• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Tanggung Jawab Sebagai Pelajar 1. Pengertian Perilaku Bertanggung Jawab Sebagai Pelajar

Belajar merupakan tugas setiap peserta didik yang memiliki peranan penting dalam mengasah potensi yang ada dalam diri peserta didik agar bermanfaat bagi diri sendiri dan sebagai proses pendewasaan peserta didik.

Pada proses pendewasaan saat belajar terdapat penanaman karakter yang harus dilakukan secara kontinu sehingga tujuan pendidikan menurut Sisdiknas dapat tercapai yakni peserta didik memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu perilaku siswa yang membantu proses pendewasaan peserta didik adalah tanggung jawab di sekolah sebagai pelajar.

Tanggung jawab sebagai salah satu karakter dikenalkan oleh Thomas Lickona dalam teori pendidikan karakter. Teori ini dikenalkan kembali sejak tahun 1900-an oleh Thomas Lickona dalam Mulyasa (2013) dianggap sebagai pengusung pendidikan karakter terkenal. Lickona dalam Eliasa (2014: 200- 201) menyatakan bahwa seseorang memiliki karakter yang baik apabila telah memiliki pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral action). Lickona dalam Nucci dan Narvaez (2015:

136) menyatakan bahwa pertama, pengetahuan moral (moral knowing) yakni siswa mempelajari nilai-nilai moral dari warisan yang bersifat tidak statis karena dapat diganti dan ditambah sehingga siswa mengetahui hal yang baik dari informasi rasional yang disampaikan. Kedua, perasaan moral (moral feeling) merupakan jembatan penting bagi tindakan moral karena ada atau tidak

adanya unsur perasaan dalam perkembangan karakter akan menentukan siswa melakukan yang benar atau tidak. Ketiga, tindakan moral (moral action) tergantung pada kompetensi, keinginan dan kebiasaan. Siswa harus menghendaki cara mereka dalam mengatasi kepentingan diri sendiri untuk

(2)

melakukan apa yang mereka tahu adalah tindakan yang benar. Siswa juga harus mengembangkan kompetensi untuk melakukan hal yang baik dan memilih untuk mengulangi tindakan yang baik sebagai bentuk kebiasaan.

Menurut Thomas Lickona, (dalam Mulyasa, 2013) salah satu dari enam aspek yang menonjol sebagai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan adalah tanggung jawab sebagai kesadaran moral dan nilai dasar dalam pendidikan karakter. Para remaja perlu mengetahui bahwa tanggung jawab moral mereka yang pertama adalah menggunakan pikiran mereka untuk melihat suatu situasi yang memerlukan penilaian moral dan kemudian untuk memikirkan dengan cermat tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang benar. Nilai-nilai rasa hormat dan perilaku bertanggung jawab tersebut menurut Lickona sangatlah diperlukan untuk : (a) Pengembangan jiwa yang sehat, (b) Kepedulian akan hubungan interpersonal, (c) Sebuah masyarakat yang humanis dan demokratis, (d) Dunia yang adil dan damai.

Lebih lanjut Lickona menjelaskan bahwa perilaku tanggung jawab merupakan nilai yang menjadi dasar landasan sekolah yang tidak hanya memperbolehkan, tetapi mengharuskan para guru untuk memberikan pendidikan tersebut untuk membangun manusia-manusia yang secara etis berilmu dan dapat memposisikan diri mereka sebagai bagian dari masyarakat yang bertanggung jawab.

Perilaku bertanggung jawab sebagai pelajar merupakan salah satu aspek kepribadian yang diperlukan siswa karena berkaitan erat dengan prestasi belajar sekolah yang akan diraihnya (Ulfa, 2014; Harris, Clemes & Reynold Bean dalam Astuti, 2005: 26). Orang yang bertanggung jawab cenderung dapat melaksanakan tugas dengan baik. Tanggung jawab sebagai pelajar menentukan kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri sebagai siswa yaitu belajar dengan tekun sehingga dapat mencapai prestasi yang baik.

