• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Melalui Online Dispute Resolution (ODR) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional Melalui Online Dispute Resolution (ODR) Chapter III V"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PROSES PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI ONLINE DISPUTE RESOLUTION

A. Tinjauan Umum Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui ODR

1. Latar Belakang Perkembangan ODR

Globalisasi merupakan suatu proses kegiatan diberbagai sektor, dimana

negara-negara diseluruh dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang terintegrasi

tanpa rintangan batas teritorial negara. Memasuki era globalisasi menimbulkan

berbagai dampak di segala bidang. Mulai dari bidang sosial, budaya, politik

maupun dalam bidang ekonomi.142

Dalam bidang ekonomi, perdagangan internasional juga menunjukan

perkembangan yang pesat. Pertukaran barang dan jasa pun seperti tidak memiliki

batasan antar Negara, kemajuan teknologi membuat perdagangan internasional

menjadi sangat mudah. Semakin mudah serta luasnya kegiatan perdagangan,

maka akan memicu meningkatnya frekuensi sengketa pula.

Timbulnya sengketa di bidang perdagangan dalam perkembangannya

dapat diselesaikan melalui mekanisme litigasi (Pengadilan) maupun non-litigasi

(di luar pengadilan) atau APS. Penyelesaian sengketa APS merupakan salah satu

penyelesaian sengketa yang diminati oleh para pelaku perdagangan internasional.

142 Ayub Wicaksono, Dampak Teknologi Di Bidang Ekonomi

(2)

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa perkembangan teknologi informasi

telah mempengaruhi perubahan terhadap perdagangan internasional, begitu pula

halnya dengan penyelesaian sengketa alternatif atau ADR yang turut berkembang

akibat terpengaruh dengan kemajuan teknologi informasi.143

ODR merupakan penyelesaian sengketa alternatif yang terpengaruh

dengan kemajuan teknologi informasi dan merupakan metode penyelesaian

sengketa yang sama dengan metode APS. Perbedaannya terletak pada medianya

yang menggunakan media Internet (International Network). Perkembangan

teknologi informasi berupa interconnection-networking (selanjutnya disebut

dengan “internet”) dimulai pada tahun 1969, namun kebutuhan terhadap ODR

tidak muncul pada saat itu hingga awal tahun 1990-an.144

Sejarah singkat dan perkembangan ODR ini dapat diklasifikasikan ke

dalam 3 (tiga) periode yaitu sebelum dan hingga tahun 1995 (the elementary

stage); periode sejak tahun 1995 sampai 1998 atau 1999 (the experimental stage),

dan periode masa kini (entrepreneurial stage).145

a. The Elementary Stage (sebelum tahun 1995)

Sebelum tahun 1995, hanya ada beberapa prosedur penyelesaian

perselisihan yang diterapkan secara informal dalam konteks online. Sampai tahun

1992, Internet masih berpusat di AS, dan pada waktu itu aktivitas komersial

143 Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, Online Dispute Resolution In Consumer

Disputes, https://www.mruni.eu/upload/iblock/f96/8_Petrauskas_Kybartienht-1.pdf, diakses Pada Tanggal 30 Juni 2017, Pukul 00:20 WIB

144 Ethan Katsh, Online Dispute Resolution: Some Implications for the Emergence of

Law in Cyberspace, http://www.lex-electronica.org/files/sites/103/10-3_katsh.pdf, diakses Pada Tanggal 30 Juni 2017, Pukul 01:10 WIB

, diakses pada Sabtu 18 April 2015, h.3

145 Rafal Morek, 2005, Jurnal: “Regulation of Online Dispute Resolution: Between Law

(3)

dilarang beroperasi di bawah kebijakan National Science Foundation. Pada saat

itu internet hanya digunakan oleh akademisi untuk mengirim e-mail, bagi mereka

yang memiliki keahlian teknis untuk bertukar file. Seiring berkembangnya

internet, kejahatan melalui internet mulai bermunculan. Beberapa mekanisme

online digunakan untuk mengatasi konflik ini, namun tidak ada lembaga

penyelesaian sengketa khusus untuk yang penyelesaiannya melalui online.

Bahkan istilah ODR belum ada saat itu. Ketika larangan aktivitas komersial di

Internet dicabut, perselisihan terkait perdagangan mulai muncul. Sengketa spam

komersial merupakan kasus pertama terjadi pada April tahun 1994.146

b. The Experimental Stage (tahun 1995-1998)

Pada periode penggunaan internet mulai berkembang terutama untuk

aktivitas perdagangan. Gagasan ODR mulai muncul dari sebuah pengakuan

bahwa perselisihan akan meningkat seiring dengan berkembangnya aktivitas

online. Pada saat itu perusahaan mulai mengeksplorasi peluang komersial melalui

Internet. Dengan berkembangnya internet, mulailah muncul jenis perselisihan

baru seperti masalah kekayaan intelektual terkait dengan penggunaan dan

penyalinan informasi.

Dalam periode ini, muncul pemikiram bahwa internet membutuhkan

beberapa institusi online yang terfokus untuk mengatasi masalah yang timbul di

internet. Dalam hal ini percobaan perintis ODR sebagian besar disponsori oleh

para akademisi. Salah satunya adalah Online Ombuds Office, sebuah proyek

mediasi online yang dibuat oleh University of Massachusetts, dimana pada kasus

(4)

pertama mereka membantu pemilik situs pribadi dengan sebuah surat kabar lokal

dengan gugatan pelanggaran hak cipta.147

Pada tahun 1996 The National Center for Automated Information

Research (NCAIR) juga mengadakan sebuah konferensi terkait ODR. Project

pertama yang disponsori oleh NCAIR pada tahun 1996 yaitu Virtual Magistrase

Project yang terletak di Villanova University.148 Keputusan yang dihasilkan dari

ODR saat itu yaitu menyatakan bahwa iklan yang ditempatkan pada American On

Line (AOL) dalam bentuk e-mail yang dikirimkan kepada jutaan alamat e-mail

dianggap menyalahi kesepakatan layanan yang diberikan sehingga iklan tersebut

harus dihilangkan dari AOL.149

c. Entrepreneurial Stage (masa kini)

Tahap ketiga adalah tahap terakhir, dimana entitas komersial mulai

menunjukkan ketertarikan pada penyelesaian perselisihan melalui online. Pada

periode ini, ODR telah diterima sebagai proses penyelesaian yang dibutuhkan di

lingkungan online. Dan di periode ini juga telah ditunjukkan ODR semakin

diterima sebagai sebuah proses yang penting yang dapat digunakan tidak hanya

perselisihan bersifat online namun juga untuk menyelesaikan sengketa – sengketa

besifat offline.150

147Ibid.

