara pori-pori
Jika batuan memiliki mineral clay, maka akan terjadi konduksi elctrical double layer yang terbentuk pada hubungan mineral clay dengan air. Ini secara efektif ion-ion untuk bergerak dengan mobilitas tinggi disbanding pada fasa cair.
Aliran arus juga dapat terjadi karena konduksi secara elektrolitik.
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.
Menurut rumus Archie :
ߩ = ∅ି ܵି ߩ௪ (2.12)
di mana ρ e adalah resistivitas batuan, φ adalah porositas, S adalah fraksi pori-pori yang berisi air, dan ρ w adalah resistivitas air. Sedangkan a, m, dan n adalah konstanta. m disebut juga faktor sementasi (Daud, 2007).
Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yang tidak baik walaupun beberapa logam asli dan grafit menghantarkan listrik. Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori-pori fluida. Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Nilai Resistivity Material Bumi (Daud, 2007).
Material Resistivity (Ωm)
Udara ~
Pirit 3 X 10-1
Galana 2 X 10-3
Kwarsa 4 X 1010 s.d. 2 X 1014 Kalsit 1 X 1012 s. d. 1 X 1013 Batuan Garam 30 s. d. 1 X 1013
Mika 9 X 1012 s. d. 1 X 1014 Garnit 102 s. d. 1 X 106 Gabro 1 X 103 s. d. 1 X 106 Basalt 10 s. d. 1 X 107 Batuan Gamping 50 s. d. 1 X 107 Batuan Pasir 1 s. d. 1 X 108 Batuan Serpih 20 s. d. 1 X 103
Dolomit 102 s. d. 104
Pasir 1 s. d. 103
Lempung 1 s. d. 102 Air Tanah 0.5 s. d. 3 X 102
Air Laut 0.2
2.1.2 Penjalaran arus listrik pada metode Resistivity
Diasumsikan bumi homogen, yang memiliki resistivitas yang seragam (ρ).
Misalkan kemudian diinjeksikan arus +I pada titik C1, yang akan mengalir secara radial setengah bola di dalam bumi. Sehingga equipotensial dibelahan tadi akan dipusatkan di titik C1 (gambar 2.3). Persamaan (2.3) dan (2.4) di daerah antara dua belahan titik yang konsentris pada jarak r dan r+dr, potensial diantara jarak belahan bumi adalah:
−ܸ݀ = ଶగ୰ூఘమ ݀ݎ (2.13)
dimana integrasi diberikan potensial V pada jarak r dari sumber arus +I sehingga:
ܸ = ଶగ୰ூఘ (2.14)
Bernilai tetap, pada integrasi bernilai nol ketika V=0 pada r=~.
Jika ada dua elektroda arus dipermukaan sumber +I di titik C1 dan –I dititik C2 (gambar 2.3) dan persamaan (2.14) memungkinkan jumlah distribusi potensial dari kombinasi sumber masukan ditemukan disetiap tempat.
Gambar 2.3 Pemasangan 4 buah electrode pada metode Resistivity Potensial titik P1 diberikan :
ܸଵ =ଶగூఘ ቀଵ
భభ− ଵ
మభቁ (2.15) Potensial dititik P2 diberikan:
ܸଶ = ଶగூఘ ቀభଵమ− మଵమቁ (2.16) Potensial diantara P1 dan P2 kemudian menjadi:
∆ܸ =ଶగூఘ ቀభଵభ− మଵభ− భଵమ+ మଵమቁ (2.17) Sehingga diperoleh resistivitas rho ( ρ ) ditulis:
ߩ = ∆ × ቒଵ ቀ ଵ − ଵ − ଵ + ଵ ቁቓ ିଵ
Dengan
= ቒ21 ቀ 1
1 1− 1
2 1− 1
1 2+ 1
2 2ቁቓି1 (2.19)
Faktor geometri (K) bergantung pada posisi semua empat titik (posisi elektroda dalam penelitian) (Daud,2007).
2.2 Prinsip Dasar Metode Resistivity
Metoda geolistrik adalah salah satu metoda geofisika yang didasarkan pada penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik (konduktivitas atau resistivitas).
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus, dikenal beberapa jenis metode resistivitas tahanan jenis, antara lain :
1. Metode Schlumberger
Metode schlumberger menggunakan posisi elektroda tegangan tetap, sedangkan elektroda arus bergerak. Metode schlumberger biasa digunakan untuk survey sounding dengan memvariasikan spasi a untuk mendapatkan resistivity sebagai fungsi kedalaman. Dan panjang maksimum L harus sedikitnya 3-5 kali maksimum dari kedalaman investigasi. Perbandingan AB/MN harus diantara 2,5
< AB/MN < 50.
