• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Arbitrase Internasional Dalam Penyelesaian Sengketa Utang Terkait Perjanjian yang Memiliki Klausul Hukum Indonesia (Studi Kasus: Putusan No. 288 B Pdt.Sus-Arbt 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewenangan Arbitrase Internasional Dalam Penyelesaian Sengketa Utang Terkait Perjanjian yang Memiliki Klausul Hukum Indonesia (Studi Kasus: Putusan No. 288 B Pdt.Sus-Arbt 2014)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS INTERNASIONAL

A. Pengertian dan Ciri – Ciri Arbitrase Internasional

Perkataan arbitrase berasal dari arbitrare (bahasa Latin) yang berarti

kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Dihubungkannya

arbitrase dengan kebijaksanaan dapat menimbulkan kesan seolah-olah seorang

arbiter atau suatu majelis arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak

mengindahkan norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa

tersebut hanya pada kebijaksanaan saja. Kesan tersebut keliru, karena arbiter atau

majelis tersebut juga menerapkan hukum seperti apa yang telah dilakukan oleh

hakim atau pengadilan.41

Berikut beberapa definisi mengenai arbitrase oleh beberapa sarjana dan

peraturan perundang-undangan yaitu:

Menurut Subekti, arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan

(perkara) oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama

ditunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan melalui

pengadilan.42

Menurut H. Priyatna Abdurrasyid, arbitrase adalah salah satu mekanisme

alternatif penyelesaian sengketa yang merupakan bentuk tindakan hukum yang

diakui oleh undang-undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan

41

Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional ( Jakarta: Sinar Grafika Offset,2012), hlm.36

42

(2)

sengketanya karena ketidaksepahamannya/ketidak sepakatanya dengan satu pihak

lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (majelis arbiter) ahli yang

profesional, yang akan bertindak sebagai hakim/peradilan swasta yang akan

menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara

hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut

terdahulu untuk sampai kepada putusan yang final dan mengikat. Oleh karena itu

dikatakan bahwa arbitrase adalah hukum prosedur dan hukum para pihak (law of

procedure dan law of the parties). Selain putusan arbiter yang final dan mengikat,

dikenal pula pendapat yang mengikat.43

According to Jean Robert, arbitration means instituiting a private

jurisdiction by which litigations are withdrawn from the public juridictions in

order to be resolved by individual vested, for a given case, with the powers to

judge such litigations.44

Menurut Frank Elkoury dan Edna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses

yang mudah dan simpel yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin

yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan

pilihan mereka dimana keputusan berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut.

Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan

mengikat.45

Menurut H.M.N. Poerwosutjipto, ia menggunakan istilah perwasitan untuk

arbitrase, dengan menyatakan perwasitan adalah suatu peradilan perdamaian,

dimana para pihak bersepakata agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang

(3)

mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak

yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat para pihak.46

Menurut UU Arbitrase dan APS, dalam Pasal 1 angka 1, arbitrase adalah

cara penyelesaian suatu sengketa diluar peradilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Arbitrase adalah mekanisme yang dipilih atas kesepakatan bersama oleh para

pihak untuk menyelesaikan sengketa komersial yang terjadi diantara 2 pihak yang

penyelesaiannya atas sengketa tersebut diserahkan kepada seorang arbiter yang

ditunjuk atas kesepakatan bersama oleh para pihak/lembaga arbitrase secara

tertulis dimana putusan yang dihasilkan oleh arbiter/lembaga arbitrase itu bersifat

final yang berarti tidak dapat diajukan upaya hukum terhadapnya dan bersifat

mengikat yang berarti keputusan yang dihasilkan harus diterima dan dijalankan

oleh kedua pihak secara sukarela.

Arbitrase internasional adalah mekanisme yang digunakan untuk

menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjan

dagang internasional. Suatu arbitrase dapat dikatakan sebagai arbitrase

internasional apabila arbitrase yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa

antara pihak-pihak yang berasal dari 2 negara yang berbeda, sehingga timbul

pilihan-pilihan hukum dan pilihan-pilihan juridiksi yang timbul karena perbedaan

negara tersebut. Unsur “internasional” pada arbitrase juga dapat ditandai

sekalipun arbitrase dilaksanakan menurut hukum nasional negara tersebut, tetapi

apabila telah sebelumnya dihadapkan oleh pilihan antara juridksi tersebut dengan

juridksi lain (unsur asing).

46

(4)

International Arbitration is a leading method for resolving disputes arising from international commercial agreements and other international relationships. As with arbitration generally, international arbitration is a

creation of contract: the parties’ decisions to submit disputes to binding

resolution by one or more arbitrtors selected by or on behalf of the parties and applying adjudicatory procedures, usually by including a provision for the arbitration of future disputes in contract. The practice of international arbitration has developed to allow parties from different legal and cultural backgrounds to resolve their disputes, generally without the formalities of their respective legal systems.47

Berikut terjemahan bebasnya:

“Arbitrase Internasional adalah suatu metode yang sangat dikenal yang

digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian dagang internasional. Sejalan dengan arbitrase pada umumnya arbitrase internasional tercipta dari klausul arbitrase yang dituangkan didalam kontrak yang sudah disetujui oleh para pihak yang terikat didalamnya. Praktik arbitrase internasional telah berkembang dengan memberikan ruang bagi para pihak yang berlatar belakang hukum dan budaya yang berbeda untuk menyelesaikan sengketa mereka yang

umumnya tanpa terikat formalitas dari sistem hukum mereka.”48

Ciri – ciri arbitrase internasional adalah sebagai berikut yang ditarik dari

pernyataan-pernyataan diatas adalah:

1. Badan arbitrase internasional merupakan suatu metode penyelesaian sengketa

komersial dimana para pihaknya berkedudukan/ berdomisilinya pada negara

yang berbeda.