148 Adel Chandra, Jurnal: “Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Melalui Online

Dispute Resolution (Odr) Kaitan Dengan UU Informasi Dan Transaksi Elektronik No.11 Tahun 2008 http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3653-adel-chandra.pdf, Diakses pada Selasa 25 April 2017

149Ibid

(5)

Meskipun membutuhkan biaya tinggi untuk membangun dan membuat

sebuah sistem ODR, namun jumlah perusahaan yang menawarkan ODR terus

berkembang. Dan sekarang ODR menjadi pilihan pertama untuk perselisihan

yang dihasilkan dalam aktivitas online di berbagai negara.151

Saat ini Persatuan Bangsa – Bangsa (United Nations) juga selalu

mengadaan konferensi ODR tahunan dan telah membentuk Expert Group on

ODR.152 Adapun kemajuan kemajuan dalam periode dekade saat ini dapat

dilihat dari beberapa organisasi yang bersifat internasional melakukan

pembahasan khusus terkait Online Dispute antara lain ;153

(1)1999 : OECD publish “Guildlines for Consumer Protection in the

Context of Electronic Commerce”

(2) 2000 : US FTC and Departement of Commerce host “Alternative

Dispute Resolution for Consumer Transaction in Borderless Online

Marketplace” conference

(3) 2002 : The American Bar Association releases recommended standar

for eCommerce Dispute Resolution

(4) 2003 : GDBe / Consumers International Agreement

(5) 2004 : Global Trustmark alliance Organizing Committee lunched at

GBDe Summit in Malaysia

(6) 2007 : OECD recommendation call for states to establish mechanism

for arbitration of consumer disputes

(7) 2009 : European Committee for Standardization releases

recommended best practice for ODR

151Ibid

(6)

Selain itu ada beberapa konsensus internasional yang dilakukan terkait

ORD yaitu :

(1) Rome I Regulation – EU Parliament Recital on special conflict of law

for consumer crontracts call for ODR

(2) European Parliament has cited the need to promote ADR in te field of

electronic commerce

(3) Several Nations (e.g Mexico, Chile) have already lunched and evolved

Alternate Dispute Resolution (ADR) mechanism for business to

consumer disputes

2. Keunggulan dan Kelemahan ODR

Penyelesaian sengketa pasti memiliki keunggulan dan kelemahannya

masing – masing. Begitu pula dengan ODR, tidak dapat dihindari bahwa salah

satu jenis penyelesaian sengketa alternatif ini pun memiliki kelebihan dan

kekurangan.

A. Keunggulan ODR

1). Biaya Murah

Salah satu keuntungan yang paling signifikan dari menyelesaiakan

sengketa melalui ODR adalah bahwa tidak adanya kebutuhan untuk bepergian

yang artinya tidak ada ada pengeluaran untuk transportasi dan secara substansial

hal tersebut mengurangi biaya. 154 Menurut Bordone manfaat yang paling terlihat

dari penyelesaian sengketa secara online (ODR) ini bahwa para pihak tidak perlu

menempuh jarak yang panjang untuk bertemu. Di dalam penyelesaian sengketa

(7)

melaui pengadilan ataupun ADR, jika para pihak bersengketa, setidaknya salah

satu dari mereka harus melakukan perjalanan jauh, terutama apabila kerjasama

yang dilakukan adalah kerjasama lintas negara, hal tersebut pastilah memakan

banyak biaya.155 Namun, dengan menggunakan ODR, hal ini memungkinkan

para pihak tetap dapat secara langsung dan aktif berpartisipasi dalam penyelesaian

sengketa, namun dilakukan dari tempat masing masing. Ini dikarenakan

penyelesaian sengketa dilakukan secara online, dimana mulai dari pendaftaran

perkara, pemilihan arbiter atau mediator, penyerahan dokumen,

permusyawarahan, serta pemberian putusan dilakukan secara online.156 Dan

biasanya di dalam biaya layanan penyelesaian sengketa perdata itu mencakup

gabungan dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee, dan biaya pihak netral,

biaya para pihak, ongkos hukum, dan lain lain.157 Sedangkan di dalam ODR

beberapa biaya tersebut tidak ada atau berkurang signifikan.

2) Proses yang Cepat dan Sederhana

ODR merupakan peyelesaian sengketa yang memanfaatkan e-mail atau

sarana komunikasi elektronik lainnya dalam menyelesaikan sengketa. Proses

beracara dapat dilakukan dengan lebih cepat dan sederhana karena pengiriman

dokumen dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas e-mail, dengan cara

meng-upload ke website tempat penyelenggara ODR tersebut. Dan begitu pula

155 Lan Q. Hang and Bordone, Online Dispute Resolution Systems: The Future of

Cyberspace Law, C:\Users\Admin\Downloads\Documents\Online Dispute Resolution Systems- The Future of Cyberspace Law.pdf, diakses Pada Tanggal 30 Juni 2017, Pukul 01.30 WIB

156 Rafal Morek, op cit,hlm 20

157 Damang, Online Dispute Resolution,

(8)

dalam hal putusan, arbiter hanya perlu mengrimkan putusan kepada para pihak

melalui internet dengan fasilitas e-mail.158

3) Tidak adanya face to face

Hal ini bisa menjadi kekurangan dan juga bisa menjadi kelebihan dalam

menyelesaikan sengketa menggunakan ODR. Dengan tidak adanya tatap muka

secara langsung para pihak tidak perlu hadir dalam proses sehingga tidak

menimbulkan ketegangan dan memperkuat kerahasiaan dari suatu sengketa.

Lodder dan Zeleznikow berpendapat bahwa ketika sengketa terjadi emosional

para pihak begitu tinggi, dan dalam hal ini lebih baik para pihak tidak melihat satu

sama lain. Sistem seperti ini juga akan memudahkan para pihak untuk saling

bertukar pendapat tanpa harus saling merasa terintimidasi.159 Dan karena

komunikasi dilakukan online, yang artinya tanpa tekanan dan suasana yang formal

seperti penyelesaian melalui litigasi, maka para pihak mendapatkan waktu untuk

berpikir dengan tenang, dan merenungkan posisi mereka dan mengenai langkah

berikutnya.160

158 Merits And Demerits Of ODR,

https://www.lawteacher.net/free-law-essays/commercial-law/merits-and-demerits-of-odr-law-essays.php, diakses Pada Tanggal 30 Juni 2017, Pukul 01.40 WIB

159 Pablo Cortes, Online Dispute Resolution for Consumer in the European Union, (New York : Routledge, 2011) hlm. 56.

160 Merits And Demerits Of ODR

(9)

B. Kelemahan ODR

Beberapa kelemahan atau kekurangan dari penggunaan ODR sebagai

sarana penyelesaian sengketa bisnis, yaitu:161

1)Berpotensi terjadi kesalahpahaman

Kritik yang paling sering didengar mengenai ODR adalah bahwa proses

dan interaksi dilakukan dengan online. Banyak penulis berpendapat bahwa ODR

kehilangan dinamika ADR karena para pihak berada pada tempat yang berjauhan

dan dilakukan di depan layar komputer dan bukan berkomunikasi secara tatap

muka.162 Seperti dicatat oleh D'Zurilla, "secara umum perjanjian mediasi paling

efektif apabila para pihak yang bersengketa secara fisik hadir sebelum

mediator".163 Terkadang hal tersebut dapat menjadi kendala atau mempengaruhi

daripada hasil penyelesaian sengketa. Kurangnya intensitas atau bahkan tidak ada

pertemuan secara langsung antar para pihak dan pihak ketiga, menyebabkan tidak

adanya spontanitas dan tanggapnya interaksi oleh para pihak.164 Selain itu

penyelesaian sengketa akan lebih efektif dilakukan ketika para pihak dapat saling

berkomunikasi secara langsung, karena dengan berkomunikasi secara langsung

dapat dimengerti lebih baik agar tidak muncul kesalahpahaman.

