• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Melalui Online Dispute Resolution (ODR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Melalui Online Dispute Resolution (ODR)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BERDASARKAN HUKUM DI

INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Penyelesaian Sengketa Bisnis

1. Bentuk - Bentuk Sengketa Bisnis

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai

macam bentuk kerjasama bisnis. Mengingat kegiatan bisnis yang semakin

meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak

yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang

melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara para

pihak. Jadi, sederhananya segala permasalahan yang timbul diantara para pihak

ketika sedang menjalankan hubungan bisnis atau perdagangan disebut sengketa

bisnis.

Yang merupakan sengketa bisnis adalah ; 52

a. Sengketa Perburuhan

Sengketa Perburuhan atau perselisihan Hubungan Industrial berdasarkan

Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial (selanjutnya disingkat “UU Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial”) adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan

pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,

perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan

(2)

antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. 53 Yang dimana yang dimaksud dengan buruh ialah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain.54 Dan yang dimaksud pengusaha ialah Pengusaha

adalah orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan

suatu perusahaan milik sendiri atau perusahaan bukan miliknya atau orang

perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili

perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di

luar wilayah Indonesia. 55

b. Sengketa Kontrak

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,56 pengertian

perjanjian adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Subekti

berpendapat bahwa suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan itu.57 Pada dasarnya setiap kontrak atau perjanjian yang dibuat para pihak

harus dapat dilaksanakan dengan dengan itikad baik. Namun, dalam praktiknya,

kontrak yang dibuatnya seringkali dilanggar.58

53

Indonesia, Penyelesaian Perselisishan Hubungan Industrial (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisishan Hubungan Industrial) LN Tahun 2004 Nmor 6, TLN Nomor 4356.

54Ibid

Hariadi, Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak Bisnis,

http://www.gresnews.com/berita/tips/1451112-tips-penyelesaian-sengketa-dalam-kontrak-bisnis/0/

(3)

Sengketa kontrak disebabkan setidakya karena 2 (dua) hal :

1. Pelanggaran kontrak (wanprestasi) yang melputi tidak melaksanakan

prestasi sesuai kontrak, melaksanakan prestasi, tetapi tidak tepat

waktu, melaksanakan prestasi tetapi tidak sesuai dengan syarat yang

diperjanjikan. 59

2. Sengketa yang bersumber dari penafsiran kontrak yang berbeda.

b.1 E – Contract

Berdasarkan Pasal 1 ayat (17) Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2016

Tentang Perubahan Terhadap Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disingkat “UU ITE”), kontrak

elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.60

Istilah online contract sebenarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum

yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari

sistem informasi berbasiskan komputer (computer based information system)

dengan sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa

telekomunikasi (telecommunication based), yang selanjutnya difasilitasi oleh

keberadaan jaringan komputer global internet (network of network).61

Dalam praktek, terdapat dua macam kontrak Elektronik, yaitu : 62

59 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 17 60

Indonesia, Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik) LN Tahun 2008 Nomor 58, TLN Nomor 5952.

61 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika. (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004).

Hal 223.

(4)

1. Kontrak yang biasanya ada di dalam websites dan jasa online.

Kontrak jenis ini terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu ;

a. Perjanjian yang ditutup dengan cara mengklik (clickwrap

agreement). Clikwrap agreement adalah suatu kontrak untuk

pembelian atau penggunaan barang atau jasa yang ditawarkan

oleh pedagang online. Pembeli online harus menyetujui

persyaratan persyaratan yang disebutkan dalam kontrak dengan

mengklik icon (yang biasanya berisi tulisan I agree, I accept,

Ok, Setuju) sebelum melengkanpi transaksinya.

b. Perjanjian yang ditutup dengan cara mem-browse (browsewrap

agreement). Browsewrap agreement ini berbeda dengan

clickwraps agreement, pengguna tidak diwajibkan mengklik

apapun sebelum melengkapi transaksinya. Dalam browsewrap

agreement, pembeli atau pengguna online menyetujui

persyaratan dalam kontrak dengan melihat isi dari situs yang

bersangkutan. Persyaratan biasanya dapat dibaca pada link yang

bertuliskan “Terms, Terms and Condition, Term og Service,

Ketentuan, Persyaratan)

2. Kontrak yang dibentuk secara sah melalui email. Jadi, disni para

pihak dalam hal ini melakukan perjanjian dengan memanfaatkan

komunikasi melalui email. Yang kemudian dalam hal ini dapat

dikombinasikan dengan alat komunikasi elektronik lainnya,

(5)

Kegiatan bisnis yang dilakukan baik dalam satu negara maupun yang

dilakukan antar negara ini tentunya diharapkan akan mendatangkan keuntungan

para pihak sesuai dengan asas kesepakatan. Pada Pasal 1338 KUHPerdata

dikataka bahwa kesepakatan yang telah disetujui para pihak tentunya akan

mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.63

Namun demikian dalam prakteknya apa yang telah mereka sepakati itu,

kerapkali menimbulkan sengketa yang tentunya akan mendatangkan kerugian bagi

salah satu pihak. Untuk menegakkan hak-hak para pihak tersebut, maka terdapat

dua jalan yang dapat ditempuh, yaitu melalui jalur pengadilan atau melalui jalur

alternatif. 64 Pada umumnya di dalam sebuah kontrak yang telah ditandatangani

bersama terdapat sebuah klausula yang menyatakan mengenai bagaimana

melakukan suatu penyelesaian atas suatu perselisihan atau sengketa yang akan

timbul dikemudian hari.

c. Persaingan Usaha

Pengertian persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan

persaingan dalam arti ekonomi yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha

baik itu perusahaan maupun penjual dengan bebas berupaya untuk mendapatkan

konsumen guna mencapai tujuan usaha atau perusahaan yang didirikannya.65

Menurut kamus bisnis, yang dimaksud persaingan atau kompetisi adalah adalah

kondisi yang terjadi ketika sejumlah besar pembeli dan penjual

63R . Subekti R. Tjitrosudibjo, op cit, Pasal 1338.

64 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015) hlm 77

65Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks.

(6)

memperdagangkan barang atau jasa. 66 Dalam kegiatan usaha, persaingan usaha merupakan hal yang wajar terjadi, namun dalam kegiatan usaha, sering terjadi

persaingan usaha tidak sehat antara sesama pelaku usaha dalam menjalannkan

kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan

cara – cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

67 Hal tersebut berdampak pada munculnya berbagai masalah atau perkara dalam

kegiatan usaha yang disebut dengan sengketa persaingan usaha.

d. Sengketa Konsumen

Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen) tidak dijelaskan

mengenai pengertian sengketa konsumen. Namun definisi sengketa konsumen

dapat ditemui pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat

Keputusan Nomor: 350 / MPP / Kep / 12 / 2001 tanggal 10 Desember 2001,

dimana pada Pasaal 1 ayat (8) dikatakan yang dimaksud dengan sengketa

konsumen adalah : 68

“Sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”

66Kamus Bisnis http://kamusbisnis.com/arti/persaingan/ diakses Pada tanggal 04 Mei

2017 Pukul 07.00 WIB.

67Indonesia, (Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) Undang

Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, LN Tahun 1999 Nomor 33,TLN Nomor 3817.