2. Arbitrase internasional merupakan lembaga non litigasi yang menyelesaikan

sengketa perdata internasional.

3. Dipilihnya badan arbitrase internasional untuk menyelesaikan suatu sengketa

haruslah dinyatakan dengan keputusan tertulis yang disepakati bersama oleh

para pihak.

4. Sengketa tersebut diselesaikan oleh pihak ketiga yang netral yaitu arbiter yang

secara khusus ditunjuk oleh para pihak/ lembaga arbitrase.

47

http://en.m.wikipedia.org/wiki/international_arbitration (diakses pada tanggal 8 Desember 2015 )

48

(5)

5. Arbiter /para arbiter yang ditunjuk tersebut mempunyai wewenang yang

diberikan oleh para pihak atas sengketa tersebut .

6. Arbiter haruslah memutuskan sengketa menurut hukum.

7. Keputusan yang dihasilkan oleh arbitrase internasional bersifat final dan

mengikat para pihak. Final berarti akhir yang berarti tidak dapat diajukan

upaya hukum, Mengikat para pihak itu berdasarkan persetujuan di antara para

pihak untuk menyerahkan sengketanya pada lembaga arbitrase internasional

dan bersedia menerima dan menjalankan keputusan itu secara sukarela.

8. Putusan arbitrase internasional itu terlepas dari campur tangan negara yang

berarti para pihaklah yang berwenang untuk mengawasi wewenang dan

kewajiban para pihak.

B. Jenis-Jenis Arbitrase

Tinjauan terhadap jenis lembaga arbitrase dilakukan melalui pendekatan

ketentuan perundang-undangan dan aturan yang terdapat dalam Rv serta UU

Arbitrase dan APS. Arbirtase yang dimaksud adalah macam-macam arbitrase

yang diakui eksistensinya dan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus

perselisihan yang terjadi antara para pihak yang mengadakan perjanjian49.

Jenis-jenis arbitrase itu adalah sebagai berikut:

1. Arbitrase Ad Hoc

Arbitrase ad hoc ini disebut juga dengan arbitrase volunteer. Arbitrase ad

hoc adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus

49

(6)

perselisihan tertentu. Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya

tertentu.50

Pengertian arbitrase ad hoc dalam UU Arbitrse dan APS diadakan dalam

hal terdapat kesepakatan para pihak dengan mengajukan permohonan kepada

ketua pengadilan negeri untuk menunjuk seseorang arbiter atau lebih dalam

rangka untuk penyelesaian sengketa para pihak. 51Akan tetapi , pengajuan

permohonan kepada pengadilan negeri bukan syarat mutlak para pihak untuk

menentukan arbiter yang akan menyelesaikan sengketanya.

Cara untuk mengetahui dan menentukan apakah arbitrase yang disepakati

para pihak adalah jenis arbitrase ad hoc, dapat dilihat dari rumusan klausul

pactum de compromitendo dan akta kompromis.52 Jika dalam klausul arbitrase yang berdasarkan kesepakatan para pihak menyatakan bahwa sengketa akan

diselesaikan oleh arbiter perorangan yang berdiri sendiri yang berada di luar

arbitrase internasional, maka arbitrase ini disebut dengan arbitrase ad hoc.

Arbitrase ad hoc ini tidak terikat dengan suatu badan arbitrase jadi dapat

disimpulkan bahwa arbitrase ad hoc ini bersifat tidak permanen yaitu akan bubar

apabila sengketa telah selesai ditangani, tidak memiliki aturan dan tata cara

tersendiri untuk memeriksa sengketa.

Arbiter yang ditunjuk oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa

melalui arbitrase ad hoc harus memenuhi penunjukkan dan pengangkatan arbiter

sebagai berikut:53

a. cakap melakukan tindakan hukum.

50

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hlm. 52

(7)

b. berumur paling rendah 35 tahun.

c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat

kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.

d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lainnya atas

putusan arbitrase.

e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang pekerjaan paling

sedikit selama 15 tahun.

2. Arbitrase institusional

Arbitrase institusional (institutional arbitration) sengaja didirikan untuk

menangani sengketa yang mungkin timbul bagi mereka yang menghendaki

penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Arbitrase ini merupakan wadah yang

sengaja didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.54

Arbitrase Institusional ini bersifat permanen yang berarti setelah sengketa

diputuskan, arbitrase ini masih tetap beridri.