Gambar 2.4 Konfigurasi alat untuk metode Schlumberger
Dengan K= MNπL (2.20)
Maka ߩ = ெேగ ቀ∆ூ ቁ (2.21) Keuntungan dan keterbatasan metode Schlumberger :
a. Tidak terlalu sensitif terhadap adanya perubahan lateral setempat, sehingga metoda ini dianjurkan untuk penyelidikan dalam.
b. Membutuhkan kabel yang panjang untuk sounding dalam.
c. Hanya menggerakkan elektroda arus, sehingga mengurangi tenagakerja yang dipakai.
2. Metode Wenner
Metode wanner menggunakan spasi yang sama antar elektrode. Berbeda dengan schlumberger, metode wanner memerlukan pergerakana keempat elektroda. Metode ini digunakan untuk sounding maupun lateral dengan memvariasikan spasi a untuk mendapatkan resistivity sebagai fungsi kedalaman.
Panjang maksimum L harus sedikitnya 3-5 kali maksimum dari kedalaman investigasi.
Gambar 2.5 Konfigurasi alat untuk metode Wenner
Dengan ۹ = ૈ܉ (2.22)
Maka ߩ = 2ߨܽ ቀ∆ூ ቁ (2.23)
Keuntungan dan keterbatasan metode Wenner :
a. Sangat sensitif terhadap perubahan lateral setempat
b. Karena bidang equipotensial untuk benda homogen berupa bola, data lebih
c. Jarak elektroda arus dengan potensial relatif lebih pendek dari sehingga daya tembus alat sama lebih besar.
d. Memerlukan tenaga lebih banyak untuk memindahkan empat buah elektroda.
3. Metode Dipole-dipole
Dengan menjaga jarak antara elektroda (a), lalu menggerakkan elektoda tegangan sebesar na, dengan n = 1,2,3,....dst. metode dipole-dipole dapat memetakan bawah permukaan secara dua dimensi, yaitu lateral dan sounding secara bersamaan. Yakni dengan menggeser elektroda tegangan sejauh na, maka akan didapatkan data secara sounding. Sendangkan untuk mendapatkan data secara latera dengan memindahkan elektroda arus searah dengan pergerakkan elektroda tegangan.
Gambar 2.6 Susunan konfigurasi metode Dipole-dipole
Dengan ۹ = ૈܖ܉ (2.24)
Maka ߩ = 2ߨ݊ଷܽ ቀ∆ூቁ (2.25)
Keuntungan dan keterbatasan metoda Dipole-dipole :
a. Kabel pendek dapat digunakan untuk menjangkau penetrasi dalam.
b. Medan listrik pada Elektroda tegangan dapat menjadi lemah.
2.3 Prinsip Dasar Metode IP
Metode IP merupakan metode yang dapat dimanfaatkan untuk menginvestigasi struktur permukaan bumi yang mengandung deposit mineral.
Dengan prinsip mengalirkan arus listrik kedalam bumi kemudian mengamati beda potensial yang terjadi setelah arus listrik dihentikan. Ketika arus diputus, idealnya beda potensial tersebut langsung menjadi nol/hilang, tetapi pada medium-medium tertentu akan menyimpan energi listrik (sebagai kapasitor) dan akan dilepaskan kembali. Jadi, walaupun arus sudah diputus, tetapi beda tegangan masih ada akan meluruh terhadap waktu dan berangsur-angsur hilang/nol. Efek ini dinamakan Efek Induced Polarization. Polarisasi dapat terjadi karena adanya medium yang mengandung mineral logam.
Metode IP mampu mengidentifikasi mineral yang disseminated (tersebar) namun sulit untuk mineral yang massive. Hal ini disebabkan mineral yang tersebar lebih mudah terpolarisasi akibat arus yang melewatinya.
2.3.1 Sumber-sumber penyebab polarisasi. (Daud, 2007) 2.3.1.1 Polarisasi Membran
Polarisasi membran dapat disebabkan oleh penyempitan pori-pori atau adanya keberadaaan clay. Polarisasi Membran terjadi pada pori-pori batuan yang menyempit, yakni saat arus memasuki pori-pori tersebut, terjadi akumulasi ion (+) di dekat ion (-) pada dindimg membran, sehingga ion (-) lainnya terakumulasi juga diseberang ion-ion (+). Sehingga terjadi pembentukan pole (kutub-kutub), lihat Gambar 2.7.