(7)

Menurut Praditya yang dimaksud sengketa konsumen adalah sengketa

berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen.69

Pada Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut “UU Konsumen”) gugatan atas

pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :70

a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang

bersangkutan.

b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.

c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang

memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang

dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan

didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan

perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai

dengan anggaran dasarnya.

d) Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi

yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

e. Sengketa Perbankan

Sengketa perbankan merupakan sengketa antara bank dengan pihak

nasabah.71 Sengketa yang terjadi antara bank dengan nasabahnya mencakup

69 Praditya, Penyelesaian Sengketa Konsumen, (Jakarta : Grafindo,2008), hlm 135 70

(8)

sengketa di bidang finansial, yakni tidak dipenuhinya tuntutan finansial dari

nasabah oleh bank. Pada Pasal 2 PBI Nomor 8/5/PBI/2006 yang dimaksud

tuntutan finansial adalah : 72

“Yang dimaksud dengan tuntutan finansial adalah potensi kerugian finansial nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian bank sebagaimana dimaksud pada Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah”.

Pada dasarnya sengketa bisnis antar para pihak umumnya terjadi

disebabkan 2 (dua) hal :

1. Pelanggaran Kontrak (wanprestasi). Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan

bahwa “wanprestsi” itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4

macam yaitu ;

a. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai

mana yang diperjanjikan.

c. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,

d. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat

dilakukan.73

2. Salah satu pihak melakukan perbuatan melawan hukum yang

mengakibatkan kerugian material kepada pihak lain.74

71 Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Mediasi Perbankan,

https://www.academia.edu/21529772/PENYELESAIAN_SENGKETA_PERBANKAN_MELAL UI_MEDIASI_PERBANKAN?auto=download, diakses Pada tanggal 06 Mei 2017 Pukul 03.37.

72 Indonesia (Mediasi Perbankan), Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/5/PBI/2006

tentang Mediasi Perbankan

(9)

Menurut Priyatna Abdurrasyid, sengketa juga berhubungan dengan soal

sederhana atau kompleks dan melibatkan berbagai jenis persoalan, misalnya ;75

a. kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu

sendiri, atau dari data yang diberikan oleh pihak termasuk penjelasan

penjelasan tentang kenyataan data tersebut;

b. masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran

menyesatkan yang diberikan oleh para ahli hukum;

c. akibat perbedaan teknis, termasuk oerbedaan pendapat dari ahli teknik

dan orofesional dari para pihak;

d. perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalya dalla

penggunaan kata – katayang membingungkan atau adanya perbedaan

asumsi;

e. perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep keadilan, dan moralitas,

budaya, nilai - nilai dan sikap.

Konflik umumnya berawal dari perbedaan pandangan atau kepentingan

yang terjadi antara para pihak, yang kemudian dipertajam sehingga memunculkan

konflik yang sebenarnya.76 Didalam dunia bisnis, konflik berawal dari adanya

pertentagan kepentingan antara para pelaku bisnis. Konflik dalam dunia bisnis

selalu tidak menguntungkan dan kontra produktif dengan tujuan bisnis.77 Terlau

banyak energi dan sumber daya mubazir yang dikeluarkan para pihak untuk

mempertahankan kepentingan masing masing. Oleh karenanya sangatlah penting

74 Retnowulan Sutantio, Iskandar Oerip. Hukum Acara Perdata dalam Teori Dan Praktek, (Bandung : Alumni. 2000) hlm 23.

75Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Suatu

Pengantar), (Jakarta ; PT Fikahati dan BANI, 2002), hlm 5-6

76 Candra Irawan, op cit, hlm 2.

(10)

untuk menyelsaikan sengketa bisnis secara cepat dengan menggunakan lemabaga

atau paranata yang ada, baik itu secara formal (litigasi) ataupun non formal (non

litigasi).

2. Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan

Pada zaman dahulu, masyarakat dalam menyelesaikan sengketa

menggunakan paranata adat yang tersedia, melalui musyawarah adat,

menggunakan tetua adat sebagai mediator dan perdamaian adat.78 Pada zamannya

pranata adat sangatlah efektif. Namun seiring perkembangan zaman dan

perubahan perilaku masyarakat serta perpindahan masyarakat yang akhirnya

menyebabkan suatu suku, etnis, budaya berbaur dengan suatu yang suku, etnis,

dan budaya yang berbeda beda, maka cara penyelesaian sengketa dengan cara adat

ini mulai ditinggalkan. Yang dimana perubahan itu akibat logis dari

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan dalam segala

bidang dan tuntutan kehidupan dunia modern.79

Cara penyelesaian sengketa pasca pranata adat yang selama ini dikenal dan

digunakan masyarakat adalah Pengadilan. Dari sengketa keluarga (seperti

perceraian, pewarisan) sampai sengketa bisnis (seperti kontrak dan perbankan)

diserahkan kepada pengadilan untuk menyelesaikannya atau disebut proses litigasi

Litigasi merupakan sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga

peradilan. Peradilan merupakan lembaga resmi kenegaraan yang diberi

kewenangan untuk mengadili (menerima, memeriksa dan memutus) perkara

78Ibid, hlm 4.

(11)

berdasarkan kompetensi yang dimiliki.80 Dimana dalam proses mengadili, pengadilan harus tunduk pada ketentuan hukum acara peradilan yang telah

ditetapkan secara pasti oleh perundang-undangan. Pada umumnya, sengketa bisnis

dilakukan dengan pengajuan gugatan perdata dan dan mengikuti prosedur

berperkara sesuai dengan ketentuan acara perdata.

Penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan sering didasarkan pada

perjanjian antara para pihak. Biasanya saat menjalin kerjasama bisnis para pihak

akan membuat sebuah kontrak. Dan di dalam kontrak tersebut akan terkandung

klausula mengenai usulan penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi baik

itu melalui pengadilan maupun lewat jalan lain.

Ketika terjadi suatu sengketa dalam kegiatan bisnis maupun perdagangan,

umumnya langkah pertama yang dilakukan adalah negosiasi.81 Kedua belah pihak

membicarakan sengketa tersebut dan mencoba mencari jalan keluar. Ketika proses

negosiasi ini gagal barulah ditempuh cara lain seperti penyelesaian melalui

pengadilan, arbitrase, maupun jalan alternatif lainnya.

Namun dalam prakteknya, para pihak yang mengalami sengketa langkah

pertama yang digunakan adalah dengan negoisasi. Apabila dalam negoisasi tidak

menemukan jalan keluar, maka para pihak akan menggunakan Penyelesaian

Sengketa Alternatif. Dan pengadilan adalah cara penyelesaian terakhir apabila di

dalam Penyelesaian Sengketa Alternatif tetap tidak menemukan jalan tengah

untuk para pihak.

