• Tidak ada hasil yang ditemukan

30301609552 fullpdf

N/A
N/A
Sayid Ayi Ahmad

Academic year: 2022

Membagikan "30301609552 fullpdf"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI HALAMAN JUDUL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Hukum

Program Kekhususan Hukum Perdata

Diajukan Oleh : Dinda Puteri Anassthasia

30301609552

PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG

2021

(2)

ii

Diajukan Oleh : Dinda Puteri Anassthasia

30301609552

Pada tanggal 08, November 2021 telah Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing :

Denny Suwondo.,S.H.,M.H.

NIDN : 06-071063-01

(3)

iii

SENGKETA TANAH DI KABUPATEN KENDAL

Dipersiapkan dan Disusun Oleh :

Dinda Puteri Anassthasia 30301609552

Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Pada tanggal, 22 Desember 2021 1 Der Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat dan Lulus

Tim Penguji Ketua

Dr. H. Akhmad Khisni, S.H, M.H NIDN:06-040857-01

Anggota I Anggota II

Dr. Ratih Mega Puspasari, S.H, M.Kn Denny Suwondo.,S.H.,M.H.

NIDN:06-241085-04 NIDN:06-071063-01

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Prof. Dr. H. Gunarto.,S.H.,S.E,Akt.,M.Hum NIDN : 06-061265-01

(4)

iv Nama : Dinda Puteri Anassthasia

Nim : 30301609552

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul :

“PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN KENDAL”

Adalah benar hasil karya dan penuh kesadaran bahwa saya tidak melakukan tindakan plagiasi atau mengambil alih seluruh atau sebagian besar karya tulis orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Jika saya terbukti melakukan tindakan plagiasi, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Semarang, 29 Desember 2021 Penulis

Dinda Puteri Anassthasia

(5)

v

NIM : 30301609552

Fakultas : Hukum Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat Asal : Jalan Mangga 1 No. 41 RT.01 RW.08 Purin Patebon Kendal Jawa Tengah

No. Hp/Email : 081319886689/dpanassthasia@gmail.com

Dengan ini menyerahkan Karya Ilmiah berupa tugas akhir/skripsi dengan judul :

“PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN KENDAL”

Dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang. Serta memberikan hak bebas royalty Non-eksklusif untuk disimpan, dialih mediakan, dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencatumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntuan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.

Semarang, 29 Desember 2021 Penulis

Dinda Puteri Anassthasia

(6)

vi

menitipkan ujian. Seringkali manusia bingung arah dan tujuan, tetapi Tuhan Maha Tahu segala hal yang pasti, Tuhan Maha Tahu segala hal yang terbaik untuk hambanya. Percaya bahwa Tuhan selalu ada dalam setiap proses-proses pendewasaan dalam kehidupan.”

Skripsi ini penulis persembangkan kepada:

- Orang tua tercinta, Ayahku Buala Gea, S.H

& Ibuku Lies Dwianasari - Uty Yeyet Nurhayati

- Teman baikku Idam Manik Setia Putra - Dosen Pembimbingku, Bapak Denny

Suwondo, S.H., M.H.

- Fakultas Hukum UNISSULA - Almamater UNISSULA

(7)

vii

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Kantor Pertanahan Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Di Kabupaten Kendal” yang disusun dalam rangka menyelesaikan studi Strata Satu (S-1) untuk mencapai gelar Sarjana Hukum.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari doa, dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Bedjo Santoso, M.T., Ph.D. selaku Rektor Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

2. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E.Akt., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan studi dengan baik.

3. Ibu Dr. Hj. Widayati, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

4. Bapak Dr. Arpangi, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

5. Ibu Dr. Hj. Aryani Witasari, S.H., M.Hum., selaku Kaprodi S1 Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

6. Bapak Denny Suwondo, S.H., M.H. selaku Sekretaris Prodi S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

7. Bapak Denny Suwondo, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

(8)

viii

9. Teristimewa untuk kedua orang tua yang amat sangat penulis cintai dan sayangi, Ayah Buala Gea dan Ibu Lies Dwianasari yang telah memberikan doa, perhatian, kasih sayang, semangat dan dukungan, serta bantuan yang diberikan selama ini. Terima kasih atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepada penulis, dan semoga penulis dapat membahagiakan, membanggakan, dan menjadi anak yang sholehah, taat kepada Allah SWT, dan berbakti kepada Ayah dan Ibu tersayang.

10. Teman-teman seperjuanganku di Fakultas Hukum yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

11. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan serta semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca.

Semarang, 29 Desember 2021 Penulis

Dinda Puteri Anassthasia

(9)

ix

This research is a sociological juridical research in the form of legal identification and legal effectiveness by examining the principles, concepts, view of the community, legal doctrines obtained from secondary legal materials, as well as applicable laws and regulations. The Land Office (BPN) of Kendal Regency is the object of this research.

The results of this study are: First, that the implementation of land dispute resolution at the Regency Land Office of Kendal Regency has given quite a lot of results through non-litigation that was dispute submission to the courts. Second, obstacles in implementing the role of the Land Office of Kendal Regency are caused by problems with land origin, community awareness and changes in land use with changes to new regulations by the government that are not widely known to the public.

Keywords: Land, Dispute, Land Office (BPN)

(10)

x

terjadi di wilayah kerjanya sebagai salah satu bentuk tugas dan wewenang BPN sebagaimana yang diamantkan Perundangan.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis berupa identifikasi hukum dan efektifitas hukum dengan mengkaji kaidah-kaidah, konsep, pandangan masyarakat, doktrin-doktrin hukum yang diperoleh dari bahan hukum sekunder, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kantor Pertanahan BPN Kabupaten Kendal menjadi obyek penelitian ini.

Hasil dari penelitian ini adalah pertama, bahwa pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal sudah memberikan hasil yang baik dalam hal ini pada bagian penyelesaian sengketa tanah dilakukan melalui jalur non ligitasi yaitu pengajuan sengketa melalui BPN. Kedua, hambatan dalam pelaksanaa peran Kantor Pertanahan BPN Kabupaten Kendal disebabkan masalah asal usul tanah, kesadaaran masyarakat tentang perlunya pemahaman pendaftaran tanah maupun perubahan tata guna lahan dengan perubahan peraturan baru oleh pemerintah yang tidak banya diketahui masyarakat.

Kata Kunci : Pertanahan, Sengketa, BPN.