Selain itu dapat juga terjadi pada batuan yang mengandung mineral lempung (mineral bermuatan negatif) yang mengisi batuan berpori. Hal ini menunjukan fenomena gejala Elektrokinetik yaitu variasi mobilitas ion (+) dan ion (–). Yakni ketika diberi beda potensial maka distribusi ion (+) dapat melalui awan ion (+), tetapi distribusi ion (-) akan terhambat & terakumulasi pada awan ion (+), lihat Gambar 2.8. Akibat adanya penumpukan mineral konduktif arus yang diinjeksikan akan mengalami hambatan, sehingga terbentuk membran- membran yang mengurangi mobilitas ion. Pengurangan mobilitas ion akan
terlihat jika mengalirkan arus dlm frekuensi rendah. Polarisasi membran mendasari adanya pengukuran frekuensi domain (akan dibahas selanjutnya).
Gambar 2.7 Constricted Channel
Gambar 2.8 Clay Particle 2.3.1.2 Polarisasi Elektroda
Polarisasi elektroda terjadi jika terdapat mineral logam dalam batuan.
Kehadiran mineral logam dapat menghalangi aliran arus induksi, sehingga muatan akan terpolarisasi pada bidang batas (terjadi hambatan elektrokimia) dan menghasilkan beda potensial, (lihat Gambar 2.9). Untuk memaksa arus menembus hambatan elektrokimia perlu tegangan tambahan (overpotensial).
Batuan akan menyimpan muatan (sebagai kapasitor), sehingga ketika arus dimatikan tegangan sisa tidak langsung hilang, tetapi akan berangsur-angsur meluruh terhadap waktu dan muatan akan terdifusi kembali ke keadaan semula/setimbang.
Polarisasi elektroda mendasari adanya pengukuran time domain (akan dibahas selanjutnya).
Gambar 2.9 (atas) adanya electrolyte, (bawah) adanya partikel logam 2.3.2 Pengukuran metode IP
2.3.2.1 Time Domain
Prinsip Time Domain adalah dengan mengukur perbedaan respon batuan yang mengandung mineral konduktif atau tidak dengan melihat overvoltage (pertambahan beda potensial) pada batuan sebagai fungsi waktu akibat efek polarisasi. Pada saat arus dimatikan, maka diukur overvoltage delay per waktu, sehingga akan diperoleh nilai apparent chargeability (Ma), (lihat Gambar 2.10).
Gambar 2.10 (a) penginduksian arus listrik, (b) beda potensial yang terukur, (c) overvoltage delay, (d) chargeability.
Dengan ܯ = ଵ ܸሺݐሻ௧௧భమ ݀ݐ (2.26)
Dalam satuan sekon atau mili sekon.
Apparent Chargeability menunjukan lama tidaknya efek polarisasi untuk menghilang sesaat setelah arus dimatikan. Sehingga jika nilai Ma besar, maka waktu delaynya lama. Dan jika waktu delaynya lama , maka dapat diasumsikan terdeteksi mineral konduktif.
2.3.2.2 Frekuensi Domain
Prinsip frekuensi Domain adalah dengan mengukur respon batuan yang mengandung mineral kondukif atu tidak dengan pemberian impedansi pada 2 frekuensi yang berbeda (frekuensi rendah dan tinggi). Jika pada batuan yang terdapat mineral konduktif, maka resistivitas akan sama pada setiap frekuensi.
Tetapi jika pada batuan yang mengandung mineral konduktif, maka resistivitas pada frekuensi tinggi akan lebih rendah dibanding dengan resistivitas pada frekuensi rendah.
Parameter Frekuensi Domain:
1. Apparent Resistivity (ρa)
Gambar 2.11 Konfigurasi Dipole-dipole
Dengan ߩ = 2ߨ݊ଷܽ ቀ∆ூ ቁ (2.27)
2. Frekuensi Effect (FE)
Merupakan perbandingan antara selisih tegangan frekuensi rendah dan frekuensi tinggi dengan tegangan pada frekuensi yang terdeteksi pada dua elektroda potensial.
(2.28) ρdc = apparent resistivity pada frekuensi rendah (0.05-0.5 Hz)
ρac = apparent resistivity pada frekuensi tinggi (1-10Hz) 3. PFE (Percent Frekuensi Effect)
(2.29)
4. Metal Faktor
(siemens per meter) (2.30) Berikut ini adalah tabel nilai chargeability untuk beberapa batuan Bumi:
Tabel 2.3 Chargeability Beberapa Mineral dan Batuan (Telford, 1976)
Batuan msec
20% sulphida 2000-3000
8-20% sulphida 1000-2000
2-8% sulphida 500-1000
Volcanic tuff 300-800
Sandstone, siltstone 100-500 Dense volcanic rocks 100-500
Shale 50-100
Granite 10-50
Limestone, dolomite 10-20
2.4 Akuisisi Data Dengan Multi Channel
Akuisisi multi channel menggunakan banyak elektroda dalam sekali penginjeksian arus. Tegangan yang terukur adalah tegangan awal dan tegangan tambahan. Tegangan yang terukur ini akan disimpan dalam alat, yang kemudian data tersebut akan diproses menggunakan software. Tujuan menggunakan multi channel adalah untuk mendapatkan nilai resistivity secara lateral dan vertikal secara bersamaan dengan waktu yang reatif singkat jika dibandingkan jika menggunakan single channel. Sehingga akan sangat menghemat waktu dalam penambilan data.