80“Penyelesaian Sengketa Dagang secara Litigasi”

https://www.academia.edu/5253455/HUKUM_DAGANG__Penyelesaian_Sengketa_Dagang_seca ra_Litigasi diakses Pada tanggal 02 Juni 2017, Pukul 04.13 WIB)

(12)

3. Cara - Cara Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan

Pada hakikatnya, penyeesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua

proses yaitu proses litigasi di dalam pengadilan dan proses penyelesaian sengketa

melalui kerjasama (koperatif) di luar pengadilan. 82

Namun perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Pengadilan ternyata

bukan lembaga penyelesaian sengketa yang tepat dan memiliki banyak

kelemahan, terutama menurut para pelaku bisnis.83 Tujuan APS adalah

terwujudnya “win-win solution” sebagai bentuk penyelesaian perkara, sementara

dalam hukum positif di Indonesia masih menganut sifat “win-lose solution”.

Dengan melihat fakta tersebut, maka peluang alternatif untuk penyelesaian

sengketa sangat diperlukan.84

Tetapi APS yang telah memasyarakat di kalangan praktisi secara

internasional juga menimbulkan pro dan kontra mengenai fungsi dan kewenangan

dari peradilan yang sebenarnya. Terdapat anggapan bahwa APS dapat menjadi

kompetisi dari sistem peradilan yang sudah ada. Namun sebagian kalangan

melihatnya APS sebagai peluang bagi kaum yang tidak mampu untuk

menyelesaikan perkara di pengadilan dimana menelan banyak biaya, dan APS

dianggap sangat cocok terutama untuk sengketa bisnis dimana prosesnya tidak

serumit dan memakan banyak waktu seperti di pengadilan. 85

82Nugroho Susanti Adi, op cit, hlm 3 83Candra Irawan, op cit, hlm 3. 84

Huala Adolf, Arbitase Komersial Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) hlm 13

(13)

Menurut Phillip D. BOSTWICK ADR itu adalah :86

“Sebuah perangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan (A set of pratices and legal techniques that aim) :

a) Menyelesaikan sengketa hukum di luar Pengadilan semi

keuntungan para pihak (To permit legal disputes to be resolved

outside the courts for the benefits of all disputants)

b) Mengurangi biaya litigasi konvesional dan pengunduran waktu

yang biasa terjadi (To reduce the cost of conventional litigation

and the delay which it is ordinarily subjected)

c) Mencegah terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke

Pengadilan (To prevent legal disputes that would otherwise likely

be brought to the courts)”

B. Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan Berdasarkan

Hukum di Indonesia

1. Sumber Hukum Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan di

Indonesia

a. Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Sumber hukum penyelesaian sengketa dagang melalui pengadilan

terdapat pada Pasal Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU Kekuasaan

Kehakiman), tersebut yang mengatakan ; 87

”Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”

86 Bostwick, Gosing Private With the Judicial System, (New York : McGraw-Hill,1995),

hlm. 16.

87

(14)

Yang artinya keadilan merupakan hak bagi setiap orang dan

pengadilan wajib untuk memeriksa serta mengadili setiap sengketa yang

diajukan ke pengadilan, termasuk pula halnya dengan sengketa bisnis.

b. PERMA No 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan

Sederhana.

Pada Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tata Cara

Penyelesaian Gugatan Sederhana (selanjutnya disebut “Perma Tata Cara

Penyelesaian Gugatan Sederhana”) dikatakan bahwa ;88

“Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh pengadilan dalam lingkup kewenangan peradilan umum”

Dalam PERMA Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana ini dijelaskan

Pada Pasal 1 ayat (1) bahwa yang dimaksud dengan penyelesaian gugatan

sederhana; 89

“Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling

banyak 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana”

Yang artinya, dalam hal sengketa bisnis dengan nilai gugatan materil

dengan nominal maksimal Rp 200,000,000 dapat mengajukan gugatannya ke

pengadilan dengan cara penyelesaian gugatan sederhana.

88Mahkamah Agung, (Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana) Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana

(15)

3. Undang Undang 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial.

Pada Pasal 5 Undang Undang 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaia

Perselisihan Hubungan Industrial dikatakan bahwa ;90

“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.”

Seperti yang diketahui bahwa sengketa perburuhan merupakan salah satu

sengketa bisnis, di mana di dalam undang undang ini jelas dikatakan bahwa

apabila melalui konsiliasi atau mediasi tidak mendapatkan mufakat, maka dalam

hal ini baik pihak buruh atau perusahaan yang bersengketa dapat mengajukan

gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

4. Kontrak yang Dibuat Oleh Para Pihak

Di dalam KUHPerdata dikatakan bahwa kontrak yang dibuat sesuai secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.91 Pada

umumnya sebuah kontrak akan mencantumkan klausula yang menyatakan apabila

terjadi persengketaan dalam pelaksanaan kontrak akan diselesaikan melalui jalur

tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Jadi apabila di dalam kontrak para

pihak setuju untuk menggunakan jalur pengadilan, maka apabila terjadi sengketa

hal tersebut menjadi kewenangan pengadilan untuk menyelesaikannya.

90Indonesia, (Undang Undang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan), Undang

Undang Republik Indoneia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, LN Tahun 2004 Nomor 6, LTN Nomor 4356

(16)

Dan dalam hal ini M Yahya Harahap mengatakan mengenai pemilihan

penggunaan arbitrase harus diperhatikan betul mengenai rumusan klausulanya.

Apabila perjanjian ditetapkan terbatas pada sengketa sengketa tertentu yang

disebutkan secara rinci, maka arbitrase hanya berwenang terhadap sengketa yang

disebutkan dalam perjanjian, selebihnya segala bentuk sengketa di luar yang

disebutkan tetap menjadi kewenangan Pengadilan Negeri.92 Dapat dilihat bahwa

Pengadilan Negeri memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa kontrak yang

merupakan bagian dari sengketa bisnis. Yang artinya, apabila sebuah kontrak

tidak menetapkan klausul mengenai jalur yang dipilih, apabila terjadi sengketa

maka pengadilan negeri lah yang berhak untuk memeriksa dan memutus perkara

tersebut.

5. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Di dalam Pasal 45 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (selanjutnya disebut “UU Perlindungan Konsumen”) dikatakan

bahwa;93

“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.”

Sengketa konsumen merupakan bagian dari bentuk sengketa bisnis. Akhir

akhir ini sengketa konsumen sering kita dengar seiring dengan meningkatnya

92Candra Irawan, op cit, hlm 16 93

(17)

penjualan melalui elektronik (e-commerce). Dalam Pasal 45 ayat (1) di atas

dijelaskan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan sengketanya

ke pengadilan.