(11)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... iv

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRACT ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PNDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penelitian ... 12

E. Terminologi ... 13

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 24

A. Kajian Teoritik ... 24

1. Teori Kewenangan Hukum ... 24

2. Teori Kepastian Hukum ... 26

3. Teori Kepemilikan ... 30

4. Teori Kebijakan Publik ... 31

B. Kajian Konseptual ... 33

1. Pertanahan ... 33

2. Sengketa Pertanahan ... 46

(12)

xii

Penyelesaian Sengketa Tanah ... 61

B. Hambatan yang Dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal dalam Penyelesaian Sengketa Tanah ... 91

BAB IV PENUTUP ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(13)

xiii

Tabel 2 Unit Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal ... 688 Tabel 3 Contoh Daftar Sengketa/Konflik Pertanahan yang Masuk dalam

Pengadilan Negeri Kabupaten Kendal Hingga Tahun 2021 ... 88

(14)

xiv

(15)

1 BAB I PNDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama lebih dari 350 tahun Indonesia berada di bawah kekuasaan kolonial. Hukum pertanahan menjadi dualisme, antara hukum tanah barat dan hukum tanah tradisional. Di wilayah dimana hukum pertanahan barat diterapkan, pendaftaran tanah didukung sepenuhnya dengan peta kadaster dan survei. Di sisi lain, berbagai kerajaan Indonesia menetapkan peraturan mereka sendiri untuk meletakkan wilayah mereka. Kedua sistem administrasi pertanahan itu tersebar di antara lahan-lahan tersebut tunduk pada hukum adat, yang juga beragam, dan berbeda dari satu daerah dengan daerahlain.

UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 (UUPA) mengakhiri situasi ini dengan membuat UU Pertanahan Nasional tentang pemanfaatan konsep, prinsip, sistem dan institusi tradisional. Berdasarkan UUPA ini, status tanah secara umum dibagi menjadi tanah negara atau tanah pribadi. Tanah pribadi terdaftar atau belum, dan tanah negara didefinisikan sebagai tanah tanpa hak yang melekat padanya.1

Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 (UUPA), dualisme dalam hukum pertanahan dan hak atas tanah di Indonesia telah dihapuskan. Hak atas tanah pada dasarnya telah mendapat aturan pokok yang mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Namun karena

1Erna Heryani dan Chris Grant, Land Administration in Indonesia. Developing Asia and the Pacific - The World Bank Financed Land Administration Projects and Principles, 3rd FIG Regional Conference Jakarta, Indonesia, October 3-7, 2004 : hal 1

(16)

2

tanah juga merupakan bagian dari hukum harta benda dan hukum materi secara umum, maka pemeriksaan hak atas tanah tidak cukup hanya dengan mengacu pada UUPA, tetapi juga mempertimbangkan hukum kebendaan sebagai bagian dari hukum kekayaan pada umumnya. Menurut Hasan pengaturan hak atas tanah di dalam UUPA memang telah diatur sedemikian rupa sehingga mewujudkan hubungan prinsip antara tanah dan masyarakat.2

UUPA menyatakan bahwa hubungan antara masyarakat Indonesia dengan tanah adalah kekal. Hal ini tak lepas dari catatan historis dimana pada dasarnya mengacu pada kenyataan bahwa tanah adalah milik kelompok adat, yang setelah UUPA diatur, tanah itu diatur sendiri, dan berdasarkan undang-undang negara, di dalam UUPA itu sendiri.3 Pada prinsipnya UUPA juga mencakup konteks hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.

Pertumbuhan hukum adat, termasuk hak atas tanah, tidak terlepas dari perkembangan dan pengaruh politik hukum tersebut. Lebih kompleks lagi, hubungan antara hak ulayat dan hak negara menjadi semakin kompleks dengan adanya perusahaan yang mengeksploitasi lahan untuk kepentingan industri, pertambangan dan perkebunan di dalam atau sekitar tanah adat. Artinya, kewenangan pengaturan tanah oleh negara, khususnya tanah adat, tidak dapat semata-mata didasarkan pada pasal-pasal undang-undang yang mengaturnya,

2Erni Agustina, The Social Function of Land Rights in Indonesia: The Basic Agrarian Law and Customary Rights by the State, Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues vol. 1 , 2018, hal 2

3 Nyoman Putu Budiartha, Restriction and Incentives of Investment in Indonesia: Considering the Provisions of Basic Agrarian Law and Capital Market Law, European Research Studies Journal, Volume XXI, Issue 2, 2018, hal 182.

(17)

3

tetapi harus memperhatikan konteks yang muncul dalam pembuatan pasal-pasal undang-undang tersebut.

Pasal 19 UUPA lebih lanjut menjelaskan kewajiban Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah untuk menjamin dan menjamin hak milik siapa pun atas tanah. Menindaklanjuti amanat UUPA tersebut, program landreform dicoba diimplementasikan di Indonesia pada era tahun 1960-an, meskipun hanya mencakup luasan tanah dan petani penerima dalam jumlah yang sangat terbatas. Selain itu, sebagai alat pelaksana UUPA secara awal, pada tanggal 24 September 1961, Pemerintah Indonesia lebih lanjut mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 10/1961”) yang merupakan peraturan pendukung yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang terkait dengan Pendaftaran Tanah.

Namun demikian, baik UUPA maupun PP 10/1961 tidak secara jelas mendefinisikan apa itu Pendaftaran Tanah, namun menurut pasal 19 (2) UUPA dan penjelasan PP 10/1961 bagian I A (I), pendaftaran tanah harus mencakup kegiatan-kegiatan berikut 4:

a. Survei, pemetaan dan penyediaan administrasi mereka;

b. Pendaftaran hak atas tanah dan pengalihan hak atas tanah serta memberikan bukti hak yang akan dianggap sebagai alat bukti yang kuat.

Sepanjang pemerintahan Orde Baru, landreform tidak pernah lagi diprogramkan secara terbuka, namun diganti dengan program pensertifikatan, transmigrasi, dan pengembangan Perkebunan Inti Rakyat, yang pada hakekatnya

4Erni Agustina, ibid , 2018, hal 3

(18)

4

bertujuan untuk memperbaiki akses masyarakat terhadap tanah. Sepanjang pemerintahan dalam era reformasi, telah dicapai beberapa perbaikan dalam hukum dan perundang-undangan keagrariaan, namun tetap belum dijumpai program nyata tentang landreform. Secara teoritis, ada empat faktor penting sebagai prasyarat pelaksanaan landreform, yaitu kesadaran dan kemauan dari elit politik, organisasi petani yang kuat, ketersediaan data yang lengkap, serta dukungan anggaran yang memadai. Saat ini, kondisi keempat faktor tersebut masih dalam kondisi lemah, sehingga dapat dikatakan implementasi landreform secara serentak dan menyeluruh di Indonesia masih sulit diwujudkan.5

Banyaknya tanah yang tidak atau belum memiliki sertifikat menjadi tolok ukur dasar utama atau implementasi yang rendah dari UUPA yang masih terjadi hingga saat ini. Sebenarnya dalam UUPA sendiri tidak pernah disebutkan mengenai sertifikat tanah, Pasal 19 Ayat (2) huruf c ada menyebutkan “surat tanda bukti hak”. Dalam pengertian sehari-hari surat tanda bukti hak ini sudah sering diistilahkan sebagai sertifikat tanah. Sertifikat Tanah adalah surat keterangan yang membuktian hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Sertifikat juga merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut

5Syahyuti. Kendala Pelaksanaan Landreform Di Indonesia: Analisa terhadap Kondisi dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan Reforma Agraria, Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 22 No. 2, 2004 : hal 89 – 101

(19)

5

sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.6

Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat.