Menurut Djamarah dan Zain (2010: 87) bagi siswa yang memiliki tanggung jawab sebagai pelajar akan memberi manfaat untuk: (1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok; (2) dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru; (3) dapat

(3)

membina tanggung jawab dan disiplin siswa; dan (4) dapat mengembangkan kreativitas siswa.

Mustari (2014:19) menyatakan bahwa sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan. Menurut Daryanto (2013:71) bahwa tanggung jawab merupakan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarkat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Perilaku bertanggung jawab adalah tindakan yang perlu dilakukan siswa dan diharapkan oleh guru guna menyelesaikan suatu tugas dengan menjaga kualitas yang mencakup aspek moral dan hukum (Holdorf & Greenwald, 2018).

Berdasarkan uraian yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku bertanggung jawab sebagai pelajar merupakan perilaku yang penuh kesadaran, kerelaan, rasa memiliki, disiplin dalam melaksanakan kewajiban, amanah atau kepercayaan yang telah diberikan oleh seseorang serta berani menanggung risiko sebagai akibat dari belajar. Perilaku bertanggung jawab sebagai pelajar tidak hanya melaksanakan tugas namun juga menanggung akibat dari tugas yang tidak dilaksanakan tanggung jawab ini juga tidak hanya untuk diri sendiri, tanggung jawab juga dapat berlaku kepada keluarga, kelompok, masyarakat maupun tanggung jawab kepada negara.

2. Ciri-Ciri Perilaku Tanggung Jawab Sebagai Pelajar

Tanggung jawab berarti melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh, berani menanggung konsekuensi dari perilaku, perkataan dan tingkah lakunya.

Berdasarkan hal tersebut maka timbul indikasi-indikasi yang diharuskan dalam diri seseorang yang bertanggung jawab. Ciri-ciri tanggung jawab tersebut menurut Mustari (2014: 22) adalah (a) Memilih jalan lurus, (b)Selalu memajukan diri sendiri, (c) Menjaga kehormatan diri, (d) Selalu waspada, (e) Memiliki komitmen pada tugas, (f) Melakukan tugas dengan standar yang terbaik, (g) Mengakui semua perbuatannya, (h) Menepati janji, (i) Berani menanggung resiko atas tindakan dan ucapannya.

(4)

Menurut Wulandari (2013: 2) secara umum perilaku bertanggung jawab sebagai pelajar yang dimiliki siswa dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

a. Akan senantiasa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya sampai tuntas baik itu tugas yang diberikan di sekolah maupun PR yang harus mereka kerjakan di rumah.

b. Selalu berusaha menghasilkan sesuatu tanpa rasa lelah dan putus asa.

c. Selalu berpikiran positif disetiap kesempatan dan dalam situasi apapun.

d. Tidak pernah menyalahkan orang lain atas kesalahan yang telah diperbuatnya.

Zubaedi (2011: 40) menyatakan bahwa tanggung jawab ditandai dengan adanya rasa memiliki, disiplin, dan empati. Rasa memiliki berarti seseorang mempunyai kesadaran memiliki tanggung jawab; disiplin berarti seseorang dalam bertindak menunjukkan perilaku yang tertib dan patuh pada peraturan;

dan empati berarti seseorang mampu mengidentifikasi dirinya dalam perasaan dan pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain dan merasa terbebani akan tanggung jawabnya itu.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka indikator dari perilaku tanggung jawab siswa sebagai pelajar antara lain: (1) melakukan tugas belajar dengan rutin, (2) tidak menyalahkan orang lain yang berlebihan dalam belajar, (3) mampu menentukan pilihan dari kegiatan belajar, (4) melakukan tugas sendiri dengan senang hati, (5) mempunyai minat untuk menekuni belajar, (6) menghormati dan menghargai aturan di sekolah, (7) dapat berkonsentrasi pada belajar yang rumit, dan (8) memiliki rasa bertanggung jawab erat kaitannya dengan prestasi di sekolah.