2. Keunggulan dan Kelemahan Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui

Pengadilan

a. Keunggulan Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan

1. Pengadilan Lebih Memberikan Kepastian Hukum

Pengadilan merupakan lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan

untuk mengadili (menerima, memeriksa dan memutus) perkara . Hakim di dalam

proses peradilan memiliki tanggung jawab untuk melahirkan putusan – putusan

yang mencerminkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan94

2. Asas Persamaan di Mata Hukum

Susanti Adi Nugroho dalam bukunya mengatakan bahwa salah satu

kekurangan dari proses APS (mediasi) adalah mediasi sulit berjalan baik karena

para pihak sering berada dalam situasi atau posisi yang tidak seimbang atau berat

sebelah (misal jika salah satu pihak mempunyai posisi kedudukan yang jauh lebih

besar). Dalam hal ini mediator dihadapkan dalam posisi dilema ketika ia

mengetahui bahwa dengan posisi yang tidak seimbang ini maka arah penyelesaian

sengketa akan sangat tidak adil bagi salah satu pihak.95

94 Fence M Wantu, “Kendala Hakim Dalam Menciptakan Kepastian Hukm, Keadilan,

dan Kemanfaatan Di Peradilan Perdata

https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/download/16092/10638, diakses Jumat 23 Juni 2017, Pk 15.32 WIB

(18)

Pada Pasal 4 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman di katakan bahwa ;

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”

Peradilan di Indonesia mengenal asas “equality before the law” atau

persamaan di mata hukum yang artinya setiap orang sama di muka pengadilan.

Sehingga setiap orang yang membawa perkaranya ke muka pengadilan akan

mendapatkan perlakuan yang sama.

3. Small Claim Court

Peradilan telah memiliki suatu sistem yang kompatibel untuk sengketa

bisnis yaitu dengan menghadirkan small claim court. Dalam Black’s Law

Dictionary, Small Claim Court diartikan sebagai pengadilan yang bersifat

informal (di luar mekanisme peradilan pada umumnya) dengan pemeriksaan yang

cepat untuk mengambil keputusan atas tuntutan ganti kerugian atau utang piutang

yang nilai gugatannya kecil.96

Pada tanggal 7 Agustus 2015 ditetapkan Peraturan Mahkamah Agung

(PERMA) nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan

Sederhana. Tujuan dikeluarkan PERMA ini adalah untuk mewujudkan

penyelesaian perkara dengan cepat, sederhana dan biaya ringan. Seperti yang

dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1) PERMA tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan

Sederhana, dikatakan bahwa ;

“Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling

96 Henry Champell Black, Black’s Law Dicitionary, Eight Edition, (St Paul : West

(19)

banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian sederhana”97

Yang artinya, dalam hal sengketa bisnis dengan nilai gugatan materil dengan

nominal maksimal Rp 200,000,000 dapat mengajukan gugatannya ke pengadilan

dengan cara penyelesaian gugatan sederhana.

Pada Pasal 5 ayat (3) PERMA Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana

diakatakan bahwa ;

“Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.”

Yang artinya proses pengadilan dengan gugatan materil maksimal Rp

200,000,000 dapat diselesaikan dengan cepat sehingga tidak memakan waktu dan

biaya.

b. Kelemahan Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan

Pada dasarnya pengadilan harus mampu mewujudkan harapan masyarakat

untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, namun dalam prakteknya

masyarakat merasakan ketidakpuasaan dan kekecewaan terhadap lembaga

keadilan khususnya kalangan masyarakat bisnis yang mengeluh dengan kinerja

pengadilan.

Banyak sengketa bisnis yang diajukan ke pengadilan tidak menyelesaikan

masalah, bahkan justru memunculkan masalah baru, misalnya dengan sifat

pengadilan yang terbuka untuk umum malah menyebabkan tercemarnya nama

97 Indonesia (Mahkamah Agung), Peraturan Mahkamah Agung Tentang Tata Cara

(20)

perusahaan kepada publik.98 Dan juga kelemahan pengadilan lainnya adalah pemborosan biaya selama proses pengadilan berlangsung karena proses yang

lambat, dan tercium adanya indikasi ketidaknetralan hakim dalam mengadili

karena kolusi, korupsi, dan nepotisme.99

M. Yahya Harahap mengatakan beberapa kritik terhadap pengadilan yang

terjadi di beberapa negara, yaitu ;100

1. Penyelesaian sengketa lamabat.

Lambatnya pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tergambar seperti

yang terjadi di Jepang, rata- rata berlangsung antara 10 – 15 tahun, di Korea

Selatan antara 5 – 7 tahun, demikian juga di Indonesia, adri tingkat pertama

hingga kasasi rata – rata antara 7 – 12 tahun. Hal ini terjadi karena akibat tidak

adanya pembatasan mengenai jenis “perkara yang boleh diajukan kasasi, sehingga

semua perkara yang sudah diputus pada tingkat pertama, diajukan kasasi ke

Mahkamah Agung. Maka tidak terhindarkan terjadinya penumpukan perkara di

MA, yang mengakibatkan semakin lama suatu perkara dapat diselesaikan.

2. Biaya berperkara mahal

Berkaitan dengan lambatnya proses pengadilan, maka akan semakin besar

juga biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak yang bersengketa. Biaya yang

harus dikeluarkan terdiri dari penasihat hukum (lawyer), transportasi, pendaftaran

perkara, succes fee dan biaya lainnya

98 Candra Irawan, op cit, hlm 4 99Ibid

(21)

3. Peradilan pada umumnya tidak responsif

Tidak responsifnya pengadilan terhadap kepentingan umum ditandai

dengan ;

a. Seiring pengadilan mengabaikan kepentingan umum dan kebutuhan

masyarakat banyak ;

b. Pengadilan sering memberi perlakuan yag tidak adil atau unfair, karena

cenderung memberi kesempatan dan keleluasaan kepada lembaga besar

dan orang-orang kaya ;

c. Pengadilan kurang anggap (unresponsive) dalam melayani kepentingan

rakyat biasa dan kalangan orang miskin.101

4. Kemampuan hakim bersifat generalis

Hakim adalah sarjana hukum, dan memang itulah persyaratan yang harus

dipenuhi seseorang untuk dapat menjadi hakim. Sarjana hukum tentu saja

menguasai ilmu hukum, namun tentu juga tidak menguasai ilmu – ilmu lain yang

kurang relevansinya dengan hukum, seperti ilmu teknik, pertanian, kehutanan,

kimia, dan lainnya. Sementara itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

telah mendorong terjadinya permasalahan yang kompleks yang membutuhkan

cara penyelesaian berdasarkan keahlian profesional.102 Bagi hakim yang bertitel

sarjana hukum, pengetahuannya mengenai suatu sengketa hanya bersifat umum.

Meskipun hakim dapat memanggil saksi ahli, itu belum cukup, karena secara

(22)

substansial orang yang bukan mendalami ilmu tersebut tetap akan mengalami

kesulitan memahaminya.

Kekurangan lainnya adalah Pengadilan memposisikan para pihak sebagai

lawan bukan kawan, yang dimana para pihak akan menyerang dan saling

mempertahankan kepentinganya masing masing. Bukan titik temu yang saling

menguntungkan yang diharapkan, tetapi kemenangan yang diharapkan.