Inilah fungsi yang paling utama sebagimana disebut dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemengang hak atas suatu bidang tanah apabila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu. Diapun dapat membuktikan mengenai keadaan dari tanahnya tersebut. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima (oleh hakim) sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan sebaliknya. 7

Berdasarkan laporan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), masyarakat Indonesia yang memiliki sertifikat tanah baru sekitar 40 persen. Lebih lanjut dikatakan bahwa para pemilik sertifikat tersebut umumnya adalah para pengusaha, pemilik rumah dari program Bank Tabungan Nasional (BTN) dan Perumnas, serta pemilik rumah di lingkungan perumahan yang dibangun oleh pengembang. Namun sebaliknya, masih banyak anggota masyarakat yang mempunyai tanah, tetapi belum bersertifikat.8

Kelemahan dalam implementasi yang konsisten dari UUPA tersebut menjadikan konflik tanah menjadi fenomena yang meluas, dan bisa terjadi di setiap waktu atau tempat, baik faktor kebutuhan dan keserakahan sama-sama dapat menuntun pada kondisi tersebut. Kelangkaan dan peningkatan nilai tanah

6 Muhammad Yamin, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar Maju, 2011, hlm 14

7 Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm 57

8Erwin Hutapea, https://properti.kompas.com/read/2019/01/28/203121221/baru-40-persen- masyarakat-indonesia-yang-memiliki-sertifikat-tanah, edisi 28 Januari 2019

(20)

6

seiring tahun semakin memperburuk keadaan. Konfik tanah terutama terjadi ketika ada kesempatan untuk memperoleh tanah secara gratis tidak peduli apakah tanah ini adalah milik negara, milik bersama atau milik pribadi seseorang.

Konflik warisan dan perselisihan antar tetangga paling sering terjadi khususnya yang berkaitan dengan tanah dan properti tak bergerak lainnya. Dalam situasi pasca konflik atau selama fase awal transisi ekonomi, pada saat lembaga regulasi, kontrol dan mekanisme sanksi belum terbentuk, orang-orang dengan penuh semangat mengambil tanah jika posisi mereka memungkinkan atau kehilangan tanah jika mereka dalam posisi lemah. Tidak adanya surat bukti kepemilikan tanah seringkali menjadi dasar utama konflik agraria karena kepemilikan sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan atas hak memiliki dan mengunakan tanah tersebut.

Sengketa hukum masalah pertanahan muncul karena adanya dua atau lebih pihak yang mengklaim atas hak tanah yang sama, dimana selanjutnya ada pengaduan salah satu pihak, orang atau badan hukum yang memuat keberatan dengan harapan dapat diperoleh penyelesaian administratif disesuaikan dengan ketentuan regulasi yang berlaku. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara. Pertama melalui proses litigasi di pengadilan. Setelah itu mereka mengembangkan proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama di luar pengadilan yang biasa disebut proses non litigasi. Proses litigasi menghasilkan keputusan permusuhan yang belum dapat merangkul kepentingan bersama, bahkan cenderung menimbulkan hal barumasalah, lambat dalam penyelesaian, mahal, tidak responsif dan menyebabkan permusuhan antar pihak yang berselisih.

(21)

7

Penyelesaian non litigasi memiliki beberapa bentuk penyelesaian sengketa yaitu Negosiasi, Mediasi dan Arbitrasi. Segala bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan atau mengalami perbedaan pendapat baik antar individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa non- litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa melalui musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian sengketa dilakukan secara kekeluargaan.9

Namun telepas dari cara litigasi maupun non-litigasi, sengketa hukum atas tanah tidak dapat dipisahkan dengan orientasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara yang berorientasi pada kesejahteraan umum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menurut Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun2016 tentang Penyelesaian Sengketa Tanah (selanjutnya disebut Peraturan MoASP / NLA No.11/2016), kasus pertanahan adalah Sengketa, Konflik atau Kasus Tanah yang mendapatkan penyelesaian secara sesuai ketentuan peraturan / kebijakan pertanahan.

Pasal 1 Angka 2 Peraturan MoASP/NLA Nomor 11/2016 menyebutkan bahwa sengketa tanah adalah perselisihan tentang tanah antar individu, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas. Menurut Doni Saputro, Setiaji dan Martien Herna Susanti, Berbagai kasus terkait tanah akibat adanya

9Sigit Somadiyono, The Role Of National Land Agency In Land Dispute Through Mediation Mechanisms, The European Proceedings of Social & Behavioural Sciences, 2018 : hal 182.

(22)

8

kelemahan administrasi status kepemilikan tanah yang tidak disertifikatkan oleh masyarakat karena sudah dianggap dimiliki secara sah sebagai hak masyarakat. 10

Sedangkan menurut Badan Pertanahan Pusat pada tahun 2009, setidaknya ada setidaknya tiga penyebab utama sengketa tanah, yaitu:

1. Masalah administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, yang konsekuensinya adalah adanya tanah dimiliki oleh dua orang masing- masing dengan sertifikat;

2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketimpangan distribusi kepemilikan tanah bagi keduanya. Lahan pertanian dan non pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politik maupun secara sosiologis.