3. Macam-Macam Perilaku Bertanggung Jawab Sebagai Pelajar

Setiap hal yang dilakukan dalam kehidupan pasti harus dipertanggung jawabkan, tanggung jawab tidak hanya pada diri sendiri. Tanggung jawab dibagi menjadi 3 bagian menurut Mustari (2014: 20-24) mengemukakan bahwa Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut ini:

a. Tanggung jawab pelajar sebagai pribadi

(5)

Seseorang tersebut memilih untuk bertindak atau berbicara atau mengambil posisi tertentu. Untuk itulah dia harus bertanggung jawab. Jika seseorang memilih untuk menjadi orang berkuasa maka ia memiliki tanggung jawab untuk berada diposisi tersebut.

b. Tanggung jawab moral

Merujuk pada pemikiran bahwa seseorang mempunyai kewajiban moral dalam situasi tertentu. Jika baik maka akan mendapat penghargaan. Jika tidak maka akan mendapat hukuman.

c. Tanggung jawab sosial

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain, keadaan manusia atau seseorang harus bertanggung jawab kepada masyarakat di sekelilingnya. tanggung jawab sosial itu bukan hanya memberi atau membuat kerugian di lingkungan sosial namun juga tanggung jawab sosial merupakan sifat-sifat kita yang perlu dikendalikan dalam hubungannya dengan orang lain.

Bertanggung jawab tidak hanya dengan diri peserta didik sendiri, namun tanggung jawab juga dilakukan peserta didik terhadap kelompok, dan mempertanggung jawabkan setiap tindakan atau perilaku peserta didik terhadap lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, karena tanggung jawab ini sifatnya luas tidak hanya dilingkungan sekolah namun juga dilingkungan tempat tinggal peserta didik diharuskan untuk bertanggung jawab dengan segala hal yang dipilih, dilakukan atau perilakunya.

4. Indikator Perilaku Bertanggung Jawab Sebagai Pelajar

Indikator perilaku bertanggung jawab secara pelajar menurut Holdorf &

Greenwald (2018) antara lain sebagai berikut Akuntabilitas yaitu mencerminkah bahwa individu yang bertanggung jawab menyadari sepenuhnya dan mempunyai rasa memiliki untuk harus melakukan sesuatu dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara andal, Komitmen yaitu mencerminkan bahwa individu yang bertanggung jawab mempunyai dedikasi, disiplin, antusiasme, dan resistensi dalam menghadapi hambatan. Komitmen dalam tanggung jawab artinya siswa menyadari bahwa ia mempunyai

(6)

kewajiban yang harus diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan, Kepedulian terhadap orang lain merupakan partisipasi yang ditunjukkan oleh individu dengan tidak mementingkan diri sendiri. Kepedulian terhadap orang lain menunjukkan adanya kesediaan kolaborasi, komunikasi, kerendahan hati, kesetiaan, dan pengorbanan, dan Integritas ditunjukkan dengan adanya rasa percaya dan profesionalitas kepercayaan. Bertanggung jawab artinya mampu melakukan hal yang benar, walaupun untuk melakukan hal yang benar dapat menimbulkan amarah tetapi harus dilakukan. Individu harus mampu menjadi pribadi yang dapat dipercaya, profesional, dan dapat diandalkan, Terakhir adalah Inisiatif mencerminkan kemampuan untuk memutuskan dan melakukan sesuatu yang benar tanpa harus diberi tahu, mampu menemukan hal yang seharusnya dikerjakan terhadap sesuatu yang ada di sekitar, berusaha untuk terus bergerak untuk melakukan beberapa hal walau keadaan terasa semakin sulit. Inisiatif menunjukkan adanya sikap proaktif, tekun, agresivitas, motivasi, keinginan untuk unggul, investasi usaha, dan regulasi diri.

Dalam dunia pendidikan terutama di dalam lingungan sekolah perilaku tanggung jawab terdapat 2 indikator, yaitu indikator di dalam kelas dan indikator di luar kelas, menurut Daryanto (2013: 142-143) indikator rasa tanggung jawab, antara lain indikator perilaku tanggung jawab di luar kelas yaitu membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis, melakukan tugas tanpa disuruh, menunjukkan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat, menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas. indikator perilaku tanggung jawab di dalam kelas pelaksanaan tugas piket secara teratur, peran serta aktif dalam kegiatan sekolah, mengajukan usul pemecahan masalah dalam kelompok.