Faktor kesengajaan dan sifat permanen ini merupakan ciri pembeda

dengan arbitrase ad hoc. Selain itu arbitrase institusional ini sudah ada sebelum

sengketa timbul yang berbeda dengan arbitrase ad hoc yang baru dibentuk setelah

perselisihan timbul. 55

Arbitrase institusional dibagi dalam 2 bagian:

a. Arbitrase institusional yang bersifat nasional, yaitu arbitrase yang ruang

lingkup keberadaan dan yuridiksinya hanya meliputi kawasan negara yang

bersangkutan.56 Walaupun ruang lingkupnya bersifat nasional akan tetapi

lembaga ini bukan hanya berfungsi untuk menyelesaikan sengketa-

54

Ibid, hlm.124

55

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hlm.53

56

(8)

sengketa yang bersifat nasional saja, tetapi juga menyelesaikan sengketa

yang berbobot internasional, asal hal itu disepakati oleh para pihak.57

Contoh arbitrase institusional yang bersifat nasional:

1) BANI ( Badan Arbitrase Nasional Indonesia).

2) SIAC (Singapore Internasional Arbitration Centre).

3) The American Arbitration Association.

4) The British Institute of Arbitors.

5) Nederlands Arbitrage Instituut.

b. Arbitrase institusional yang bersifat internasional yaitu arbitrase yang

ruang lingkup dan keberadaannya bersifat internasional. Contoh arbitrase

institusional yang bersifat internasional : 58

1) Court of Arbitration of The International Chamber of Commerce

(ICC).

2) The Internasientonal Centre For Settlement of Investment Disputes

(ICSID).

3) Uncitral Arbitration Rules (UAR).

C. Kelebihan dan Kelemahan dalam Penggunaan Arbitrase Internasional

1. Kelebihan arbitrase

Pada umumnya lembaga arbitrase baik nasional maupun internasional

mempunyai kelebihan dalam penggunaannya dibandingkan dengan peradilan

umum, yaitu sebagai berikut:59

57

Suyud Margon I, Op.Cit, hlm.125

58

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hlm. 54

59

(9)

a. Sidang arbitrase adalah sidang yang tertutup untuk umum, sehingga

kerahasian sengketa para pihak pihak terjamin.

b. Kelambatan yang diakibatkan oleh hal prosedural dan administrasi dapat

dihindari.

c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut

keyakinannya mempunyai pengalaman, pengetahuan, jujur dan adil, serta

latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan.

d. Sikap arbiter atau majelis arbiter dalam menangani perkara arbitrase

didasarkan pada sikap yang mengusahakan win – win solution terhadap

para pihak yang bersengketa.

e. Pilihan hukum untuk menyelesaikan sengketa serta proses dan tempat

penyelenggaraan arbitrase dapat ditentukan oleh para pihak.

f. Putusan arbitrase mengikat para pihak ( final and binding ) dan dengan

melalui tata cara ( prosedur ) sederhana ataupun dapat langsung

dilaksanakan.

g. Suatu perjanjian arbitrase (klausul arbitrase) tidak menjadi batal karena

berakhir atau batalnya perjanjian pokok;

h. Didalam proses arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase harus

mengutamakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa.

Menurut Erman Rajaguguk, alasan-alasan pengusaha asing lebih menyukai

penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional dibandingkan melalui

(10)

a. Sistem hukum dan pengadilan setempat asing bagi mereka.

b. Pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim negara

berkembang tidak menguasai sengketa-sengketa dagang yang melibatkan

hubungan-hubungan niaga dan keuangan internasional yang rumit.

c. Pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan penyelesaian sengketa

melalui pengadilan akan memakan waktu lama dan ongkos yang besar.

d. Ketidakbersediaan pengusaha asing untuk menyelesaikan sengketa di

depan pengadilan bertolak dari anggapan bahwa pengadilan bersifat

subjektif kepada mereka, karena sengketa diperiksa dan diadili

berdasarkan hukum negara mereka, oleh hakim bukan dari negara mereka.

e. Penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang salah dan

siapa yang benar dan hasilnya meregangkan hubungan dagang diantara

mereka, sedangakan putusan melalui arbitrase internasional dianggap

dapat melahirkan putusan yang kompromistis, yang dapat diterima oleh

kedua pihak yang bersengketa.60

Ada beberapa pertimbangan yang melandasi para pihak untuk memilih

arbitrase baik nasional maupun internasional sebagai upaya penyelesaian

perselisihan mereka. Pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:61

6)Ketidakpercayaan para pihak terhadap Pengadilan Negeri dikarenakan

1) Penyelsaian sengketa dengan membuat suatu gugatan melalui

pengadilan akan menghabiskan jangka waktu yang relatif panjang, ini

dikarenakan Pengadilan Umum mempunyai 3 tingkatan, yaitu

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Jadi

60

Erman Rajaguguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan (Jakarta: Chandra Pratama,2001), hlm.1

61

(11)

jika para pihak merasa tidak puas dengan putusan itu akan naik

banding dan kasasi sehingga akan memakan waktu yang panjang dan

berlarut- larut

2) Pada lembaga Peradilan Umum sering dijumpai adanya tunggakan

perkara-perkara yang menyebabkan semakin lamanya penyelesaian

perkara melalui pengadilan

Dapat diketahui dari penjelasan yang dikemukakan diatas dapat dilihat

bahwa arbitrase baik nasional maupun internasional merupakan sarana

sarana yang tepat untuk menyelesaikan sengketa sesuai dengan kebutuhan

bisnis.