161Ni Putu Dewi Lestari, Kekuatan Mengikat Keputusan Forum Penyelesaian Sengketa

Secara Online

(Online Dispute Resolution) Dalam Sengketa Electronic Contract (Econtract) (Studi Online Dispute Resolution Oleh American Arbitration Association), http://erepo.unud.ac.id/11165/3/4b9d5d75201f0d1ac6049fb0da47d80f.pdf, diakses Pada Tanggal 30 Juni 2017, Pukul 16.00 WIB

162Rafal Morek, op cit, hlm 18 163Ibid

(10)

Dalam ODR, percakapan sebagian besar dilakukan pada sebuah “chat

room” atau melalui “video conference”, perlu diingat apabila pihak yang

bersengketa ialah pihak yang berasaal dari negara dan memiliki budaya bahasa

yang berbeda. Perbedaan bahasa dapat mengacaukan atau membuat adanya

miss-communication atau miss-understanding dalam proses diskusi/penyelesaian

sengketanya.165

2) Internet

Seperti yang diketahui sebelumnya, bahwa ODR diperuntukkan untuk

menyelesaikan perselisihan yang terjadi baik online maupun offline. Sedangkan

penyelesaian sengketa melalui ODR tentunya menggunakan fasilitas internet,

terkadang menjadi kendala bagi penggunanya. Kenyataan bahwa tidak semua

orang memiliki pemahaman tentang pengetahuan dan penggunnaan teknologi,

membuat ODR tidak dapat digunakan oleh setiap lapisan masyarakat. Selain itu,

kecepatan internet di belahan dunia tidak merata, hal tersebut dapat menimbulkan

masalah ketika melakukan “video conference”.

3) Kerahasiaan

ADR pada umumnya tidak mencatat hal-hal yang terkait mengenai

sengketa serta penyelesaiannya, sedangkan pada ADR yang dilakukan melalui

fasilitas dunia maya atau ODR ini dalam proses menyelesaikan sengketanya

pastinya tercatat otomatis dalam data elektronik oleh sistem yang telah disediakan

oleh instansi penyelesaian sengketa online tersebut.166

(11)

Hal inilah yang menjadi kekurangan atau sisi negatif daripada penggunaan

ODR, yaitu mengenai kerahasiaan daripada sengketa, para pihak, dan proses

penyelesaiannya, karena bisa saja para pihak yang lain mencetak dan bahkan

mendistribusikan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sengketa melalui

e-mail dengan mudah dan tanpa seizin atau sepengetahuan pihak yang lain.167

Kerahasiaan inilah yang dianggap merugikan dengan menggunakan ODR.

3. Kendala - Kendala ODR

ODR memerlukan pra syarat tertentu agar dapat diterapkan di Indonesia.

Perlu disadari bahwa penyelesaian sengketa secara online juga masih banyak

mengalami kendala di Indonesia Terdapat beberapa kendala yang dapat yang

menghambat ODR untuk dapat diterapkan di Indonesia, diantaranya adalah : 168

1) Aturan hukum belum jelas.

Seperti yang diketahui belum adanya regulasi secara khusus terkait ODR.

Belum adanya aturan hukum yang memberikan kejelasan mengenai bagaimana

syarat dilaksanakannya ODR, mekanisme ODR, dan penjelasan lainnya. Yang

akibatnya akan menimbulkan kebingungan bagaimana seharusnya para pihak akan

mengajukan gugatan, melalui instrument apa data-data mereka dapat dikirimkan,

dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kerahasiaan data para pihak.169

Maka dari itu, perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus

mengenai ODR ini.

167Ibid

168Meline Gerarita Sitompul, Online Dispute Resolution (ODR): Prospek Penyelesaian

Sengketa E-Commerce Di Indonesia,

http://www.ejournal-academia.org/index.php/renaissance/article/download/15/14, diakses Pada Tanggal 30 Juni

(12)

2) Lembaga belum tersedia

Jika di Amerika sudah terdapat lembaga yang menangani ODR yaitu AAA

(American Arbitration Association) dan China memiliki CIETAC (China

International Economic and Trade Arbitration Commision), Indonesia sendiri

belum memiliki institusi khusus atau divisi dan sejenisnya baik yang berdiri

sendiri ataupun dibawah pengawasan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

yang menangani secara khusus melalui mekanisme online, termasuk mekanisme

persidangan.170 Para pihak boleh mengirimkan dokumen secara tertulis melalui

email, tetapi untuk mekanisme sidang secara online, penyerahan data online yang

bisa dibaca secara bersamaan oleh para pihak bersama majelis arbiter ataupun

mediator belum dapat dilakukan.171

3) Perangkat website yang belum tersedia

Di Indonesia, belum menyiapkan peraturan, perangkat software, laman

khusus atau website khusus untuk mengelola sengketa secara online dengan

standar keamanan yang ketat. Aspek teknologi dalam keberlakuan ODR juga

memegang peranan penting, dimana teknologi berkaitan dengan keamanan dalam

pelaksanaan ODR.172 Amerika merupakan negara yang memiliki website service

provider terbanyak dan terpercayayang memberikan layanan jasa ODR, beberapa

diantaranya adalah ; American Arbitration Association (www.adr.org), Better

Bussines Bureau Online (www.bbbonline.org), Cybersettle

(13)

(www.cybersettle.com), PayPal (www.paypal.com). Di China pun ada yaitu

(www.cietac.org).

Adanya peran penggunaan metode keamanan Hyper Text Transfer

Protocol (http) ditambah Secure Socket Layer (SSL) yang mengindikasikan

adanya website yang terproteksi dengan logo kunci di bagian layar pengguna, dan

hal ini dapat dikombinasikan dengan penggunaan sistem enkripsi tanda tangan

elektronik melalui public key yang dipegang oleh klien dan server, serta

penggunaan private key yang dipegang secara eksklusif oleh klien menunjukkan

adanya metode keamanan yang dapat digunakan dalam ODR. 173

4) Tidak meratanya koneksi internet

Kendala lainnya yang tidak kalah penting adalah tidak meratanya koneksi

internet di wilayah Indonesia dan kecepatan internet yang kurang memadai.