Berdasarkan uraian indikator-indikator tentang tanggung jawab sebagai pelajar di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator tanggung jawab sebagai pelajar dibagi menjadi dua bagian, yaitu tanggung jawab di dalam kelas dan di luar kelas. Perilaku yang akan dikembangkan dalam penelitian ini dibatasi dengan dua bagian tersebut.

(7)

B. Teknik Goal setting 1. Pengertian Teknik Goal setting

Goal setting merupakan suatu mekanisme untuk mengidentifikasi apa yang ingin kita capai atau raih. Pada dasarnya, goal setting merupakan rangkaian kegiatan yang akan kita lakukan dalam mencapai prestasi.

Orientasi tujuan berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi peserta didik 'kemampuan, kegigihan usaha, dalam menghadapi kegagalan, strategi penggunaan, self-efficacy, dan komitmen dari waktu ke waktu (Burton, 1992;

Locke dan Latham, 1985).

Pada penelitian eksperimental, penerapan goal setting terbukti dapat merubah perilaku. Menurut Locke (1990), goal setting mempunyai efek dalam merubah perilaku dengan empat cara, yaitu:

a. Goal setting fokus pada perhatian

b. Memobilisasi upaya yang proposional dalam setiap tugas dan tujuan c. Meningkatkan persistensi pada tujuan

d. Penetapan sasaran mempunyai dampak secara tidak langsung pada individu untuk menetapkan dan mengembangkan strategi dalam mencapai target.

Penelitian telah menunjukkan bahwa penetapan tujuan yang efektif untuk peningkatan kinerja (Burton, 1993). Para remaja yang berpartisipasi dalam teknik goal setting mempelajari langkah-langkah pengaturan tujuan yang dicapai, dan sekarang lebih siap untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan mereka dalam setiap aspek kehidupan. Teori goal setting (Locke &

Latham, 1990) telah mencapai status dominan sebagai teori motivasi, mengingat dukungan yang konsisten yang telah diterima sebagai model yang sukses dari kinerja kerja. Penetapan tujuan teori menyatakan bahwa tujuan pribadi dan standar kinerja memainkan peran penting dalam regulasi diri perilaku. Penetapan tujuan teori (Locke & Latham, 1990) telah mencapai status dominan sebagai teori motivasi, mengingat dukungan yang konsisten yang telah diterima sebagai model yang sukses dari kinerja kerja. Penetapan

(8)

tujuan teori menyatakan bahwa tujuan pribadi dan standar kinerja memainkan peran penting dalam regulasi diri perilaku.

Tujuan berkontribusi terhadap persepsi pemain 'kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas. Penetapan tujuan dan pencapaian tujuan menggabungkan untuk membangun dalam pikiran para pelajar yang "saya bisa" sikap terhadap tantangan. Goal tersebut terlihat, oleh karena itu, sebagai memiliki peran stres-manajemen. Pengaturan jangka pendek, yang jelas, realistis, kinerja berorientasi tujuan yang pelajar dapat bekerja secara progresif menuju dan benar-benar melihat dirinya maju terhadap upaya memotivasi dan ketekunan, sekaligus mengurangi kecemasan kegagalan dan mendorong penggunaan strategi untuk mengatasi hambatan (Locke et al, 1990; Orlick, 1986).

Locke dan Latham (dalam Woolfolk, 1998) mengemukakan mengapa goal setting dapat memperbaiki performance (unjuk kerja), yaitu:

a. Goals mengarahkan perhatian individu terhadap tugas yang dihadapi.

b. Goals “menggerakkan” usaha. Semakin terasa sulit Goal dicapai, maka kecenderungannya semakin besar usaha kita)

c. Goals meningkatkan ketahanan kerja. Jika terdapat goals yang jelas, maka kecenderungan untuk terganggu atau menyerah sebelum goal tercapai lebih sedikit.

d. Goals meningkatkan perkembangan strategi baru. Dengan adanya goal, jika strategi yang sebelumnya dipakai gagal, maka kita cenderung mencoba strategi lain agar berhasil.

