• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola pengasuhan anak dengan latar belakang perkawinan anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang Kabupaten Lombok Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pola pengasuhan anak dengan latar belakang perkawinan anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang Kabupaten Lombok Utara"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENGASUHAN ANAK DENGAN LATAR BELAKANG PERKAWINAN ANAK DI DUSUN KARANG BANGKET, KEC

PEMENANG. KABUPATEN LOMBOK UTARA

Oleh:

Eli Afriyani NIM : 180110066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2022

(2)

ii

POLA PENGASUHAN ANAK DENGAN LATAR BELAKANG PERKAWINAN ANAK DI DUSUN KARANG BANGKET, KEC

PEMENANG KABUPATEN LOMBOK UTARA

Skripsi

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana

Oleh

Eli Afriyani NIM 180110066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM

2022

(3)

iv

(4)

v

(5)

vi

(6)

vii

(7)

viii MOTTO

“Tujuanku bukan untuk disuka, melainkan untuk membesarkan anak-anakku

yang penuh dengan kasih sayang dan tangung jawab”1

(Maxime lagace)

1 Devi Delia dan Emeldan, Serba Serbi Pengasuhan Anak. (Jakarta: PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO, 2020), H. 5.

(8)

ix

PERSEMBAHAN

“ skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang terpenting dalam hidup saya yaitu orang tua pahlawan saya Muhlisin dan Johriah yang telah melahirkan saya di dunia ini yang tampa meminta imbalan saat merawat serta melindungi saya hingga saat ini, untuk alm kakek dan nenek yang selalu memanjakan ku dengan seluruh perhatian mu untuk cucu mu ini dan untuk kakak ku tercinta Fitriyah S.pd yang selalu memberiku semangat dan inovasi untuk selalu belajar belajar dan belajar dalam menyelesaikan skripsi ini, untuk semua keluaga dekat maupun jauhku, untuk sopir perbadiku terimakasih selalu mengantarku untuk pergi bimbingan, untuk sahabatku the bobrok yang selalu memberi semangat saata ku down dan memjadi penghibur saata ku sedih, dan yang terakhir untuk keluarga besar kelas PIAUD C angkatan 2018 yg selalu saling support saat mengerjakan skripsi dan yang tidak pelit ilmu sehingga peneliti mampu menyeselaikan skripsi ini.”

(9)

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT. Tuhan seluruh alam, dengan limpahan rahmat, serta hidayah-Nya kita bias menghirup udara yang segar, merasakan hembusan angin, mendengarkan, dan menatap indahnya langit baik pagi maupun petang yang dihiasi bintang gemintang dan rembulan. Merasakan kasih, cinta dan sayang yang takternilai harganya. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurah-limpahkan kehariban bagindana besar kita, Rasulullah SAW. Pahlawan sepanjang masa. Keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka secara benar walau keadaanti dak lagi memberi senyum. Selanjutnya, dengan rahmat dan ma’unahNya, akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul’’ Pola Pengasuhan Anak Dengan Latar BelakangPerkawinan Anak di bawah umur di Dusun Karang Bagket, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara” Peneliti menyadari dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan setra bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu antara lain:

1. Bapak Murzal, M. Ag selaku pembimbing I dan Ibu Wahyuni Murniati, M. Pd, selaku pembimbing II, yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Nani Husnaini, M.Pd. selaku ketua program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

(10)

xi

3. Bapak Dr. Jumarim, M. HI selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram.

4. Bapak Prof. Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag selaku Rektor UIN Mataram yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernahs elesai.

5. Kepada Bapak/Ibu dosen yang ada di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram yang telah membagikan ilmu, nasehat, serta bimbingan selama menutut ilmu di UIN Mataram.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam skripsi ini, maka dari itu peneliti menerima dengan lapang dada jika kelak ada masukan dari pembaca yang bertujuan untuk perbaikan dan penyempurnaan.

Mataram, 2022 Peneliti,

Eli afriyani 180110066

(11)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN LOGO………..iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….iv

NOTA DINAS PEMBIMBING………v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI………..vi

HALAMAN MOTTO……….………….vii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….………….viii

KATA PENGANTAR………..….ix

DAFTAR ISI……….……..……x

DAFTAR TABEL………..……xi

DAFTAR LAMPIRAN………xii

ABSTRAK……….xiii

BAB I PENDAHULUAN……….………..1

A. Judul……….……….….…1

B. Latar Belakang………..….………1

C. Rumusan Masalah………..………7

(12)

xiii

D. Tujuandan Manfaat Peneliti………...……….…………7

E. Ruang Lingkupdan Setting Peneliti………8

F. Telaah Pustaka……….………..…9

G. Kerangka Teori……….…13

1. Pola Asuh Orang Tua di Bawah Umur……….………13

a. Pengertian Pola Asuh……….………13

b. Bentuk Bentuk Pola Asuh Secara Umur……….………...15

c. Pola Asuh Anak dari Perkawinan Anak di Bawah Umur…………..20

2.Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak………..….22

a. Pengertian Perkawinan………...22

b. Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan………..……24

c. Dampak Perkawinan di Dawah Umur………..………..…27

H. Metode Penelitian………29

1. Pendekatan Penelitian………..…………29

2. Kehadiran Penelitian………...……….29

3. Sumber Data………30

4. Metode Pengumpulan Data………...…………..………31

5. Teknik Analisis Data……….……….…….33

6. Pengecekan Keabsahan Data……….………..36

I. Sistematika Pembahasan………..…….……….39

(13)

xiv

BAB II PAPARAN DAN TEMUAN………41

A. Gambaran Lokasi Penelitiaan……….41

Gambaran Umum Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang KLU………..41

B. Deskrifsi Hasil Penelitian……….………..…42

1. Identifikasi Pola Pengasuhan Anak dari Perkawinan Anak...…43

2. Identifikasi Dampak dari Perkawinan Anak……….…..53

BAB III PEMBAHASAN……….……..61

A. Analisis Pola Pengasuhan Anak dari Perkawinan Anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang. KLU……….………...………….61

B. Analisis Dampak Perkawinan Anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang. KLU……….………69

BAB IV PENUTUP………..74

A. Kesimpulan………..……..………..74

B. Saran……….………75

DAFTAR PUSTAKA………..76

LAMPIRAN……….82

(14)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Jumlah keluarga di Dusun Karang Bangket

Tabel 2. Data orang yang menikah di bawah umur di Dusun Karang Bangket

Tabel 3. Data anak yang di berikan pengasuhan

(15)

xvi

POLA PENGASUHAN ANAK DENGAN LATAR BELAKANG PERKAWINAN ANAK DI DUSUN KARANG BANGKET, KEC

PEMENANG. KABUPATEN LOMBOK UTARA

Oleh:

Eli Afriyani 180110066 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengesuhan pada anak dan dampak dari sebuah perkawinan dengan latar belakang perkawinan anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang. Kabupaten Lombok Utara.

Adapun jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian kualitatif dan menggunakan pendekatan deskriftip kualitatif yaitu pendekatan yang bermaksud untuk memahami penomena tentang pola pengasuhan anak dengan latar belakang perkawinan anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang. Kabupaten Lombok Utara. Sumber data yaitu yang menikah di bawah umur (perkawin anak) yang sudah mempunyai anak kisaran usia 2-4 tahun sebanyak 4 orang di Dusun Karang Bangket dan metode pengumpulan data yang digunakan melelui wawancara, observasi dan dokumentasi untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan peneliti, menemukan bahwa pola pengasuhn dan dampak dari perkawinan di Dusun Karang Bangket, Kec Pemenang KLU. Memberikan pengasuhan yang memiliki kesamaan dari ke 4 subjek tersebut seperti: otoriter, permisif, terlaluk hawatir (appeaseart), dan juga adanya penelantaran, adapun sikap dari anak-anak yang diberikan pengasuhan ini sangat disayangkan dimana mereka menunjukkan sikap yang tidak semestinya mereka lakukan disebabkan karena pemberian pengasuhan yang kurang baik dari orang tua yang tidak meliahat dari apa yang seharusnya dibutuhkan oleh anak.