7) Prosesnya cepat

Arbitrase sebagai suatu proses pengambilan keputusan, seringkali lebih

cepat dan tidak begitu formal dan lebih murah dari pada proses litigasi di

pengadilan. Pada umumnya prosedur arbitrase ditentukan dengan memberikan

batas waktu penyelesaian dalam pemeriksaan sengketa.

Pasal 48 ayat (1) UU Arbitrase dan APS juga disebutkan bahwa

pemeriksaan atas perkara harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari

atau 6 bulan. Menurut BANI proses arbitrase memerlukan waktu paling lama

enam bulan. Di negara yang sudah maju, proses arbitrase memerlukan waktu

sekitar 60 hari sehingga prosesnya relatif cepat, terutama jika para pihak beritikad

baik.

8) Dilakukan secara rahasia

Suatu keuntungan bagi dunia bisnis untuk menyerahkan suatu sengketa

(12)

sengketa oleh suatu majelis arbitrase selalu dilakukan secara tertutup sehingga

tidak ada publikasi dan para pihak terjaga kerahasiaannya. Sedangkan pada sidang

pengadilan, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

dilaksanakan dengan sifat terbuka untuk umum, begitu pula putusannya diucapkan

dalam sidang terbuka.

9) Bebas memilih arbiter

Para pihak yang bersengketa dapat bebas memilih arbiter yang akan

menyelesaikan persengketaan mereka. Jika dalam hal ini para pihak tidak

bersepakat dalam memilih arbiter, maka menurut Pasal 13 ayat (1) UU Arbitrase

dan APS, “Apabila tidak tercapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau

tidak ada ketentuan mengenai pengangkatan arbiter, ketua Pengadilan Negeri

dapat menunjuk arbiter atau majelis arbiter.” Selain itu arbiter juga dapat ditunjuk

oleh suatu lembaga atau badan arbitrase tertentu.

10) Diselesaikan oleh ahlinya (expert)

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak memerlukan saksi ahli

karena para pihak yang bersengketa dapat menunjuk para ahli untuk menjadi

arbiter yang serba mengetahui masalah yang dipersengketakan. Menyelesaikan

kasus perdagangan internasional pada Pengadilan memerlukan biaya tambahan

dikarenakan sering sekali dijumpai hakim kurang paham/kurang mampu

menangani kasus yang bersifat teknis. Dengan demikian para pihak memilih

arbitrase karena mereka memilih kepercayaan yang lebih besar pada keahliaan

arbiter terhadap persoalan yang dipersengketakan dibandingkan jika

(13)

11) Merupakan putusan akhir (final) dan mengikat (binding)

Putusan arbitrase pada umumnya dianggap final dan binding yang berarti

tidak ada upaya untuk banding. Namun, apabila hukum yang berlaku pada

yuridiksi yang bersangkutan menetapkan pelaksanaan putusan arbitrase melalui

pengadilan, pengadilan harus mengesahkannya dan tidak berhak meninjau

kembali persoalan (materi) dari putusan tersebut.

12) Biaya lebih murah

Biaya arbitrase biasanya terdiri dari biaya pendaftaran, biaya administrasi

dan biaya arbiter yang sudah ditentukan tarifnya. Prosedur arbitrase dibuat

sesederhana mungkin dan tidak terlalu formal. Disamping itu para arbiter adalah

para ahli dan praktisi di bidang atau pokok yang dipersengketakan sehingga

diharapkan akan mampu memberikan putusan yang cepat dan obejektif. Hal ini

tentunya menghemat biaya jika dibandingkan melalui pengadilan.

13) Bebas memilih hukum yang diberlakukan

Para pihak dapat memilih hukum yang akan diberlakukannya, yang

ditentukan oleh para pihak sendiri dalam perjanjian. Khususnya dalam kaitannya

dengan para pihak yang berbeda kewarganegaraan, para pihak yang bebas

memilih hukum ini berkaitan dengan teori hukum dalam Hukum Perdata

Internasional (HPI). Hal ini karena masing-masing negara mempunya Hukum

Perdata Internasional tersendiri.

14) Kepekaan arbiter

Ciri penting lainnya dari arbitrase yang mendasari para pihak memilih

arbitrase adalah kepekaan/kearifan dari arbiter, termasuk perangkat hukum yang

(14)

pengadilan dan arbiter menerapkan ketentuan hukum untuk membantu

menyelesaikan persoalan-persoalan sengketa yang dihadapinya, dalam hal-hal

yang relevan, arbiter akan memberikan perhatian yang besar terhadap keinginan,

realitas dan praktik dagang para pihak. Sebaliknya, pengadilan sebagai lembaga

penyelesaian sengketa yang bersifat publik seringkali memanfaatkan sengketa

privat sebagai tempat untuk menonjolkan nilai-nilai masyarakat. Akibatnya,

dalam penyelesaian sengketa privat yang ditanganinya, pertimbangan hakim

sering kali mengutamakan kepentingan umum, kepentingan privat/pribadi

merupakan kepentingan yang kedua.