Menurut Burton (1992), setiap tujuan memiliki dua komponen dasar:

arah dan kuantitas. Arah mengacu pada fokus tujuan, yaitu, apa yang individu akan memperhatikan - papan skor, unsur-unsur bentuk keterampilan ini, penggunaan strategi, motivasi. Kuantitas mengacu pada jumlah atau standar minimal kinerja individu bersedia untuk menerima sebagai ukuran keberhasilan - 70 persen akurasi, mengalahkan semua lawan lainnya di klub,

(9)

mencapai yang terbaik pribadi. Arah dan kuantitas berinteraksi untuk menghasilkan tiga orientasi tujuan yang berbeda.

a) Kinerja yang berorientasi tujuan yang difokuskan pada unsur-unsur kinerja yang dibutuhkan untuk mempelajari keterampilan dan meningkatkan. Sebagai contoh, tujuan saya adalah untuk secara konsisten mendapatkan raket saya kembali lebih awal sebelum saya ayunan.

b) Sukses berorientasi tujuan ditujukan untuk hasil yang kompetitif dan pada perbandingan sosial yang positif. Sebagai contoh, tujuan saya adalah untuk mengalahkan Jeff di tenis sehingga klub akan mengenali saya sebagai pemain terbaik.

c) Kegagalan-berorientasi tujuan yang terungkap ketika peserta didik menghindari keterlibatan serius karena mereka takut bahwa perbandingan sosial yang negatif akan mengungkapkan kemampuan rendah. Sebagai contoh, saya akan membuat upaya setengah hati, karena itu, jika saya berhasil, setidaknya aku punya alasan.

Penetapan tujuan yang efektif sangat penting untuk keberhasilan program pembangunan pemuda, dengan literatur yang menyatakan bahwa penetapan tujuan ditambah dengan kualitas tinggi umpan balik adalah

"motivator yang sederhana dan kuat dari tindakan manusia" (Roberts-Gray 1995). Locke dan Latham (1990), dalam kajian komprehensif dari penelitian, telah menunjukkan bahwa penetapan tujuan positif efek telah ditunjukkan dalam 90% dari penyelidikan sehubungan dengan kinerja tugas. Sejumlah studi telah mengungkapkan.

1. Prinsip Goal setting

Selanjutnya, Moran (1997) mengajukan prinsip goal-setting yang disebutnya sebagai SMART. Penjabaran SMART (buah pikiran dari Bull, Albinson dan Shambrook) sebagai berikut:

(S) Specific : Makin jelas dan spesifik sasaran belajar maka akan lebih besar kemungkinan mencapainya

(10)

(M) Measureable : Bila tidak mampu mengukur kemajuan mengenai sasaran yang direncanakan, maka cenderung akan menghilangkan minat dalam pencapaian sasaran (A) Action-related : Agar tidak dibingungkan oleh urutan langkah yang

dilakukan, perlu menentukan sejumlah langkah yang berurutan semakin dekat dengan pencapaian sasaran

(R) Realistic : Sasaran belajar Anda harus realistic dan dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat Anda peroleh

(T) Time-based : Yaitu ada batas akhir penyampaian tugas tertentu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

2. Tahapan dalam Goal Setting

Indikator dalam tahapan goal setting, yaitu sebagai berikut:

a. Perumusan tujuan yang dilakukan bersama antara konseli dan konselor b. Mengungkapkan kembali pernyataan konseli tentang tujuan yang ingin

dicapai.

c. Mempertegas tujuan yang ingin dicapai.

d. Memberikan kepercayaan dan menyakinkan konseli bahwa konselor benar – benar ingin membantu konseli mencapai tujuan.

e. Membantu konseli memandang masalahnnya dengan memperhatikan hambatan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

f. Merinci tujuan menjadi sub tujuan yang berurutan dan operasional.

3. Perumusan Tujuan Konseling Dalam Teknik Goal setting

a. Konselor dan konseli mendifinisikan masalah yang dihadapi konseli b. Konseli mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai

hasil konseling

c. Konselor dan konseli mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan konseli

(11)

1) Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan konseli.

2) Apakah tujuan itu realistik.

3) Bagaimana kemungkinan manfaatnya.