3. Legalitas kepemilikan tanah hanya berdasarkan bukti formal (sertifikat), apapun produktifitas tanahnya.11

Menurut Pasal 16 UUPA telah diatur tentang hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warganya yang terpenting berupa Hak Kepemilikan, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membersihkan Tanah, Hak-Hak atas Kehutanan dan hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak yang disebutkan di atas dan akan ditetapkan oleh hukum dan hak sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 UUPA. Salah satu lembaga pemerintah di Indonesia yang erat hubungannya dengan pertanahan adalah Badan Pertanahan

10 Doni Saputro, Setiaji, Martien Herna Susanti, Peran Kantor Pertanahan dalam Penyelesaian Sengketa Tanah antara Masyarakat Desa Pakis dengan Perhutani Kabupaten Kendal, 2017, Unnes Political Science Journal, Vol. 1, No. 2, hal. 135 – 142

11Ibid. hal 183

(23)

9

Nasional yang disingkat BPN yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Secara garis besar menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2006, BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Selanjutnya dalam pasal 2 disebutkan bahwa BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan ditingkat nasional, regional dan sektoral. Dalam melaksanakan tugas tersebut, penyelesaian sengketa tanah merupakan salah satu fungsi yang diemban oleh BPN.

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk semakin meningkatkan percepatan pendaftaran hak atas tanah menunjukkan adanya upaya untuk memberikan jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak maupun penanganan masalah sengketa pertanahan. Pendaftaran tanah menghasilkan sertifikat tanah atau sertifikat hak- hak atas tanah sebagai tanda bukti yang sah yang dimaksudkan untuk menghilangkan sengketa atau konflik tanah. Sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977.

Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga negara yang diberi wewenang untuk melakukan pendaftaran tanah warga negara, Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2015, dimana Badan Pertanahan Nasional memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas dan

(24)

10

fungsi pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, maupun sektoral. Pasca masa reformasi yang dibarengi dengan otonomi daerah, maka kebijakan agraria juga menjadi merupakan bagian dari otonomi daerah yaitu pendelegasian wewenang Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah dalam hal pertanahan. Otonomi Daerah sebagai respon terhadap tuntutan perubahan atas pola kebijakan Negara yang sentralistis, sehingga Pemerintahan dapat diharapkan akan memberdayakan daerah secara lebih optimal.12 Implikasi atas hal ini maka Kantor Badan Pertanahan Nasional juga dibentuk di daerah tingkat II (Kabupatan /Kota).

Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal merupakan instansi vertikal BPN kota/kabupaten yang berada dibawah tanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional/PERKABAN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pemerintahan digunakan sebagai tolok ukur Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugas secara nasional, regional maupun sektoral.

Kasus-kasus pertanahan dapat dikatakan tidak pernah berkurang dan cenderung terus mengalami pningkatan dalam hal kompleksitas maupun kuantitasnya, seiring dengan dinamika yang terjadi di bidang ekonomi, sosial dan politik Indonesia. Dalam kewenangannya membuat akta tanah (sertifikat) maka BPN seringkali menjadi saksi dalam perkara pertahanan di pengadilan dan bahkan menjadi pihak tergugat. Hal ini dimaksudkan jika pengguna memenangkan kasus maka BPN dituntut untuk mengubah atau merevisi sertifikat tertentu karena

12Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria, Cetakan Pertama, Jakarta: Kompress,2013, hal: 13.

(25)

11

kewenangan pembuatan dan revisi sertifikat hanya ada pada BPN selalu pembuatnya.

Berdasarkan uraian tersebut adalah penting untuk mengkaji bagaimana tanggungjawab peran BPN dalam memenuhi penerapan UUPA guna bisa memberikan jaminan atas kepemilikan hak atas tanah. Selain ini peran BPN dalam memberikan dukungan terhadap penyelesaian sengketa pertanahan semakin besar.

Untuk itu, penulis akan menyusun penulisan hukum yang berjudul : “PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN KENDAL”.

B. Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting agar dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Dengan memperhatikan serta memahami uraian latar belakang yang diuraikan diatas, maka masalah yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan prosedur penyelesaian sengketa pertanahan di BPN Kendal?

2. Apa faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan di Kabupaten Kendal?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah dikemukakan dalam permasalahan di atas, maka disampaikan tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami pelaksanaan prosedur penyelesaian sengketa pertanahan di BPN Kendal.

(26)

12

2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan di Kabupaten Kendal.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan hukum pada umumnya dan secara khusus mengenai dalam bidang agraria dan kenotariatan terkait bagaimana tanggung jawab masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana amanat UUPA, perlindungan hukum terhadap hak milik atas tanah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Praktisi Hukum

Secara praktis diharapkan kajian yang akan dipaparkan dalam pembahasan tulisan ini, kedepan mampu memberikan konstribusi untuk membantu praktisi hukum dalam memahami bagaimana peran dan tanggung jawab BPN dalam memasilitasi dan memoderasi sengketa pertanahan yang terjadi.

(27)

13 b. Bagi Akademisi

Secara praktis tulisan ini diharapkan berkontribusi dalam memajukan dan membantu untuk perkembangan keilmuan bagi para pihak akademisi, meliputi para mahasiswa dan para pengajar.

c. Bagi Masyarakat

Tulisan ini diharapkan dapat membantu mendorong masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam meenerapkan UUPA dan mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi manusia.

E. Terminologi

Penelitian memiliki istilah-istilah yang berkonotasi hukum sehingga harus dijelaskan terminologinya secara hukum :

1. Tanah

Tanah merupakan bagian dari bumi yang ada di permukaan bumi yang menjadi salah satu objek yang diatur oleh Hukum Agraria. Tanah yang diatur di dalam Hukum Agraria itu bukanlah Tanah dalam berbagai aspeknya, akan tetapi tanah dari aspek yuridisnya yaitu yang berkaitan langsung dengan hak atas tanah yang merupakan bagian permukaan bumi sabagaimana diatur dalam Pasal 4 (ayat 1) UUPA, yang menentukan atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang menentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dapat dipunyai oleh orang- orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta

(28)

14 badan-badan hukum. 13

2. Sengketa

Sengketa merupakan situasi dan kondisi di mana orang-orang saling mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan- perselisihan yang ada pada persepsi mereka saja 14.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian memiliki peran penting dalam hal penelitian dan penyusunan penelitian ilmiah, penelitian akan terlihat jelas dengan metode penelitian yang akan digunakan.15 Metode dapat memberikan suatu analisa, memberi pemahaman tentang keadaan yang dihadapi, sehingga penelitian akan disebut ilmiah dan terpercaya kebenarannya, apabila disusun dengan metode yang tepat. Pengertian penelitian adalah kegiatan ilmiah yang ditunjukan untuk mengumpulkan, mencari dan menganalisis fakta-fakta mengenai suatu masalah.16

Khusus mengenai penelitian hukum Soerjono Soekanto mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: ”Penelitian hukum dimaksudkan sebagai kegiatan ilmiah yang berdasarkan metode, sistematika dan pemikiran tertentu secara konsisten yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya”.17

Metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis untuk menunjang hasil penelitian tersebut untuk mencapai tujuan penelitian hukum menggunakan

13 H.M. Arba, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta,Sinar Grafika Offset, 2015, hlm 7.

14 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta:

Rajawali Pers. 2011, hlm 1.

15Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Alfabeta, 2014, hlm 106.

16Warsito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995, hal.22.

17Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, op. cit, hal. 43.

(29)

15 metode penelitian hukum sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah penelitian yuridis sosiologis.

Penelitian yuridis adalah penelitian mengenai identifikasi hukum dan efektifitas hukum dengan mengkaji kaidah-kaidah, konsep, pandangan masyarakat, doktrin-doktrin hukum yang diperoleh dari bahan hukum sekunder, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. 18 Sedangkan penelitian sosiologis adaah penelitian yang berkaitan dengan dinamika sosial kemasyarakatan. Dengan demikian penelitian yuridis sosiologis merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektifitas hukum dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Penelitian yuridis sosiologis merupakan jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat.

Dengan kata lain penelitian yuridis sosiologis yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah. 19

Penelitian hukum juga dilakukan dalam upaya untuk memecahkan isu hukum yang diajukan sehingga hasilnya memberikan preskripsi

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 2005, hlm. 51

19 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 15.

(30)

16

mengenai apa seyogianya dilakukan. Penelitian hukum tidak perlu memakai istilah penelitian hukum normatif karena legal research selalu normatif. Sama halnya dengan istilah yuridis normatif yang sebenarnya tidak dikenal dalam peneitian hukum, dengan demikian sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normatif.20 Penelitian hukum ini berfokus pada penelitian hukum yang tertulis (law in book), 21 Penelitian yuridis juga dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertical dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.22

Pendekatan-pendekatakan yang digunakan di dalam penelitian yuridis diantaranya adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. 23 Pendekatan yang akan digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hlm.

60.

21Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi ke-1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.118.

22 Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Depok, 1995, hlm. 15.

23 Ibid; hlm. 41-42.

(31)

17

lainnya antara undang-undang dan undang-undang dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.24

Pendekatan konseptual beranjak dari perundang-undangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian- pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahanaman akan pandangan dan doktrin- doktrin tersebut merupakn sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dikaji.25

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi dari penelitian yang dilakukan bersifat preskriptif.

Sehingga di dalam penelitian hukum tidak perlu adanya hipotesis dan dalam penelitian hukum tidak mengenal data.26 Hal ini sesuai dengan sifat hukum preskriptif. Objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku bukan perilaku individu dengan norma hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa titik anjak dalam mempelajari hukum adalah memahami kondisi instinsik aturan-aturan hukum.

Preskriptif dimaksudkan untuk memberi argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukan. Argumentasi dilakukan untuk memberikan

24Ibid; hlm. 133.

25Ibid; hlm 136.

26Ibid; hlm. 59.

(32)

18

prespektif mengenai benar atau salah menurut hukum dihubungkan dengan fakta atau peristiwa hukum dihubungkan dengan hasil penelitian.

Penelitian hukum menempatan sistem norma sebagai objek kajiannya yang berisi nilai-nilai tentang bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku.

Objek tersebut dikaji dari sistematika berdasarkan ketaatan pada struktur hukum secara hierarkis untuk memberikan sebuah pendapat hukum dalam bentuk preskriptif terhadap sebuah peristiwa hukum.27

3. Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah-risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan penelitian- penelitian yang relevan atau terkait penelitian ini termasuk diantaranya tesis, jurnal-jurnal hukum, dan buku-buku hukum yang berkaitan dengan pembahasan yang diteliti.

Sumber bahan hukum yang digunakan adalah:

a. Bahan Hukum Primer;

1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

2) UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang mengatur mengenai tentang hak-hak atas tanah, air, dan udara.

27 Mukti Fajar ND dan, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 38.

(33)

19

3) Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

4) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria.

5) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 28 Tahun 2016 mengenai Percepatan Program Nasional Agraria Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis.

6) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016.

7) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

8) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018

9) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional/PERKABAN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pemerintahan.

b. Bahan Hukum Sekunder;

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer terdiri dari:

(34)

20

1) Kepustakaan yang berkaitan dengan Perlindungan Hukum.

2) Kepustakaan yang berkaitan dengan hukum adat c. Bahan Hukum Tersier:

Bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa :

1) Kamus Hukum Indonesia.

2) Ensiklopedia Hukum Indonesia.

3) Kamus Umum Bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi Pustaka merupakan teknik untuk mengumpulkan bahan hukum dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, makalah-makalah hukum, jurnal-jurnal hukum, majalah dan koran.28 Studi pustaka ini bertujuan untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji bahan hukum yang digunakan baik bahan hukum primer ataupun bahan hukum sekunder yang menjadi objek penelitian ini. Penulis melakukan survey di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kendal, dimana penulis mencari informasi guna menemukan permasalahan mengenai sengketa tanah bersertifikat ganda. Setelah ditemukan permasalahan, penulis mengumpulkan berbagai literatur baik itu berupa buku, dokumen, jurnal, peraturan perundang-undangan,

28Ibid; hlm 237-240.

(35)

21

maupun karya ilmiah para sarjana yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis.

b. Wawancara, adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan dengan dua orang pihak yang terdiri dari pewawancara, dan narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan Kepala Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kendal selaku narasumber

5. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penulis dalam penelitian ini mengingat terkait pokok permasalahan terkait, dengan memilih lokasi penelitian dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kendal.

6. Tehnik Analisis Data

Bahan hukum yang diperoleh ditelaah lebih lanjut berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh serta melakukan analisa bahan pendukung dari studi kepustakan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian. Analisa dimaksudkan untuk memberikan penjelasan secara rasional dan sistematis. Adapun metode yang digunakan dalam teknik analisa data ini adalah:

a. Reduksi data baik data primer maupun data sekunder yang diperoleh penulis awalnya tidak tersusun secara sistematis dan jelas. Data-data yang terkumpul masih tercampur dan sulit untuk dipahami. Dengan metode reduksi data, seluruh data yang diperoleh dikelompokkan sesuai

(36)

22

kelompoknya secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami.

b. Penyajian data Penulis berusaha memahami data-data yang diperoleh dan menyajikan ke dalam bentuk data yang lebih sederhana dan jelas agar mudah dipahami oleh pembaca. Pada tahap penyajian data, data yang sulit dipahami atau belum tersusun disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami dengan menggunakan tabel, urutan, kategori, dan lain sebagainya.