Meningkatnya jumlah pengguna Internet di Indonesia setiap tahunnya ternyata

tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan kecepatan Internet. 174 Sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Opens Signal menunjukkan bahwa sementara

Indonesia membuntut jauh di peringkat ke-8 dari bawah dari 87 negara dengan

rata-rata kecepatan internet hanya 4,72 Mbps.175 Rata rata kecepatan internet di

173Ibid

174 Dani Ahmad Jakaria, Mendistribusikan Beban Trafik Dua Jalur Koneksi Internet

Dengan Teknik Load Balancing,

http://jurnal.stmik-dci.ac.id/index.php/jutekin/article/viewFile/123/92, diakses Pada Tanggal 20 Juni 2017, Pukul 20.00 WIB

(14)

Indonesia disebabkan karena tidak meratanya kecepatan internet di setiap

daerahnya terutama di daerah pedesaan dan daerah perbatasan.

B. Proses Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui ODR

Beberapa negara di dunia telah menerapkan sistem ODR. Sebagai contoh

di negara Amerika yang didirikan oleh American Arbitration Association

(www.adr.org), dan juga di China yang didirikan oleh China Internationa

Economic and Trade Arbitration Commission yaitu (www.cietac.org). Begitu juga

dengan Virtual Magistrate (www.vmag.org) Virtual Magistrate didirikan oleh

Chiccago-Kent College of Law yang merupakan penyedia jasa ODR pertama

yang menyelenggarakan arbitrase online untuk sengketa e - commerce secara

khusus. Jasa penyelesaian sengketa di atas merupakan beberapa contoh penyedia

jasa ODR yang sangat eksis sampai sekarang. Yang dimana dalam ODR tersebut

terdapat arbitrase online sebagai cara penyelesaian sengketanya.

Arbitrase online sendiri sama dengan arbitrase konvensional, hanya saja

dalam arbitrase online pengajuan sengketa, pemeriksaan, pemusyawarahan

arbitrator dan pemberitahuan putusan dilakukan secara online. Pada bagian ini

penulis akan membahas mengenai prosedur penyelenggaraan arbitrase online

yang dilakukan oleh Virtual Magistrate(selanjutnya disebut “VMAG”)

1. Proses Pengajuan Sengketa

a. Pengajuan Permohonan

Pengirirman perkara oleh pemohon dapat dilakukan melalui e-mail atau

(15)

berperkara. pada VMAG, permohonan diajukan dengan memasukkan

permohonan secara online pada situs VMAG (www.vmag.org).176 Permohonan

dibuat dengan mengikuti instruksi dan menjawab semua pertanyaan sesuai

kemampuan pemohon. Pemohon harus menjelaskan sifat dari aktivitas atau

perbuatan yang dipersengketakan dan menyebutkan secara jelas identitas para

pihak. Jika mungkin, pemohon sebaiknya memuat hal – hal berikut ;177

a. Deskripsi mengenai perbuatan, penempatan pesan (posting), atau

perbuatan lain yang menjadi pokok persengketaan sehingga permohonan

dijukan;

b. Keberatan terhadap aktivitas yang dipersengketakan dan alasan mengapa

diperlukan pemulihan;

c. Nama, afiliasi, alamat dan alamat elektronik (e-mail) dari pemohon

d. Nama, alamat, alamat elektronik (e-mail) dari penyyedia jasa internet atau

sistem operator yang tindakannya dipersengketakan;

e. Nama, afiliasi, alamat, dan alamat elektronik (e-mail) dari pihak lain yang

aktifitas dan fasilitasnya relevan dengan permohonan;

f. Setiap material yag ditempatkan atau link pada material yang ditempatkan

yang relevan terhadap permohonan.

Setiap pihak yang kepentingannya tersangkut dapat mengikuti /

melibatkan diri dalam proses tanpa menyebutkan nama, alamat, dan afiliasi

dengan persetujuan dari arbiter.

(16)

Di dalam dunia Bisnis Internasional, penggunaan internet merupakan cara

yang banyak diminati oleh para pelaku bisnis. Di dalam penggunaan internet

untuk menyediakan atau mengedarkan barang atau informasi harus melalui

persetujuan oleh para pihak. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah perjanjian. Bagian

penting dari suatu perjanjian adalah tanda persetujuan yaitu berupa tanda tangan.

Dalam dunia e-commerce digunakan tanda tangan elektronik (digital signature)

yang fungsinya sama dengan tanda tangan manual.178 Digital signature memiliki

kelebihan yaitu susah untuk dipalsukan sehingga kontrak aman.179 Setelah

mengetahui keabsahan kontrak maka pihak penyedia arbitrase online dan para

pihak dapat melanjutkan ke proses pemeriksaan.

Yang tidak kalah penting dalam menggunakan arbitrase online adalah

mengenai tempat kedudukan arbitrase. Dimana hal ini merujuk pada tempat yang

disetujui oleh para pihak sebagai domisili hukum. Apabila kita berkeinginan

untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase online, maka yang perlu

diperhatikan apakah hal pelaksanaan perjanjian untuk berarbitrase secara online

dalam hal ini perjanjian dengan menggunakan sarana elektronik dimungkinkan.180

Dalam hal menentukan tempat kedudukan arbitrase di dunia maya maka hal-hal

yang harus diperhatikan dan menjadi pertimbangkan adalah ;181

a. Dapat tidaknya perjanjian arbitrase yang dibuat secara online dijalankan

menurut hukum nasional masing-masing.

178Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Online Dispute Resolution

dan Pemberlakuannya di Indonesia, https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/viewFile/16298/10844, diakses Pada Tanggal 27 Mei 2017, Pukul 00.01 WIB

179Ibid

180Nugroho Susanti Adi, op cit, hlm 476

(17)

b. Apakah negara yang akan dipilih itu merupakan negara yang merupakan

anggota dari suatu konvensi internasional, seperti Konvensi New York

c. Hukum nasional yang mengatur mengenai arbitrase internsional

d. Netralitas suatu negara, karena para pihak berasal dari kebangsaan yang

berbeda.

b. Penerimaan Kasus

Adminitrator pada VMAG akan melakukan pemeriksaan terhadap

dokumen – dokumen permohonan yang diterimanya dan jika diperlukan

administrator akan meminta keterangan tambahan sebelum secara resmi

menerima permohonan. Proses ini baru mulai dijalankan sesudah mendapat

persetujuan dari pihak lain untuk berpartisipasi dalam proses arbiitrase.182

Prosedur tidak akan dijalankan tanpa persetujuan pihak lain. Jika para pihak,

sesudah diterimanya permohonan, melakukan negosiasi untu menyelesaikan

perbedan diantara mereka maka proses ini dapat ditunda.