Dalam konfigurasi Dipole-dipole, sejumlah elektroda diletakkan di titik yang sudah ditentukan yaitu berdasarkan jarak spasi elektroda (a), sketsa dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.12 Konfigurasi Dipole-dipole multi channel
Pada saat elektoda arus diposisi 1, maka akan dilakukan pengukuran potensial di titik 2, 3 dst untuk mendapatkan data secara vertikal. Setelah itu elektroda arus digeser sebanyak na untuk mendapatkan nilai secara lateral.
Demikian seterusnya hingga data yang diperoleh mencukupi pada arah lateral maupun vertikal.
2.5 Mineralisasi
Mineralisasi merupakan suatu proses pembentukan mineral-mineral di dalam Bumi. Proses mineralisasi terkait dengan aktivitas lempeng Bumi pada zona subduksi. Dimana terjadi peleburan kerak bumi yang menghujam kedalam lapisan ini Bumi, sehingga mineral-mineral menjadi fluida yang bercampur dengan batuan disekelilingnya. Mineral yang dalam keadaan panas terdorong oleh tekanan dari hidrotermal mengalir ke zona-zona lemah seperti rekahan, patahan, pori-pori batuan sehingga mineral terendapkan di struktur batuan yang temperaturnya sudah berkurang.
Mineral terbentuk di dalam bumi melalui beberapa proses, yaitu kristalisasi dari dasar magma, hidrothermal, aceanic, pelapukan mekanik dan deposit, pelapukan kimiawi, serta proses metamorfosis. Setiap proses tersebut akan menghasilkan jenis mineral yang berbeda. Sehingga diperlukan pemahaman yang baik terhadap proses terbentuknya mineral tersebut agar kita dapat menentukan jenis metoda Geofisika yang mana yang akan dipakai.
Namun pada kesempatan ini, penulis hanya menggunakan proses mineralisasi hidrotermal, dikarenakan daerah penelitian adalah sistem hidrotermal.
Proses mineralisasi hidrotermal terjadi akibat terubahnya batan akibat terkena panas dari fluida pana, sehingga minera-mineral yang terkandung dibatuan tersebut terbawa oleh fluida dan menempati zona-zona lemah seperti patahan dan rekahan.
Endapan mineral sistem hidrothermal berdasarkan tingkat kedalaman, tekanan dan temperaturnya, dikelompokkan menjadi 3 :
• Hipothermal
Mineralisasi terdapat pd kedalaman dalam, tekanan sangat besar, dan temperatur tinggi (3000-5000C)
Alterasi batuan samping ditunjukkan dengan proses replacement yang kuat
Asosiasi mineral yang terbentuk berupa mineral sulfida seperti :
• Mesothermal
Mineralisasi terbentuk pd kedalaman 2-3 km, temperatur sedang (2000-3000C)
Tekstur yang terlihat umumnya crustification (perulangan perlapisan) dan banding (berlapis)
Asosiasi mineral yang terbentuk berupa mineral sulfida Au, Cu, Ag, As, Sb dan oksida Sn
• Epithermal
Mineralisasi terendapkan dekat permukaan, temperatur rendah (500-2000C), tekanan ~100atm
Tekstur berlapis dan fisure vein sering terlihat
Struktur khas cockade structure (pembungkusan)
Asosiasi mineral logamnya emas (Au) dan perak (Ag) dgn mineral pengotornya kalsit, zeolit dan kuarsa.
Secara umum mineralisasi dapat dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Struktur akibat dari sesar dan fractures.
Pada kontrol ini menghasilkan bentuk mineral vein (dengan dip relatif tajam), stokworks dan perpotongan struktur. Sedangkan kontrol permeabilitas untuk struktur akibat regangan dan tegangan, dan frakture akibat batuan yang brittle.
2. Tekanan dan reaktivitas oleh fluida Hidrothermal.
Pada kontrol ini menghasilkan Breksi hydrothermal, diatremes, residual dan vuggy quartz. Kontrol permeabilitas tekanan yang melebihi daya tahan batuan akibat dari tekanan hidrolik maupun erupsi; pelarutan oleh larutan yang sangat asam.
3. Litologi yang disebabkan oleh sifat fisik batuan.
Menghasilkan bentuk mineral Stratabound disseminations. Dan kontrol permeabilitas ukuran butir yang kasar pada batuan sedimen dan kontak antar batuan yang permeable dan impermeable.