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode atau pola berpikir deduktif. Penggunaan metode deduktif ini berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, setelah itu dapat ditarik kesimpulan.29 G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab, di mana ada keterkaitan antara bab yang satu dengan yang lainnya. Sistematika penulisan tesis ini akan dijabarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan dan Jadwal Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi landasan teori yang merupakan hasil studi kepustakaan, meliputi: Teori Pertanahan (Agraria), Sengketa,

29 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (edisi revisi), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2014, hlm.89.

(37)

23

Penyelesaian Hukum atas Konflik/Sengketa Agraria menurut pandangan Islam dalam Penyelesaian Sengketa.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Yang berisi tentang pembahasan rumusan masalah.

BAB IV PENUTUP

Yang berisi kesimpulan hasil penelitian yang dilengkapi dengan saran-saran yang diperlukan.

(38)

24 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Teori Kewenangan Hukum

Kewenangan adalah semua aturan yang memungkinkan subjek hukum publik dalam hubungan hukum publik untuk mendapatkan dan menggunakan kewenangan pemerintah. Menurut Stoud, unsur kewenangan dibagi menjadi 2, yaitu sifat dari hubungan hukum dan aturan hukum.30

Dalam konsep hukum, setiap pelimpahan wewenang kepada Lembaga pelaksana harus terlebih dahulu menentukan kewenangannya dalam peraturna perundangan, baik itu dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, maupun aturan yang lebih rendah tingkatannya.

Sifat hubungan hukum adalah sifat hubungan hukum publik dan privat.31 Dalam teori kewenangan terdapat unsur- unsur yang tercantum, yaitu:

a. Adanya kekuatan/ kekuasaan;

b. Kehadiran Lembaga pemerintah;

c. Sifat hubungan hukum.

Ketiga unsur tersebut pada prinsipnya menjelaskan mengenai keberadaan Lembaga pemerintah yang berwenang secara sifat hubungan hukumnya. Instansi pemerintah adalah alat pemerintah, dan tugas mereka

30Salim HS, Erlies Septiana, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2003, hlm.183.

31Ibid, hlm.185.

(39)

25

adalah menjalankan roda pemerintahan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menyebabkan konseksuensi hukum. Konsekuensi hukum memunculkan hak dan kewajiban.

Menurut Indroharto, terdapat tiga jenis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang–undangan, yaitu :

a. atribusi;

b. delegasi;

c. mandat.

Atribusi adalah pelimpahan wewenang dari pembuat undang-undang sendiri kepada Lembaga pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang baru. Memberikan wewenang untuk menentukan langsung dari hukum dan undang- undang adalah Atribusi dalam arti materiil. Delegasi adalah pengalihan kekuasaan yang dimiliki oleh lemabaga pemerintah kepada Lembaga lain. Yang termasuk dalam delegasi adalah penyerahan.

Tanggung jawab akan beralih dari pemberi wewenang atau kekusaan kepada penerima wewenang. Sedangkan dalam Mandat tidak ada pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari pemerintah satu kepada pemerintah lainnya. Pertanggungjawaban terhadap wewenang tidak beralih kepada penerima mandat, tetapi tetap berapa pada pemberi mandat.32

32 Ibid

(40)

26

Dari apa yang sudah di jelaskan bahwa wewenang memiliki sekurang-kurangnya 3 komponen sebagai suatu konsep hukum publik, yaitu :

a. Pengaruh ;

b. Dasar hukum ; dan c. Kepatuhan hukum.

Konsekuensinya adalah bahwa penggunaan wewenang dirancang untuk mengendalikan perilaku badan hukum. Dasar dari hukum dan undang-undang adalah bahwa wewenang harus selalu ditunjuk berdasakan hukum, sedangkan kepatuhan hukum berarti adanya standar yaitu kewenangan, pelaksanaan wewenang, misalnya, jika seorang pejabat telah melakukan suatu tindakan diluar atau diluar ruang lingkup kekuasaan dan kewenangannya, maka tindakannya itu akan dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum. Demikian pula, notaris juga harus mematuhi ruang lingkup kewenangannya.

2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan keadaan pasti mengenai keadaan atau ketetapan33. Sebagai pedoman dalam melakukan setiap perbuatan, hukum harus benar-benar memberikan keadilan dan kepastian. Karena hukum dapat menjalankan fungsinya jika hukum itu dinilai pasti dan adil.

Menurut Shidarta, kepastian bukan hanya persyaratan moral, tetapi juga secara faktual mencirikan hukum. Hukum dinilai buruk juga tidak

33Cst Kansil, dkk, Kamus Istilah Hukum, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009, hlm.385.

(41)

27

dianggap sebagai aturan hukum jika suatu hukum tidak dapat memberikan nilai yang pasti dan adil. Kedua karakteristik ini mencakup pemahaman tentang hukum itu sendiri (den begriff des rechts).34Suatu hukum tidak dapat dipisahkan dari Kepastian karena kepastian merupakan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan perbuatan karena hukum tanpa kepastian akan kehilangan maknanya. Dimana tiada kepastian hukum, disitu tidak ada hukum.35

Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefinisikan sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu:

a. Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh, diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara.

b. Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

c. Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan- aturan tersebut.

d. Keputusan peradilan secara kongkrit dilaksanakan. 36

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas artinya tidak menimbulkan keragu-raguan atau multi tafsir, dan logis artinya menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga

34 Shidarta, Moralitas Profesi Hukum suatu Tawaran Kerangka Berfikir, PT Revika Aditama, Bandung, 2006, hlm.79-80.

35Sudikno Mertokusumo dalam Salim HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hlm.82.

36Soeroso, Penantar Ilmu Hukum, Pt. Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 23.

(42)

28

tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Secara umum kepastian hukum merupakan perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat, dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturan.

Kepastian hukum merupakan kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum, karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar-benar.

Menurut uraian di atas, tujuan utama hukum itu sendiri adalah kepastian. Kepastian hukum juga memiliki keterkaitan yang erat dengan ketertiban umum. Dalam hal aturan, hal itu dapat mengarah pada kepastian dalam kegiatan yang penting bagi kehidupan masyarakat. Dalam rumusan undang-undang yang dibuat oleh pihak yang berwenang, untuk mengatur suatu hukum dibutuhkan adanya kepastian hukum, sehingga aturan-aturan memiliki aspek yuridis yang dapat memastikan bahwa hukum adalah aturan yang harus ditaati.

