• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHARMONISAN KELUARGA POLIGAMI PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEHARMONISAN KELUARGA POLIGAMI PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KEHARMONISAN KELUARGA POLIGAMI

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974

(Studi Kasus Keluarga Poligami di Desa

Sumber Agung, Kecamatan Klego,

Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Mempenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjan dalam Hukum Islam

Oleh

Fadhil Yahya Budi Utomo

21112012

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

i

KEHARMONISAN KELUARGA POLIGAMI

PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974

(Studi Kasus Keluarga Poligami di Desa

Sumber Agung, Kecamatan Klego,

Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Mempenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjan dalam Hukum Islam

Oleh

Fadhil Yahya Budi Utomo

21112012

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(4)
(5)
(6)
(7)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Jahatilah masa mudamu sebelum

masa tua menghancurkanmu”

PERSEMBAHAN

Untuk orang tua tercintaku dan

orang-orang yang terus bersama dalam

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbialamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, Robbi yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Dengan petunjuk dan

tuntunanNya, penulis mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan suritauladan dalam berahklakul

karimah sehingga kita dapat ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadikan kita bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Sebagai insan yang lemah dan penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan, kemauan dan

bantuan semua pihak, maka

penyusunan skripsi dengan judul: “KEHARMONISAN KELUARGA

POLIGAMI (Studi Kasus Keluarga

Poligami di Desa Sumber

Agung, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali

)

bisa terselesaikan.

Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih yang tiada taranya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

(9)

vii

3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si., selaku Kajur Hukum Keluarga Islam.

4. Bapak Dr. H. M. Irfan Helmy, Lc., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

5. Bapak Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Salatiga. 6. Orang tua tercinta Bapak M Wahib, Jarwoto dan Ibu Ngaisah,

Harsini dan semua saudara saudaraku, Mbak Indri, Izah, Iroh,

Dek Asngat, Ageng, Akbar yang terus mendoakan tanpa henti hingga sampai saat ini.

7. Bapak Kyai H Sonwasi Ridwan, K .H Abdul Basith, K.H Zunaidi, K Dimyati Kharomen, K Muhidin, K Murtadho yang selalu membimbing dan tidak lelah dalam memberikan ilmu serta

doanya untuk kesuksesan di dunia sampai akhirat.

8. Kang Abdul Rosid, M Khoribudin Ihsan, Rio Abinowo, Asdi kuswanto, Sholihul Hadi, Arif ridho, M Hendri, adek Ulun Nayyiroh yang sesalu menemani dan memberi semangat dalam

proses pembuatan skripsi.

9. Dan kepada semua teman-teman kelas AS 2012, mas Abdul Majid Wawan Rosadi, M Alvin Fuadi, Mirza Ghulam Ahmad, yang ikut serta dalam kelancaran skripsi.

10.Sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) kota Salatiga, sahabat M Arfan Affandy, Azis S, M Amin Agil P,

(10)
(11)

ix 11.ABSTRAK

Budi Utomo, Fadhil Yahya. 2017. Keharmonisan Keluarga Poligami (Studi kasus Keluarga poligami di Desa Sumber Agung, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali )skripsi. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. H Muh Irfan Helmy, Lc, M.A

Kata Kunci : Poligami, keharmonisan dan keadilan keluarga, KHI

Penelitian ini merupakan upaya untuk menggali keharmonisan keluarga poligami . Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana penerapan keharmonisan keluarga poligami , (2) Bagaimana penerapan keadilan dalam keluarga poligami.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Sedangkan jenis penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

(12)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL

LEMBAR BERLOGO

JUDUL ………. i

NOTA PEMBIMBING ……….. ii

PENGESAHAN KELULUSAN ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….. v

KATA PENGANTAR ………. vi

ABSTRAK……… ix

DAFTAR ISI..……… x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian...7

D. Kegunaan Penelitian ...7

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Kajian Pustaka ... 9

G. Metode Penulisan Skripsi ...12

(13)

xi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Poligami ...19

B. Sejarah Poligami ...20

C. Dasar Hukum Poligami ...23

D. Pandangan Ulama tentang Poligami ...25

E. Pengertian Keluarga Harmonis dan Sakinah …………..…….. 27

F. Keadilan Suami terhadap Istri sesuai Landasan Keluarga Sakinah………...… 48

BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran lokasi penelitian ... 55

B. Latar belakang melakukan poligam... 60

C. Bentuk manajemen keharmonisan dan keadilan keluarga poligami... 62

BAB IVANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Faktor Pendorong Suami Melakukan Poligami...67

B. Analisis Bentuk Manajemen Keharmonisan dan Keadilan Keluarga Poligami………...76

(14)

xii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ……….. 84

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 Bab 1 pasal 1 “ perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kelak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Perkawinan menurut KHI pasal 2 bab 2 “perkawinan menurut

hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan

ibadah.

Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami)

mengawini beberapa atau lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat ijab qabul melainkan dalam menjalani hidup berkeluarga.

Pada umumnya poligami dinilai hanya akan menimbulkan

permusuhan dan kebencian diantara para istri dan anak-anaknya. Akibatnya ketenangan dan ketentraman sebuah rumah tangga beranjak jadi rusak.

Identik dengan penderitaan seorang istri tua (pertama) beserta anak-anaknya. Dengan kata lain, masyarakat begitu meyakini bahwa tak akan pernah ada poligami yang harmonis. Semua poligami pasti berdampak

(16)

2

Ada pula dampak buruk dari poligami menurut (Muthahari, 2007:120). Walaupun benar bahwa jiwa yang sebernarnya dari perkawinan

ialah perasaan dan sentiment, dan benar juga bahwa emosi yang terasa dalam hati tidak berada dalam bawah control manusia, seperti membagi

jasad fisik dan menyerahkannya kepada orang lain. Disini menerangkan beberapa dampak poligami.

Poligami memang telah membuat perempuan, entah istri pertama

atau kedua, menjadi sangat berobsesi memperebutkan sang suami. Ini adalah bentuk lain dari proses dehumanisasi itu. Merekapun berusaha

mati-matian mencari bantuan dari yang bersifat fisik yang mempercantik diri dan membuat semenarik mungkin bagi suaminya, samapai usaha-usaha “ gaib” seperti berdukun mencari bantuan dari orang pintar atau psikolog. Sikap lain

yang dilakukan perempuan korban poligamiadalah marah-marah, mengamuk, merajuk, kabur dan lainya. mereka merasa kehilangan

kepercayaan dan pembunuhan karakter kepada wanita (K.H Husein Muhammad,2005:)

Tak cuma kehilangan kepercayaan diri, poligami membuat

perempuan merasa kehilangan keimanan dan keyakinannya. Ini terjadi karena segala penderitaan mereka yang tak mampu mereka “atasi” sering

sekali diartikan orang-orang yang memojokkannya sebagai kelemahan imanatau bahkan dianggap tidak menjalankan agamanya dengan benar. Lebih pedih lagi karena yang menyatakan itu adalah suaminya sendiri.(K.H

(17)

3

Tidak dapat dipungkiri lagi, banyak kaum muslim yang saalah dalam berpligami, menyimpang dari yang disyariatkan Allah. Mereka kerap keliru

menggunakan rukhsah (keringanan) tentang bolehnya berpoligami. Dengan begitu yang salah bukan hukum islamnya, tetapi penerapanya. Ini bisa

disebabkan kekurangfahaaman mereka terhadap ajaran agama, atau karena keburukan akhlak mereka.(Dr.M Syafii Antonio M.Ec, 2010:32)

Dari Segi Pandang Moral yaitu moralitas menuntut bahwa seseorang

harus mengguranggi dan memerangi hawa nafsunya sampai kepada tingkat yang paling rendah, karena adalah watak manusia bahwa semakin seseorang

memberikan kebebasan kepada hawa nafsunya maka semakin bertambah dan semakin terangsang hawa nafsu itu.(Muthahari, 2007:124).