15) Kecendrungan yang modern

Kecendrungan yang terlihat pada dunia bisnis (perdangangan) modern

adalah liberalisasi peraturan perundang-undangan arbitrase untuk lebih

mendorong pengunaan arbitrase dari pada penyelesaian sengketa bisnis melalui

pengadilan. Pada umumnya undang-undang dirancang untuk memberikan

otonomi, kebebasan, dan fleksibilitas secara maksimal dalam menyelesaikan

sengketa. Hal ini dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada para pihak

untuk menunjuk hukum dan prinsip-prinsip yang adil yang dapat diterapkan

terhadap sengketa yang terjadi diantara mereka dan memberikan kewenangan

kepada mereka untuk memilih arbiter, sekaligus prosedur yang dapat diterapkan

dalam arbitrase.

2. Kelemahan Arbitrase

Disamping kelebihan-kelebihan dalam penggunaan arbitrase internasional

dalam menyelesaikan sengketa, penggunaan arbitrase internasional ini juga

(15)

a. tersedia dengan baik untuk perusahaan-perusahaan besar, tetapi tidak

untuk perusahaan-perusahaan kecil

b. due process kurang terpenuhi;

c. kurangnya unsur finality;

d. kurangnya power untuk menggiring para pihak ke settlemen;t

e. kurangnya power dalam hal law enforcement dan eksekusi;

f. kurangnya power untuk menghadirkan barang bukti maupun saksi;

g. dapat menyembunyikan dispute dari public scrutiny;

h. tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat preventif;

i. kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan satu sama

lain karena tidak ada sistem preseden terhadap keputusan sebelumnya, dan

juga karena unsur fleksibilitas dari arbiter. Karena itu, keputusan arbiter

tidak predektif;

j. kualitas keputusannya sangat bergantung pada kualitas arbiter itu sendiri,

tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga standar mutu keputusan

arbitrase. Oleh karena itu sering dikatakan “an arbitration is as good as

arbitrators.”

k. berakibat kurangnya upaya untuk mengubah sistem pengadilan

konvensional yang ada;

l. berakibat semakin tinggi rasa permusuhan kepada pengadilan.62

Menurut Frans Hendra Winarta kelemahan-kelemahan arbitrase baik

nasional maupun internasional adalah sebagai berikut:

62

(16)

a. Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk

memberikan keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan

para pihak.

b. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka

diperlukan perintah dari pengadilan untuk melakukan eksekusi atas

putusan arbitrase tersebut.

c. Pada praktiknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase

internasional masih menjadi hal yang sulit.

d. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah

perusahaan-perusahaan besar, oleh karena itu untuk mempertemukan

kehendak para pihak yang bersengketa dan membawanya ke badan

arbitrase tidaklah mudah.63

Kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada arbitrase komersial

internasional dalam menyelesaikan sengketa adalah sebagai berikut:

a. Untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa dan

membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah karena kedua pihak

haruslah terlebih dahulu “sepakat”. Untuk mencapai kata sepakat itu

memang tidaklah mudah, dan juga dalam menentukan hukum mana yang

dipilih serta forum arbitrase mana yang dipilih. Julian DW Lew

menyatakan bahwa kesepakatan para pihak ini secara langsung maupun

tidak langsung mempengaruhi efektifitas suatu perjanjian arbitrase.

b. Masalah pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase internasional

pada banyak negara masih menjadi soal yang sulit.

63

(17)

c. Arbitrase tidak mengenal adanya preseden hukum (legal precedent) atau

keterkaitan kepada putusan-putusan arbitrase sebelumnya. Jadi, setiap

sengketa yang telah diputus, dibuang begitu saja, meski dalam putusan

tersebut mengandung argumentasi-argumentasi para ahli hukum

kenamaan. Karena tidak adanya preseden ini, maka adalah logis

kemungkinan timbulnya keputusan-keputusan yang saling berlawanan

(conflicting decisions). Artinya pula, fleksibilitas dalam mengeluarkan

keputusan sulit dicapai,

d. Arbitrase tidak mampu memberikan jawaban definitif terhadap semua

sengketa hukum. Hal ini berkaitan erat pula dengan adanya konsep yang

berbeda dengan yang ada di setiap negara. Konsep arbitrase di negara-

negara Anglosaxon berbeda dengan yang ada di negara-negara

Continental. Kedua konsep ini pun berbeda dengan konsep arbitrase yang

ada di negara-negara sosialis.

e. Keputusan arbitrase selalu bergantung kepada bagaimana arbitrator

mengeluarkan keputusan yang memuaskan keinginan para pihak.

f. Arbitrase dalam kenyataannya dapat berlangsung lama, dan karenanya

membawa akibat biaya yang tinggi, terutama dalam hal arbitrase

internasional.64

D. Klausula Arbitrase

Klausula (Clause) adalah catatan tambahan pada suatu kontrak atau akta

yang biasanya mengandung suatu pernyataan khusus.65Arbitrase sebagaimana

64

Huala Adolf, Op Cit, hlm.18

65

(18)

dimaksud dalam UU Arbitrase dan APS adalah cara penyelesaian suatu sengketa

perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang

dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Klausula arbitrase dalam

kontrak dianggap sebagai kesepakatan / perjanjian arbitrase.66

Perjanjian arbitrase sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3

UU Arbitrase dan APS adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang

tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul

sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah

timbul sengketa.