Gambar 2.13 Bentuk Endapan (Mineralisasi) 2.5.1 Genesa Deposit Emas Sistem Epitherma
Hubungan mineralisasi emas dengan vulkanik dan aktivitas hot spring geothermal telah lama diakui oleh para prospektor dan geologist. Hubungan ini adalah sebuah konsekuensi dari magma panas yang tidak hanya menghasilkan erupsi vulkanik dan batuan vulkanik tetapi juga sumber dari fluida panas yang mentransport emas dan logam lain dan mungkin menjadi sumber emas itu sendiri.
Fluida berasal dari magma yang cair yang memiliki panas yang ekstrim dan dibawah tekanan tinggi jauh dibawah permukaan.
Ketika fluida meningkat, maka akan tercampur dengan air permukaan dan mengubah komposisi batuan dan terjadi kontak. Proses ini disebut alterasi.
Fluida menerobos permukaan dan berbentuk acidic lakes dikenal sebagai
fumarole pada crater vulkanik atau dilute, dan berbentuk neutral hot spring. Dari dua surface manifestation yang berbeda ini –acid lake dan neutral hot spring- merefleksikan dua jenis fluida yang berbeda yang setiap hasilnya dari dua bagian yang berbeda dari magma yang muncul ke permukaan. Kedua bentuk deposit emas dan dikenal sebagai deposit sulfida rendah dan tinggi.
Pengakuan bahwa endapan emas dekat dengan permukaan dalam sistem ini, seorang geologist America Waldemar Lindgren membuat istilah epithermal pada tahun 1933, epi berarti dekat dan thermal berarti fluida panas. Seorang chemist Werner Giggenbach selanjutnya membagi dua jenis deposit emas epithermal ke dalam tipe sulfida rendah dan tinggi (ilustrasi pada Gambar 2.13).
Rendah dan tingginya tidak bergantung dari konten mineral sulfida, tetapi berdasarkan pada perbedaan ratio sulfur dan logam dengan mineral sulfida pada setiap tipe.
Endapan emas epithermal umumnya terjebak dalam batuan vulkanik setempat pada batuan volcanogenic sedimentary rocks dan kadang-kadang pada basement. Pada beberapa lokasi, mineralisasi epithermal berasosiasi dengan porfiri Cu-Au.
Gambar 2.14 Posisi relatif endapan epithermal dalam suatu sistem lingkungan hydrothermal (Hedenquist et al,. 1996)
Gambar 2.15 Model konseptual untuk mineralisasi Cu-Au-Ag di lingkungan porphyry dan epithermal magmatic (Corbett dan Leach, 1998)
Gambar 2.16 Model Mineralisasi Urat Tipe Epithermal (Hedenquist et al,. 1996).
Berdasarkan mineral-mineral alterasi dan mineral bijih-nya, terdapat dua sub- type,yaitu:
Epithermal sulfida rendah
Emas epithemal sulfida rendah (Bonham, 1986; Morisson dkk., 1990;White and Hedenquist, 1990; Almaden Minerals,2007) dicirikan oleh kandungan sulfida (Pb-Zn)yang relatif rendah dan terdapat dalam bentuk urat, pengisian rongga dan urat menjaring (stockworks). Mineralnya berupa emas, perak murni, argentit,dan logam dasar. Ubahan hidrotermal yang sangat mencolok adalah hadirnya mineral adularia dengan tekstur mineral kuarsa berupa bladed calcite, sisir dan berlapis (Corbett dan Leach, 1995).
Epithermal sulfida rendah terbentuk dalam suatu sistem geothermal yang didominasi oleh air klorit dengan pH near-neutral, dimana terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S. Transportasi larutan serta interaksi dengan batuan samping relatif agak lama. Pendidihan (boiling) umum terjadi pada tipe emas epitermal sulfida rendah akibat terjadinya penghancuran (fracturing) oleh tekanan gas di bawah permukaan. Mineral-mineral alterasi hidrothermal yang terdapat pada sulfida rendah adalah Illite (sericite), mixed layer minerals (illite/smectite), calcite, adularia, dan kuarsa.
Kuarsa merupakan mineral ubahan/gangue yang sangat berlimpah. Kuarsa, abu-abu keputihan, sangat keras, berbutir sangat halus, kristal tumbuh, dan opal.
Kuarsa terjadi di vein hidrothermal sebagai gangue bersama dengan bijih mineral.
Kuarsa kristal besar ditemukan di pegmatites.