Didalam dinamika kehidupan atau berkeluarga pastinya ada

kekurangan dan kelebihan, diatas sudah diterangkan sikap kekurangan keluarga poligami, disisi lain pastinya ada dampak positif dari poligami

karena perbuatan poligami tidaklah perbuatan yang dilarang syariat dan menimbulkan dosa.

Dr. M. Yusuf Musa berkata: Saya ingat ketika saya sendiri dan

sebagian teman-teman saya bangsa mesir ketika di Paris pada tahun 1948 diundang untuk mengadiri Muktamar Pemuda International di Kota

Munich( Jerman Barat). Pokok persoalan yang menjadi bagian dari kami dan teman-teman dari Mesir untuk dibahas adalah problem bertambahnya jumlah kaum wanita di Jerman Barat sesudah perang Dunia dengan beberpa

(18)

4

jalan pemecahan sebaik muungkin. Sesudah diajukan semua cara-cara pemecahan yang merreka kenal disana tetapi ditolaknya, lalu saya dan

teman-teman saya mengajukan jalan pemecahan tungal yang bersiafat fihrah, yaitu poligami. Pendapat ini pertama kali diterima dengan penuh rasa

sinis, tetapi sesudah melalaui pembahasan yang jujur dan mendalam, maka para muktamirin, berpendapat bahwa hanya inilah jalan yang tepat.( Sayid Sabiq, 1990:162)

Hal ini dilakukan demi kepentingan kekutan dan pertahana. Seorang penyidik bangsa Jerman telah membahas dengan tajam tentang bagaimana

suburnya keturunan di kalangan masyaratkat Islam yang menurutnya dipandang sebagai slah satu unsur kekuatan masyarakatislam. Karena laki-laki untuk berketurunan labih besar dari pada perempuan, sebab laki-laki-laki-laki

telah memiliki persiapan kerja seksual sejak baligh sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, di mana masa haid ini

datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai sepuluh hari, dan dalam begitupula selama masa nifaas (sehabis melahirkan anak) yang temponya terkadang sampai empat puluh hari ditambahi lagi dengan masa

hamil dan menyusui. Kesangupan perempuan untuk beranak berakhir sekiat umur empat puluh lima sampai lima puluh tahun, sedangkan di pihak

laki-laki masih subur sampai dengan lebih dari enam puluh tahun. Dengan persoalan yang sedemikian lebih baik melakukan pologami dari pada melakukan zina, harus diingat bahwa islam sangat keras di dalam

(19)

5 Terdapat pada SuratAn Nur Ayat 02

م امهنم دحاو لك اودلجاف تيازلا و ةينازلا

Artinya, “perempuan yang zina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan jangnlah belas

kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama

allah, jika kamu beriman kepada allah, dan hari akhirat, dan hendaklah

(pelaksanaan hukuman mereka disaksikan dari orang-orang yang beriman”

Selanjutnya adakalanya istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan sembuh, padahal masih tetap berkeinginan untuk melajutkan hidup bersuami istri, padahal suami masih ingin mempunyai anak-anak sehat lagi pintardan seorang istri yang dapat mengurus keperluan-keperluan rumah tangganya. Dengan keadaan seperti itu maka pemecahan terakhir dalam keluarga adalah poligami, dari pada suami menceraiakan istri dalam kondisi sperti iu tetapi tetap berkeinginan bersuami istri. Maka berpoligami bisa menjadi pemecahan permasaalahan keluarga seperti itu( Sabiq, 1990 : 165 )

Dalam hal ini penulis menemukan dua keluarga poligami yang harmonis, yang bisa membina keluarga poligami yang masih tetap dalam koridor-koridor Syariat Islam. Tentu tidakaklah mudah dalam membina dua

kelauarga yang berbeda sifat dalam kehidupan sehari- hari dan tetap bisa membagi keadilan dalam berkeluarga.

(20)

6

keluarga poligami tinggal satu rumah dengan dua orang istri yang menikah sejak tahun 2005 sampai sekarang. Di lihat dari

Dalam keluarga yang lain hampir sama kondisi kehidupan sehari-harinya, yang membedakan ialah dalam keluarga ini istri pertama dan istri

kedua tidak tinggal dalam satu rumah, melainkan masih dalam satu lingkungan. Keluarga mereka pun juga berjalan harmonis sejak tahun 2008 sampai sekarang. Meskipun beda rumah tetapi para istri tersebut tidak ada

kecemburuan yang mengakibatkan perceraian dalam keluarga poligami tersebut.

Masyarakat sekitar desa Sumber Agung tidak menganggap mereka seperti keluarga poligami pada umumnya, dimana yang menjadi korban dalam poligami ialah istri pertama beserta anak-anaknya, dan suami lebih

cenderung terhadap istri kedua beserta anak-anaknya. Disisi lain untuk istri yang kedua dari keluarga poligami tersebut juga tidak menutup diri terhadap

masyarakat untuk membaur dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya yang terjadi dalam keluarga poligami istri kedua lebih menutup diri terhadap masyarakat, karena merasa mereka merebut suami dan orang tua dari

keluarga lain.

Dengan pemaparan diatas penulis tertarik melakukan penilitian,

(21)

7

“KEHARMONISAN KELUARGA POLIGAMI PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 1 TAHUN 1974“ (Studi Kasus di Desa Sumber Agung, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep keharmonisan keluarga dalam hukum Islam? 2. Apa latar belakang melakukan poligami?

3. Bagaimana manajemen keharmonisan dan keadilan keluarga poligami di

Desa Sumber Agung, Kecamatan Klego, Kab Boyolali?

4. Bagaimana keharmonisan keluarga poligami sesuai prespektif Hukum

Islam dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui konsep keharmonisan keluarga dalam hukum Islam. 2. Untuk mengetahui latar belakang melakukan poligami.

3. Untuk mengetahui manajemen keharmonisan dan keadilan keluarga poligami di Desa Sumber Agung, Kec Klego, Kab Boyolali.

4. Untuk mengetahui presfektif Hukum Islam dan Undang-Undang No 1

Tahun 1974 tentang keharmonisan keluarga poligami.

D. Kegunaan Penelitian

Pelaksaan penelitian diharapkan akan mnfaat, baik secara teorotik maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(22)

8

Manfaat Teoritik dari penulis s kripsi ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang berbagai persoalan yang berhubungan

dengan pernikahan. 2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktisnya adalah memberikan tambahan wacana bagi dunia akademis, masyarakat serta dapat memberikan pandangan yang baik bahwa pernikahan poligami sebenarnya juga bisa menjadi keluarga

yang rukun, harmonis dan sesuai ajaran islam.

E. Penegasan Istilah

1. Pologami

Secara etimologis atau loghowi bahwa kata poligami berasal dari bahasa yunani gabungan dari dua kata poli dan polus yang berarti banyak.

Serta gamien dan gomus yang berarti perkawinan. Dengan demikkian poligami berarti perkawinan yang banyak. Secara termilogi atau istilah

poligami adalah salah satu perkawinan yang pihak memiliki atau mengawini beberapa jenis dalam waktu yang bersamaan. Dalam Hukum Islam poligami berarti suatu perkawinan yang dilakukan oleh salah satu pihak(suami)

menggawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam satu waktu yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatan

(23)

9

beberapa suami dalam waktu bersamaan. Akan tetapi, dibandingkan dengan poligami, bentuk poliandri tidak banyak dipraktek.(Mulia, 2000:2)

2. Keharmonisan keluarga

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang dapat mengantarkan

seseorang hidup lebih bahagia, lebih layak dan tentram. Menurut Basri keluarga harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun, bahagia, bersih, disiplin, saling menghargai, pemaaf, tolong menolong dalam

kebaikan, saling menghargai, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan ibadah, bebakti kepada

yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan, dan memanfaatkan waktu luang dalam hal yang positif serta memenuhi dasar keluarga (Basri, 1996 : 111)

F. Tinjauan Pustaka

Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasus

kasus poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan ditelusuri lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan perkawinan poligami mendorong penulis untuk mengungkap fenomena

tersebut dengan mengamati dalam praktek kehidupan pasangan poligami. Dengan demikian diharapkan penelitian ini tidak sama dengan yang sudah

ada. Pada umumnya kajian kasus poligami hanya terbatas pada teori saja, seperti pada penulisan skripsi yang ditulis oleh sudibyo (2001:25) yang berjudul “konsep keadilan dalam berpoligami menurut hukum islam “.