Dampak dari perkawinan tersebut antara lain dari: dampak perekonomian pada keluarnya yang dapat mengakibatkan terjadinya pertengkaran yang berujung KDRT, dampak sosial yang berujung pada perceraian yang disebabkan karna ego dan pemikiran yang masih labil, dampak pesikologis dimana belum siap mental dan pikiran untuk berkeluarga, dampak kesehatan terlebih pada ibu dan anak yang dimana alat reproduksi belum berkembang secara bait dan dapat beresiko pada kematian, terakhir dampak pola pengasuhan pada anak yang semau-mauanya diberikan pada anak di Dusun Karang Bangket, Kec Pemeneng. Kabupaten Lombok Urata.

Kata kunci:pola asuh, anak, perkawinan anak

(16)

1 BAB I

PENDAHULLUAN

A. Latar Belakang

Pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dan anak yaitu bagaimana cara, sikap atau perilaku orang tua saat berintaksi dengan anak termasuk pada penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menujukakan sikap dan perlaku yang baik sehigga dijadikan panutan yang akan dicontoh oleh anaknya. Dapat kita maknai bahwa pola asuh yaitu cara orang tua bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang harus melibatkan banyak perilaku baik secara individu atau bersama-sama sebagai upaya dari orang tua untuk mengajarkan serta mengarahkan anaknya dengan baik, adapun jenis pola pengasuhan pada anak yakni (demokratis, otoriter, permisif, appeasears, temporizer).2

Seperti yang terdapat dalam Undang-Undang perlindungan anak No 23 Pasal 1 Tahun 2002, yang dimaksud dengan anak ialah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun yang diibaratkan seperti anak yang masih dalam kandungan yang masih membutuhkan perhatian dan perlindungan dari seorang ibu serta masih memiliki hak-hak untuk tumbuh dan berkembang.3 Dapat kita simpulkan bahwa jika seorang yang menikah dibawah usia 18 tahun maka itu yang disebut dengan perkawinan anak dan

2Lilis Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. ( Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2017), h. 36.

3UU RI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

(17)

2

jika sudah memiliki keturunan atau buah hati itu dapat dikatakan dengan anak mengasuh anak.

Perkawinan anak merupakan suatu proses dimana menikahkan laki- laki dengan perempuan yang dilakukan dan disetujui oleh kedua orang tua anak yang bersangkutan. Choe, Thapa dan Achmad (2001) mengungkapkan bahwa mayoritas perempuan di Indonesia memilih untuk menikah sebelum usia 18 tahun faktor dari keluarga dan pergaulan bebas.

Dengan terjadinya perkawinan diusia 18 tahun yang dimana kondisi mental seseorang belum sepenuhnya matang yang akan berpengaruh pada rumah tangga dan pola pengasuhan pada anak yang akan dilahirkan.4 Perkawinan anak juga diartikan sebagai suatu pelanggaran dari hak- hak anak itu sendiri yang akan berdampak pada rentannya kekerasan dalam rumah tangga dan juga berdampak pada angka kependudukan semakin padat serta sosial bagi masyarakat. Selain melanggar hak-hak anak, perkawinan ini juga sangat dilarang seperti yang tertera dalam UU perkawinan dan anak yang memikah di bawah umur juga akan kehilangan masa depannya, bukan untuk mengurus rumah tangga dan anak5

Seperti yang ada dalam Undang Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 7 yang berbunyi “perkawinan hanya diijinkan apabila laki laki dan perempuan sudah mencapai umur minimal 19 tahun ke atas dan dikategorikan sudah matang fikiran, emosi dan tidak berujung pada

4Djamilah dan Reni, “Dampak Perkawinan Anak Di Indonesia”, Jurnal Studi Pemuda, Vol. 3, No. 1, mei 2014, h. 3.

5Fransiska,Aggreany dan Rahmat, “Dampak Sosial Akibat Perkawinan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9, No. 9, September 2021, h. 1507.

(18)

3

perceraian bahkan bisa mendapat keturunan yan berkualitas.6 Tetapi masih banyak orang dimasa sekarang melakukan perkawinan di bawah umur atau disebut dengan perkawinan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan uandang undang tentang perkawinan, apa bila perkawinan yang di bawah umur tersebut dilaksanakan maka perkawinan mereka tidak terdaptar dalam negara dan tidak mendapat buku nikah dan bisa dibilang perkawinan mereka sah secara agama saja dan jika mereka mengiginkan perkawinan mereka terdaptar dalam negara dan mendapatkan buku nikah mereka harus “menikah” ulang ketika umur mereka sudah sesuai dengan ketentuan dalam undang undang tentang perkawinan tersebut.7

Sesuai Undang-Undang di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa perkawinan anak adalah perkawinan dimana yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dengan usia di bawah umur misalnya 16 sampai 19 tahun yang masih sekolah SMP maupun yang belum lulus sekolah SMA. Pada usia 16 sampai dengan 19 tahun, dimana anak masih berpikir untuk bermain dan bersenang-senang dengan teman sebayanya. Pada masa ini anak yang menikah di usia muda masih perlu bimbingan orang dewasa dalam hal pernikahannya.

Seperti yang terjadi disalah satu wilayah penduduk dimana masih banyak terjadi perkawinan anak di bawah umur di Dusun Karang Bangket Kec. Pemenang KLU, terkait dengan informasi yang peneliti dapatkan

6UU RI No.1 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perkawinan (2019) 7Zulfiani, “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak Dibawah Umur Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 12, No. 2, Juli-Desember 2017, h. 212.

(19)

4

dari Bapak Hartam selaku kadus di dusun tersebut mengatakan bahwa jumlah anak yang menikah di bawah umur sekitar 6-7 anak yang dominanya anak perempuan yang masih belum lulus sekolah SMP dan SMA “kebanyakan anak yang melakukan perkawinan anak ini dilatar belakangi oleh faktor ekonomi keluarga, kurangnya pengasuhan dari orang tua, perceraian orang tua (broken home) dan pergaulan bebas (hamil diluar nikah)”.8Akibat dari kurangnya pengasuhan dan tangung jawab dari orang tua terhadap perkembangan anaknya.

Dengan ada banyaknya perkawinan anak, dapat menimbulkan berbagai permasalahan salah satunya perceraian, perselisihan dan ekonomi karna meraka belum mapan serta fikiran dan mental untuk menjalani rumah tangga yang seharusnya. Dengan adanya permasalahan tersebut mengakibatkan dampak yang tidak baik pada pengasuhan dan perkembangan anak yang dilahirkan9

Biasanya pola pengasuhan anak yang berlatar belakang perkawinan anak di Dusun Karan Bangket lebih menggunakan pola pengasuhan permisif, appeasears (terlalu khawatir) dan penelantaran dimana anak terlalu dibebaskan, dibiarkan dan terlalu menghawatirkannya contohnya

”ketika anak bermain tanpa batasan waktu ibunya senantiasa membiarkan tanpa ada sedikit penolakan darinya.10 Jika pola pengasuhan seperti ini yang terjadi maka perkembangan anak berperilaku sesuai dengan apa yang

8Rusni, Wawancara, Karang Bangket, 26 juli 2021.

9Marniati, “Problematika Perkawinan Di Bawah Umur”, Jurnal Analisa, vol. 19, No 2 juli-desember 2012, h. 201.

10Observasi, Karang Bangket, 26 juli 2021.