Perjanjian arbitrase haruslah dibuat secara tertulis67, tidak berkekuatan

hukumlah perjanjian arbitrase itu apabila dibuat secara lisan. Keabsahan dan

mengikatnya suatu perjanjian arbitrase sebagai metode untuk penyelesaian

sengketa baik internasional maupun nasional pada para pihak haruslah didasarkan

atas faktor kesukarelaan, kesadaran, dan atas kesepakatan bersama (mutual

consent).

Adanya perjanjian tertulis yang disepakati oleh para pihak meniadakan hak

para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang

termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negara.68 Jadi pengadilan negeri tidak

berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam

perjanjian arbitrase. Hal ini diperlukan, dengan maksud agar posisi lembaga

arbitrase diperkuat dimana para pihak telah mengatur bila terjadi beda pendapat

66

H.Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit, hlm..82

67

Pasal 7 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

68

(19)

atau sengketa yang mungkin timbul dalam suatu hubungan hukum tertentu akan

diselesaikan melalui lembaga arbitrase.69

Penyelesaian sengketa yang para pihaknya berasal dari negara yang

berbeda, para pihak dapat menentukan pilihan hukum yang akan diberlakukan

terhadap penyelesaian sengketa.70 Sesuai dengan azas kebebasan berkontrak

sebagaimana dimuat dalam Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata, para pihak

dalam sebuah kontrak dagang internasional diperkenankan untuk melakukan

pilihan hukum guna menentukan sendiri ketentuan hukum yang dipergunakan

untuk mengatur kontrak maupun hukum yang akan dipergunakan dalam

menyelesaikan perselisihan kontrak dagang mereka. Namun pilihan hukum yang

dipilih oleh para pihak dalam kontrak dagang internasional itu “ada batasnya” jadi

tidak absolut. Dalam melakukan pilihan hukum, para pihak dibatasi oleh norma

atau aturan hukum Hukum Perdata Internasional yaitu :

a. Pilihan hukum pada negara Civil Law dan Anglosaxon

1) Bagi negara yang menganut tradisi Civil Law atau Eropa Kontinental,

pilihan hukum hanya dapat dilakukan terhadap ketentuan-ketentuan

hukum suatu negara yang memiliki keterkaitan (connecting factor)

dengan perjanjian atau kontrak internasional tersebut, tidak

diperkenankan memilih ketentuan negara lain yang tidak ada

kaitannya dengan kontrak tersebut, kecuali dalam “perjanjian

pengangkutan laut” diperkenankan untuk memilih hukum laut Inggris

69

Suyud Margono, Penyelesaian Sengketa Bisnis (ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTIONS) (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010),selanjutnya disebut sebagai Suyud Margono II, hlm.145

70

(20)

walaupun tidak ada kaitannya dengan perjanjian pengangukutan laut

tersebut.

2) Bagi negara yang menganut tradisi Anglosaxon atau Common Law,

para pihak dalam sebuah kontrak dagang internasional diberi suatu

kebebasan untuk mempergunakan ketentuan hukum negara lain.

Walaupun tidak ada kaitannya dengan perjanjian dengan perjanjian

dagang yang dibuat oleh para pihak asalkan pilihan hukum terhadap

ketentuan hukum negara ketiga tersebut “memberikan manfaat”

terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

b. Pilihan hukum tidak boleh melanggar ketertiban umum. Ketertiban umum

maksudnya adalah alasan-alasan yang dapat dipergunakan oleh hakim

suatu negara untuk menolak pemberlakuan suatu ketentuan hukum asing

yang seharusnya berlaku karena bertentangan dengan sendi-sendi asasi

hukum, kepatutan, kesusilaan dan adat istiadat.

c. Pilihan hukum tidak boleh mengandung unsur penyeludupan hukum. Yang

dimaksud dengan penyeludupan hukum adalah upaya-upaya yang

dilakukan oleh para pihak dalam suatu kontrak untuk menghindarkan suatu

ketetuan hukum yang bersifat memaksa dengan tujuan guna

menghindarkan akibat-akibat hukum yang tidak dikehendaki maupun

untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dikehendaki para pihak

dalam kontrak.

Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan,

antara lain:71

71

(21)

a. meninggalnya salah satu pihak.

b. bangkrutnya salah satu pihak.

c. novasi.

d. insolvensi salah satu pihak.

e. pewarisan.

f. berlakunya syarat – syarat perikatan pokok.

g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihgunakan pada pihak ketiga

dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut.

h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

1. Bentuk klausula arbitrase

Jenis-jenis perjanjian arbitrase terdiri dari 2 ( dua ) bentuk, yaitu:

a. Pactum De Compromittendo

Pactum De Compromittendo berarti “kesepakatan setuju dengan putusan

arbiter”.72

Bentuk klausul ini diatur dalam Pasal 2 UU Arbitrase dan APS, yang

berbunyi sebagai berikut:

Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

Pactum De Compromittendo adalah klausul arbitrase yang dipersiapkan

untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin timbul dimasa yang akan

datang.73 Para pihak disini setuju untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan

yang mungkin timbul di kemudian hari kepada lembaga arbitrase.