(24)

10

sesuai dengan apa yang ada di dalam aturan Islam serta penerapan konsep keadilan yang benar menurut Al-Qur‟an dan Hukum Tuhan. Menurutnya,

adil di sini tidak hanya adil dalam pemberian nafkah saja akan tetapi pembagian terhadap cinta dan kasih sayang kepada istri-istri seperti

pembagian jatah malam, nafkah lahir maupun batiniah. Bukan hanya itu, adil terhadap pemberian kasih sayang yang diberikan kepada anak-aaknya secara penuh dan tidak berbuat aniaya atau melantarkan kependidikanya,

kesehatan dan masa depan mereka.

Begitu juga karya dari Siti Mulyani (1997:18) yang mengangkat tema “Poligami Dalam Prespektif Keadilan Gender” dalam karyanya

bahwa poligami yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah suatu perbuatan yang sangat merendahkan kaum perempuan karena terdapat

unsur diskriminasi sosial maupun kejiwaan. Tidak hanya itu, jika dilihat dari sisi suami itu sendiri maka tampak jelas unsure yang terkamdung di

dalamnya lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang kepemtingan dari sisi kaum perempuan yang jelas-jelas lenih merasakan dampak dampak dari poligami itu sendiri. Jelas disini bahwa, kaum

perempuan merakasan diskriminasi sosial karena adanya sebab yang menjadi alasan-alasan bagi suami untuk berpoligami seperti yang telah

disebutkan diatas.

seperti pada penulisan skripsi yang ditulis oleh Sudibyo (2001:25) yang berjudul "Konsep Keadilan Dalam Berpoligami menurut Hukum Islam".

(25)

11

sesuai dengan apa yang ada di dalam aturan Islam serta penerapan konsep keadilan yang benar menurut Al-Qur‟an dan hukum Tuhan. Menurutnya, adil

di sini tidak hanya adil dalam pemberian nafkah saja tetapi juga adil terhadap pembagian terhadap cinta dan kasih sayang kepada istri-istrinya seperti

pembagian jatah malam, nafkah lahiriah maupun batiniah. Bukan hanya itu, adil terhadap pemberian kasih sayang kepada anak-anaknya pun harus diperhatikan yaitu dengan memberikan hak-haknya secara penuh dan tidak

berbuat aniaya kepada mereka.

M Sholihan (1994:30 )“Poligami Dalam Perspektif Fazlur Rahman"

menjelaskan bahwa Fazlur Rahman memaparkan pendapat bahwa adanya kontradiksi di antara izin untuk beristri sampai empat orang dan keharusan untuk berlaku adil kepada mereka dengan pernyataan tegas bahwa

keadilan terhadap istri-istri tersebut adalah mustahil. Menurut penafsiran yang tradisional izin untuk berpoligami itu mempunyai kekuatan hukum,

sedang keharusan untuk berbuat adil kepada mereka walaupun sangat penting, terserah kepada kebaikan si suami (walaupun Hukum Islam yang tradisional memberikan hak kepada kaum wanita untuk meminta

pertolongan atau perceraian apabila mereka dianiaya atau dikejami oleh suami mereka). Dari sudut pandang agama yang normatif keadilan

terhadap istri yang memiliki posisi lemah ini tergantung kepada kebaikan suami, walaupun pasti akan dilanggar. Sebaliknya modernis-modernis muslim cenderung untuk mengutamakan keharusan untuk berbuat adil

(26)

12

mengatakan bahwa izin untuk berpoligami itu hanya untuk sementara waktu dan tujuan tertentu saja. Beliau memang membenarkan pendapat di

atas bahwa izin berpoligami merupakan hukum, sedang sanksinya adalah untuk mencapai ideal moral yang harus diperjuangkan masyarakat karena

poligami itu tidak dapat dihilangkan begitu saja.

Dari karya-karya di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang melakukan poligami tidak mudah, di dalamnya terdapat

ketentuanketentuan yang harus dijalankan. Serta banyak kontradiksi yang terjadi tentang hal tersebut, dan hal inilah yang ingin penulis bahas lebih

lanjut karena perkawinan poligami masih belum ada pemecahan yang ada khususnya praktek di lapangan.

Hal inilah yang membuat peneliti mencoba menggali kembali tentang

keharmonisan dan keadilan poligami, meskipun telah banyak pula para peneliti yang mengangkat tema di atas. Sedikit berbeda dengan karya-karya

ilmiah lainnya disini penulis mengemukakan penelitian secara lapangan, yang lebih terperinci secara utuh berdasarkan fakta yang ada, bagaimana pelaku mengatur dan membentuk keharmonisan beserta pola keadilan yang

dilakukan dalam keluarga poligami.

G. Metode Penelitian

Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,

(27)

13

menggembangkan dan mengguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan menggunakan metode-metode tertentu (Hadi, 1997 : 30 ). Adapun metode

yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penilitian

Dalam penulis skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan empiris, yaitu sebagai usaha mendekati masalah penelitian untuk memperoleh fakta atau kenyataan yang sebenarnya menggenai pelaksaan

keharmonisan dan keadilan keluarga poligami.

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif yaitu

suatu penelitian yang mencoba menggungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistic-kontektual) melalui penggumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri penelitian

sebagai instrument kunci.

2. Kehadiaran Peneliti

Dalam penulisan skripsi ini peniliti menggunakna metode dua arah di mana ada interaksi anatara peneliti dengan subyek penilitian. Dalam hal ini peneliti menggunkan pendekatan spikologis untuk memperoleh data

yang relevan sesuai dengan tujuna penelitian, yaitu dengan mencari informan guna melengkapi data. Kehadiran penelitian disini mencoba

(28)

14

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Desa Sumber Agung, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali. Kerena salah satu tempat

terjadinya keharmonisan keluarga poligami dan peniliti menemukan dua kasus perkawinan tersebut.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data ini merupakan sejumlah keterangan-keterangan dan fakta

langsung yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yangdipandang mengetahui obyek yang diteliti. Yaitu dengan mencari informan yang terpecaya dan mengetahui kondisi dari

informan seperti keluarga, tetangga, orang-orang dekat, maupun langsung kepada subyek penelitian.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa buku, leteratur, dokumen-dokumen resmi, Al-Qur‟an dan Al- Hadits yang

berhubungna dengan obyek masalah. c. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

1) Dokumentasi, yaitu karya-karya yang memberikan informasi

(29)

15

2) Wawancara, yaitu pengumpulan data dimana penulis mengadakan tanya jawab secara langsung dengan data terkait. Wawancara akan

dilakukan terhadap pelaku maupun orang terdekat seperti, keluarga, tetangga, maupun pihak-pihak yang mengetahui praktik

perkawinan poligami di Desa Sumber Agung.

3) Observasi, yaitu penelitian menggamati apakah benar ekspresi yang diperlihatkan subyek penelitian sesuai dengan respon verbal

yang diberikannya (Mulyana, 2006:30)

Lebih lanjut menurut Patton (Poerwandari, 1998:23) hasil observasi

menjadi data yang penting karena :

1) Penelitian akan mendapatkan pemahaman labih baik tentang konteks hal yang diteliti atau terjadi.