4) Bagaimana kemungkinan kerugiannya

5) Konselor dan konseli membuat keputusan apakah melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.

4. Kelebihan dan Kekurangan Goal setting a. Kelebihan dari Goal setting

1) Dengan memfokuskan pada perilaku khusus bahwa klien dapat berubahkonselor dapat membantu klien ke arah pengertian yang lebih baik terhadap apa yang harus dilakukan sebagai bagian dari proses konseling.

2) Dengan menitik beratkan pada tingkah laku khusus, memudahkan dalam menentukan criteria keberhasilan proses konseling.

3) Memberikan peluang pada konselor untuk dapat menggunakan berbagai teknik khusus guna menghasilkan perubahan perilaku.

b. Kekurangan dari Goal setting

Keengganan untuk bertingkah laku membuat goal setting yang telah dibuat tidak tercapai. Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai. Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.

(12)

C. Hasil-Hasil Penelitian Perilaku Bertanggung Jawab dan Teknik Goals Setting

Hasil penelitian Siburian (2017) menyatakan bahwa Universitas Negeri Medan bercita-cita menjadi “the Character Building University” dengan menetapkan enam pilar karakter, yaitu: kewarganegaraan (citizenship), keadilan (faerness), kehormatan (respectful), tanggungjawab (responsible), kepedulian (caring), dan dapat dipercaya (trustworthy). Universitas Negeri Medan dapat memiliki keunggulan dalam daya saing nasional dan internasional melalui pembangunan keenam pilar karakter tersebut. Keenam pilar tersebut merupakan atribut karakter utama yang harus dicapai UNIMED hingga tahun 2025.

Selanjutnya, Ambarita dan Pangaribuan (2011) dalam Paningkat Siburian mengemukakan atribut karakter menurut salah satu orang ahli yakni Mc Elmeel (2002) antara lain: keberanian, kesabaran, ketekunan, kepedulian, percaya diri, keingintahuan, fleksibilitas, persahabatan, orientasi target (goal setting), rendah hati, humoris, berinisiatif, bersikap positif, dapat menyelesaikan masalah, disiplin diri dan tim kerja.

Hasil penelitian Vidal dan Moler (2007) menunjukkan bahwa Partisipasi penetapan tujuan (goal settings) memungkinkan bawahan untuk mengkomunikasikan apa yang mereka butuhkan kepada atasannya, serta memberikan keleluasaan di dalam memilih, tindakan memilih tersebut dapat membangun sebuah komitmen, yang dianggap sebagai tanggung jawab atas apa yang telah dipilih.

Hal senada juga dinyatakan oleh Hidayat dan Doni (2013) yang menyatakan bahwa hasil penelitian mengenai goal setting dapat meningkatkan motivasi belajar. Pengalaman belajar yang diasumsikan mampu mempengaruhi mahasiswa untuk mengembangkan motivasi mengambil tanggung jawab, mengatur belajarnya sendiri dan menjadi pembelajar yang otonom (inisiatif dan mandiri) adalah strategi Goal setting. Menurut Dalloway dalam Hidayat dan Doni (2013) selain modifikasi keyakinan, goal setting bekerja dengan mempengaruhi pikiran, keyakinan dan tindakan yang diorganisasikan untuk tujuan merupakan struktur mental yang mendasar untuk meningkatkan motivasi atau performa

(13)

pengembangan motivasi belajar melalui cara regulasi diri atau tanggung jawab dalam mengatur belajarnya sendiri.

D. Kaitan Perilaku Bertanggung Jawab dengan Teknik Goal Setting Tanggung jawab berarti memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen. Perilaku tanggung jawab harus dibentuk pada individu karena perilaku tersebut juga menentukan individu dapat dikatakan baik atau buruk perilakunya. Tanggung jawab juga yang menentukan kinerja individu dalam suatu pekerjaan seorang yang bertanggung jawab biasanya dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Maka dari itu perilaku tanggung jawab harus dibentuk sedini mungkin agar seseorang dapat terbiasa dalam bertanggung jawab dalam kondisi apapun. Dari studi pendahuluan, dengan jumlah responden yang terdiri dari peserta didik, guru BK, orang tua dengan jumlah 3183 memiliki kategori sangat dibutuhkan mendapatkan persentase 65.74% sangat dibutuhkan, 32.48%, dibutuhkan, 1.22%, kurang dibutuhkan, dan tidak dibutuhkan 0.28%. Sangat penting 65.54%, penting 32.58%, kurang penting 1.32%, dan tidak penting 0.00%.