Tiap pihak yang mengajukan permohonan dan pihak lain yang

berpartisipasi dalam proses ini akan diberitahu cara menerima salinan peraturan

dan prosedur pada VMAG. Pihakpihak yang berpatisipasi harus memberikan

persetujuan untuk melepaskan tanggung jawab VMAG, Arbiter, Chicago-Kent

College of Law, dan semua pihak yang berkaitan dengan program arbitrase

VMAG atas semua perbuatan yang berkaitan dengan program ini. 183

Sekali permohonan diterima, administrator pada VMAG akan memilih

arbiter dari daftar arbiter yang tersedia di VMAG. Semua berkas permohonan

182Ibid

(18)

akan dikirimkan kepada arbiter. Dalam berbagai kasus, pemohon dapat menunjuk

arbiter sebelum VMAG secara resmi menerima permohonannya. Hal ini dapat

dlakukan manakala partisipasi dari arbiter tersebut membantu untuk mendapatkan

persetujuan mengenai partisipasi dalam proses. Arbiter memberitahukan

diterimanya permohonan segera mungkin. Permohonan dapat mengajukan

kembali permohonannya jika arbiter yang dipilih tidak memberitahukan status

dari permohonan sesegera mungkin. VMAG akan memberikan salinan

permohonan kepada semua pihak yang berkaitan dengan perkra yang diajukan.

184

2. Proses Pemeriksaan Sengketa

Dalam megadakan arbitrase ini, VMAG menciptakan suatu list serv (grist)

untuk tiap-tiap kasus yang diajukan padanya. Para pihak akan menempatkan

pesan-pesannya dalam grist tersebut. Setiap pesan yang ditempatkan dalam grist

dengan sendirinya dikirimkan kepada pihak yang ada dalam grist tersebut. Dalam

hal bukti yang digunakan para pihak dibuat, ditransmisikan, dan disimpan didalam

grist tersebut. Bagi para peserta diskusi akan disediakan password untuk

mengakses grist dan memungkinkan mereka melakukan analisa terhadap semua

pesan yang ditempatkan. Setiap putusan akan ditempatkan dalam grist sehingga

setiap partisipan akan menerima salinannya.

Arbiter akan bertindak secara adil dan akan melakukan upaya-upaya yang

diperlukan agar batas waktu dalam membuat keputusan dapat terpenuhi. Arbiter

dapat menanyakan pemohon mengenai informasi tambahan dan dapat

(19)

mengizinkan pemohon untuk mengamandemenkan permohonannya. Arbiter dapat

menghubungi para pihak, menjalankan proses, mengajukan pertanyaan baik

melalui internet relay chat/IRC ataupun mengadakan video conference,

mengumpulkan informasi, meminta argumen hukum, mengambil langkah lain

yang dianggap perlu oleh arbiter.185 Jika arbiter mempunyai alasan praktis maka ia

akan membagi informasi kepada pihak-pihak yang terkait dan memberikan

informasi yang diterimannya kepada pihak lawan. Partisipan juga diberi e-mail

yang bersifat khusus untuk arbiter jika komunikasi yang bersifat probadi

diperlukan. Adalah tergantung pada arbiter untuk menentukan apakah suatu

komunikasi pribadi dapat dilakukan mealui e-mail. Atas kebijakan arbiter,

pengiriman dokumen dari seseorang yang bukan pihak terkait dapat

dipertimbangkan untuk diterima atau tidak. Arbiter akan mengelola salinan semua

dokumen yang dikirimkan, bukti-bukti dan hal lain yang dianggap relevan dengan

kasus yang sedang diperiksa. Semua material tersebut akan disampaikan arbiter,

setelah perkara selesai diperiksa, kepada administrator VMAG pada

Chicago-Kent College of Law.186

3. Proses Pengambilan Putusan

Arbiter akan mencoba memutuskan suatu perkara dalam waktu 72 jam

setelah diterimanya permohonan. Hal ini merupakan tujuan dan sangatlah sulit

untuk memenuhi batas waktu tersebut. Untuk mencapai keadilan maka batas

waktu tersebut dapat diperpanjang oleh arbiter dengan atau tanpa persetujuan para

(20)

pihak. Menghubungi pihak lain untuk memperoleh persetujuan agar berpartisipasi

juga kendala dalam memenuhi batas waktu tersebut.

Para pihak akan diberitahu akan adanya putusan melalui e-mail. Putusan,

permohonan dan dokumen – dokumen pendukung lainnya akan ditempatkan

dalam sebuah website yang dapat diakses oleh pengguna internet kecuali

diperintahkan lain oleh arbiter.

i. Hal lain

Tiap masalah prosedural yang tak cukup diatur dalam peraturan

berarbitrase versi VMAG, akan diselesaikan dengan merujuk pada the AAA’s

Comercial Arbitration Rules dan prinsip umum tentang fairnaess.187

4. Pelaksanaan Putusan

Pada dasarnya berakhirnya tugas arbiter idealnya jika seluruh tugasnya

telah dilaksanakan, Berdasarkan Pasal 74 UU Arbitrrase dan Penyelesaian

Sengketa Alternatif tugas arbiter berakhir ketika arbiter atau majelis arbitrase

telah memberikan putusan mengenai sengketa yang di periksanya. Sedangkan

mengenai pelaksanaan putusan, berdasarkan Undang-Undang Arbitrase dan

Penyelesaian Sengketa Alternatif ;188

Pertama, Putusan arbitrase baik nasional maupun internasional yang

hendak dilaksanakan/dieksekusi, disyaratkan terlebih dahulu lembar asli atau

salinan autentik putusan tersebut untuk diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter

187Ibid, hlm 98

(21)

atau kuasanya kepada panitera Pengadilan Negeri. Khusus untuk putusan arbitrase

internasional hal itu harus dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kedua, Putusan arbitrase nasional yang tidak memenuhi ketentuan

penyerahan dan pendaftaran putusan, berakibat putusan tersebut tidak dapat

dilaksanakan

Ketiga. Putusan arbitrase nasional yang tidak dilaksanakan secara sukarela

oleh para pihak, putusan tersebut dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua

Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak

Keempat, Khusus untuk putusan arbitrase internasional putusan dapat

dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat.