2) Observasi memungkinkan peniliti untuk bersikap terbuka, berorentasi pada penemuan daripada pembuktian, dan

mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan umtuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topic yang

diamati akan berkurang.

3) Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang

(30)

16

pasanganya, keadaan rumah, dan lingkungan tempat tinggal dan lainya.

5. Teknik Analisa Data

Dalam penulisan ini, setelah data yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode yaitu:

1. Metode induksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat

khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.

2. Metode deduksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat

umum untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh untuk

mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknis untuk memeriksa keabsahan suatu data. Keabsahan data dalam penilitian ini menggunakan

teknik triangulasi sumber, menurut Patton (2002:180) berarti membandingkan dan mengecek baliik derajat kepercayaan suatu informaasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong,

2002:178).

7. Tahap-Tahap Penelitian

penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap, pertama pra lapangan, penelitian menetukan topic penelitian, mencari informasi tentang adanya praktek perkawinan poligami. Tahap selanjutnya penelitian terjun langsung

(31)

17

dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu pelaku perkawinan poligami, keluarga, tokoh agama atau masyarakat dan tenaga pelaku

perkawinan poligami. Tahap terahkir yaitu penyusunan laporan atau penelitiaan dengan cara menganalisis data atau temuan kemudian

memaparkan dengan narasi deskriptif.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih

lanjut dan jelas dalam membaca penilitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penilitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini

sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan: Bab ini menerangkan Latar Belakang Masalah, Rumusan masalah ,Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan

Istilah,Metode Penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, Lokasi penitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan

Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data. Tahap-Tahap Penelitia, dan Sitematika Penulisan.

Bab II Kajian Pustaka: Bab ini berisi tentang poligami, keluarga harmonis dan keluarga sakinah.

(32)

18

Bab IV Pelaksanaan Penelitian dan pembahasan: Analisis data Latar Belakang , Keharmonisan dan keadilan , Tinjauan KHI Keluarga Poligami

Di Desa Sumber Agung, Kecamtan Klego, Kabupaten Boyolali.

Bab V Penutup:Berisi Kesimpulan dan Saran.

(33)

19

BAB II

POLIGAMI, KELUARGA HARMONIS DAN KELUARGA SAKINAH

A. POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM

Secara etimologis atau loghowi bahwa kata poligami berasal dari bahasa yunani gabungan dari dua kata poli dan polus yang berarti banyak. Serta gamien dan gomus yang berarti perkawinan. Dengan demikkian

poligami berarti perkawinan yang banyak. Secara termilogi atau istilah poligami adalah salah satu perkawinan yang pihak memiliki atau

mengawini beberapa jenis dalam waktu yang bersamaan. Dalam Hukum Islam poligami berarti suatu perkawinan yang dilakukan oleh salah satu pihak(suami) menggawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam satu waktu

yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatan bersifat poligami yaitu perkawinan yang dilakukan karena adanya

sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan seseorang melakukan hal tersebut. Selain poligami dikenal juga poliandri, sebaliknya justru istri yang mempunyai beberapa suami dalam waktu bersamaan. Akan tetapi,

dibandingkan dengan poligami, bentuk poliandri tidak banyak dipraktek.(Mulia, 2000:2)

(34)

20

mengartikan sebagai adat seorang laki-laki beristri lebih dari seorang.Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, poligami adalah

perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih, namun cenderung diartikan perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih (

Partanto dan Al-Barry, 1994:606)

Menurut istilah, (Mulia, 2004:43) merumuskan poligami merupakan ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari

satu istri dalam waktu yang sama. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatan bersifat poligami.

Dalam (Ghazaly, 2003:129) yang dimaksud poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak adalah empat orang. Karena melebihi dari empat berarti mengingkari

kebaikan yang disyariatkan Allah bagi kemaslahatan hidup suami istri. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

poligami adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki (suami) yang mempunyai lebih dari seorang istri atau banyak istri dalam waktu yang sama dan dalam Islam dibatasi hanya empat istri.

B. Sejarah Poligami

Sebelum datangnya Islam, masyarakat (Arab khususnya) sebenarnya telah mengenal dan mempraktikkan poligami. Banyak dari

(35)

21

Bangsa-bangsa terdahulu seperti Yahudi memperbolehkan penganutnya berpoligami, bahkan tanpa batasan tertentu ( Hasan, 2006:269). Selain

bangsa Yahudi praktik poligami juga dilakukan oleh bangsa Ibrani dan juga Cicilia.

Syed Ameer dalam bukunya The Spirit Of Islam (Api Islam) menyatakan bahwa sistem poligami sudah meluas dan berlaku pada beberapa bangsa sebelum Islam. Pada tingkatan tertentu dalam perkembangan sosial, poligami merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan. Peperangan yang sering terjadi antara kabilah mengakibatkan banyak korban, mengurangi jumlah laki-laki dan dalam sisi yang lain menambah jumlah wanita, serta adanya kekuasaan mutlak kepalakepala suku menjadi awal mula kebiasaan poligami. Bangsa yang menjalankan poligami diantaranya adalah bangsa Barat purbakala, orang Hindu dan Israil (Supardi Mursalin, 2007:17).Selain itu juga bangsa Media dahulu kala, Babilonia, Assiria dan ParsiSejarah mencatat para Nabi pun melakukan praktik poligami. Nabi Sulaiman a.s misalnya, memoligami seratus wanita dan sejumlah nabi lainnya yang berasal dari bangsa Bani Israil (Sa‟dany, 2009:158).

(36)

22

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa seorang sahabat bernama Ghailan bin Salamah ats-Tsaqafi, seorang jahili yang masuk Islam, ketika itu memiliki sepuluh istri. Lalu, Nabi Muhammad saw menyuruhnya untuk memilih empat istrinya dan melepaskan enam istrinya yang lain (Sunan Ibnu Majah No. Hadis 1953).

Dalam riwayat yang lain sahabat Urwah bin Mas‟ud yang berkata: “Ketika aku masuk Islam, aku memiliki sepuluh orang istri, empat orang

berasal dari bangsa Quraisy dan satu dari putri Abu Sufyan.” Lalu,

Rasulullah saw. memerintahkanku untuk memilih empat diantara mereka dan membebaskan yang lainnya. Lalu, aku pun memilih empat dari semua istriku dan membebaskan yang lainnya, sebagaimana perintah Rasulullah saw (Al Baihaqi, No.Hadist 13163).

Nabi Muhammad saw. telah menyatakan kebolehan berpoligami, sekaligus menjadi pelaku poligami dan selalu memotivasi umatnya untuk mengikuti jejaknya, itulah sebabnya para sahabat beliau dikenal dalam sejarah sebagai pelaku poligami, juga orang-orang yang hidup dengan para sahabat (Sa‟dany, 2009:163).

(37)

23

yang merupakan janda dari Sakran bin Amr (Iffah Qanita, 2016:68), dan seterusnya bahwa Nabi Muhammad berpoligami dengan menikahi para janda kecualiAisyah.

Hingga dewasa ini, praktik pernikahan poligami masih terus berlangsung di belahan bumi manapun.Sistem poligami ini masih berlaku dikalangan masyarakat Fiji, Australia, Tasmaniya, Tibet, Thailand dan juga di Indonesia ( Sunarto, 2015:26).

C. Dasar Hukum Poligami menurut Islam dan Hukum di Indonesia

Hukum adalah aturan normatif yang mengatur pola perilaku manusia. Hukum tidak tumbuh di ruang fakum, melainkan tumbuh dari adanya aturan bersama ( Irianto, 2006:133). Begitu pula praktik pernikahan poligami ini mempunyai landasan yuridis.