(20)

5

sering dilakukan seperti: tidak menghargai waktu, malas belajar, tidak mau mendengarkan apa kata orang tua dan sesekali tidak menuruti perkataan orang tuanya yang berakibatkan anak sering dimarahi, dipukul dan bahkan sampai dititipkan pada neneknya untuk diasuh11

Pola pengasuhan yang seharusnya diberikan pada anak yakni pola pengasuhan demokratis, dimana mengajarkan anak untuk mandiri, menanamkan moral yang baik, menimbulkan kepercayaan diri pada anak, dan dibiarkan melakukan sesuatu yang dia sukai. Dengan memberikan pola pengasuhan ini orang tua cukup mendukungnya, jangan terlalu menuntuk anak untuk melakukan apa yang tidak dia sukai meskipun menurut orang tua itu baik mereka, jangan terlalu keras dan terlalu sering menghukum anak karna dapat menganggu mental mereka dan tering melarang anak untuk bermain dengan teman sebaya atau tetangga berakibat pada anak tidak berani bergaul (intraksi)12

Sebagian masyarakan yang berada di Dusun Karang Bangket khususnya anak remaja yang dominan melakukan perkawinan di bawah umur memilikikisaran usia 16-19 tahun, yang dimana mereka belum siap dalam semua hal seperti mengasuh anak. Data yang saya dapatkan mengenai anak yang melakukan perkawinan di bawah umur di Dusun Karang Bangket tersebut berjumlah kurang lebih 7 orang yang kebanyakan baru lulus sekolah SMP maupun yang blum lulus SMA. Adapun 3

11Lilis Madyawati, Setrategi Pengembangan Bahasa Pada Anak (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2017), h. 37-39.

12Zulham dan nunung, “Pengaruh Pernikahan Usia Dini Terhadap Pola Asuh Orang Tua”, Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat JPPM, Vol. 1, No 1, Desember 2020, h. 8.

(21)

6

diantara mereka sudah mempunyai anak yang kisaran umurnya 2-4 tahun yang mana di usia tersebut anak sangat memerlukan pengasuhan yang tepat dan layak dari orang tuanya demi pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik, serta tidak memberikan kebebasan penuh dalam hal bermain gaway tanpa adanya pengawasan dari mereka.13

Peneliti dapat menjadikan hal ini sebagai sebuah landasan untuk mengkaji permasalahan ini lebih lanjut berdasarkan latar belakang di atas dan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pola Pengasuhan Anak Dengan Latar Belakang Perkawinan Anak di Bawah Umur di Dusun Karang Bangket, Kec. Pemenang KLU.

13Observasi dan wawancara, Karang Bangket, 26 juli 2021.

(22)

7 B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pola asuh anak dengan latar belakang perkawinan anak di bawah umur di Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara?

2. Bagaimana dampak perkawinan anak dari latar belakang perkawinan anak di bawah umur di Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.?

C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 1. TUJUAN

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pola asuh anak dengan latar belakang perkawinan anak di bawah umur di Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara?

2. Untuk mengetahui dampak perkawinan anak dari latar belakang perkawinan anak di bawah umur di Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.?

2. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 1) Bagi orang tua

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengaruh pada orang tua dalam mendidik dan memberikan pola asuh yang tepat dan baik kepada anak.

(23)

8 2) Bagi anak

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan terhadap anak agar tidak melakukan penyimpangan pada kemudian hari.

3) Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lanjutan atau selanjutnya.

D. Ruang Lingkup Penelitian Dan Setting Penelitian 1. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Peneliti hanya memfokuskan penelitian yang akan diteliti yaitu analisis terhadap dampak perkawinan anak di bawah umur dan bentuk pola asuh anak di Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

2. SETTING PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Karang Bangket, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, alasan penulis memilih lokasi ini sebagai tempat untuk penelitian karena bisa dilaksanakan dari berbagai pertimbangan, yakni lokasi penelitian dapat dijangkau dengan mudah oleh peneliti, dilihat juga dari segi tenaga, dana maupun efisiensi waktunya, pelaksanaan dilokasi yang dipilih tidak menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan kemampuan tenaga peneliti.

(24)

9 E. Telaah Pustaka

Selain mengumpulkan sebuah data dari penelitian, peneliti juga mengumpulkan berbagai informasi dari jurnal terdahulu yangberkaitan dengan judul penelitian saya yakni pola pengasuhan anak dengan latar belakang perkawinan anak, selain dari jurnal peneliti juga menambah impormasi dari skripsi sebagai bahan tambahan pertimbangan agar tidak terjadi pengulangan hasil penelitian dari itu peneliti melakukan telaah pustka mengenai beberapa judul yang diangkat diantaranya

1. Tia Hamimatul Hidayat dengan skripsi yang berjudul. ”Dampak Pernikahan Dini Terhadap Pola Asuh Dalam Keluarga di Desa Gantimulyo Kec. Pekalongan Kab Lampung Timur”.14Adapun hasil penelitian ini peneliti dapat menetahui dampak dari pernikahan dini terhadap pola asuh dalam keluaga. Sebelum peneliti mengetahui dampak pola asuh terhadap anak, disini juga peneliti mengetahui bebrapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini salah satunya yaitu faktor ekonomi keluarga, dimana jika anak perempuannya menikah di usia muda bahkan blum lulus sekolah pun sudah disuruh untuk menikahkaran fikiran menera jika anaknya menikah maka berkuranglah sedikit beban ekonominya dan juga hilangnya rasa takut dan khawatiran dari orang tua jika anak gadisnya sudah menikah sehingga anaknya terhindar dari pegaulan bebas yang mengakibatkan

14Tia Mamimatul Hidayah, “Dampak Pernikahan Dini Terhadap Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Desa Gantimulyo, (Skripsi, FTIK Institut Agama Islam Negeri, (IAIN) Metro, 2019). h.

3.

(25)

10

banyak remaja yang “hamil diluar nikah”. Sedangkan untuk pola pengesuhanya sendiri mereka cenderung memberikan pola pengesuhan yang tidak sesuai dengan perkembangan anak apa lagi dari orang tua yang melalukan pernikahan dini di Desa Gantimulyo. Pola pengasuhan yang diberikan terbilang samayakni menggunakn pola asuh demokratis, otoriter dan penyayang tetapi rata-rata diantara mereka selalu mengguanakan penyang dan otoriter yang mereka sendiri tidak tau dampak dari pola asuh yang diberikannya tersebut. Sehingga tidak sedikit dari anak mereka melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya seperti kurang bergaul, berbicara, dan tidak mau mendengarkan kata orang maka bisa kita simpulkan bahwa perkembangan pada anak tersebut terganggu. Terdapat persamaan dari penelitian ini yakni objek yang diteliti dan sama-sama membahas pola asuh otoriter dan dampaknya, ada sedikit perbedaan dimana terdapat pada lokasi penelitian yang berbeda dan peneliti terpokus pada pola asuh anak dengan latar belakang perkawinan anak bukan pola asuh dalam keluarga.

2. Dewi Candra Puspita dengan judul skripsi “ Pola Asuh Ibu yang Menikah Usia Muda Dalam Menanamkan Kedisiplinan Pada Anak di Desa Sengi Kecamatan. Dukun Kabupaten Magelang”.15Adapun hasil dari penelitian ini menujukan bahwa orang tua yang menikah di usia

15Dewi Candra Puspita, “Pola Asuh Ibu Yang Menikah Usia Muda Dalam Menanamkan Keperibadian Pada Anak (Studi Kasus Pada Keluarga Di Desa Sengi) Kabupaten Malang, (skripsi, FIP Universitas Negeri Semarang, (UNNES) Makasar, 2017), h. 3

(26)