Pengadilan pada saat memutus perkara, menggunakan terminologi “win – lose”,

sehingga “win – win solution” tidak akan mungkin tercapai.103

3. Proses Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Pengadilan di Indonesia

A. Pengadilan Biasa

Sengketa bisnis umumnya dilakukan melalui gugatan perdata dan

mengikuti prosedur berperkara sesuai ketentuan hukum acara perdata.

Tata cara berperkara perdata melalui beberapa tahap antara lain :104

1. Tahap pertama, menerima perkara :

a. Pengajuan (perkara) gugatan (Pasal 118 HIR)

Gugatan perdata dapat berbentuk ;

1) Gugatan wanprestasi (cidera janji) adalah gugatan yang disebabkan

salah satu pihak ingkar janji. Dasar dari gugatan wanprestasi adalah adanya

pelanggaran terhadap perjanjian (Pasal 1238 KUH Perdata). Jadi pertama harus

adanya kesepakatan perjanjian baik lisan atau tulisan (kontrak) yang disepakati

103Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya...

hlm 2

104

Roy R. Pangkey, Proses Beracara Perdata Dalam Pengadilan Negeri

(23)

kedua belah pihak sebelumnya.105 Lalu salah satu pihak ada yang melanggar perjanjian yang telah disepakati tersebut baik karena sengaja ataupun karena lalai.

Materi gugatan adalah ; a. menyatakan terjadi wanprestasi dan/atau b. Memenuhi /

melaksanakan perjanjian dan/atau c. Keharusan membayar ganti rugi terdiri

daribiaya, rugi, dan bunga (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata)106 dan/atau d.

Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi dan e. Membayar biaya

perkara.

2). Perbuatan melawan hukum adalah gugatan yang didasarkan karena

adanya tindakan dari pihak lain yang melakukan pelanggaran terhadap suatu

ketentuan/aturan hukum yang berakibat merugikan orang lain (Pasal 1365 KUH

Perdata). Seseorang dianggap melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan

dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri,

atau bertentangan dengan kesusilaan.107 Materi gugatan adalah tuntutan ganti

rugi.108

b. Pembayaran panjar biaya perkara

c. Pendaftaran perkara

d. Penetapan majelis hakim

e. Pengajuan panitera sidang

105 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur, 1966), hlm

39

106 Efendi Dumai, Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi sebagai Dasar Gugatan ,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3616/perbuatan-melawan-hukum-dan-wanprestasi-sebagai-dasar-gugatan, diakses Pada Tanggal 24 Juni 2017, Pk 08:10 WIB

(24)

f. Penetapan hari sidang (Pasal 122 HIR)

g. Pemangilan pengugat dan tergugat

2. Tahap kedua memeriksa perkara (Pasal 372 HIR) :

a. Pemeriksaan pendahuluan

b. Pembacaan gugatan

c. Jawaban gugatan

d. Replik

e. Duplik

f. Pembuktian (Pasal 137, 172 & 176 HIR)

3. Tahap ketiga menyelesaikan perkara (Pasal 178 HIR) :

a. Kesimpulan

b. Putusan hakim

B. Pemeriksaan Gugatan Sederhana (Small Claim Court)

Syarat penyelesaian gugatan sederhana adalah ;109

1. Sengketa cidera janji/wanprestasi dan atau Gugatan Perbuatan melawan

Hukum yang nilai gugatan materil maksimal 200 juta (Pasal 3 ayat (1) ;

2. Bukan perkara yang masuk dalam kompetensi Pengadilan Khusus;

(Pasal 3 ayat (2) huruf a) ;

3. Bukan sengketa hak atas tanah (Pasal 3 ayat (2) huruf b);

109 Indonesia (Mahkamah Agung), Peraturan Mahkamah Agung Tentang Tata Cara

(25)

4. Penggugat dan Tergugat masing-masing tidak lebih dari satu, kecuali

memiliki kepentingan hukum yang sama (Pasal 4 ayat (1));

5. Tempat tinggal Tergugat harus diketahui (Pasal 4 ayat (2));

6. Penggugat dan Tergugat harus berdomisili di Daerah Hukum

Pengadilan yang sama (Pasal 4 ayat (3)).

Apabila salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi maka perkara

tersebut tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme small claim court.

Prosedur penyelesaian Perkara Gugatan Sederhana menurut PERMA No.

2 Tahun 2015 :110

1. Pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan (Pasal 6 ayat (1));

a. Pendaftaran bisa dilakukan dengan pengisian blanko mengenai (Pasal

6 ayat (3)) ;

1) Identitas Penggugat dan Tergugat;

2) Penjelasan ringkas duduk perkara (Posita);

3) Tuntutan Penggugat (Petitum).

b. Penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah didelegasi

pada saat mendaftarkan gugatan sederhana (Pasal 6 ayat (4) ;

2. Pemeriksaan Kelengkapan Gugatan Sederhana ;

a. Panitera memeriksa berkas. Jika tidak memenuhi syarat, gugatan

dikembalikan (Pasal 7 ayat (2)).

(26)

b. Pendaftaran Gugatan dicatat dalam Buku Register Khusus Gugatan

Sederhana (Pasal 7 ayat (3)).

3. Membayar Panjar Biaya Perkara;

a. Panjar Biaya Perkara ditetapkan oleh ketua pengadilan (Pasal 8 ayat

(1));

b. Penggugat yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan bercara

secara cuma-cuma atau Prodeo (Pasal 8 ayat (3));

4. Penetapan Hakim Tunggal (Pasal 9 ayat (1)) dan penunjukan panitera

pengganti oleh panitera (Pasal 9 ayat (2)) (paling lambat 2 hari sejak

pendaftaran gugatan sederhana diterima dan dicatat dalam buku register

khusus gugatan sederhana (Pasal 10);

5. Pemeriksaan Pendahuluan:

a. Pemeriksaan materi Gugatan Sederhana oleh Hakim Tunggal (Pasal

11 ayat (1));

b. Hakim Tunggal menilai sederhana atau tidaknya pembuktian.

Apabila ; (Pasal 11 ayat (3))

1) Sederhana = Penetapan Hari Sidang;

2) Tidak Sederhana = Perkara dicoret dari Buku Register.