Dalam hukum Islam poligami diatur dalam Al-Qur‟an surat An-nisa

ayat 3:

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu

mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang

(38)

24

takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang

saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu

adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Selain dasar dalam Al-Qur‟an, poligami dalam hukum Islam dipertegas oleh adanya hadits dari Rosulullah yang memperbolehkan poligami dengan ketentuan adil.

َم

لُئِاَمُهُقِش َو ِةَماَيقِلا َموَي َءاَج اَُهُ اَدحٍإ َلاَمَف ِناَتَاَرمِا ُهَل تَناَك ن

Barang siapa yang memiliki dua istri dan lebih memihak

kepada salah satunya, maka dihari Kiamat nanti, ia akan

datang dalam keadaan setengah badannya miring. (HR. Abu

Daud No. Hadits 242)

Dalam hukum positif yang ada di Indonesia, poligami diatur dalam pasal 3, 4 dan 5 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dengan memberikan syarat bahwa poligami dapat dilaksanakan dalam beberapa keadaan, misalnya:

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri

2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan

Sedangkan, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur pada pasal 56 yang menyebutkan:

(39)

25

2. Pengajuan permohonan izin yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan menurut tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.

3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama (PA), tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan: pengadilan agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.

2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

D. Pandangan Ulama tentang Poligami

Dalam menafsirkan QS. An-Nisa ayat 4 di kalangan mufasir serta ulama mengalami beberapa perbedaan, ada yang memperbolehkan dan ada juga yang mengharamkan praktik pernikahan poligami. Beberapa ulama dan pandangannya tentang kebolehan berpoligami, misalnya: 1. Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi

(40)

26

diperbolehkan,kecuali dalam keadaan darurat, dan sangat kecil kemudaratannya.

Lebih lanjut Ash-Shiddiqi dalam Tafsir An-Nur menjelaskan bahwa poligami harus disertai dengan dapat berlaku adil. Adil yang dimaksudkan adalah kecondongan hati dan poligami bisa dilakukan ketika seorang laki-laki mempunyai kepercayaan diri akan keadilan dan terpelihara dari kecurangan. (Ash-Shiddiqi, 2000:780-781) 2. Sayyid Sabiq

Menurut Sayyid Sabiq, Allah ta‟ala memperbolehkan berpoligami

dengan empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka dalam urusan makan, tempat tinggal, pakaian dan kediaman, atau segala yang bersifat kebendaan tanpa membedakan antara istri yang kaya dengan yang fakir, yang berasal dari keturunan tinggi dengan yang bawah. Jika suami khawatir akan berbuat dzalim dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan berpoligami (Sabiq, 1981. Juz 6: 141).

(41)

27

Pembolehan akan adanya praktik poligami tidak hanya dikemukakan dari ulama Islam saja melainkan juga dari filsuf-filsuf barat. Misalnya, seorang filosof sekaligus penulis terkenal, Goustaf Lauboun mengemukakan dalam bukunya “Hadarat al-„Arab”:

“Sesungguhnya, konsepsi poligami justru melindungi

masyarakat dari kebejatan dan bahaya pelacuran serta memelihara bangsa dari munculn ya genenrasi-generasi yang

lahir tanpa ayah”. “Poligami yang diajarkan oleh Islam adalah aturan yang paling baik dan ideal untuk mengembangkan dan memajukan umatnya. Dengan konsepini,

keutuhan keluarga menjadi kuat, terpelihara dan terlindungi”.

Imbuhnya (AsSayyid bin „Abd al-Aziz as-Sa‟dany, 2006: 150).

Didalam keluarga poligami sangatlah mebutuhkan konsepsi-konsepsi mempertahankan keluarga yang sakinah, untuk menciptakan keluarga yang sehat dan tidak menimbulkan perselisihan kedua istri.Untuk mengetahui itu semua penulis mempersembahkan bab tentang keharmonisan keluarga, yang akan dibahas dibab selanjutnya.

E. Keluarga Harmonis dan Keluarga Sakinah 1. Pengertian Keharmonisan Keluarga

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang dapat mengantarkan seseorang hidup lebih bahagia, lebih layak dan tentram. Menurut Basri keluarga harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun, bahagia,

bersih, disiplin, saling menghargai, pemaaf, tolong menolong dalam kebaikan, saling menghargai, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga

(42)

28

luang dalam hal yang positif serta memenuhi dasar keluarga (Basri, 1996 : 111).

Kemudian dalam islam menganjurkan agar suami memerankan tokoh utama dan istri memerankan peran lawan yaitu menyeimbangkan karakter suami. Allah berfirman dalam Alqur‟an surat Ar-Rum ayat 21

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Sehingga keluarga harmonis adalah keluarga di mana para anggotanya merasa bahagia, saling mencintai dan saling menghormati

serta setiap anggota menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing, terjalin kasih sayang, saling pengertian, dialog dan kerja sama yang baik antara anggota keluarga, dengan demikian keluarga akan merasa

(43)

29

a) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar

dan susunan masyrakat.

b) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia

dan menberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

c) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbungan jasmani, rohani

maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya d) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

e) Jika suami atau istri melailakan kewajibanya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.

2. Aspek-aspek Keharmonisan Keluarga

Menurut Gunarso (2004) ada banyak aspek dari keharmonisan keluarga diantaranya adalah:

a. Kasih sayang antara keluarga.

Kasih sayang merupakan kebutuhan manusia yang hakiki, karena sejak lahir manusia sudah membutuhkan kasih sayang dari

sesama. Dalam suatu keluarga yang memang mempunyai hubungan emosional antara satu dengan yang lainnya sudah semestinya jika kasih

sayang harus mengalir dengan baik dan harmonis. b. Saling pengertian sesama anggota keluarga.

Selain kasih sayang, pada umumnya para anak-anak sangat

(44)

30

pengertian maka tidak akan terjadi pertengkaran-pertengkaran antar sesama anggota keluarga.

c. Dialog atau komunikasi yang terjadi di dalam keluarga.

Komunikasi adalah cara yang ideal untuk mempererat hubungan

antara anggota keluarga. Dengan memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien untuk berkomunikasi dapat diketahui keinginan dari masing-masing pihak dan setiap permasalahan dapat terselesaikan

dengan baik.

d. Kerjasama antara anggota keluarga.

Kerjasama yang baik antara sesama anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Saling membantu dan gotong-royong akan mendorong anak untuk bersifat toleransi jika kelak

bersosialisasi dalam masyarakat. Kurang kerjasama antara keluarga membuat anak menjadi malas untuk belajar karena dianggapnya tidak

ada perhatian dari orang tua. Jadi orang tua harus membimbing dan mengarahkan belajar anak.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga

Gunarsa (2004) menyatakan bahwa suasana rumah dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga. Suasana rumah adalah kesatuan

(45)

31

a. Anak yang menyaksikan bahwa ayah dan ibunya terdapat saling pengertian dan kerjasama yang serasi serta saling mengasihi antara

satu sama dengan yang lainnya.

b. Anak dapat merasakan bahwa orang tuanya mau mengerti dan dapat

menghayati pola perilakunya, dapat mengerti apa yang di inginkannya, memberi kasih sayang secara bijaksana.

c. Anak dapat merasakan bahwa saudara-saudaranya mau memahami

dan menghargai dirinya menurut kemauan, kesenangan dan cita-citanya, anak dapat merasakan kasih sayang yang diberikan

saudara-saudaranya.

Selain faktor-faktor diatas maka ekonomi diperkirakan juga akan berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Seperti apa yng

dikemukakan oleh Gunarsa (1993: 57) bahwa tingkat sosial ekonomi yang rendah seringkali menjadi penyebab terjadinya permasalahan dalam

sebuah keluarga. Akibatnya banyaknya masalah yang ditemui karena kondisi keuangan yang memprihatinkan, sehingga menyebabkan kondisi keluarga menjadi tidak harmonis.