11

muda lebih menekankan pada pola asuh otoriter dalam menanamkan kedisiplinan untuk anak pemberian pola asuh jenis disebabkan karna minimnya pengetahuan orang tua tentang pengasuhan yang baik untuk anak sehinga hanya bisa memberikan pola asuh yang tidak sesuai dengan perkembangan anak. Upaya orang tua dalam meningkatkan kedisiplinan apa anaknya hanya menggunakan pola asuh otoriter padahal dengan memberikan pola asuh otoritre sangat tidak baik untuk perekmbangan anak karana anak selalu dikekang, anak kurang bebas, tidak berani untuk menolak atau member tahu apa yang ia mau dan selalu merasa takut ketika menginginkan sesuatu dan melakukan kesalahan. Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti penyimpulkan bahwa orang yang menikah di usia muda pasti menggunakan pola asuh otoriter kepada anaknya dan tidak ingin memberika pola asuh yang lain karana pemikiran orang tua yang menikah di usia muda jika menggunaka pola asuh otoriter dapat membuat anaknya menjadi disiplin dan patuh dengan adanya pemikiran seperti ini dapat membuat para orang tua salah dalam memberikan pengasuhan pada anak terutama bagi orang tua yang menikah di usia muda dan seharusnya orang tua yang menikah di usia muda harus di berikan arahan atau penjelasan mengenai pola asuh yang baik untuk anak. Ada persamaan dalam penellitian ini yakni sama-sama membahas pola asuh otoriter dari orang tuayang menikah di usia muda dan adapun perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan penilitian ini menggunakan pola asuh

(27)

12

otoriter untuk kedisiplinan anak sedangan penelitian saya tidak membahas tentang kedisiplinan.

3. Madha Sa’Adah Hanina dengan judul skripsi “Pola Asuh Orang Tua Usia Muda (Studi Kasus Pernikahan Dini) di Dusun Wonolelo, Sawangan, Malang”.16Adapun hasil dari penelitian tentang pola asuh orang tua usia muda di Dusun Wonoleno yaitu ada 2 macam pola asuh dari 3 pasangan orang tua yang memilih menikah di usia muda hal ini peneliti dapatkan ketika melalukan wawancara dengan 3 pasangan tersebut. Pasangan yang pertama Lisa dan Mardi dimana mereka menikah di usia muda karna keinginan sendiri dan pola asuh yang diberikan yaitu pola asuh demokratis pola asuh jenis ini sangan memberikan ruang pada anak berependapat, memberikan larangan dan mengajari anak ketika berbuat salah bukan langsung dimarahi sehingga terbentuklah keluarga yang penuh dengan kasih sayang membuat pertubuhan dan perekembangan sangat anak baik, pasangan yang ke dua Amel dan Andra mereka melakukan pernikahan karan adanya faktor hamil diluar nikah dan pola asuh yang diberikan pada anaknya yakni pola asuh demokratis yang dimana pola asuh jenis ini sangat baik untuk perkembangan anak seperi mendengarkan nasehat orang tua, berani berpendapat dan tidak merasa tertekan sehingga tercapailah keluarga yang harmonis serta menciptakan suasana kasih sayang dalam

16Madha Sa’ Adah Hanina, “Pola Asuh Orang Tua Usia Muda (Studi Kasus Pernikahan Dini Dusun Wonoleno Sawangan Magelang, (Skripsi, Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, (STATE) Yongyakarta, 2019), h. 3-4

(28)

13

keluarga, walaupun mereka menikah di usia muda dan karna faktor hamil di luar nikah tetapi mereka tetap memberikan pola asuh yang tepat untuk anaknya. Ada persamaan dari penelitian ini yakni sama- sama membahas 2 pola asuh dari pernikah usia muda seperti pola asuh demokratis dan pola asuh otoriter dan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian serta jenis pola asuh dari orang tua yang menikah di usia muda dan pola asuh dari perkawinan anak.

F. Kerangka Teori

1. Pola Asuh Anak Oleh Orang Tua yang Menikah di Bawah Umur A. Pengertian PolaAsuh

Pola asuh menurut para ahli psikologi dan sosilogi menjelaskan bahwa: pola asuh dari sudut pandang Siggih Dgunarsa yakni sebuah gambaran yang digunakan oleh orang tua untuk mengasuh, merawat, menjaga dan mendidik anak. Sedangkan dari sudut pandang Chabib Thoha menjelaskan bahwa pola asuh ialah suatu usaha terbaik yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam hal mendidik anak sebagai tangung jawab orang tua kepada anak. Namun ahli lain memberikan pandangan yang berbeda seperti San Valnin, menjelaskan bahwa pola asuh sebagai “parenting is intraction between parent’s and children during their care” yang artinya salah satu intraksi yang diberikan oleh orang tua untuk anak dimana orang tua senantiasa memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap penting oleh orang tua

(29)

14

agar anak bisa mandiri, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, bersahabat dan berorientasi untuk sebuah kesuksesan.17

Pola asuh menurut Agama Islam ialah cara memperlakukan anak sesuai dengan ajaran agama yang berarti memahami anak dan belajar berbagai aspek yang memahami anak dengan cara memberikan pola asuh yang sangat baik untuk anak, menjaga hak dan harta anak yatim, menerima, member perlindungan, pemeliharaan, perawatan dan kasih sayang yang sebaik-baiknya.

Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu bagaimana cara, sikaf atau perilaku orang tua saat berintaksi dengan anak mereka termasuk pada penerapan hal-hal yang sangat baik seperti aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menujukakan sikap dan perlaku yang baik sehigga dijadikan panutan yang akan dicontoh oleh anaknya.

Dapat kita maknai bahwa pola asuh yaitu cara orang tua bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang harus melibatkan banyak perilaku baik secara individu atau bersama-sama sebagai upaya dari orang tua untuk mengajarkan serta mengarahkan anaknya dengan baik18

17Al, Tridhonanto dan Branda Agancy, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis (Jakarta:

PT Gramedia 2014), h. 4-5.

18Lilis Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak ( Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2017), h. 36-39.

(30)

15 B. Bentuk Pola Asuh

Secara garis besar pola asuh yang diterapkanoleh orang tua kepada anaknya dapat digolongkan menjadi:

1) Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis Merupakan pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu untuk mengendalikannya. Orang tua dengan pola pengasuhan ini bersikap rasional dan realistis terhadap kemampuan anak, tidak terlalu berharap berlebihan yang harus melampaui kemampuan anaknya dan orang tua yang tipe seperti ini juga memberikan kebebasan pada anak mereka untuk memilih dan melakukan sesuatu tidakan dan selalu memberikan pendekatan yang baik untuk anaknya. Contoh:

saat orang tua menetapkan untuk mengetuk pintu ketika memasuki kamar orang tuanya dengan member penjelasan dan mengajarkan anak tentang hal yang tidak boleh dilakukan seperti tidak boleh keluar kamar mandi dengan keadaan telanjang.19. Pola asuh demokratis merupakan sebuah pengakuan dari orang tua mengenai kemampua yang dimiliki anak, anak diberikan kesempatan agar tidak selalu bergantung pada orang tua dan sedikit memberikan

19Ibit, h, 12.

(31)

16

kebebasan pada anak untuk memilih apa yang terbaik menurutnya sehingga bertujuan untuk melatih anak bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.20

Pola asuh demokratis merupakan sebuah sikap orang tua yang senantiasa mendengarkan pendapat dari anak atau keinginan dari anak. Tugas dari orang tua hanya mendengarkan lalu memberi kesimpulan atas apa yang anak ucapkan dan inginkan dengan nada yang tidak terpaksa guna menjaga perasaan anaK

2) Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan ancaman-ancaman. Dan tipe orang tua seperti ini cenderung memaksa, memerintah dan sesekali menghukum anaknya. Apabila seorang anak tidak mau melakukan yang dikatakana orang tuanya maka dengan ini orang tua tidak segan memberi hukuman.

Contoh: melarang anaknya untuk bertanya kapan dia lahit dan melarang bertanya tentang lawan jenis.21

Pola asuh otoriter merupakan sebuah pola asuh yang

20Qurotul Ayun, “Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengesuhan Dalam Membentuk Keperibadian Anak”, Jurnal Thuful,A, Vol. 5, No 1, Januari-Juni 2017, h. 17-19.

21Lilis Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak ( Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2017), h. 36-39.