Gambar 2.17 Zona alterasi pada Endapan Sulfidasi Rendah (Simmons et al., 2005)
Epithermal sulfida tinggi
Epithermal sulfida tinggi terbentuk dalam suatu sistem magmatic- hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan magmatik dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variable input dari air meteorik lokal.merupakan hasil dari fluida (dominasi gas seperti SO
2, HF, HCl) disalurkan langsung dari magma panas.
Kemudian fluida ini berinteraksi dengan air tanah dan berbentuk asam kuat. Yang dapat melarutkan batuan sekitarnya dan hanya menyisakan silika, kadang dalam bentuk sponge disebut vuggy silica. Emas dan kadang-kadang brines kaya tembaga juga dihasilkan dari magma yang mengendapkan logamnya dengan bentuk spongy vuggy silica. Bentuk dari deposit mineral secara umum dibedakan dengan distribusi vuggy silica.
Mineral-mineral alterasi hidrothermal yang terdapat pada sulfida tinggi adalah Alunite, kaolinite, pyrophylite, dickite, kuarsa.
Gambar 2.18 Zona alterasi pada Endapan Sulfidasi Tinggi (Simmons et al., 2005)
Sulfidasi Tinggi Sulfidasi Pertengahan Sulfidasi Rendah Cu-Ag-Au --- Au-Ag
Gambar 2.19 Interaksi fluida (Noel C. White., 2005).
Tabel. 2.2 Jenis Interaksi Fluida
Magmatik dominan Magmatik-Meteorik Meteorik Fluida magmatik dominan
dan interaksi dengan air meteorik di dekat permukaan.
Asosiasi logam :
I-type :Cu-Au-Ag dan Zn- Pb-Ag
S-type : Sn-Ag-(Zn-Pb) A-type : Au-Ag
Alterasi :
Pada I-type dan S-type sangat asam.
Pada A-type : mendekati netral.
Kontribusi air meteorik dominan dengan salinitas tinggi di kedalaman.
Asosiasi logam :Ag-Zn- Pb (Au)
Ag-Zn-Pb (Cu-Sn) Alterasi : umumnya netral.
Contoh : Cikotok.
Kontribusi air meteorik sangat dominan.
Asosiasi logam : Au-Ag-Zn-Pb (Au) Alterasi : pada hipogen netral, dan gas yang terjebak relatif asam.
Contoh : Pongkor
2.5.2 Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya endapan emas sistem Epithermal :
1. Aliran fluida dan transportasi logam
Dikontrol oleh struktur (fault, patahan, rekahan) yang memungkinkan larutan hidrothermal untuk bergerak.
2. Kontrol Lithologi dan Struktur
Untuk mengetahui penyebaran vein dan jenis endapannya, apakah terbentuk bersamaan dengan mineralisasi atau sesudah mineralisasi.
3. Alterasi (ubahan)
Urat kuarsa (vein) yang mengandung emas atau tidak pembentukannya diikuti olef fase alterasi batuan dasar.
Perkembangan alterasi tergantung dari permeabilitas batuan dasarnya.
4. Tingkat erosi atau pelapukan.
Proses sekunder yang berperan untuk mengidentifikasikan tersingkapnya zona urat kuarsa emas terhadap permukaan. (Adisti, 2007)
2.5.3 Zona-zona Alterasi (Simmons et al., 2005)
1. Propylitic, terbentuk pada T > 240, pada lingkungan yang dalam, akibat fluida (air) pada pH mendekati normal. Terdapat mineral Quartz, K- feldspar (Adularia), Albite, illite, chlorite, calcite, epidote, pyrite.
2. Argillic terbentuk pada T < 180, pada zona periphery dan dangkal, akibat steamheated CO2-rich water. Terdapat Illite, smectite, chlorite, mixed- layer clay minerals, pyrite, calcite, chalcedony.
3. Adv. Argillic (steam-heated) terbentuk pada T < 120, pada lingkungan terdangkal, akibat steamheated acid-sulfate water. Terdapat Opal, alunite, kaolinite, pyrite, marcasite
4. Adv. Argillic (magmatic-hydrothermal) terbentuk pada T > 200, akibat magmatic-derived acidic water. Terdapat Quartz, alunite, dikcite, pyrophillite, diaspore.
5. Adv. Argillic (supergene) terbentuk pada T < 40, akibat pelapukan dan oksidasi batuan pembawa sulfida. Terdapat Alunite, kaolinite, halloysite, jarosite, Fe-oxides.
Gambar 2.20 Zona-zona alterasi (Hedenquist et al,. 1996).
BAB 3
DATA DAN PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Lapangan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data Resistivity dan IP yang merupakan hasil pengukuran di daerah “X”. Data terdiri dari 4 lintasan dengan panjang lintasan hingga 200 m. Berikut adalah peta lintasan pengukuran.
Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran
Pada proses akuisisi data, metode pengukuran yang digunakan adalah konfigurasi Dipole-Dipole dengan spasi elektoda 5 meter. Konfigurasi ini digunakan untuk dapat mencitrakan bawah permukaan secara 2 Dimensi yakni lateral dan vertikal. Elektoda arus listrik dan elektoda beda tegangan di set-up dengan jarak yang tetap. Elektroda yang digunakan sebanyak 40 buah, sehingga panjang lintasan hingga 200 meter. Kemudian keempat elektrode tersebut (baik elektroda arus maupun elektroda potensial) dipindahkan secara simultan sesuai dengan jumlah nilai n. Nilai n yang dipakai adalah 1, 0.333, 0.666, 1.333, 1.666, 2, 2.2, 2.333, 2.666, 2.8, 3, 3.24, 3.333, 3.4, 3.666, dan 4. Nilai n ini digunakan
3.2 Pengolahan Data Resistivity dan IP 3.2.1 pengolahan data 2D dengan RES2DINV
Pengolahan data bertujuan untuk mendapatkan parameter unknown yaitu resistivity dan chargeability dari data lapangan. Pengolahan data ini disebut proses inversi. Pada kesempatan kali ini penulis menggunakan software RES2DINV sebagai alat bantu untuk memproses data.
RES2DINV adalah program komputer yang dapat menentukan model resistivity 2D dari bawah permukaan dari data lapangan hasil survey pencitraan elektrikal (Griffiths and Barker 1993).
Gambar 3.2 contoh susunan elektroda dan pengukuran
Gambar 3.2 menunjukkan contoh susunan elektroda dan pengukuran yang dapat digunakan dalam survey pencitraan elektrikal 2-D. program ini didesain untuk invert data yang besar (sekitar 200-21000 data point) dengan banyak elektroda (25-16000 buah elektroda).
Model 2-D digunakan dengan program inversi dengan sejumlah rectangular blocks, yang ditunjukkan Gambar 3.3. perancangan block diusahakan distribusi dari point data pseudosection. Kedalaman dari baris bawah block diperkirakan sama dengan kedalaman investigasi (Edward, 1997) dari point data dengan spasi electroda yang tinggi.
Gambar 3.3 susunan point data block model dan apparent resistivity Berikut langkah-langkah pegolahan data dengan software RES2DINV:
3.2.1 Membuka Program
Setelah memilih RES2DINV.EXE, maka akan tampil menu utama sebagai berikut:
Gambar 3.4 menu utama RES2DINV
3.2.2 Format Data
Saat membuka menu File, maka aka nada pilihan untuk membuka data yang akan dilakukan inversi. Dengan memilih sub menu Read data file, maka program akan mengelrkan data yang kita inginkan. Format data biasanya dalam bentuk .txt ataupun .dat.
Gambar 3.5 Aplikasi membuka file
Data yang sudah diperoleh dari alat multi channel, dipindahkan kedalam bentuk .dat yang disimpan melalui surfer.
'X' judul
5 Spasi elektoda 3
Jenis konfigurasi 239 Jumlah data
0
Lokasi titik pusat konfigurasi 1
Mengidintifikasi keberadaan IP Chargeability Tipe data IP
msec Unit IP
.94 Delay Time
.32 integration time
Titik x a n Rho App IP
0 5 1 241.82 0
5 5 1 288.23 0
Gambar 3.6 Contoh data dalam bentuk .dat
3.2.3 Edit Data
Saat memilih menu Edit, maka akan ada pilihan yaitu Editing the data Exterminate bad datum points. pada pilihan ini, nilai apparent resistivity ditampilkan dalam bentuk profile untuk setiap level data. Pemeroses dapat menggunakan mouse untuk meremove data yang buruk. Tujuan utama adalah untuk membuang data resistivity yang jelas-jelas salah. Seperti data yang buruk karena kesalahan relay pada elektoda pertama. Dengan memilih sub menu seperti gambar di bawah, pemeroses akan dapat memulai mengedit data yang buruk.
Gambar 3.7 Aplikasi membuka menu Edit
Gambar 3.8 Contoh Mengedit Data
3.2.4 Merubah setting program
Program memiliki settingan untuk factor damping dan variable lainnya.
Pada beberapa situasi, pemeroses akan mendapat hasil yang lebih baik engan memodivikasi parameter yang mengkontrol proses inverse. Ketika memilih pilihan ‘Change Settings’, list menu akan ditampilkan seperti berikut.
Gambar 3.9 Aplikasi Menu Change Setting 3.3.5 Pilihan Inversi
Pada tahap ini akan dilakukan proses inverse untuk data yang sudah dibaca melalui pilihan ‘File’. Pemeroses dapat mengatur blok yang dipakai oleh model inverse. Menu berikut yang akan ditampilkan. Pemeroses dapat emilih jenis inversi apa yang akan digunakan. Sekaligus memilih model inversi dan setingan yang dipakai.