Pada dasarnya arbitrase online sama dengan arbitrase biasa, namun karena

arbitrase online sekarang ini belum ada di Indonesia maka putusan arbitrase

online dikelompokkan menjadi putusan arbitrase internasional. Seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya bahwa dalam hal pelaksanaan arbitrase internasional yang

berewenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase

internasional ialah Pengadilan Jakarta Pusat. Dimana berdasarkan Pasal 66 UU

Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif bahwa putusan arbitrase

internasional hanya dapat diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum

Republik Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;

a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis

(22)

perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai

pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional;

b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a

terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia

termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;

c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a

hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak

bertentangan dengan ketertiban umum;

d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah

memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;

dan

e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a

yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak

dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh

eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya

dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.189

(23)

BAB IV

KEDUDUKAN ODR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BERDASARKAN HUKUM DI INDONESIA

A. Sumber Hukum Terkait ODR dalam Hukum Indonesia

1. Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian

Sengketa Alternatif

Pada Pasal 1 ayat (10) dikatakan bahwa ;

“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa

atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi, atau penilaian ahli”.190

Ayat ini menunjukkan bahwa para pelaku bisnis bebas menentukan pilihan hukum

dan pilihan forum penyelesaian sengketa yang akan dipakai apabila terjadi

sengketa bisnis. Pada dasarnya ODR merupakan bagian dari APS yang

meneyesuaikan kebutuhan masyarakat. Dimana pada zaman sekarang teknologi

merupakan sarana yang dipakai masyarakat untuk melakukan kegiatan bisnis. Dan

dalam hal ini ODR hadir sebagai alternatif penyelesaian sengketa berbasis

teknologi yang bertujuan untuk memudahkan para pelaku usaha yang terlibat

dalam sengketa namun terhalang oleh jarak.

Maka dalam hal ini penyelesaian sengketa yang terjadi dalam hal keadaan

geografis terpisah bukan menjadi penghalang lagi. Apabila kita melihat pada ayat

ini dan model bisnis pada zaman sekarang, maka pola-pola penyelesaian sengketa

di luar pengadilan tersebut dapat dikembangkan sehingga memberikan peluang

adanya alternatif penyelesaian sengketa secara online.

(24)

Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang berbunyi :

“Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi

dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail, atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib

disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak”191

Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan arbitrase online

dimungkinkan apabila ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pihak untuk

menyelenggarakan arbitrase secara online, dimana arbitrase online merupakan

bagian dari ODR .

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

Pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang ITE dikatakan bahwa ;

“(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari

transaksi elektronik internasional yang dibuatnya”192

Ini menunjukkan bahwa para pihak yang bersengketa dapat menggunakan ODR

dalam menyelesaikan sengketa. Dan didukung dengan Pasal 18 ayat (5) yang

menyatakan bahwa ;

“(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut,

didasarkan pada asas hukum internasional.”193

Pada ayat (5) ini memperkuat bahwa ODR benar benar dapat menjalankan

fungsinya sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang didasari oleh

hukum perdata internasional.

191Ibid

192 Indonesia, Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008, LN Tahun 2008 Nomor 58, TLN Nomor 4843

(25)

Sebagaimana diketahui bahwa ODR saat ini merupakan bagian dari

penyelesaian sengketa alternatif yang diakui secara internasional melalui kegiatan

Persatuan Bangsa – Bangsa (United Nations) yang dimana PBB selalu mengadaan

konferensi ODR setiap tahunnya dan telah membentuk Expert Group on ODR.

3. Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Pada Pasal 65 ayat (4) dikatakan bahwa ;

“Dalam hal terjadi sengketa terkait transaksi dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui

mekanisme penyelesaian sengketa lainnya”194

Berdasarkan ayat diatas dapat dilihat bahwa para pihak diberikan kebebasan untuk

memilih cara untuk menyelesaikan sengketanya. Termasuk di dalamnya apabila

para pihak memilih untuk menggunakan ODR untuk menyelesaikan sengketanya

Dengan demikian konsep penyelesaian sengketa melalui sistem ODR

berdasarkan Undang-Undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta

Undang-Undang tentang Perdagangan, dapat digunakan kedepan sebagai dasar

acuan untuk membuat suatu perundang-undangan yang lebih khusus mengenai

ODR.

B. Kedudukan ODR dalam Hukum Indonesia

ODR di sebagian Negara termasuk di Indonesia masih tergolong relatif

baru, sehingga secara yuridis penyelesaian sengketa secara online (ODR) belum

diatur dan dirumuskan secara jelas dalam hukum di Indonesia.195 Namun, dengan

tidak adanya undang undang yang mengatur, hal tersebut juga dapat menghalangi

194 Indonesia, Perdagangan, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014, TLN Nomor 5512

(26)

atau menghambat sesuatu untuk berjalan dengan baik.196 Dalam hal ini

undang-undang sangat dibutuhkan untuk memeberikan kejelasan mengenai kedudukan

ODR di Indonesia. Tidak hanya itu, dengan adanya peraturan khusus mengenai

ODR, hal tersebut juga dapat mempromosikan ODR sebagai suatu perselisihan

online yang diakui oleh hukum Indonesia.197 Justru sebaliknya, dengan kurangnya

peraturan pemerintah yang komprehensif dan kepastian hokum, hal itu malah

akan menghambat pertumbuhan ODR.

Pada dasarnya ODR itu merupakan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

yang membedakannya hanyalah prosedurnya yang dilakukan secara online.198

Meskipun secara yuridis perihal ODR tidak diatur secara jelas dalam UU No. 30

Tahun 1999, bukan berarti tidak dapat diberlakukan di Indonesia. Pada dasarnya

ang menjadi kendala adalah mengenai keabsahan dari tandatangan elektronik,

perjanjian elektronik, dan putusan elektronik dimana hal tersebut merupakan

bagian dari pelaksanaan ODR. Pada Pasal 1 butir (3) dikatakan :199

“ (3) Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.”

Lalu pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) dikatakan ;200

“ (1) Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka.

(2) Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase

196 Rafal Morek, op cit, hlm 30 197Ibid

198 Xu Junke, Development of ODR in China,

https://law.pace.edu/lawschool/files/iicl/odr/Xu_Junke.pdf, Diakses Pada Tanggal 16 Juli 2017, Pukul 15.26 WIB, hlm 1

(27)

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimuat dalam suatu

dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.”

Dan Pada Pasal 9 ayat (1) dikatakan :201

“ (1) Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang

ditandatangani oleh para pihak.”

Dalam pasal-pasal diatas disebutkan bahwa Perjanjian arbitrase adalah suatu

kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian yang

tertulis tertulis, sedangkan di dalam ODR akan sangat banyak sengketa e

commerce yang diselesaikan dengan ODR berdasarkan sebuah perjanjian online,

dan apabaila kita melihat pada undang-undang di Indonesia maka perjanjian

arbitrase yang dibuat dalam bentuk perjanjian online atau perjanjian melalui

pertukaran e–mail secara yuridis masih dipertanyakan keabsahannya. Lalu

mengenai tanda tangan elektronik, pasal diatas mengatakan bahwa suatu suatu

perjanjian arbitrase harus berbentuk dokumen dan ditanda tangani para pihak,

dalam undang-undang ini tidak diberitahu jelas yang dimaksud dokumen itu

seperti apa, apakah tanda tangan dan perjanjian melalui elektronik termasuk di

dalamnya, oleh sebab itulah dibutuhkan suatu peraturan yang jelas mengenai ini.