(32)

17

mendidik anak dengan cara bertindak keras dan cendrung diskriminatif hal ini dapat dilihat dari tekanan kepada anak untuk patuh pada semua perintah terutama perintah dari orang. Anak dididik secara ketat untuk bertingkah laku sehingga membuat anak kurang percaya diri dan ketika anak mendapatkan prestasi yang bagus orang tua tidak pernah memberikan hadiah atau pujian untuknya.22

Pola asuh otoriter merupakan jenis pola asuh yang mendidik anak dan mengharuskan anak untuk patuh serta tunduk setiap apa yang dikatakana oleh orang tua.

Sehingga membuat anak tidak berani mengemukaan apa yang dia inginkan anak hanya bisa terdiam dan selalu mendengarkan apa kata orang tua walaupun anak sedikitpu tidak menyukai apa yang orang tuanya katakana.23

3) Pola asuh permisif

Pola asuh permisif Merupakan pola asuh yang senantiasa memberikan pengawasan yang terbilang longar, memberikan anak melakukan sesuatu tampa ada pengawasan yang cukup darinya dan juga orang tua tipe ini tidak menegur atau memperingatkan anak ketika anak

22Qurotul Ayun, “Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengesuhan Dalam Membentuk Keperibadian Anak”, Jurnal Thuful,A, Vol. 5, No 1, Januari-Juni 2017, h. 17-19.

23Fuji Lestari, “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga”, Jurnal Dimansia, Vol. 2, No 1, Maret 2008, h. 53-54.

(33)

18

mereka sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang di berikan oleh mereka. Contoh: anak tidak di beri batasan ketika bermain dan tidak di beri batasaan saat menonton di TV/HP.24

Pola asuh permisif merupakan jenis pola asuh yang membiarkan anak bertindak sesuai dengan keinginannya tampa ada pengawasan dari orang tua. Pola asuh jenis ini dapat ditandai adanya kebebasan tampa batas untuk anak melakuka sesuatu serta berprilaku sesuai dengan apa yang ia mau dan inginkan karan orang tua tidak pernah memberikan aturan atau larangan pada anaknya.25

Pola asuh permisif merupakan jenis pola asuh yang mendidik anak dengan cara membebaskan atau memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk bertindak dalam melakukan sesuatu. Anak yang diberikan pola asuh jenis ini senantiasa berprilaku yang menyimpang atau tidak baik untuk dilakukan oleh anak pada umumnya sehingga tidak dapat diterima dimasyarakat.26

24Lilis Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak ( Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2017), h. 36-39.

25Qurotul Ayun, “Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengesuhan Dalam Membentuk Keperibadian Anak”, Jurnal Thuful,A, Vol. 5, No 1, Januari-Juni 2017, h. 17-19.

26Fuji Lestari, “Pola Asuh Anak Dalam Keluarga”, Jurnal Dimansia, Vol. 2, No 1, Maret 2008, h. 53-54.

(34)

19 4) Pola asuh temporizer

Merupakan pola asuh yang paling tidak konsisten dan orang tua sering tidak memiliki pendirian. Contoh:

dengan pola asuh seperti ini terkadang orang tua marah besar ketika anaknya berain hingga lupa waktu, teradang orang tua memberikan hal yang membuat anak bingung dan bertanya-tanya.

5) Pola asuh appeasears

Merupakan pola asuh yang orang tuanya sangat hawatir akan anaknya takut menjadi anak melakukan hal yang tidak baik (overprotective). Contoh: orang tua tampa sebab memarahi anaknya apabila bermain dengan anak tetangga karna takut anaknya menjadi tidak benar, selalu tidak mengijinkan anaknya pergi jauh dari rumah khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, sehingga anak merasa tidak bebas. Dapat disimpulkan bahwa kita sebagai orang tua harus mengetahui dan memberikan pengasuha yang baik untuk anak tidak sembaranga dalam menngasuh anak dan tidak semua orang tua tau bahwa pengasuhan yang selama ini mereka berikan sudah layak untuk anak atau sebaliknya, karna setiap cara pengasuhan kita memiliki efek pada perkembnagan anak.

(35)

20

Ketika kita memberikan kebebasan pada anak akan berdampak sangat tidak baik bagi perkembngan anak nantinya karna berdampak pada salah pergaulan (pegaulan bebas) dan juga ketika kita sebagai orang tua teralu khawarit anak anak juga berakibat tidak baik bagi mereka seolah-olah anak tidak dibolehkan untuk bergaul atau bermain dengan teman sebayanya, berilah pengasuhan yang tepat untuk anak agar perkembangan pada anak tidak terganggu.27

C. Pola asuh anak dari perkawinan anak di bawah umur

Adapun bentuk pengasuhan anak dari orang tua yang menikah di usia muda terlihat dari kondisi psikologis, emosi dan pendidikan yang belum siap untuk mengasuh seorang anak.

Jenis pengasuhan yang diberikan seperti:

1. Pola asuh otoriter

Merupak cara orang tua yang dimana anak dididik dengan keras cenderung membatasi dan menghukum anak, yang berdampak pada anak kurang bahagia, sering kali ketakutan, mental lemah, dan tidak berani melalukan sesuatu yang ia senangi

pola asuh otoriter menurut Hourlock yang di tandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang

27 Ibit, h, 12-13.

(36)

21

ketat dan sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), tidak ada kebebasan untuk bertindak atas nama dirinya sendiri.

Pola asuh otoriter menurut Yatim Irwanto ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua, kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua mekaksa anak untuk berprilaku seperti yang diinginkannya dan apabila aturan-aturan ini dilanggar orang tua akan menghukum anak berupa hukuman yang berbentuk fisik.

2. Pola asuh permisif

Merupakan cara orang tua dimana anak terlalu dibebaskan melakukan sesuatu yang dia sukai tampa adanya batasan dan pengawasan dari orang tua, yang akan berdampak pada anak sering melakukan pelanggaran, tidak mampu mengendalikan dirinya dan terasingakan dari keluarga.

Pola asuh permisif menurut Dariyo pengasuhan seperti ini dimana orang tua justru merasa tidak peduli dan cendrung member kesempatan serta kebebasan secara luas pada anaknya sehingga anak cenderung merasa sangat senang dan tanpa takut dalam melakukan sesuatu yang ia sukai.

(37)

22

Pola asuh permisif menurut Hardy dan Heyas pola asuh permisif ini sangat ditandai dari cara orang tua yang sangat memberikan kebebasan lebih pada anak mereka untuk melakukan dan berprilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan tampa adanya pengawasan yang lebih dari orang tua sehingga anak tidak takut dalam melakukan sesuatu.

3. Penelantaran

Dimana orang tua tidak memberikan pengasuhan terhadap anak mereka dan tidak memiliki tanggung jawab untuk anaknya, yang akan berdampak pada anak dititipka ke neneknya untuk diasuh, anak mejadi nakal dan tidak mau mendengarkan orang tua.

Penelantaran menurut UU hak-hak anak berasal dari kata lantar yang memiliki atri tidak terpelihara atau terbengkalai dan tidak terurus bentuk dari penelantaran ini umumnya dilakukan dengan cara tidak merawat anak dengan baik, tidak melihat kesehatan anak, tangung jawab orang tua tidak ada dan berujung pada penitipan anak.

4. Pola asuh appeaseart

Dimana pengasuhan jenis ini terlalu mengkhawatirkan anaknya sehingga melarang anak bergaul dengan teman sebayanya, yang akan berdampak pada anak merasa sendiri,

(38)

23

komunikasi kurang, tidak percaya diri ketika bertemu dengan temannya.28

Pola asuh appeasearct ( terlalu khawatir) dimana pola pengasuhan ini orang tua sangat melindungi anak mereka biasanya ditadai dengan orang tua yang terlalu khawatir yang selalu melarang anak, memantau gerak-gerik anak saat akan bermain atau melakukan sesuatu.