6. Penetapan hari sidang pertama oleh Hakim tunggal (Pasal 12);

(27)

a. Penggugat dan Tergugat harus hadir pada setiap Persidangan ;

1) Pada Persidangan Pertama Hakim wajib mengupayakan

perdamaian (Pasal 15 ayat (1)). Apabila pada persidangan pertama

;

a. Penggugat tidak hadir = gugatan gugur (Pasal 13 ayat (1));

b. Tergugat tidak hadir = dilakukan pemanggilan kedua (Pasal

13 ayat (2));

2) Pada Hari Sidang Kedua

a. Tergugat tidak hadir = Hakim memutus perkara tersebut

(Pasal 13 ayat (3)). Tergugat dapat ajukan keberatan (Pasal

13 ayat (5) )

3) Tergugat hadir pada sidang pertama, namun tidak hadir pada

sidang kedua tanpa alasan yang sah = gugatan diperiksa dan

diputus secara contradictoir (Pasal 13 ayat (4));

8. Mengenai Perdamaian, apabila ;

a. Damai tercapai = Hakim membuat putusan akta perdamaian

(berkekuatan hukum tetap) (Pasal 15 ayat (3));

b. Damai tidak tercapai = dilanjutkan dengan pembacaan gugatan

dam jawaban Tergugat (Pasal 16);

(28)

10. Putusan (Pasal 19)

11. Keberatan (Pasal 21)

12. Putusan Keberatan (berkekuatan hukum tetap) Putusan Keberatan

tidak dapat diajukan Banding, Kasasi atau Peninjauan Kembali (Pasal

30)

Yang membedakan persidangan Perkara Gugatan Sederhana dengan

Persidangan Biasa adalah :

1) Penyelesaian Gugatan Sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari

dihitung sejak hari sidang pertama (Pasal 5 ayat (3))

2) Hakim wajib berperan Aktif yang dilakukan dipersidangan (Pasal 14).

Kewajiban bagi Hakim untuk berperan aktif itu dalam bentuk ;

a. Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana

secara berimbang kepada para pihak;

b. Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk

menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian

di luar persidangan;

c. Menuntun para pihak dalam pembuktian, dan

d. Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

3) Dalam proses Pemeriksaan Gugatan Sederhana para pihak tidak dapat

mengajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik,

(29)

C. Putusan Sidang Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan

Berdasarkan Hukum di Indonesia

1. Sumber Hukum Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan di

Indonesia

a. Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1851

Penyelesaian sengketa melalui APS pada dasarnya adalah perdamaian.111

Oleh karena itu perlunya untuk memperhatikan ketentuan KUHPerdata mengenai

perdamaian pada Bab XVIII Pasal 1851 – 1864. Pada pasal 1851 dikatakan ;

“Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,

mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.”112

Oleh karena perdamaian merupakan kehendak para pihak sendiri, maka

terhadap perdamaian tersebut sifatnya final. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal

1858 ayat (1) KUHPerdata ;

“Segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu kekuatan

seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan”113

Berdasarkan Pasal 1859 Perdamaian dapat batal apabila ;

“Namun perdamaian dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan atau pokok perselisihan. Perdamaian

dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan.”

111 Candra Irawan, op cit, hlm 15

(30)

2. Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentangg Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Pasal 1 ayat (10) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

dikatakan ;

“Alternatif Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,

yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”114

Dan pada Pasal 6 ayat UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ;

“(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada

itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di

Pengadilan Negeri.

(2) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif

penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam

suatu kesepakatan tertulis.

(3) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para

pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan

seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.

(4) Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas)

hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui

seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator

tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak

(31)

dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif

penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.

(5) Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga

alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh)

hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai.

(6) Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator

sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh

kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari harus

tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh

semua pihak yang terkait.

(7) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis

adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan

itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.

(8) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu

paling lama 30 ( tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

(9) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak

berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha

penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad–hoc.”115

Dengan kehadiran undang-undang ini semakin mengukuhkan keberadaan

APS sebagai lembaga/paranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan (extra

(32)

Indonesia meratifikasi konvensi ICSID (Convention on the Settlement OF

Investment Disputes Between States and National of Other States)

dilatarbelakangi oleh situasi nasional ketika itu. Dimana Indonesia sedang giat

untuk mengundang Penanam Modal Asing (PMA) untuk meningkatkan

perekonomian negara. Demi meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap

iklim investasi dan kepastian hukum dalam berusaha, terutama dalam

menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul, maka diratifikasilah konvensi

ICSID ini.

Pengakuan dan persetujuan Pemerintah Indonesia atas konvensi ICSID,

sekaligus merupakan upaya meyakinkan Bank Dunia (World Bank) dan Bank

Internasional untuk rekonstruksi dan pembangunan (International Bank for

Reconstruction and Development) akan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk

menyelesaiakan sengketa penanaman modal melalui forum arbitrase, hal ini

memberi citra bahwa dalam masalah penanaman modal asing pihak Indonesia

tidak bermaksud untuk mau menang sendiri dengan mempertahankan dan

memberlakukan sistem tata hukum Indonesia.117

4. Keppres Nomor 34 Tahun 1981 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan

Putusan Arbitrase Asing di Indonesia

Keppres Nomor 34 Tahun 1981 memiliki jangkauan yang lebih luas

dengan mengakui seluruh putusan putusan arbitrase asing dan pelaksanaanya di

wilayah hukum Indonesia. Keppres ini pada dasarnya merupakan ratifikasi

terhadap isi konvensi New York 1958 mengenai Pengakuan Dan Pelaksanaan

(33)

Putusan Arbitrase Asing Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertujuan mendorong

kerja sama internasional dalam meningkatkan kepedulian terhadap arbitrase dalam

menyelesaikan sengketa, mengakui dan melaksanakan setiap putusan arbitrase

asing di wilayah negara masing masing.

5. PERMA RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan

Peraturan Mahkamah Agung ini dikeluarkan adalah untuk mengefektifkan

dan mengefisiensikan penyelesaian sengketa di pengadilan. Para pihak yang

bersengketa diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan persengketaanya

secara damai. Pada Pasal 4 UU Prosedur Mediasi di Pengadilan mengatakan

bahwa ;

“Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara

perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara

(partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan

putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu

diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini”118

Dalam hal ini pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di

pengadilan dipercaya dapat menjadi sebuah instrumen efektif untuk mengatasi

penumpukan perkara di pengadilan dan mediasi merupakan salah satu model

penyelesaian sengketa yang dianggap lebih cepat dan murah, serta dapat

118Indonesia (Mahkamah Agung), PERMA Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

(34)

memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh

keadilan atau penyelesaian yang memuaskan.119

6. Kontrak yang Dibuat Para Pihak

Di dalam Pasal 1338 KUHPerdata dikatakan bahwa kontrak yang dibuat

sesuai secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Pada umumnya sebuah kontrak akan mencantumkan klausula yang menyatakan

apabila terjadi persengketaan dalam pelaksanaan kontrak akan diselesaikan

melalui arbitrase, maka para pihak yang terikat untuk mematuhinya. Hal ini juga

yang dinyatakan dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal

3 bahwa ;

“Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”120

Dan dikuatkan dengan Pasal 11 bahwa ;

“(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.”

“(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui

arbitase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam

Undang-undang ini.”121

Artinya apabila isi kontrak menyebutkan untuk menggunakan arbitrase,

maka sengketa yang terjadi menjadi kewenangan APS (arbitrase) untuk

119

Candra Irawan, op cit ,hlm 22.

(35)

menyelesaikannya. Dalam hal ada pihak yang mengajukan sengketa tersebut ke

Pengadilan Negeri, maka hakim dengan berdasarkan pada pasal diatas wajib

menolak dan menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili.