72

Frans Hendra Winarta, Op.Cit, hlm. 38

73

(22)

Terdapat 2 cara pada praktiknya untuk membuat klausul Pactum de

compromitendo yaitu:

1) Mencantumkan klausul arbitrase tersebut dalam perjanjian pokok. Ini

cara yang lazim diterapkan dalam praktik, yaitu perjanjian pokok

menjadi satu kesatuan dengan klausul arbitrase. Persetujuan arbitrase

yang berisi kesepakatan bahwa para pihak setuju akan menyelesaikan

perselisihan (dispute) yang timbul dikemudian hari melalui forum

arbitrase, dimuat dalam perjanjian pokok

2) Pactum de compromittendo dimuat dalam akta tersendiri atau

terpisah dari perjanjian pokok. Apabila pactum de compromittendo

berupa akta yang terpisah dari perjanjian pokok, waktu pembuatan

perjanjian arbitrase harus tetap berpegang pada ketentuan, bahwa akta

persetujuan arbitrase harus dibuat “sebelum” perselisihan atau

sengketa terjadi. Hal itu harus sesuai dengan syarat formal keabsahan

pactum de compromittendo, harus dibuat sebelum perselisihan

timbul.74

b. Akta Kompromis

Akta kompromis diatur dalam pasal 9 UU Arbitrase dan APS. Berdasarkan

ketentuan Pasal 9 UU APS dapat diketahui bahwa akta kompromis sebagai

perjanjian khusus yang dibuat setelah timbul perselisihan antara para pihak guna

untuk mengatur tentang cara mengajukan perselisihan yang telah terjadi itu

kepada seorang atau beberapa orang arbiter untuk diselesaikan.75 Akta kompromis

itu harus dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh kedua pihak, tetapi jika

74

Ibid

75

(23)

tidak dapat ditandatangani oleh kedua belah pihak maka dibuat dalam bentuk akta

notaris.

Akta kompromis dapat batal demi hukum apabila tidak memenuhi

ketentuan isi akta kompromis.76 Isi akta kompromis memuat:77

1) masalah yang dipersengketakan;

2) nama lengkap dan tampat tinggal para pihak;

3) nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis atbiter;

4) tempat arbiter atau majelis arbiter akan mengambil keputusan;

5) nama lengkap sekretaris;

6) jangka waktu penyelesaian sengketa;

7) pernyataan kesediaan dari arbiter;

8) pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung

segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui

arbitrase.

2. Sifat perjanjian arbitrase

Perjanjian arbitrase bersifat accesoir yang merupakan tambahan yang

diletakkan pada perjanjian pokok. Karena keberadaannya merupakan perjanjian

tambahan, perjanjian arbitrase tidak mempengaruhi pelaksanaan perjanjian

pokoknya. Tanpa klausula arbirtase, pelaksanaan perjanjian pokok tidak terhalang,

sebaliknya tanpa perjanjian pokok maka para pihak tidak mungkin mengadakan

ikatan perjanjian arbitrase.78 Demikian pula batal atau cacatnya perjanjian

arbitrase tidak mengakibatkan batal atau cacatnya perjanjian pokok. Akan tetapi,

76

Pasal 9 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

77

Pasal 9 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

78

(24)

lain halnya jika perjanjian pokoknya yang cacat atau batal, ini praktis

mengakibatkan klausula arbitrase gugur dan tidak mengikat.79

Perjanjian arbitrase tidak bisa berdiri dan tidak bisa mengikat para pihak

jika perjanjian arbitrase tidak berbarengan dengan perjanjian pokok, karena yang

akan ditangani oleh perjanjian arbitrase adalah mengenai perselisihan-perselisihan

yang timbul dari perjanjian pokok. Perjanjian arbitrase hanya merupakan

perjanjian asesor yang berisi persyaratan khusus mengenai cara penyelesaian

perselisihan yang timbul dari perjanjian pokok. Itu sebabnya dia disebut sebagai

klausula arbitrase, yang berisi persyaratan khusus tentang penyelesaian

perselisihan melalui arbiter, sehingga klausul arbiter yang ditambahkan dalam

perjanjian, pada hakikatnya berada di luar isi atau materi perjanjian pokok.80

3. Isi klausul arbitrase

Kelemahan klausul-klausul arbitrase adalah tidak diaturnya secara

terperinci tentang bagaimana arbitrase akan dilaksanakan, kapan, dimana, dan

berapa lama akan berlangsung, serta siapa yang akan memimpin. Sebagian besar

klausul arbtitrase hanya menyatakan secara sederhana bahwa para pihak akan

menggunakan arbitrase atas semua sengketa yang mungkin timbul dari

perjanjian.81

Isi klausul arbitrase adalah mengenai hal apa saja yang bisa diatur atau

dimuat dalam perjanjian arbitrase. Secara umum, klausula arbitrase akan

mencakup hal ini:82

a. Komitmen/ kesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase.