Pola asuh appeaserct Menurut Laeran Felden selaku psikologi anak bahwa pengasuhan jenis ini dapat membuat anak akan selalu bergantung pada orang tuanya dan anak akan sulit untuk mengatasi kesulitan atau masalah yang ia hadapi dan anak juga akan selalu mengandalkan orang lain disetiap dia merasa kesulitan.

2. Kajian Hukum terhadap Pernikahan Anak di Bawah Umur menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974

A. Pengertian perkawinan

Perkawinan menurut Undang-Undang adalah perkawinan yang hanya diizinkan jika ke dua pasangan tersebut sudah mencapai umur 19 tahun keatas. Dikarnakan jika umur masih 18 tahun itu masih dikatakana serang anka-anak yang masih membutuhkan pengasuhan layaknya anak pada umumnya dan bukan untuk

28Lilis Madyawati, Setrategi Pengembangan Bahasa Pada Anak, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama 2017), h. 12-13.

(39)

24

mengurus atau mengasuh anak yang akan dilahirkan.29 Perkawinan menurut prof. Subekti, adalah sebuah ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan dalam waktu yang sangat lama sedangkan menurut prof. DR. R. Wirjono Prodjodikoro, perkawinan merupakan menjalani hidup bersama antara laki-laki dan perempuan yang memenuhi syarat yang tertera dalam peraturan hukum perkawinan.30

Perkawinan anak merupakan suatu proses dimana menikahkan laki-laki dengan perempuan yang dilakukan dan disetujui oleh kedua orang tua anak yang bersangkutan. Choe, Thapa dan Achmad mengungkapkan bahwa mayoritas perempuan di Indonesia memilih untuk menikah sebelum usia 18 tahun faktor dari keluarga dan pergaulan bebas31

Sejak diundangkan Hukum negara yang mengatur mengenai masalah perkawinan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki perubahan sesuai dengan undang undang no 16 tahun 2019 tentang perkawinan. Untuk dapat mewujudkan tujuan perkawinan, salah satu syaratnya adalah bahwa para pihak yang akan melakukan perkawinan telah matang jiwa dan raganya. Oleh karena itu didalam Undang-

29Surniati, “ Perkawinan Usia Muda di Indonesia Dalam Perspektif Negara dan Agama Serta Permasalahannya”, Jurnal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Desember 2015, h. 15- 16.

30Anomin, 2014, Hukum Perdata Pengertian Perkawinan, Artikel online, h.12-13.

31Djamilah dan Reni, “Dampak Perkawinan Anak Di Indonesia”, Jurnal Studi Pemuda, Vol. 3, No 1, mei 2014, h. 3.

(40)

25

undang untuk batas umur melangsungkan perkawinan. Ketentuan mengenai batas umur minimal tersebut terdapat didalam Bab II Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun, dan disarankan untuk pria berumur 25 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 20 tahun”. Dari adanya batasan usia ini dapat ditafsirkan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengehendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur.32

B. Pengertian Anak Menurut UU

Pengertian anak menurut UU No 23 tahun 2002 pasal 1 yang berbunyi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih dalam kamdungan dan anak memerlukan perlindungan, perlindungan pada anak meliputi selaga kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak, tumbuh kembang anak serta dapat perlindungan dari kekerasan dan mendapat hak-hak anak.

Adapun hak-hak anak dan kewajiban anak sebagai berikut:

1. Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan terlindungi dari kekerasan

32Zulfiani, ”Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak Di Bawah Umur Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. 12, No 2, Juli- Desember 2017, h. 212.

(41)

26

2. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengejaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

3. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri dengan penuh kasih saying.

4. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan Kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.

5. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiyayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

Apabila ada perkawinan yang dilakukan oleh anak usia di bawah umur dalam hal ini pemerintah telah memberikan Kebijakan dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan atau yang lazim disebut sebagai dispensasi. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental untuk melakukan perkawinan, karena mengigat perkawinan yang dilakukan agar kelak dapat terbina kekal abadi berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa sampai hayat memisahkan ke duanya serta untuk menunjang program kependudukan.

(42)

27

C. Faktor yang Menyebabkan Anak Melakukan Perkawinan di Bawah Umur

Seiring dengan perkembangan zaman perkawinan di bawah umur semakin marak terjadi dan kejadian tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu :

1) Faktor internal (Keinginan dari dirisendiri)

Faktor yang mempengaruhi perkawinan di bawah umur dapat berasal dari internal yakni faktordari anak itu sendiri yang berkeinginan untuk menikah. Pasangan yang menikah di usia muda dikarenakan adanya perasaan saling cinta dan sudah merasa cocok kondisi ini yang akhirnya membuat keputusanuntuk menikah di bawah umur.

Selain keinginan dari diri sendiri, faktor lain yang mendorong anak melakukan perkawinan di usia muda berasal dari keinginan dari orang tua. Orang tua memiliki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya harus dihormati, ditaati, dan dipatuhi ketika orang tua menginginkan anaknya untuk segera menikah karena adanya rasa takut dari dalam diri orang tua jika anaknya suatu saat melakukan perbuatan yang membuat malu nama baik orang tua.

2) Faktor eksternal

(43)

28

Berdasarkan hasil pengamatan dalam masyarakat juga mengungkapkan faktor eksternal juga menyebabkan anak melakukan perkawinan usia muda diantaranya disebabkan oleh;

a) Faktor Ekonomi

Minimnya ekonomi menyebabkan orang tua menikahkan anaknya di usia muda dengan harapan jika anaknya sudah menikah setidaknya dia bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang tua lagi karna sudah dinapkahi oleh suami sehingga beban ekonomi sedikit berkurang. Dan perkawinan di usia muda ini sering terjadi pada masyarakat yang tinggal di desa biasanya anak berasal dari keluarga kurang mampu hal ini tentu akan berdampak baik bagi mereka karna sedikit beban orang tuanya bisa berkurang.33

b) faktor Lingkungan dan Pergaulan

Tidak bisa kita pungkiri dizaman sekarang banyak terjadi pergaulan bebas yang mengakibatkan anak-anak yang masih di bawah umur salah dalam bergaul dan salah dalam memilih lingkungan pergaulannya. Dari adanya faktor tersebut yang mengakibatkan terjadi kasus hamil diluar nikah yang berdampak pada terjadinya

33Akhiruddin, “Dampak Pernikahan Dini Studi Kasus”, Artikel Mahkamah, Vol. 1, No. 1, juli 2016, h. 212.

(44)

29

pernikahan di usia muda atau disebut dengan perkawinan anak.

c) Faktor Pendidikan

Putus sekolah menjadi peluang anak untuk berfikir ingin menikah dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Sebagian besar putus sekolah disebabkan karena ekonomi keluarga yang kurang baik dan juga pengaruh dari lingkungan, serta keinginan dari anak tersebut untuk tidak sekolah. Bahkan mereka mengatakan lebih baik bekerja yang dapat menghasilkan uang dari pada sekolah yang belum tentu berhasil dan malah menghabiskan uang orang tua.

d) Faktor Biologis

Faktor biologis ini muncul salah satunya karena Faktor Media Massa dan Internet diatas, dengan mudahnya akses informasi tadi, anak-anak jadi mengetahui hal-hal yang belum seharusnya mereka ketahui di usia yang sangat begitu muda. Maka terjadilah hubungan di luar nikah yang bisa menjadi hamil di luar nikah. Maka, mau tidak mau, orang tua harus menikahkan anak gadisnya.

D. Dampak Perkawinan anak di bawah umur secara umum

Dampak yang sering ditimbulkan dari perkawinan di bawah umur terkait dengan pendidikan yg belum selesai dan belum

(45)

30

siap mental untuk menjalani hubungan rumah tangga dan belum memahami hak dan kewajiban sebagai suami istri.