Sedangkan dalam hal putusan, berdasarkan pasal di atas mengharuskan suatu

putusan arbitrase dalam bentuk tertulis dan ditandatangani. Dengan demikian

putusan arbitrase online dianggap tidak memenuhi syarat.

Beberapa negara yang menerapkan ODR seperti China dan Amerika

Serikat juga tidak memiliki undang-undang khusus mengenai ODR.202 Namun

yang membuat ODR dapat diterima masyarakat di sana adalah karena China dan

Amerika Serikat tidak mempermasalahkan dan mengakui kebsahan dari tanda

201Ibid

(28)

tangan online, bukti online, perjanjian online dan tidak ada peraturan yang

mengharuskan suatu putusan arbitrase harus dibuat secara tertulis. Yang

terpenting adalah para pihak sama sama setuju untuk mempergunakan ODR

sebagai sarana penyelesaian sengketa maka hal tersebut sah.203 Karena itulah

China dan Amerika Serikat tidak merasa adanya urgensi untuk membuat suatu

undang-undang khusus mengenai ODR untuk sekarang ini.

C. Kekuatan Mengikat Keputusan ODR

ODR merupakan suatu lembaga yang menggantikan cara kerja pengadilan.

Dengan memilih ODR sebagai penyelesaian sengketa, maka para pihak

meniadakan yurisdiksi pengadilan.204 Arbitrase merupakan the binding

adjudicative procedure yang artinya arbitrase merupakan suatu penyelesaian

sengketa yang menghasilkan sebuah putusan, dimana putusan tersebut mengikat

para pihak. 205Oleh karena itu, arbiter dalam hal ini diberi kekuasaan untuk

membuat putusan yang mempunyai kekuatan mengikat.

Ketika membahas mengenai putusan ODR, yang sering menjadi

pertanyaan adalah bagaimana pengakuan hukum Indonesia terhadap putusan ODR

serta pelaksanaan putusannya , dan apakah putusan ODR dapat didaftarkan ke

Pengadilan Negeri ?

Seperti yang dibahas pada bab sebelumnya bahwa putusan ODR itu dibuat

secara online dan dikeluarkan oleh arbiter melalui e-mail yang artinya bentuk dari

putusan tersebut adalah soft-copy. Sedangkan berdasarkan Konvensi New York

203 Ibid

(29)

pihak yang mengajukan permohonan untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan

arbitrase harus menyerahkan a duly authenticated original award or duly certified

copy thereof (Article IV ayat (1) Konvensi New York).206 Hal ini berarti bahwa

tanda tangan dari arbiter harus diautentikasi oleh pihak ketiga yang dipercaya

untuk itu, misalnya oleh korps diplomatil atau konsulat jenderal. Persyaratan yang

lebih ketat ini dilakukan berhubung arbiter tidak hadir dan bukan merupakan

pihak dalam pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase. Menyangkut

pelaksanaan putusan arbitrase ini, tidak dapat diragukan bahwa putusan yang

dibuat secara online tidak dapat memenuhi syarat menurut Konvensi New

York.207 Dan berdasarkan UndangUndang No 30 Tahun 1999 menyangkut

putusan internasional, UU Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif juga

memerlukan putusan dibuat secara tertulis, asli, tetapi tidak jelas apakah

memerlukan tanda tangan. Hal ini dapat kita dilihat pada Pasal 67 ayat (2) (a)

yang berbunyi :

“Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) harus disertai dengan :

a. lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia;

b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan

c. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik

(30)

Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase

Internasional.”208

Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) harus disertai dengan : lembar asli atau salinan autentik putusan

arbitrase internasional, sesuai ketentuan perihal autentikasi dokumen asing, dan

naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia. Persyaratan yang diberikan

oleh UU Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif tidak mempersyaratkan

bahwa lembar asli itu diautentikasi terlebih dahulu, seperti yang ditentukan dalam

Konvensi New York.

Namun ini bukan berarti kita jadi tidak dapat menggunakan ODR untuk

menyelesaiakan sengketa. Meskipun secara yuridis UU Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengeketa tidak mengatur dengan jelas perihal ODR, bukan berarti

tidak dapat diberlakukan di Indonesia. Para arbiter dan hakim dapat menggunakan

metode penemuan hukum dalam hal pelaksanaan putusan ODR.209 Beberapa

metode penemuan hukum yang dapat dilakukan adala intepretasi dan analogi

intuk menjelaskan ketentuan pasal pasal yang ada pada UU Arbitrase dan

Penyelesaian Sengketa Alternatif.210 Penggunaan metode intepretasi dapat

ditekankan dengan penafsiran futuristik, teleologis, sistematis, komperatif, dan

ekstensif. Sedangkan metode analagi diberlakukan karena UU Arbitrase dan

Penyelesaian Sengketa tidak membahas mengenai arbitrase online, sehingga hal

hal yang mirip atau serupa yang tidak diatur dalam undang-undang dapat

208Indonesia, Arbitrase dan Alternatif Penyelsaian Sengketa, op cit 209Bambang Sutiyoso, loc cit

(31)

disamakan sesuai dengan yang ada pada undang – undang.211 Oleh karena itu baik

perjanjian, putusan, dan tanda tangan yang dibuat melalui elektronik dapat

dipersamakan dapat dipersamakan dengan perjanjian, putusan maupun tanda

tangan dengan menggunakan tinta di atas kertas karena mirip atau serupa. 212

D. Peluang Menerapkan ODR di Indonesia

Dengan internet, batas antar negara menjadi dekat dan tidak diperlukan

paspor atau visa untuk masuk ke negara lain.213 Biaya yang mestinya harus

dikeluarkan untuk membayar transportasi atau telepon yang jauh lebih mahal akan

semakin dapat ditekan.214 Proses informasi yang instan dari berbagai penjuru

dunia terbukti dapat menjadikan sumber pengetahuan yang layak dipercaya dan

dapat dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, bisnis dan teknologi

modern dalam masyarakat di tempat lain. Berkat kemudahan teknologi informasi

ini, internet tidak hanya digunakan sebagai sarana korespondensi belaka

melainkan juga untuk hubungan perdagangan (bisnis).

Pemanfaatan media internet untuk keperluan perdagangan, pemasaran dan

bisnis ini kemudian populer dengan sebutan e-commerce. Perkembangan

e-commerce menjadi salah satu ukuran penting dalam penyelenggaraan ODR.

Penerapan ODR ini juga terkait dengan perkembangan ekonomi di suatu negara.

Di Indonesia sendiri, perkembangan transaksi e-commerce sudah cukup pesat.