79

H.Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Op.Cit, hlm.71

80

Suyud Margono II, Op.Cit, hlm.150

81

Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2006), hlm.34

82

(25)

b. Ruang lingkup arbitrase.

c. Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau ad hoc.

Apabila memilih ad hoc, maka klausul tersebut harus merinci metode

penunjukkan arbiter atau majelis arbitrase.

d. Aturan prosedur yang berlaku.

e. Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitrase.

f. Pilihan terhadap hukum substantif yang berlaku bagi arbitrase.

g. Klausul – klausul stabilisasi dan hak kekebalan (imunitas) jika relevan.

Isi perjanjian arbitrase pada prinsipnya haruslah sah (tidak bertentangan

dengan syarat sahnya perjanjian), dan harus memperhatikan hal berikut ini:

a. Tidak melampaui isi perjanjian pokoknya

Isi perjanjian arbitrase tersebut harus mengenai penyelesaian perselisihan

mengenai objek perjanjian pokoknya. Isi perjanjian arbitrase haruslah jelas

dan sederhana.

b. Isinya boleh dibuat secara umum

Para pihak diperkenankan untuk membuat isi perjanjian secara umum.

Cara perumusan secara umum yang diperkenankan oleh Konvensi New

York 1958 dalam pasal 2 ayat 1 menyatakan “the parties undertakes to

submit to arbitration all any differences which have arrisen between

them.” Kelemahan dari isi perjanjian arbitrase yang dibuat secara umum

yaitu apabila salah satu pihak dalam perjanjian beritikad tidak baik maka

cendrung menafsirkan klausula arbitrase itu untuk menguntungkan dirinya

atau dengan sengaja mengulur waktu bagi anggota arbiter yang akan

(26)

c. Isinya boleh dibuat secara terinci

Untuk menghindarkan berbagai permasalahan dalam pelaksanaan

arbitrase, jika terjadi perselisihan yang menyangkut perjanjian pokoknya,

maka sebaiknya isi perjanjian dibuat secara rinci. Suatu klausula arbitrase

dikatakan rinci apabila perumusannya mencantumkan semua aspek

perjanjian pokok. Dikatakan mengandung semua aspek perjanjian pokok

apabila klausula merinci mulai dari masalah perselisihan yang akan timbul,

tentang keabsahan perjanjian, arti perjanjian, hak dan kewajiban para

pihak dalam pemenuhan perjanjian.

Apabila klausula arbitrase dibuat secara rinci maka para pihak lebih mudah

memantau dan menentukan apakah suatu tindakan yang dilakukan oleh salah satu

pihak termasuk atau tidak termasuk dalam kerangka arbitrase. Selain itu, juga

dapat memberi pegangan yang lebih pasti bagi anggota arbiter untuk menentukan

kewenangan dalam penyelesaian perselisihan.83

Contoh klausul abitrase:

a. SIAC

Any dispute arising out of or in connection with this contract, including any question regarding its existance, validity or termination, shall be referred to and finally resolved by arbitration in Singapore in accordance with the

Arbitration Rules of Singapore International Arbitration Centre (“SIAC Rules”) for the time being in force which rules are deemed to be

incorporated by reference into this clause.

b. ICC

All disputes arrising in connection with the present contract shall be finally

settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International

83

(27)

Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance

with the said Rules.

c. UNCITRAL

Any dispute, controversy or claim arrising out of or relating to this contract,

or breach, termination, or invalidity thereof, shall be settled by arbitration

in accordance with UNCITRAL Arbitration Rules as at present in force. The

appointing authority shall be the ICC acting in accordance with the rules

adopted by the ICC for this purpose.

d. BANI

Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan

diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan

– peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua

belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan

Referensi

Dokumen terkait

At dahil sa kanila, magpahanggang ngayon, nakikilala natin para sa atin ang sinabi ni San Agustin, “Si Hesus ay naglaho sa ating mga mata, upang matagpuan natin siya sa

Dari telaah yang telah dilakukan terhadapa pemikiran Amin tentang riwayat mudallasīn paling tidak kritiknya sampai pada simpulan, yaitu: (1) Ada inkonsistensi dan gap

Pulau Sempu adalah kawasan cagar alam yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Malang. Selain fungsinya sebagai kawasan konservasi ekosistem alami, Pulau Sempu juga menjadi

Dapat  memperbaiki  kualitas  sumber  daya  �isik,  terbukti  dengan  banyaknya  sumber  daya analog  yang  dirubah  ke  dalam  sinyal  digital  agar 

Orang tua yang memiliki anak autis diharapkan mampu membangun sikap yang tepat agar dapat membantu anaknya yang autis secara tepat pula. Orang tua terlebih dahulu harus bisa

kebersihan yang mengelola sampah tanpa menggunakan alat pelindung diri dengan menelan telur cacing tersebut yang melekat pada tangan yang tidak memakai

poligami adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki (suami) yang mempunyai lebih dari seorang istri atau banyak istri dalam waktu yang sama dan dalam

1. Prosedur pelayanan yang diberikan mudah dipahami dan tidak berbelit-belit, serta adanya petunjuk mengenai prosedur pelayanan publik dengan aparat Kecamatan