Berhubungan dengan hasil kuesioner, teori goals setting goal setting merupakan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam mencapai prestasi.

Teori ini mengemukakan bahwa tujuan seseorang akan menentukan perilaku dari orang tersebut. Teori goals setting adalah salah satu teori motivasi yang menggambarkan seseorang dapat menentukan tujuannya dan mempertanggungjawawabkan tujuannya tersebut. Teori ini berasumsi jika seorang individu bertanggung jawab dengan sasaran tertentu, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya.

E. Teori Pengembangan Produk

Pengembangan produk yang optimal dan berkualitas maka harus melewati tiga tahapan uji produk, yaitu: (1) Validitas Produk; (2) Kepraktisan Produk; dan

(14)

(3) Keefektifan Produk. Nieveen (dalam Haviz, 2013: 33) menjelaskan berkaitan tiga tahap pengembangan produk berkualitas tersebut yaitu:

a. Validitas Produk

Kualitas produk berdasarkan ukuran validitas mengungkapkan bahwa produk harus mempunyai kualitas isi (kurikulum) yang baik dan mempunyai komponen material yang bersumber dari pengetahuan yang mutakhir (state of the art) kemudian antara komponen tersebut, secara konsisten harus

saling berkaitan.

b. Kepraktisan Produk

Kualitas produk berdasarkan ukuran kepraktisan mengungkapkan bahwa produk harus mudah digunakan oleh guru BK dalam pemberian layanan pada siswa. Seluruh maksud dan tujuan dikembangkannya produk dapat diterima dengan baik oleh pengguna produk.

c. Keefektifan Produk

Kualitas produk berdasarkan ukuran keefektifan mengungkapkan bahwa produk dapat dihargai terutama oleh siswa pada saat pemberian layanan. Hal tersebut menunjang tingkat konsistensi antara pengalaman dengan tujuan, selain itu terdapat konsistensi pengguna antara harapan dengan aktual.

Kriteria Kualitas Produk

Panduan yang dihasilkan akan memuat kurikulum yang berkaitan dengan Pembentukan perilaku tanggung jawab dengan teknik goal setting untuk pelajar SMK, sehingga diperlukan batasan yang mendasari atau merepresentasikan kurikulum berkualitas. Menurut Akker (1999: 126) representasi kurikulum yang berkualitas dijabarkan dalam sebuah tabel sebagai berikut:

(15)

Tabel 2.1 Representasi Kurikulum Berkualitas menurut Akker

Ideal (cita-cita) Menggambarkan asal mula asumsi, visi, dan maksud yang tercantum dalam dokumen kurikulum.

Formal (tertulis)

Menggambarkan dokumen kurikulum yang konkret seperti materi siswa dan panduan guru, dalam beberapa penelitian, istilah ’intendedcurriculum’ digunakan untuk mengacu pada kombinasi kurikulum ideal dan formal.

Perceived (dirasakan)

Mempresentasikan kurikulum yang ditafsirkan oleh penggunanya (terutama guru).

Operational (operasional)

Menggambarkan proses pembelajaran yang sebenarnya seperti yang disadari (sering disebut sebagai kurikulum dalam tindakan atau kurikulum yang ditetapkan).

Experiental (Pengalaman)

Menggambarkan kurikulum sebagai sebuah pengalaman siswa

Attained (Ketercapaian)

Menunjukkan hasil belajar siswa atau ketercapaian layanan bimbingan

Penyusunan panduan dalam penelitian dan pengembangan ini hanya sampai pada pembuatan produk berwujud prototipe 1. Seiring pembatasan pelaksanaan penelitian, maka kurikulum dalam panduan ini hanya memuat tiga representasi kurikulum berkualitas. Adapun representasi kurikulum yang dimaksud adalah: (1) Ideal (Cita-cita); (2) Formal (Tertulis); dan (3) Perceived (Dirasakan). Representasi kurikulum berkualitas yang selanjutnya, yaitu: (1) Operational (Operasional); (2) Experiential (Pengalaman); dan (3) Attained (Ketercapaian) akan diarahkan pada penelitian yang selanjutnya.