Semakin banyak serta luasnya kegiatan perdagangan, maka resiko terjadinya

211Suyogi Imam Fauzi, Metode Penemuan Hukum,

http://www.hukumpedia.com/sifauzi174/metode-penemuan-hukum, Diakses Pada Tanggal 16 Juli 2017, Pukul 15.00 WIB

212 Bambang Sutiyoso, op cit, hlm 183. 213 Paustinus Sibuarian, op cit, hlm 2 214Rafal Morek, op cit, hlm 17

(32)

sengketa akan semakin tinggi.215 Transaksi elektronik membutuhkan sebuah

penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan berbiaya murah. ODR

sederhanaya adalah suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui

media internet. Penggunaan teknologi informasi dalam sistem penyelesaian

sengketa bisnis sangat membantu para pihak yang berada di lintas negara

khususnya sehingga dapat menyelesaikan sengketa lebih cepatm murah dan

sederhana. Hal inilah yang membuat ODR sangatlah cocok untuk diterapkan di

Indonesia

Pada Pasal 41 UU ITE dikatakan ;

“(1) masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi

informasi melalui penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi elektronik.

(2) peran masyarakat sebagaimana pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.

(3) lembaga sebagaimana ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan

mediasi.”216

Pada pasal tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia mendukung pembentukan

ODR. Beberapa negara telah menjalankan praktik ODR sebagai lembaga

penyelesaian sengketa. Sebagai contoh adalah American Arbitration Association

(AAA) merupakan lembaga arbitrase Amerika Serikat yang menyediakan jasa

penyelesaian sengketa secara online. Begitu juga dengan China International

Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC) yang menghadirkan

ODR di China. Dengan melihat contoh dari negara lain di harapkan Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai lembaga penyelesaian sengketa

alternatif di Indonesia, dapat menghadirkan ODR di Indonesia.

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sengketa bisnis berdasarkan hukum di Indonesia dapat diselesaiakan melalui

jalur hukum (litigasi) melalui badan peradilan, melalui APS (non-litigasi) dan

melalui arbitrase. Didalam penyelesaian sengketa melalui pengadian,

sengketa bisnis umumnya dilakukan melalui gugatan perdata dan mengikuti

prosedur berperkara sesuai ketentuan hukum acara perdata. Sedangkan pada

Pasal 1 ayat (10) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

penyelesaian sengketa melaui ADR dibagi menjadi ; 217 konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

2. Proses penyelesaian sengketa melalui ODR pada dasarnya sama dengan

Penyelesaian Sengketa lainnya. Dalam proses arbitrase online dimulai dengan

pengajuan permohonan yang dilakukan dengan mengisi formulir yang

terdapat pada situs ODR tersebut, serta menentukan arbiter yang akan dipakai

untuk membantu menyelesaian persengketaan terseebut. Kemudian

adminitrator akan memeriksa kelengkapan permohonan yang diterimanya.

Setelah itu dilanjutkan dengan proses persidangan. Dalam tahap ini, forum

penyelenggara akan membuat sebuah list serv untuk masing masing kasus.

(34)

Para pihak akan menempatkan pesan-pesannya dalam grist tersebut. Para

pihak akan diberikan password, sehingga mereka dapat melihat dan

mengakses grist tersebut. Dan grist tersebut hanyak dapat dilihat/diakses oleh

para pihak saja. Setiap bukti yang digunakan para pihak dibuat,

ditransmisikan, dan disimpan didalam grist tersebut. Arbiter di dalam proses

persidangan ini dapat menghubungi para pihak dan mengajukan pertanyaan

melaui internet relay chat/IRC melalui e-mail ataupun mengadakan video

conference, arbiter juga akan mengumpulkan informasi, meminta argumen

hukum, mengambil langkah lain yang dianggap perlu. Setelah itu Arbiter

akan mencoba memutuskan, dan para pihak akan diberitahu akan adanya

putusan melalui e-mail.

3. Kedudukan ODR dalam penyelesaian sengketa bisnis berdarkan hukum di

Indonesia sebenarnya belum jelas, belum ada peraturan yang mengatur

dengan jelas mengenai ODR ini. Namun bukan berarti masyarakat Indonesia

khususnya pelaku bisnis tidak dapat menggunakan ODR dalam

menyelesaikan sengketa sengketanya. Karena Indonesia memberikan

kebebasan berkontrak dan kebebasan untuk memilih forum penyelesaian

sengketa mana yang akan dipakai untuk menyelesaikan sengketanya. Hal ini

dapat dilihat Pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang ITE bahwa para pihak

memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau

(35)

sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang

dibuatnya218

B. Saran

1. Penyelesaian sengketa di Indonesia terbagi atas dua yaitu penyelesaian sengketa

melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dengan

hadirnya ODR diharapkan lembaga penyelesaian sengketa yang sudah ada

sebelumnya khususnya pengadilan untuk lebih meningkatkan kualitas lagi,

agar kedepannya pengadilan menjadi lembaga penyelesaian sengketa yang

diminati.

2. Proses penyelesaian sengketa melalui ODR jauh lebih sederhana dan murah

dibandingkan dengan penyelesaian sengketa yang lain, namun di dalam

pelaksaanaannya diperlukan perangkat software dan laman khusus atau

website khusus yang berfungsi sebagai media penyelesaian sengketa dengan

standar keamanan yang memadai. Amerika merupakan negara yang memiliki

website service provider terlengkap dibandingkan dengan layanan jasa ODR

lainnya, diharapkan kedepan Indonesia bisa mencontoh hal tersebut.

3. Diperlukan sebuah aturan hukum yang memberikan kejelasan mengenai

bagaimana syarat dilaksanakannya ODR, mekanisme ODR, dan penjelasan

yang terkait lainnya. Sehingga kedudukan ODR dalam hukum di Indonesia

menjadi jelas dan hal tersebut dapat memberikan kepastian juga kepada

masyarakat tentang penggunaan ODR di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut juga senada dengan yang dikemukakan oleh Staf Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN DIY bahwa: pelaksanaan program keluarga berencana di daerah diserahkan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan cross sectional, yang bertujuan memberikan gambaran tentang pengetahuan

Ekstrak etil asetat mempunyai zona hambat terbesar sehingga digunakan untuk uji selanjutnya yaitu uji variasi konsentrasi etil asetat, untuk mengetahui pengaruh variasi

[r]

Dengan mengamati gambar yang menunjukkan contoh sila pertama Pancasila di sekolah yang disajikan pada grup WhatsApp/Zoom/Google Meet , siswa dapat menunjukkan

Berdasarkan validasi instrumen ases- men KPS pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dilakukan valida- tor terhadap aspek kesesuaian isi materi

Sebaran melintang suhu (Gambar 3a dan 4a) menunjukkan perairan dekat pantai (stasiun 4 dan 5) dan perairan selat (stasiun 2 dan 3) mempunyai sebaran suhu lebih

Dalam penelitian ini, yang di maksud kinerja profesional guru yang bersertifikasi pendidik adalah kemampuan profesional guru yang bersertifikasi pendidik pada MI