Dengan banyaknya problem yang dihadapi keluarga, ini akan berpengaruh kepada perkembangan mental anak di sekolah. Sebab

pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan yang diperoleh anak di rumah, tentu akan terbawa pula ketika anak berangkat ke sekolah.

(46)

32

Keluarga sakinah, mawadddah dan rahmah merupakan tujuan utama dari disyariatkannya nikah. Tujuan tersebut akan menghindarkan

pernikahan dari hanya sekedar ajang pelampiasan nafsu seksual. Sakinah merupakan ketenangan hidup, mawaddah dan rahmah adalah terjalinnya

cinta kasih dan tercapainya ketentraman hati. Allah berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:

ًةَْحمَرَو ًةَدَوام ْمُكنْيَ ب َلعَجَو اَهيلِا اوُنُكْسَتِل اًجَوْزَا ْمُكِسُفْ نَا ْنِّم ْمُكَل َقلَخ انَا ِهِتَيءَا ْنِمَو

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Sakinah merupakan ketenangan yang bersifat dinamis dan aktif. Mawadah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak

buruk. Sehingga pintunya telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir batin yang mungkin datang dari pasangan.

Sedangkan rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul dalam

hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu dalam kehidupan

(47)

33

mengganggu dan mengeruhkannya. Banyak pasangan suami istri mengharapkan kebahagiaan pernikahan mereka seakan-akan kebahagiaan

itu suatu keberuntungan yang pasti datang pada saatnya (Hasbiyallah, 2015 :69-70).

Keluarga sakinah adalah keluarga yang penuh kebahagiaan yang terlahir dari usaha keras pasangan suami istri dalam memenuhi kewajiban, baik kewajiban perorangan maupun kewajiban bersama.

Hukum pernikahan disyariatkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin sebagaimana Allah dan rasulnya telah menuntun kita untuk

mencapai kebahagiaan tersebut.

Dalam keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah terdapat lima karakter kebahagiaan yaitu:

a. Kebahagiaan Spiritual.

Salah satu kewajiban bersama suami istri adalah melaksanakan

ibadah-ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, haji. Ketika sebuah keluarga terdiri dari pasangan suami istri yang rajin beribadah dan dalam momen-momen tertentu memenuhi anjuran Allah dan

Rasulnya untuk melaksanakan secara bersama seperti shalat berjama‟ah, membaca Al-Qur‟an, puasa sunnah , maka kehidupan

(48)

34

Namun dalam kehidupan keluarga modern ini lebih mengesampingkan atau bahkan menganggap tidak penting dalam

kebahagiaan spiritual ini. Sehingga menyebabkan fenomena-fenomena hancurnya suatu keluarga seperti perselingkuhan para

suami, ketidakpatuhan seorang istri dan anak-anak yang bergaul dengan bebas.

Untuk menggapai kebahagiaan yang spiritual ini, suatu

keluarga hendaknya melakukan kewajiban-kewajiban kepada Allah dan Rasulnya seperti shalat, membaca alqur‟an serta aktifitas lain

yang bernilai ibadah. Sehingga keluarga ini akan meraih keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah.

b. Kebahagiaan Seksual

Sudah menjadi fitrahnya dalam kehidupan rumah tangga, suami istri ingin meraih kepuasan seksual. Bahkan hubungan seksual

ini dihukumi sebagai sedekah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

هَقَدَص ْ مُكُدَحَا ِعْضُب ِفيَو

Dan dalam budh‟i (hubungan suami istri) salah seorang di antara

kamu adalah sedekah.(HR. Muslim)

c. Kebahagiaan Finansial.

Keluarga yang bahagia secara finansial adalah terpenuhinya segala kebutuhan keluarganya dari mulai kebutuhan terkecil sampai

(49)

35

usaha yang halal. Kebahagiaan finansial ini meliputi kebutuhan asasi seperti sandang, pangan dan papan (Hasbiyallah, 2015 : 73).

d. Kebahagiaan moral.

Kebahagiaan moral meliputi sikap-sikap baik yang dilakukan

oleh setiap individu dalam keluarga. Seperti sikap suami dalam memperlakukan istri dengan ma‟ruf. Istri juga wajib bersikap hormat

dan patuh terhadap suami.

e. Kebahagiaan intelektual.

Untuk menjalani hidup yang sebaik-baiknya menurut tolak ukur

islam, juga mampu mengatasi berbagai masalah dengan cepat dan tepat dalam suatu problematika rumah tangga, maka keluarga perlu pengetahuan pemikiran dan hukum-hukum islam pada pasangan

suami-istri. Dengan demikian keluarga akan merasakan suatu kebahagiaan karena hidup akan terasa terkendali karena adanya pengetahuan.

5. Dasar-Dasar Pembinaan Keluarga Sakinah

Islam membangun pondasi rumah tangga yang sakinah, mengikatnya dengan kuat dan kokoh sehingga akan mencapai awan dan

bintang. Jika bintang-bintang adalah perhiasan langit, maka rumah tangga adalah perhiasan sebuah keluarga. karena pada rumah tangga ada unsure

keindahan, kebanggaan, dan kebersamaan dengan orang-orang tercinta. Sebab dengan keluargalah kenikmatan abadi bisa diperoleh manusia.

Untuk mewujudkan keluarga sakinah, hendaknya seseorang dapat

(50)

36

agamanya. Sebab agama merupakan faktor yang penting dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah saw menyarankan dalam hal memilih calon istri

dengan petunjuk empat kriteria, yaitu: a. Karena kekayaannya.

b. Karena keturunannya. c. Karena kecantikannya. d. Karena agamanya.

Islam telah menganjurkan dalam memilih istri bahwa agama seorang wanita harus lebih diutamakan dari pada faktor-faktor yang

lainnya(kekayaan, keturunan, kecantikan). Karena kebaikan agama seorang wanita sangat mempengaruhi kebajikan keluarganya (Hasbiyallah, 2015:79).

Istri tempat penenang bagi suami, tempat menyemaikan benih, sekutu hidupnya, pengatur rumah tangganya, ibu dari anak-anaknya,

tempat tambatan hati, tempat menumpahkan rahasia dan menyatukan nasibnya. Karena itu islam menganjurkan agar memilih istri yang saleh dan menyatakannya sebagai perhiasan yang terbaik yang sepatutnya dicari

dan diusahakan mendapatkannya dengan sungguh-sungguh. Adapun yang dimaksud dengan saleh adalah hidup mematuhi agama, bersikap luhur,

menghormati hak-hak suami dan melaksanakan kewajibannya serta memelihara anak-anaknya dengan baik (Sabiq, 1980:29).

Untuk memilih suami yang saleh juga penting demi kokohnya

(51)

37

kemungkinan akan tercapai tingkat sosial yang baik, tingkat ekonomi yang mapan, tingkat pengetahuan yang tinggi dan yang paling penting

bahwa suami yang saleh dapat melindungi hak dan kepentingan istri.

6. Kriteria keluarga sakinah

Dalam kehidupan berkeluarga, agar tujuan perkawinan dapat tercapai yaitu menjadi keluarga yang sakinah, maka harus ada kriteria-kriteria yang harus dilaksanakan di dalam keluarga tersebut. Adapun

menurut kemenag RI kementrian agama depag departemen agama kantor kemenag kecamatan Klego (2011) menyatakan kriteria-kriteria tersebut

adalah sebagai berikut: a. Keluarga pra sakinah.

Keluarga prasakinah adalah keluarga-keluarga yang dibentuk

bukan melalui ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan meterial (basic need) secara minimal,

seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa, sandang, papan dan pangan.

b. Keluarga sakinah I.

Keluarga sakinah I adalah keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan

spiritual dan meterial secara minimal tetapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dan keluarganya, mengikuti

(52)

38 c. Keluarga sakinah II.