Namun menurut M Yahya Harahap kewenangan arbitrase harus dilihat

dari rumusan perjanjiannya, jika berbentuk umum seperti “segala atau setiap

sengketa yang timbul dari perjanjian ini, para pihak sepakat diselesaikan oleh

arbitrase”, maka berlaku kewenangan arbitrase. Namun jika klausula dalam

perjanjiannya ditetapkan secara terbatas pada sengketa – sengketa tertentu dan

terinci, maka arbitrase hanya berwenang terhadap sengketa yang disebutkan

dalam perjanjian, selebihnya tetap menjadi kewenangan Pengadilan Negeri.122

2. Bentuk - Bentuk Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan

Berdasarkan Hukum di Indonesia

ADR atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian

sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakat para pihak, yakni

penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi, atau penilaian ahli. Apabila mengacu kepada ketentuan Pasal 1 ayat

(10) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka cara penyelesaian

sengketa melaui ADR dibagi menjadi ; 123

1. konsultasi,

2. negosiasi,

122

M Yahya Harahap, Beberapa Catatan yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU Nomor 30 Tahun 1999 (Jakarta : Jurnal Bisnis, 2002)

(36)

3. mediasi,

4. konsiliasi,

5. penilaian ahli.

Menurut Frans Hendra, ADR yang diatur dalam UU Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah terdiri dari beberapa jenis yaitu sebagai

berikut ;124

1. Mediasi

Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh

mediator. Mediator adalah dimana sesorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk

berkomunikasi atara para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas

sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab

utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri. 125

Definisi tersebut tidak jauh berbeda dengan definisi menurut Black’s Law

Dictionary, yang menyatakan bahwa mediasi sebagai berikut ;

“A method of non-binding dispute resoltion involving a neutral third party who tries to help the disputing parties reach a mutually agreeable solution”126

Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (1) PERMA Tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan dikatakan bahwa ;

124 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia &

Internasional, (Jakarta : Sinar Grafiska Offset, 2011) hlm 7-8

125 John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, (Jakarta : Proyek Ellips, 1997)

hkm 42.

(37)

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh

Mediator.”127

Prinsip mediasi adalah bersiat sukarela atau tunduk pada kesepakatan para

pihak, pada bidang perdata, sederhana, tertutup dan rahasia, serta bersifat

menengahi atau bersifat sebagai fasilitator.

Berbeda dengan arbitrase maupun litigasi yang memiliki putusan mengikat

dan berkekuatan eksekutorial, produk hukum dari suatu proses mediasi adalah

kespakatan para pihak yang berbentuk pejanjian. Dalam hal tercapai kesepakata,

maka menurut Pasal 6 ayat (7) dan ayat (8) UU Arbitrase dana Alternatif

Penyelesaian Sengketa , kesepakatan yang telah diraih dan dibuat dalam bentuk

tertulis mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik dan wajib

didaftarkan ke pengadilan negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak

penandatanganan. 128 Pelaksanaan kesepakatan dalam alternatif penyelesaian

sengketa tersebut wajib dilakukan paling lambat 30 hari setelah didaftarkannya

kesepakatan ke pengadilan negeri. Dengan didaftarkannya suatu kesepakatan

tertulis mediasi ke pengadilan negeri, maka kesepakatan tersebut akan menjadi

suatu kesepakatan yang memiliki kekuatan eksekutorial.

2. Negosisasi

Negosiasi berasal dari kata negotiation yang berarti perundingan.

Sedangkan orang yang mengadakan perundingan disebut nesiator. Negosiasi

adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses

pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama

127

Indonesia (Mahkamah Agung), PERMA Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, op cit

(38)

yang lebih harmonis dan kreatif. 129. Sedangkan Black’s Law Dictionary mendifinisikan negosisasi sebagai ;

“a consensual bargaining process in which the parties attemp o reach agreement on a dispute or pottentially dispute matter. Negotiation also

involves complete autonomy for the parties involved, without the intervention of thirs parties”130

Secara sederhana, definisi dari negosisasi adalah suatu proses tawar –

menawar atau upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui

proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan

penyelesaian atau jalan keluar atas suatu masalah yang berlangsung.

Berbeda dengan mediasi, komunikasi yang dilaksanakan dalam proses

negosisasi tersebut dibangun oleh para pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga

sebagai penengah. Kualitas dari sebuah negosiasi bergantung pada negosiator

yang melakukannya. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan negosiator adalah

pihak itu sendiri ataupun penerima kuasa yang mewakili pihak yang bernegosiasi.

Negosisasi biasanya dilakukan dalam perkara yang tidak terlalu rumit.

Suatu yang paling penting dalam proses negosiasi adalah itikad baik dari para

pihak untuk secara bersama sama duduk menyelesaikan masalah. Apabila para

pihak dapat duduk bersama dengan itikad baik dan niat untuk mencari suatu

kesepakatan, maka negosiasi akan menjadi suatu metode yang tepat, sederhana

dan menguntungkan kedua belah pihak.131

129 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase), (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000) hlm 19

(39)

3.Konsultasi

Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu

pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana

pihak konsultan memberikan pendapatnya pada klien sesuai dengan keperluan dan

kebutuhan klinenya.132 Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang

diberikan dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengenai

makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat pada Black's Law Dictionary

dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultation) adalah ;

“Act of consulting or conferring : e.g. patient with doctor, client with lawyer. Deliberation of persons on some subject.”133

Dari rumusan yang diberikan dalam Black's Law Dictionary tersebut dapat

diketahui, bahwa pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang

bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan

pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya

kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya

tersebut.

Didalam konsultasi, klien adalah bebas untuk menentukan sendiri

keputusan yang akan ia ambil untuk kepentingannya sendiri, walau demikian

tidak menutup kemungkinan klien akan dapat mempergunakan pendapat yang

disampaikan oleh pihak konsultan tersebut.134 Ini berarti dalam konsultasi, sebagai

132Ibid

133Henry Champell Black, op cit, hlm 332 134

Adi Januarsa, Model Alternatif Penyelesaian Sengketa Dan Berbagai Kelemahan Dalam,

(40)

suatu bentuk pranata alternative penyelesaian sengketa, peran dari konsultan

dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidak dominan sama

sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta

oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa

tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak

konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa

tersebut.

4. Konsiliasi

Konsiliasi adalah dimana penengah akan bertindak menjadi konsiliator

dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat

diterima.135 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan

suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau definisi dari konsiliasi. Bahkan

tidak dapat ditemui satu ketentuan pun dalam UU Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa ini mengatur mengenai konsiliasi. Perkataan konsiliasi

sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan

dalam ketentuan Pasal 1 ayat (10) dan Alenia ke - 9 Penjelasan Umum UU

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konsiliasi memiliki kesamaan

dengan mediasi. Kedua cara ini adalah melibatkan pihak ketiga untuk

menyelesaikan sengketa secara damai. Konsiliasi dan mediasi sulit dibedakan.136

DAN_BERBAGAI_KELEMAHAN_DALAM, diakses Pada tanggal 09 Juni 2017, Pukul 00:44 WIB

135

Frans Hendra Winarta, op cit, hlm 8

136 Adi Januarsa, Model Alternatif Penyelesaian Sengketa Dan Berbagai Kelemahan Dalam,

(41)

Namun menurut Behrens, ada perbedaan antara kedua istilah metode ini

yaitu konsiliasi lebih formal daripada mediasi. Konsiliasi bisa juga diselesaikan

oleh seorang individu atau suatu badan yang disebut dengan badan atau komisi

konsiliasi. Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap,

yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Dalam tahap pertama, (sengketa yang

diuraikan secara tertulis) diserahkan kepada badan konsiliasi. Kemudian badan ini

akan mendengarkan keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat hadir pada

tahap pendengaran, tetapi bisa juga diwakili oleh kuasanya.