Teori kepastian hukum digunakan oleh penulis sebagai simpulan paling akhir untuk memberikan pandangan obyektif berdasarkan hasil analisa permasalahan dalam penulisan tesis ini berdasarkan teori-teori yang digunakan, sehingga penulis akan memberikan simpulan apakah

(43)

29

pelaksaan mengenai putusan pengadilan khususnya yang obyeknya adalah tanah sudah memenuhi cita-cita hukum bagi para pihak yang bersengketa.

Pada konsep ajaran prioritas baku mengemukakan bahwa 3 (tiga) ide dasar hukum atau 3 (tiga) tujuan utama hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.37

Keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan dalam arti yang sempit yakni kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.

Kemanfaatan atau finalitas menggambarkan isi hukum karena isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang mau dicapai oleh hukum tersebut.

Kepastian hukum dimaknai dengan kondisi di mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.38

Kepastian hukum itu berkaitan dengan putusan hakim yang didasarkan pada prinsip the binding for precedent / stare decisis dalam sistem common law, dan the persuasive for precedent dalam civil law.

Putusan hakim yang mengandung kepastian hukum adalah putusan yang berisi prediktabilitas dan otoritas. Kepastian hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusan-putusan terdahulu.39 Fungsi teori kepastian hukum disini adalah untuk menjamin dan melindungi hak-

37 Ali Ahmad, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, Jakarta, Kencana, 2009, hlm. 287-288.

38Ibid., hlm. 162.

39Ibid., hlm. 294.

(44)

30

hak tanah bagi pihak yang memang berhak berdasarkan undang-undang.

3. Teori Kepemilikan

Hak milik menjadi prinsip yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan perselisihan atau konflik tanah yang telah diambil alih oleh Negara . Tentu saja hak milik Negara (HMN) untuk pembangunan dan kepentingan umum menjadi prinsip lain dalam pendekatan analisis dan penyelesaian sengketa tanah pribadi masa Hindia Belanda yang diambil alih negara.

Hak memiliki arti pengakuan atau tuntutan atas sesuatu (benda-bisa berupa barang/fisik yang berwujud, jasa atau pengetahuan / informasi yang tidak berwujud) yang dapat dilaksanakan atau dihormati oleh pihak lain.

40 Teori Hukum Agraria Nasional yang menghargai kepemilikan fisik atau yuridis harus dihormati. Menurut Alexandr Opoulou terdapat tiga elemen dasar hak kepemilikan, yaitu (i) eksklusivitas hak untuk memilih penggunaan sumber daya, (ii) eksklusivitas hak atas layanan sumber daya dan (iii) hak untuk menukar sumber daya di persyaratan yang disetujui bersama.41 Sedangkan Vincent RJ mengemukakan bahwa 'hak' memiliki lima elemen utama elemen yaitu :

a. Subjek hak, yaitu pemegang hak . Mereka lebih sebagai individu, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok (keluarga, suku, perusahaan, bangsa,

40 Property rights in Economic of Institution. Esl.fem.ipb.ac.id/uploads/media/12.

Property_rights_SDA.pdf

41 Bambang Slamet Riyadi. Law of agrarian conflict and resolution effort: A claim dispute of Eigendom verponding Land, International Journal of Law, Volume 3; Issue 3, 2017, hal.

86

(45)

31

negara bagian, wilayah, budaya, bahkan mungkin properti global) b. Objek hak, apa itu hak, baik positif atau negatif sebagai klaim atas

sesuatu yang benar.

c. Latihan hak, suatu aktivitas yang menghubungkan antara subjek (pemegang) dengan objek (apa yang diklaim sebagai hak) ( aktivitas sekamar menghubungkan subjek ke objek).

d. Pengemban tugas korelatif, ketika hak dilampirkan bagi seseorang berarti melawan orang lain yang tidak mendapatkan hak ini, jadi perjuangan untuk 'mengalahkan' semua penghalang penghalang dari yang lain pesta.

e. Pembenaran hak, adalah pertanyaan tentang pembenaran bahwa sesuatu ini adalah milik orang / kelompok ( pertanyaan tentang pembenaran hak ).42

Oleh karena itu, hak harus didasarkan pada tuntutan atas objek tentang hak tersebut, dan diharapkan tidak ada pihak lain yang keberatan.

Berdasarkan hak kepemilikannya dijamin universal hak asasi manusia, tentu saja akan menjadi filosofis nilai dalam undang- undang. Pertanyaannya adalah sejauh mana hukumnya berjalan efektif di antara masyarakat Indonesia.

4. Teori Kebijakan Publik

Teori kebijakan publik telah dengan tegas memperdebatkan keharusan setiap kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah tersebut

42 Ibid, hal. 86

(46)

32

menguntungkan dan memiliki dampak barang baik untuk publik atau masyarakat.

Kebijakan publik sebagai tindakan sosial pemerintah berubah menjadi tindakan yang berimplikasi pada hukum ketika kebijakan publik seperti itu. Kewajiban pemerintah yang dilindungi dan diatur oleh undang- undang.

James E. Anderson mengkategorikan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut:

a. Kebijakan Substantif dan Prosedural.

b. Kebijakan Distributif, Redistributif, dan Peraturan.

c. Kebijakan Barang Publik dan Barang Pribadi.43

Kebijakan redistributif adalah salah satu kebijakan tentang pengalihan alokasi kekayaan, kepemilikan, atau hak. Contoh: kebijakan pada pembebasan tanah untuk tujuan umum. Kebijakan publik oleh Pemerintah tentu berimplikasi pada hukum, sejak itu kebijakan di atas tanah diatur oleh undang-undang sektor agraria/pertanahan. Kasus masalah tanah yang berlarut-larut merupakan cerminan buruknya kebijakan publik oleh pemerintah di bidang agraria atau pertanahan masalah.

43 Ibid, hal. 87

(47)

33 B. Kajian Konseptual

1. Pertanahan

a. Pengertian Tanah

Berdasrkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. Selain itu dijelaskan bahwa tanah juga mencangkup aspek kultural, kualitas, politis, hukum, pemilikan, hak dan juga makna spritual, seperti halnya tanah adat dan tanah suci, tanah juga dihubungkan dengan negeri kelahiran, tanah tumpah darah setiap warga negara Indonesia. Tanah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar, manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah.

Pengertian tanah diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah No.

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan sebagai berikut : “Atas dasar tanah hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”

Istilah tanah sebagaimana pada Pasal diatas ialah permukaan bumi, makna permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat menadi hak sesorang atau badan hukum. Oleh karena itu, hak-hak yang timbul di atas hak atas permukaan bumi (hak atas tanah) termasuk di

(48)

34

dalamnya bangunan atau benda-benda yang terdapat di atasanya merupakan suatu persoalan hukum, persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang berkaitan dengan asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah dengan tanaman dan bangunan yang terdapat diatasnya.