Keluarga sakinah II adalah keluarga-keluarga yang dibangun

atas perkawinan yang sah dan di samping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnya

pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta

mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah, infaq, zakat, amal jariyah menabung dan sebagainya.

d. Keluarga sakinah III.

Keluarga sakinah III adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul

karimah sosial psikologis dan pengembangan keluarganya tetapi belum mampu menjadi suri teladan bagi lingkungannya.

e. Keluarga sakinah III plus.

Keluarga sakinah III plus adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan dan

akhlakul karimah secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta dapat menjadi suri teladan bagi

lingkungannya.

(53)

39

Tolok ukur ini juga dapat di kembangkan sesuai situasi dan kondisi di sekitarnya. Adapun tolok ukur umum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keluarga pra sakinah.

a) Keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang tidak sah

b) Tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku c) Tidak memiliki dasar keimanan

d) Tidak melakukan salat wajib

e) Tidak mengeluarkan zakat fitrah f) Tidak menjalankan puasa wajib

g) Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca tulis h) Termasuk kategori fakir dan atau miskin i) Berbuat asusila

j) Terlibat perkara-pekara kriminal 2. Keluarga Sakinah I.

a) Perkawinan sesuai dengan peraturan syariat dan undang-undang nomor 1 tahun 1974

b) Keluarga memiliki surat nikah atau bukti lain, sebagai bukti

perkawinan yang sah

c) Mempunyai perangkat salat, sebagai bukti melaksanakan salat

wajib dan dasar keimanan

d) Terpenuhi kebutuhan makanan pokok, sebagai tanda bukan tergolong fakir dan miskin

(54)

40 f) Jika sakit sering pergi ke dukun g) Percaya pada takhayul

h) Tidak datang di pengajian atau majelis ta‟lim i) Rata-rata keluarga tamat atau memiliki ijazah SD

3. Keluarga sakinah II.

Selain memiliki kriteria keluarga sakinah I, keluarga tersebut hendaknya:

a) Tidak terjadi perceraian, kecuali sebab kematian atau hal sejenis lainnya yang mengharuskan terjadinya perceraian itu

b) Pengahasilan keluarga memiliki kebutuhan pokok, sehingga bisa menabung

c) Rata-rata keluarga memiliki ijazah SLTP

d) Memiliki rumah sendiri meskipun sederhana

e) Keluarga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan sosial

keagamaan

f) Mampu memenuhi standar makanan yang sehat serta memenuhi empat sehat lima sempurna

g) Tidak terlibat perkara kriminal, judi, mabuk, prostitusi dan perbuatan amoral lainnya

4. Keluarga sakinah III.

(55)

41

a) Aktif dalam upaya meningkat kegiatan dan gairah keagamaan di masjid-masjid maupun keluarga

b) Keluarga aktif dalam pengurus kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan

c) Aktif memberikan dorongan dan motifasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta kesehatan masyarakat pada umumnya d) Rata-rata keluarga memiliki ijazah SMA ke atas

e) Mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah dan wakaf senantiasa meningkat

f) Meningkatkan pengeluaran qurban

g) Melaksanakan ibadah haji secara baik dan benar, sesuai tuntunan agama dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

5. Keluarga sakinah III plus.

Selain telah memenuhi kriteria keluarga sakinah III, keluarga

tersebut hendaknya:

a) Keluarga yang telah melaksanakan ibadah haji dan memenuhi kriteria haji mabrur

b) Menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh organisasi yang di cintai oleh masyarakat dan keluarganya

c) Mengeluarkan zakat, infaq, shadaqah, jariyah, wakaf meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif

d) Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat sekelilingnya

(56)

42

e) Keluarga mampu mengembangkan ajaran agama f) Rata-rata anggota keluarga memiliki ijazah sarjana

g) Nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah tertanam dalam kehidupan pribadi dan keluarganya

h) Tumbuh berkembang perasaan cinta kasih sayang secara selaras, serasi dan seimbang dalam anggota keluarga dan lingkungannya i) Mampu menjadi suri teladan masyarakat sekitarnya.

7. Bekal Meraih Keluarga Sakinah

Suami istri harus melakukan berbagai upaya yang dapat

mendorong kearah tercapainya cita-cita mewujudkan keluarga sakinah. Secara singkat dapat dikemukakan beberapa upaya yang perlu ditempuh guna mewujudkan cita-cita kearah tercapainya keluarga sakinah yaitu

memewujudkan harmonisasi hubungan antara suami istri antara lain melalui (BP4, 2011:10-11):

a. Adanya saling pengertian.

Diantara suami istri hendaknya saling memahami dan mengerti tentang keadaan masing-masing, baik secara fisik maupun mental,

masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. b. Saling menerima kenyataan.

Suami istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rejeki dan mati itu dalam kekuasaan Allah, tidak dapat dirumuskan secara matematis.Namun kepada kita manusia diperintahkan untuk

(57)

43

harus diterima, termasuk keadaan suami/istri masing-masing harus terima secara tulus ikhlas.

c. Saling menyesuaikan diri.

Penyesuaian dari dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga

berusaha untuk dapat saling mengisi kekurangan yang ada dalam diri masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkungan keluarga.

d. Memupuk rasa cinta.

Untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antara

suami istri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan cara saling menyayangi, mengasihi, menghormati serta saling menghargai dan penuh keterbukaan.

e. Melakukan azas musyawarah.

Dalam kehidupan berkeluarga, sikap musyawarah terutama antara

suami dan istri merupakan sesuatu yang perlu diterapkan.Dalam hal ini dituntut sikap terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri dari pihak suami

maupun istri. f. Suka memaafkan.

(58)

44

terganggunya hubungan suami istri yang tidak jarang dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan.

g. Berperan serta untuk kemajuan bersama.

Masing-masing suami istri berusaha saling membantu pada setiap

usaha untuk peningkatan dan kemajuan bersama yang pada gilirannya menjadi kebahagiaan keluarga.

8. Problematika Yang Muncul Dalam Keluarga

Upaya membina keluarga termasuk didalamnya mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan itu, dalam membina

kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga, ada beberapa hal yang perlu dicegah atau dihindari, diantara lain (BP4,2011:15-16) :

a. Membuka rahasia pribadi

Segala rahasia pribadi, lebih-lebih yang menyangkut aib dan kekurangan suami mauppun istri termasuk keluarga dari suami istri,

tidak perlu dibuakan atau dikatakan kepada orang lain.

b. Cemburu yang berlebihan

Sifat cemburu dalam batas tertentu dapat diterima dan diartikan sebagai tanda adanya cinta seorang suami kepada istri atau

sebaliknya. Akan tetapi bila cemburu itu muncul tanpa alasan, jelas akan mengganggu kebahagiaan.