Adapun dampak dari permikahan di bawah umur secara umum antara lain: 34

1) Dampak Ekonomi

Perkawinan anak dapat menimbulkan adanya siklus kemiskinan yang disebabkan karna usia mereka belum mapan dan tidak mempunyai pekerjaan yang layak dikarnakan tingkat pendidikan mereka masih rendah.

2) Dampak Social

Perkawinan anak juga berdampak pada perceraian dan perselingkuhan karan usia yang terlalu muda dan belum bisa mengontrol emosi masing-masing sehingga terjadi pertengkaran kecil yang dapat menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

3) Dampak Kesehatan

Menikah muda sangat beresiko pada kematian ibu dan anak saat melahirkna, dan kesiapan dalam merawat seorang anak, perkawinan anak juga memiliki dampak kekerasan seksual oleh pasangan apabila terjadi kehamilan yang tidak di inginkan pasangan tersebut akan melakukan aborsi yang

34Winardi triyanto, “Dampak Pernikahan di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum Islam Dan UU No 1 Tahun 1974” , Jurnal Systems, Vol. 1, No 3, juli 2013, h. 3-4.

(46)

31

mengakibatkan Rahim pada wanita rusak dan harus diangkat.

4) Dampak psikolagis

Dampak psikologis masih banyak terjadi karna pasanan yang menikah di usia muda belu siap secara mental menghadapi perubahan peran saat berumah tangga sehingga menimbulkan penyesalan.35

E. Cara Pencegahan Perkawinan Anak

Kementerian pemperdayaan perempuan dan perlindungan anak ( Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin mengungkapkan upaya mencegah terjadinya perkawinan anak turut mendukung percepatan penurunan angka stunting, dan peningkatan setinggi mungkin derajat kesehatan anak Indonesia, sesuai dengan amanat Konvensi Hak Anak dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Salah satu upaya Kemen PPPA dalam mencegah perkawinan anak yaitu dengan mengoptimalkan peran dan fungsi layanan kesehatan yang ada di masyarakat, salah satunya melalui Puskesmas Ramah Anak (PRA). Puaskesmas Ramah Anak berperan pentiang dalam mencegah perkawinan anak, hal ini juga turut mendukung upaya percepatan penurunan stunting, serta resiko Kesehatan lainnya, ungkap

35 Djamilah dan reni kartikawati, “Dampak Perkawinan Anak di Indonesia”, Jurnal Studi Pemuda, Vol. 3, No 1, mei 2014, h. 13-14.

(47)

32

Leny dalam acara Sosialisasi Upaya Pencegahan Perkawinan Anak untuk Mencapai Derajat Kesehatan Masyarakat yang optimal gunan tewujutnya Indonesia layak anak (IDOLA) Tahu 2030 yang di laksanakan secar virtual.

Perkawina yang dimaksudkan untuk membina hubungan yang langeng antara kedua pasangan, sehingga dalam menjalani perkawinan dibutuhkan kedewasaan dan tangung jawab baik secara fisik maupun mental. Cara pencegahan perkawinan anak meliputi:

1) penyusunan kebijakan nasional tentang pencegahan perkawinan anak.

2) Penyusunan rencana aksi nasional pencegahan perkawinan anak.

3) Inisiasi perujudan kabupaten/ kota layak anak.

4) Advokasi dan sosialisasi “ usia perkawinan 21 tahun “ sesuai pasal 6 ayat 2 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

5) Mendorong wajib belajar 12 tahun dalam kebijakan.

6) Mendorong pemda untuk penyusunan kebijakan pencegahan perkawinan anak dalam peraturan daerah 7) Penyusunan pedoman pelatihan pengasuhan anak berbasis

keluarga

(48)

33

8) Penyusunan modul pencegahan perkawinan anak bagi fasilitaror anak dan fasilitator orang tua

9) Pelatihan pengasuhan berbasis hak anak dan pencegahan perkawinan anak

10) Pembentukan pusat pemebelajaran keluarga ( PUSPAGA) dengan tenaga profesional.

11) Memberdayakan anak perempuan dengan informasi, keterampilan dan jaringan pendukung

12) Mendidik dan memobilisasi orang tua dan anggota komonitas untuk memberikan keterangan tentang bahaya perkawinan usia anak.

13) Meninngkatkan akses dan kualitas pendidikan formal kepada anak perempuan

14) Melibatkan anak dan forum anak dalam “ 2 P ” sebagai pelopor dan pelapor, pelopor untuk mendorong sebagai agen perubahan dan pelapor untuk melakukan pencegahan jika menemukan praktek perkawinan anak.

15) Mendorong masyarakat untuk melakukan gerakan bersama melalui strategi perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat, dimulai dari tingkat Desa/Kelurahan. Desa/Kelurahan Layak Anak (DEKELA) dan Kecamatan Layak Anak (KELANA).

(49)

34 G. Metode Penelitian

a. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif dan pendekatan kualitatif deskriptif. Sunda Sinyoto dan Ali Sodik mengungkapkan bahwa “pendekatan kualitatif ditunjukkan untuk memehami fenomena yang terjadi dari sudut persepektifpartisipan.” Sedangkan peneliti akan menggunakan peedekatan jenis deskriptif, yakni data-data yang didapatkan dari lapangan buakan termasuk data simbol atau angka melainkan berupa fakta-fakta atau phenomena yang terjadi. Dengan demikian data yang peneliti dapatkan akan dicermati guna untuk mendapatkan data yang valid mengenai pola pengesuhan anak.

Kehadiran peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai instrument sekaligus sebagai pengumpul data sehingga keberadaan peneliti dilokasi penelitian sangat diperlukan.36 Kehadiara peneliti sangatlah pentiang guna untuk mengumpulkan data, serta informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan juga melihat keabsahan dan kevalidatan data peneliti. Peneliti juga secara langsung hadir dan berperan sebagai insrumen kunci dalam rangka menghimpun atau mengumpulkan data melalui mewawancarai secara langsung piha yang bersangkutan.

36Tim Peyusunan, Pedoman Penullisan Skripsi UIN Mataram, (Mataram: Universitas Islam Negeri Mataram, 2002), h. 28.

(50)

35 b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berpempat di Dusun Karang Bangket, Kec.

Pemenang KLU. Sesuai dengan pembahasan dari penelitian ini, yakni dimana peneliti hanya menggunakan satu lokasi yang terdapat kasus yang berkaitan dengan judul proposal skripsi dan mudah untuk mengambil atau mengumpulkan data.

c. Sumber Data

Sumber data penelitian yaitu subjek penelitian, imforman atau subjek dimana data itu diperoleh. Menurut Bongdan dan Biglen sumber dari data utama penelitian kualitatif adalah kata-kata serta tindakan dan tambahan peneliitan berupa dokumentasi dll

1. Sumber Data Primer

Merupaka bentuk data verbal dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik maupun perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya. Dalam hal ini subjek penelitian (informan) yang berkenaan dengan variable yang diteliti.37

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pelaku atau anak yang menikah di bawah umur sebanyak (6 orang tapi yang sadah mempunyai anak hanya 4 orang ) di Dusun Karang Bangket. Dan peneliti hanya mengambil 4 pelaku yang menikah di bawah umur yang sudah mempunyai anak. Dapat disimpulkan

37Sandu Siyoto dan Ali, Dasar Metodologi, h. 28.

(51)

36

bahwa data yang didapatkan dari sumber data primer oleh peneliti guna untuk mendapatkan data-data atau informasi yang valid.

NO NAMA USIA MENIKAH

1 Amira Dan Lalu 17 dan 18

2 Tilawati Dan Mukaram 18 dan 20

3 Septi Dan Agus 18 dan 18

4 Mila Dan Arif 16 dan 19

2. Sumber Data Sekunder

Dapat diartikan sebagai sumber imporman secara tidak langsung yang diproleh dari dokumentasi berupa poto dll.