Secara khusus dalam aspek hukum, tanah juga menjadi obyek hukum yang dalam beberapa hal khusus disebut dalam istilah “agraria”.

Secara etimologis, Kamus Hukum mendefinisikan agraria sebgai segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah, atau pembagian atau pembagian tanah. Dari pengertian tersebut, agraria dapat diartikan sebagai pembagian tanah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “agraria” adalah masalah lahan pertanian atau pertanian atau apapun yang berhubungan dengan kepemilikan tanah. Sedangkan menurut UUPA agraria adalah tanah dan segala sesuatu di atasnya (bangunan dan tanaman) dan di bawah tanah seperti batu, tambang, dan lain-lain.

b. Hukum Tanah

Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum yang konkret, beraspek publik dan privat,

(49)

35

yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan sistem.44

Hukum tanah mengacu pada norma hukum bagi negara untuk menyesuaikan berbagai hubungan sosial dan ekonomi dalam kepemilikan, penguasaan, pengoperasian, penggunaan, perlindungan, dan pengelolaan tanah. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan ekonomi tanah dari kelas penguasa dan membantu menstabilkan tatanan sosial ekonomi dan aturan politik kelas penguasa.

Berdasarlan konsep terasbut maka hukum tanah akan mencakup arti sebagai berikut : 45

1) Hukum pertanahan merupakan norma yang dirumuskan atau disetujui oleh negara dan pelaksanaannya dijamin oleh kekuatan koersif negara.

2) Undang-undang dan peraturan pertanahan yang relevan yang dirumuskan atau diakui oleh negara mengikat secara universal pada semua anggota masyarakat. Semua unit dan individu harus mematuhinya secara ketat. Setiap pelanggaran hukum dan peraturan pertanahan harus dihukum sesuai dengan hukum untuk memastikan bahwa hukum pertanahan nasional Penerapan.

3) Objek penyesuaian hukum pertanahan adalah berbagai hubungan sosial yang dimiliki masyarakat dalam proses pembangunan,

44 Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 10-11.

45 Dr. Rizkan Zulyadi, SH, M.H dalam https://hukum.uma.ac.id/2021/01/15/apa-itu-hukum- pertanahan-land-law/

45

(50)

36

penggunaan, renovasi dan perlindungan tanah, yaitu hubungan tanah, termasuk hubungan kepemilikan tanah, hubungan penggunaan, hubungan distribusi pendapatan, hak dan kewajiban, dll. .

4) Hukum pertanahan dalam arti luas adalah istilah umum untuk norma hukum yang mengatur hubungan pertanahan; hukum pertanahan dalam arti sempit mengacu pada hukum pertanahan tertentu, seperti hukum pengelolaan pertanahan.

Pokok-pokok peraturan hukum tanah yang tertulis di Indonesia secara umum bersumber pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau yang dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan pelaksanaanya yang secara khusus berkaitan dengan tanah sebagai sumber hukum utamanya, sedangkan ketentuan- ketentuan hukum tanah yang tidak tertulis bersumber pada hukum tentang tanah dan yurisprudensi tentang tanah sebagai sumber hukum pelengkapnya. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang mengatur atau mendasari mengenai pertanahan, yang bertujuan untuk mensejahterakan dan melaksanakan ketentuan yang ada,

Berlakunya UUPA tahun 1960, diiharapkan bahwa UU tersebut dapat mengakhiri pluralisme hukum pertanahannya, dan menyatukan struktur penguasaan tanahnya baik di perkotaan maupun pedesaan.

Penyatuan itu hendaknya didasarkan pada hukum adat yang sebenarnya

(51)

37

merupakan hukum sebagian besar masyarakat Indonesia dan begitu dipahami oleh mereka, sesuai dengan rasa keadilan mereka.

Berdasarkan UUPA, negara sebagai entitas yang memberdayakan rakyat, berhak mengatur dan menguasai seluruh tanah.

Hak ini termasuk menentukan dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah, baik yang sudah milik pribadi maupun belum.

Hak tersebut disebut Hak Menguasai Negara. Menurut pasal 6 UUPA, semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial, dan hak atas tanah individu juga termasuk kewajiban. Pemilik tidak hanya berhak menggunakan tanah; tetapi juga diharapkan dapat memanfaatkannya untuk secara langsung dan tidak langsung melayani kesejahteraan umum. Ini sesuai dengan hubungan antara individu dan komunitas.

Berdasarkan UUPA beberapa perangkat pelaksana telah diberlakukan untuk mengatur struktur penguasaan lahan di Indonesia termasuk jenis- jenis sertifikat tanah; hak dan kewajiban pemegang hak; langkah- langkah untuk mendapatkan hak atau tanah.

Berdasarkan UUPA tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hukum tanah ialah himpunan peraturan-peraturan yang tertulis atau tidak tertulis serta mengatur tentang hak-hak Penguasaan atas tanah.

Yang menjadi objek Hukum Tanah adalah hak penguasaan atas tanah yang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 46

46 Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 11

Referensi

Dokumen terkait

1) Manajemen Sumber Daya Manusia. 2) Manajemen Sumber Daya Keuangan. 3) Manajemen Sarana dan Prasarana. 4) Manajemen Teknologi dan Informasi (IT). Maksud dan tujuan. Laporan ini

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Walikota Bandung Nomor 354 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 13 Tahun 2012 tentang

Guru membimbing dan mengarahkan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan selama pembelajaran dan hasil kegiatan yang dilakukan dalam LKPD. terlaksana

waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) dari jumlah pajak yang belum kurang bayar. Anggaran

Kejaba kuwe, gairah berkreasi para sastrawan nggawe puisi nganggo basa Tegalan perlu diregani karo sing lagi padha maca, sapira mbuh sapira.. Merga miturut enyong, buku

Aplikasi E-ZISWAF dibuat menggunakan metode waterfall dengan bahasa pemrograman java dan tool android studio untuk aplikasi berbasis android dan menggunakan framework

Stator dinamometer adalah bagian dinamometer yang diam, disini ditempatkannya inti besi silinder solenoid yang di liliti oleh kawat tembaga sebagai penghasil medan magnet

Jumlah abnormalitas spermarozoa segar dan spermatozoa setelah pembekuan (semen beku (PTM) Post Thawing Motility) mencapai jumlah presentase 6 – 9% dari jumlah 100%