(59)

45

Dendam yang berkepanjangan, apalagi yang tidak jelas ujung pangkalnya, merupakan sifat yang amat tercela.Pada saat kita melihat

kebaikan atau kelebihan seseorang, tidak seharusnya menjadi iri hati dan dengki, tetapi jadilah manusia yang selalu mawas diri,

mensyukuri segala nikmat Ilahi serta berdoa kepada- Nya. d. Judi dan minuman keras

Permainan judi merupakan perbuatan yang sia-sia dan

membahayakan kehidupan keluarga.Secara pribadi, seoarang penjudi senantiasa lalai dalam segala tugas dan tanggung jawabnya, baik

kepada Allah SWT maupun kepada kelurga dan masyarakat. e. Pergaulan bebas tanpa batas

Dalam kehidupan bermasyarakat, pergaulan merupakan suatu

kebutuhan. Kita tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Namun pergaulan bebas tanpa batas, lebih-lebih yang menyangkut hubungan

priadan wanita, akan menjurus kepada gangguan kebahagiaan keluarga. Segala bentuk perbuatan yang mengarah pada zina harus dijauhi.Jagalahmata kepala dan mata hati, lisan dan badan dari

perbuatan zina.Jauhilahzina dalam segala bentuknya, karena zina merupakan perbuatan tercela lagi terkutuk.

f. Kurang menjaga kehormatan diri

Perlu diingat anda sebagai seorang suami atau istri, harus selalu mawas diri, menjaga kehormatan diri. Segala tingkah laku, kata

(60)

46

muslim. Ingatlah bahwa dipundakanda terpikul amanat nama baik anda, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

Bahwa dari teori di atas, dapat disimpulkan dalam kehidupan berkeluarga biasanya yang paling utama menjadi atau masalah yang

muncul dalam keluarga tersebut adalah sebagai berikut: a. Cemburu

Cemburu adalah perasaan tidak senang terhadap hal yang

dilakukan olaeh seseorang yang dicintai karena dinilai mengabaikan kepentingan dirinya. Semua orang akan menaruh cemburu apabila

yang dimilikinya itu akan diambil atau dirampas orang. Cemburu bisa menjadi faktor awalnya permusuhan antara suami istri. Karena itu, suami atau istri harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang

menimbulkan kecemburuan, baik berupa ucapan, perbuatan dan sebagainya

b. Ekonomi

Kelancaran rumah tangga sangat dipengaruhi oleh kelancaran dan kesetabilanekonomi.Segala kebutuhan rumah tangga dapat

terpenuhi jika ekonominya lancar. Tetapi sebaliknya, kericuhan-kericuhan rumah tangga sering terjadi yang kadang-kadang diakhiri

dengan perceraian. Dalam hal ini disebabkan oleh ekonomi yang tidak stabil.

(61)

47

Didalam kehidupan berkeluarga, perselingkuhan merupakan sumber kehancuran sebuah keluarga.Kehadiran orang ketiga dalam

perkawinan menjadi penyebab paling besar.Perselingkuhan bukan masalah sederhana, karena dengan dasar kepercayaan yang goyah,

perselingkuhan merupakan efek permasalahan menjadi luas.

Didalam kelauarga poligami selain harus ada bentuk keharmonisan yang terjadi antara suami, istri dan anak. Akan tetapi

yang lebih penting adalah keadilan dari suami yang diberikan kepada para istri dan anak-anaknya yang sesuai dengan keluarga sakinah.

(62)

48

F. Keadilan Suami Terhadap Istri Sesuai Landasan Keluarga Sakinah 1. Keadilan Suami

Praktek poligami sering kali berdampak pada penderitaan, utamanya perasaan dan martabat kaum perempuan. Dehumanisasi

dalam konteks poligami terlihat manakala perempuan yang dipoligami mengalami ketertekanan diri, self-depreciation. Mereka membenarkan, bahkan setuju dengan tiindakan poligami meskipun mengalami

penderitaan lahir batin luar biasa. Tak sedikit di antara mereka yang menganggap penderitaan itu adalah pengorbanan yang sudah

sepatutnya dijalani karena memang menurut kebanyakaan mereka yang mempunyai kewenangan mereka yang mempunyai kewenangan untuk menentukan poligami adalah suami. Pada titik ini, proses dehumanisasi

pada kaum perempuan menjadi sempurna.

Dehumanisasi ( ketidak manusiawi ) merupakan kebalikan dari

praktek keadilan. Artinya, ketindakadilan dapat diukur dari sebuah perbuatan yang merugikan harkat dan martabat manusia. Sehingga ketika poligami yang dialakukan sepihak oleh suami dan merugikan

hak, harkat dan martabat kemanusiaan seorang istri, maka poligami dalam bentuk ini adalah tidak sesuai dengan prinsip keadilan yang

diisyaratkan dalam agama islam.

Tidak jarang ditemukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita, para suami tidak minta izin kepada istri pertamanya

(63)

49

secara diam-diam dan baru memberi tahu kepadaistri pertamanya setelah sudah poloigami berlangsung, pada saat yang bersamaan juga

mengajarkan istrinya untuk patuh dan tunduk secara mutlak, termasuk pada saat suaminya ingin poligami. Posisi laki-laki menjadi sang

penguasa arah keluarga dan istri menjadi mengikut penguasa. Dalam kondisi seperti ini, perempuan tidak sepenuhnya otonom dan tidak menjadi dirinya sendiri.Ia diatur untuk kepentingan suaminya dalam

pembagian atau mengatur perhatian, kasih sayang, konsep keadilan, sekaligus hasrat seksualnya pada para istrinya.

Sehingga yang menjadi soal adalah bukan mau dan tidak maunya istrinya dipoligami maupun suami melakukan poligami, melainkan sejauh mana memaknai keadilan, kesetaraan, dan

kemanusiaan, dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Untuk mengawali analisis ini, maka bisa dimulai dari kebiasaan suami ketika

mempraktekan poligami adalah dengan justifikasi agama islam. Padahal banyak juga yang kurang tau sejatinya poligami dalam ajaran isalam secara penuh dan bisa dipraktekan secara kehidupan keluarga

poligami. Dalam islam, kebanyakan ulama berpendapat bahwa asal hukum poligami adalah mubah, ketentuan hukum ini didasarkan pada

Al-Qur‟an Surat an-Nisa‟ Ayat 3;

(64)

50 hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita (lain)yang kamu senangi: dua,tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah lebih dekat tidak berbuat

aniaya‟‟(QS An Nisa;3)(Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 1989:188).

Dari ayat di atas, setidaknya dapat diambil pengertian

bahwa poligami dibolehkan selama tidak dikwatirkan terjadi penganiyaan (ketidak adilan )terhadap para istri. Jika terdapat kekwatiran terhadap kemungkinan terjadinya ketidak adilan dan untuk

melepaskan diri dari dosa yang dikwatirkan itu, dianjurkan bagi kaum laki-laki untuk mencukup beristri satu orang saja. Dengan demikian

menjadi jelas, bahwa kebolehan berpoligami adalah terkait dengan keadilan dan tidak terjadinya penganiyaan yaitu penganiyaan terhadap para istri.

Subtansi dari ayat tersebut adalah sejauhmana keadilan yang dapat dipertangung jwabankan olwh suami. Keputusan keadilan dan

tidak adil tidak tergantung dari kewenangan suami, tetapi istri juga berhak memutuskan, karena keadilan tidak hanya bisa dinilai dari satu

Gambar

Tabel 1 : Fasilitas Pendidikan Desa Semowo
Tabel II mata pencaharian penduduk desa Sumber Agung

Referensi

Dokumen terkait

kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak

Apabila seseorang dilarang meminjamkan uang dengan bunga yang tinggi, maka secara rasional lebih baik ia meminjamkannya kepada kalangan menengah dan

Hasil dari studi menunjukkan bahwa kolaborasi perancangan interior dan visual grafis pada Museum “Rumah Air” PDAM Surya Sembada Surabaya dapat menghadirkan “cerita” dalam 4 bagian,

Berdasarkan kepada hasil estimasi maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat kaitan antara produktifitas (kelahiran pertama), prestasi peternak penerima

merupakan kumpulan makalah pada saat Seminar Nasional dan Lokakarya Nasional III AITBI dilaksanakan pada tanggal 4-5 Agustus 2017 dan diselenggarakan di Fakultas

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Intiyas (2007) dengan judul ³SHQJDUXK locus of conrol, komitmen profesi dan pengalaman auditor terhadap perilaku auditor dalam

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan hasil analisi regresi berganda dapat kita lihat bahwa seluruh variabel independen yaitu persepsi keadilan

Berdasarkan efisiensi biaya, penggunaan umbi benih bawang merah berukuran sedang dapat digunakan untuk menghasilkan produksi yang tidak berbeda dengan penggunaan umbi