Sumber data yang diperoleh dari sumber ke dua yakni kepala Desa dan data sekunder dari data yang dibutuhkan misalkan dari anggota keluarga yang lain (paman, bibi), tetangga dan bapak Hartam selaku kadusnya, majalah, artikel, derita digunakan sebagai tambahan bagi peneliti untuk menambah data atau impormasi yang peneliti dapat terkait dengan apa yang peneliti teliti.

d. Prosedur Pengumpulan Data

Berikut beberapa prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data dengan Metode Observasi

(52)

37

Metode observasi adalah jenis pengematan dengan kegiatan pementauan terhadap suatu objek penelitian bentuk dari sebuah pengumpulan data. Teknik pengumpulan data menggunakan mengguanakan metode observasi dibagi menjadi 2 yaitu:38

2. Observasi Partisipan

merupakan suatu peroses pengamatan secara langsung untuk melihat kegiatan sehari-hari dari orang yang edang kita teliti yang menjadi sumber data penelitian.

3. Observasi non Partisipan

dimana jenis penelitian ini tidak ikut terlibat secara langsung dalam kegiatan sehari-hari orang yang diteliti, observasi yang dilakukan terpisah atau hanya mengamati dari jaak jauh. Adapun dalam implementasinya, peneliti akan mengguanakan jenis observasi partisipan dalam mengumpulkan data guna untuk mengamati atau melihat secara langsung bagaimana pola asuh anak yang diberikan oleh ibu yang menikah di usia muda. Dan peneliti menggunakan observasi non partisipan guna untuk mengumpulkan data terkait dengan dampak terhadap pola pengesuhan pada anak

4. Pengumpulan Data dengan Metode Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah pengumpulan data dengan menggunakan pertanyaan atau sebuah percakapan dengan

38Hasyim Hasanah, “ Teknik teknik Observasi”, Jurnal Al-Taqaddum, Vol. 8, No 1, juli 2016, h. 26-28.

(53)

38

maksud tertentu yang dilakukan oleh 2 orang yaitu orang yang member pertanyaan dan yang menjawab pertanyaan.

Adapun metode wawancara dibedakan menjadi 2 jenis sebagai berikut:39

a. Wawancara terstruktur

Merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang member pertanyaan yang sudah dipersiapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum ditanyakan kepada pelaku. Dan tungan peneliti mencactat apa yang dikatakana pelalu untuk menambah data penelitian.

b. Wawancara tak terstruktur

Merupakan pelaksanaan wawancara yang tidak menggunakan pedomen wawancara untuk pengumpulan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Adapun dalam penelitian ini peneliti mengguankan wawancara tak terstruktur untuk medapatkan data dari para imporman agar terkumpul imformasi-imformasi yang jelas dengan ruang lingkup masalah yang diteliti. Dengan pelaksanaan wawancara ini peneliti mengguanakan pelaku yang mengalami langsung dan anggota keluarga serta masyarakat yang mengetahui imformasi tentang pola pengasuhan anak dari orang tua yang menikah di usia muda di Dusun

39 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Al Fabeta 2012), h. 15.

(54)

39 tersebut.

e. Pengumpulan data dengan metode dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lama, dokumen bisa berbenntuk tulisan, gambar atau karya-karya dari seseorang. Dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi ini mengenai hal-hal yang berupa tulisa, catatan, sejarah kehidupan dan dokumtasi yang berbentuk gambar, sketsa dll.40

Adapun dalam penelitin ini peneliti lebih sering mengambil gambar maupun merekam perkataan dari objek yang di teliti dan seskali membuat video baik itu dati dari pelaku, orang tua (ayah dan ibu), keluarga pelaku (paman, bibi, kakek dan nenek) yang tinggal bersama.

Peneliti juga mengambil dokumen yang sangat dibutuhkan oleh peneliti seperti laporan perkembangan anak dapat membantu peneliti dalam peroses pengumpulan data berdasarkan objek yang diteliti serta dapat memperkuat hasil dari penelitian tersebut

f. Analisis data

Merupakan proses dimana peneliti mencatat dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancar, observasi dan dokumentasi sehingga mudah dipahami dan dapat diimposikan kepada orang lain.

Adapun teknik analisis data menurut Sugiyono dibagi menjadi tiga

40Sudaryono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Media Grup, 2016), h. 90.

(55)

40 yaitu:41

1. Reduksi data

Merupakan proses dimana peneliti pefikir sensitive yang memperlukan kecerdasan keluasan dan wawasan yang luas saat merangkum hal yang terjadi di lapangan

Dengan demikian data yang sudah ada sedikit memberikan gambaran untuk peneiti melakukan penelitian lanjutan.

2. Penyajian data

Dalam hal ini peneliti melakukan uraian singkat, bagan serta hubungan antar kategoti sejenisnya. Adapun yang sngat sering dilakuan dalam menyajikan data menggunakanpenelitian kuliatatif adalah dengen teks yang bersifar naratif

g. Kesimpulan atau verifasi

Langkah yang selanjutnya penelitian lakukan dimana proses analisis data menggunakan metode pnelitian kualitatif yakni menarik sebuah kesimpulan dari permasalahan yang ditemukan oleh peneliti yang bersifat sementara dan kapan saja bisa berubah bila tidak temukan bukti yang kuat. Kesimpulan yang dikemukakan tahap awal dapat dukungan dari bukti yang valid dan saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikumpulkan merupakan kesimpulan kridibal.

41Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Al fabeta, 2009 ), h, 339-345.

(56)

41 h. Pengecakan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, sebuah keabsahan data sangat diperlukan agar peneliti mengetahui kevalidatan dari sebuah data yang ditemukan saat di lapangan. Adapun teknik keabsahan data sebagai berikut:

1. Perpanjangan keikutsertaan

Merupakan teknik sebuah teknik pemeriksaan keabsahan dari suatu data berdasarkan keikutsertaan peneiti saat mengumpulkan data yaitu apakah peneliti menggunakan perpanjangan waktu terus menerus atau tidak.42

Sebagaimana yang dikemukakan bahwa hadirnya peneliti secara langsung dapat menguatkan tada yang sudah diperoleh benar-benar valid dan jelas. Keikutsertaan yang peneliti lakukan tidak mumbutuhakn waktu yang singkat tetapi sangat memerlukan perpanjangan waktu dalam keikutsertaan penelitian ini.

2. Ketekunan pengamatan

Merupakan seberapa tingggi derajat ketentuan yang peneliti lakukan saat melakukan pengamatan. Pengujian yang peneliti lakukan yaitu dengan meningkatkan ketekunan seperti: membaca catatan dan informasi yang didapat harus dengan cermat diteliti oleh peneliti agar tidak ada kesalahan dan kekurangan saat penelitian.

42Meleong, Lexy,J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya 2001), .h .184.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan hasil perancangan sistem pembangkit listrik hibrid menggunakan potensi energi angin dan surya untuk unit pengolahan ikan skala kecil yang berlokasi di

Dari tabel VI.3. dapat kita lihat bahwasanya kedisiplinan yang terdapat pada PT. Ramayana Lestari Semtosa Panam Square dikategorikan bagus, adapun responden

Berdasarkan hasil pemberian penjelasan Pengadaan Penyambungan Baru Listrik Kantor Pelayanan Persandian Wilayah Batam pada tanggal 18 November 2015 maka dipandang perlu

Secara umum ke tiga program ini telah berlangsung / dan keberlanjutannya dilakukan untuk tahun 2009 // Untuk indoensia hijau / yogyakarta dan beberapa kota lain di indonesia

Deputi MENLH Bidang Penaatan

Ke tiga anggota tim DP2M-Dikti cukup terkesan dengan besaran dana yang disediakan, publikasi dosen Unand (menurut mereka cukup banyak) dan banyaknya jenis skim penelitian

Dalam pembelajaran bahasa asing ada tingkatan pembelajaran, yaitu tingkat pemula (mubtadi’), menengah (mutawassitah), lanjut (mutaqaddim), dan tentunya setiap tingkat