F. Kerangka Berpikir

Pada penelitian eksperimental, penerapan goal setting terbukti dapat merubah perilaku. Menurut Locke (1990), Pembentukan perilaku tanggung jawab pelajar seorang peserta didik sangat cocok menggunakan teori goals setting yang merupakan salah satu teori behavioral untuk perubahan perilaku.

Teori goals setting adalah teori yang menitik beratkan pada tujuan yang ditetapkan dan akan dilakukan oleh individu untuk merubah perilaku-perilaku ke arah yang lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disusun kerangka berfikir tentang teknik goals setting dalam membentuk perilaku tanggung jawab pelajar di sekolah. Perilaku tanggung jawab adalah perilaku seseorang untuk

(16)

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan oleh dirinya sendiri.

Penyusunan Panduan Peningkatan Perilaku Bertanggung Jawab dengan Teknik Goal Setting untuk siswa SMK sehingga menjadi produk yang berkualitas, maka harus melewati tiga tahap uji coba yaitu Validitas, Kepraktisan, dan Keefektifan. Tahap uji validitas dan kepraktisan secara konkret memuat Kurikulum Formal (masuk pada Kurikulum Produk) dan Kurikulum Perceived (masuk pada Rencana Pelaksanaan Layanan), sebelum pada tahap uji keefektifan maka akan diuji oleh guru BK atau praktisi yang secara konkret memuat Kurikulum Operational, sehingga dapat dirasakan oleh siswa SMK yang secara rinci memuat Kurikulum Experiental. Sehingga, pada akhirnya produk dapat di evaluasi melalui alat tes tertentu untuk mengukur tingkat keefektifan produk yang memuat kurikulum Attained.

Secara jelasnya, deskripsi kerangka berpikir di atas dapat digambarkan dalam gambar 2.1 sebagai berikut:

(17)

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Pembentukan Perilaku Bertanggung Jawab Sebagai Pelajar di SMK.

Prototipe I Uji Validitas dan Uji Kepraktisan Kurikulum Formal

Kurikulum Perceived

Kurikulum Operational

Desiminasi dan publikasi produk

Kurikulum Ideal

Prototipe 1 Panduan Pembentukan Perilaku Bertanggung Jawab Sebagai

Pelajar dengan Teknin Goal Setting, dilengkapi Kurikulum Bimbingan dan Rencana Pelaksanaan Layanan yang siap

diuji validitas, kepraktisan, dan keefektifan.

Tanggung jawab merupakan perilaku yang penting untuk dimiliki oleh seorang pelajar. Perilaku tanggung jawab dapat ditingkatkan melalui Teknik

Goal Setting

Kurikulum Formal

Kurikulum Perceived Panduan yang berkualitas harus mencakup enam

representasi kurikulum

Kurikulum Experiental

Kurikulum Attained Prototipe I Uji Keefektifan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang rnengadakan observasi (observer) turut ambil bagian dalam perikehidupan observer. Jenis teknik observasi partisipan

Untuk menghindari ketidakjelasan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah pada : “Pengaruh Konflik Peran Ganda, Kecerdasan Emosional dan Komitmen

Penelitian ini bermanfaat untuk dapat mengetahui langkah dan manfaat apa saja yang dapat diterima dalam rancangan pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced

ntuk ntuk mencapai mencapai tu"uan tu"uan diatas diatas maka maka &urusan Teknik %esin TI-ITS men"embatani mahasiswanya untuk melaksanakan &urusan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui perbedaan trust pasangan hubungan jarak jauh yang belum menikah (pacaran jarak jauh) dengan pasangan hubungan jarak jauh yang

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk bisa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik dan mengenal orang lain sehingga akan mampu menjalin sebuah hubungan