Gambar 3.10 Aplikasi membuka Menu Inversi
Sebelum memulai inversi, program akan meminta untuk menyimpan hasil inversi dalam bentuk .INV. Setelah disimpan, maka program akan melakukan inversi untuk data yang sudah dipilih di awal tadi. Maka akan didapatkan pseudosection dari measured apparent resistivity, calculated apparent resistivity, dan model 2-D hasil inversi. Berikut contoh hasl inversi.
Gambar3.11 Tampilan hasi inversi
Untuk menampilkan model topografi, cukup memilih menu ‘Topography Option’, maka akan tampil topografi data yang yangdiinversi.
Gambar 3.12 Aplikasi Membuka Menu Topography Option
Gambar 3.13 Contoh Tampilan Topografi
Secara umum proses iversi sudah selesai, amaka selanjutnya dapat meihat hasil 2-D model rsistivity dan IP. Maka selanjutnya dapt mendisplay hasil iversi.
Dengan memilih menu Display, maka akan tampil pilihan sebagai berikut:
Gambar 3.14 Aplikasi Membuka Menu Display
Gambar 3.15 Aplikasi Membuka Menu Display Section
Dengan memilih Display data and model section maka akan tampil data dan model secara bersamaan. Sebagai berikut:
Gambar 3.16 Tampilan hasil inversi
Dengan memilih resistivity or IP display, maka pemeroses dapat memilih hasil inverse mana yang akan ditampilkan. Bisa hanya model resistivity atau IP saja, dapat pula keduanya.
Selain itu Pemeroses dapat melihat sensitivitas dari block model dengan memilih menu display block sensitivity,maka akan tampil sebagai berikut:
Gambar 3. 17 Contoh sensitivitas dari block model
Sedangkan untuk mengubah tampilan hasil inversi, dapat memilih
“Change display settings” untuk merubah parameter yang mengontrol apparent resistivity pseudosections dan tampilan model. Pada menu ini, Pemeroses dapat mengubah tampilan dari skema warna hingga jenis kontur yang akan dipakai.
Gambar 3.18 Aplikasi Membuka menu Change display setting
Untuk melakukan pemodelan dengan surfer dan GeoSicer –X, maka data hasil inversi disimpan dalam bentuk XYZ. Hasil inversi ini terdiri dari jarak spasi elektroda, nilai n, nilai true resistivity dan true chargeability. Yang selanjutnya akan dilakukan interpolasi untuk mendapatkan penampang 2-D dan 3-D.
Gambar 3.19 Aplikasi Membuka Menu Save data in XYZ format
Gambar 3.20 Hasil Inversi Resistivity lintasan 1
Gambar 3.21 Hasil Inversi Resistivity lintasan 2
Gambar 3.22 Hasil Inversi Resistivity lintasan 3
Gambar 3.23 Hasil Inversi Resistivity lintasan 4
Model 2-D Dari Surfer
Gambar 3.24 Model 2-D Resistivity lintasan 1
Gambar 3.25 Model 2-D Chargeability lintasan 1
Gambar 3.26 Model 2-D Resistivity lintasan 2
Gambar 3.27 Model 2-D Chargeability lintasan 2
Gambar 3.28 Model 2-D Resistivity lintasan 3
Gambar 3.29 Model 2-D Chargeability lintasan 3
Gambar 3.30 Model 2-D Resistivity lintasan 4
Gambar 3.31 Model 2-D Chargeability lintasan 4
3.2.2 Model 3-D dengan software GeoSlicer –X
Software GeoSlicer –X menggunakan program Matlab untuk menjalankan program. Maka sebelum membuka GeoSlicer –X diharuskan membuka program Matlab. Setelah itu data hasil inversi dari RES2DINV disimpan dalam bentuk XYZ, kemudian dilakukan pemanggilan data yang akan dibuat model 3-D.
Hal-hal yang diperlukan saat akan melakukan model 3D adalah:
1. Data Hasil inversi baik resistivity maupan chargeability 2. Batas nilai maksimum dan minimum dari data
3. Data topografi
4. Serta satu gambar Bmp kosong
Setelah semua dimasukkan kedalam program, maka akan dilakukan interpolasi data oleh program yang selanjutnya akan disimpan dalam bentuk fig.
Kemudian akan tampil balok 3D yang memuat semua data yang sudah dimasukkan.
Gambar 3.32 Aplikasi Tampilan GeoSlicer –X
Kemudian pemeroses dapat melakukan settingan tampilan yang ingin dilihat. Untuk mendapatkan slice satu lintasan, hanya tinggal memilih menu slice