5 Penilaian Ahli

UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan

suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau definisi dari konsiliasi. Bahkan

tidak dapat ditemui satu ketentuan pun dalam UU Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa ini mengatur mengenai penilaian ahli. Namun, menurut

Frans Hendra Winarta Penilain ahli adalah pendapat para ahli untuk suatu hal

yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.

Didalam memberikan pendapat, di dalam beberapa kasus para ahli

dimintakan pendapat sesuai keahliannya, sebagai contoh untuk memberikan

penafsiran terhadap bagian perjanjian yang kurang jelas. Yang dimana tujuan dari

pendapat ahli adalah adanya penafsiran yang valid sehingga tidak ada lagi

perbedaan penafsiran di antara para pihak.137

6. Arbitrase

DAN_BERBAGAI_KELEMAHAN_DALAM, diakses Pada tanggal 09 Juni 2017, Pukul 00:44 WIB

137 Felix O. Soebagjo, Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa,

(42)

Arbitrase berasalal dari bahasa latin yaitu arbitrate yang berarti kekuasaan

untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijakansanaan. Pada Pasal 1 angka 1 UU

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dikatakan bahwa ;

“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”138

Dapat dilihat bahwa di dalam Black’s Law Dictionary memasukkan

arbitrase ke dalam salah satu ADR, sedangkan dalam UU Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa membedakan arbitrase dengan ADR.139

3. Keunggulan dan Kelemahan

a. Keunggulan

Menurut Christoper W. Moor, terdapat beberapa kelebihan penggunaan

mekanisme ADR bila dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui

lembaga pengadilan yaitu :

1) Sifat kesukarelaan dalam proses, di mana para pihak pecata bahwa

dengan menyelesaikan penyelesaian melalui alternatif penyelesaian

sengketa, akan mendapatkan penyelesaian yang lebih baik daripada

sistem litigasi, karena dalam prosesalternatif penyelesaian sengketa

tidak ada unsur pemaksaan.

2) Prosedur yang cepat, di mana prosedur alternatif penyelesaian

sengketa bersifat informal pihak – pihak yang terlibat mampu

menegosiasikan syarat – syarat penggunaanya.

(43)

3) Keputusannya bersifat non – judicial, karena kewenangan untuk

membuat keputusan ada pada pihak pihak yang bersengketa, yang

berarti pihak pihak yang terlibat mampu meramalkan dan

mengontrol hasil yang disengketakan.

4) Kontrol tentang kebutuhan organisasi di mana prosedur ADR

menempatkan keputusan di tangan orang orang yang mempunyai

posisi tertentu, baik untuk menafsirkan tujuan jangka pendek

maupun jangka panjang dari organisasi yang terlibat, maupun

menafsirkan dampak positif dan negatif dari setiap pilihan

penyelesaian sengketa. Pembuatan keputusan oleh para pihak ketiga

sering kali meminta bantuan seorang hakim, juri, atau arbiter untuk

membuat keputusan yang mengikat

5) Prosedur rahasia (confidential) prosedur ADR bisa memberikan

jaminan kerahasiaan yang sama besarnya bagi setiap pihak yang

terlibat. Pihak – pihak yang bersengketa bisa berpartisipasi dan

menjajaki pilihan penyelesaian sengketa yang potensial dan tetap

melindungi hak – hak mereka untuk mempresentasikan kasus terbaik

mereka pada kesempatan berikutnya tanpa harus takut bahwa data

yang dibeberkan dalam prosedur ini digunakan untuk menyerang

balik mereka.

6) Fleksibilitas dalam menentukan syarat – syarat penyelesaian masalah

yang komprehensif, di mana prosedur ini dapat menghindari kendara

(44)

7) Hemat biaya, karena dalam menyelesaiakn sengketa, semakin lama

penyelesaiannya maka akan semakin mahal biaya yag dikeluarkan.

Sebagai tambahan biaya yang lebih rendah untuk membayar pihak

netral, biasa bisa dikecilkan dengan membatasi pengeluaran untuk

penemuan (discovery), mempercepat waktu antara penyusunan file

dan penyelesaian masalah dan menghindari biaya – biaya

penundaan. Biaya yang disebut terakhir ini merupakan komponen

biaya yang paling mahal dalam kasus kasus hukum.

8) Tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, karena

putusan yang diambil yaitu keputusan yang didasarkan pada

keterlibatan kesepakatan para pihak yang bersengketa

9) Pemeliharaan hubungan, dengan ADR mampu mempertahankan

hubungan kerja atau bisnis yang sedang berjalan mauoun pada masa

yang akan datang.

10)Kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasilnya. Cara

penyelesaian melalui ADR lebih mudah memperkirakan keuntungan

dan kerugian dibandingkan jika sengketa tersebut diselesaikan

melalui proses litigasi

11)Keputusannya bertahan sepanjang waktu, karena jika dikemudian

hari kesepakatan yang telah dibuatannya itu menjadi suatu sengketa

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etil asetat mempunyai zona hambat terbesar sehingga digunakan untuk uji selanjutnya yaitu uji variasi konsentrasi etil asetat, untuk mengetahui pengaruh variasi

Tidak seperti model tutorial yang memberikan pendahuluan berupa materi kemudian berlanjut ke tahap akhir dimana pengguna dihadapkan pada soal – soal layaknya ujian, pada

Orang tua yang memiliki anak autis diharapkan mampu membangun sikap yang tepat agar dapat membantu anaknya yang autis secara tepat pula. Orang tua terlebih dahulu harus bisa

[r]

Dapat  memperbaiki  kualitas  sumber  daya  �isik,  terbukti  dengan  banyaknya  sumber  daya analog  yang  dirubah  ke  dalam  sinyal  digital  agar 

Dengan mengamati gambar yang menunjukkan contoh sila pertama Pancasila di sekolah yang disajikan pada grup WhatsApp/Zoom/Google Meet , siswa dapat menunjukkan

Sebaran melintang suhu (Gambar 3a dan 4a) menunjukkan perairan dekat pantai (stasiun 4 dan 5) dan perairan selat (stasiun 2 dan 3) mempunyai sebaran suhu lebih

You’ll look at the various options on the TypeScript compiler, learn how to create declaration files for third-party JavaScript libraries, and see how to include TypeScript in