Abstrak
Dominasi Kawasan Barat Indonesia (KBI) terhadap perekonomian nasional menjadi salah satu indikator yang mencerminkan ketimpangan antar wilayah. Pengembangan pusat-pusat perekonomian baru di luar KBI menjadi salah satu agenda prioritas dalam RPJMN 2020 – 2024 untuk mengatasi persoalan ketimpangan antar wilayah tersebut. Regional Nusa Tenggara merupakan salah satu wilayah dengan kontribusi terendah terhadap pembentukan PDB nasional. Namun, wilayah Nusa Tenggara memiliki potensi untuk menjadi pusat perekonomian baru dengan potensi perekonomian dan lokasinya yang strategis. Melalui pengembangan agro industri, hilirisasi pertambangan dan penggalian, serta pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di wilayah Nusa Tenggara. Namun disisi lain, persoalan pendanaan, penyediaan pelayanan dasar, serta integrasi antar sektor dan region perlu diatasi untuk mempercepat pembangunan region di wilayah Nusa Tenggara.
D
ilansir dari Worldometers tahun 2022, Indonesia merupakan peringkat 15 sebagai negara terluas di dunia, serta menempati peringkat 4 dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Namun sayangnya, hingga saat ini pembangunan dan pusat perekonomian di Indonesia cenderung masih terpusat di wilayah Barat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Terpusatnya perekonomian dan pembangunan di Pulau Jawa, selain dapat memperparah ketimpangan antar wilayah, juga berpotensi menurunkan kualitas hidup masyarakat yang disebabkan semakin tingginya kepadatan penduduk di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta.Beberapa indikator yang dapat memperlihatkan masih tingginya ketimpangan antar wilayah di Indonesia diantaranya indeks Williamson, serta rasio kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) antar regional terhadap perekonomian nasional. Perkembangan indeks Williamson antar provinsi dari 2005 ke 2020 tidak mengalami penurunan berarti, dimana indeks Williamson tahun 2005 sebesar 0,78, hanya turun menjadi 0,75 di 2020. Begitu pula jika dilihat dari perkembangan distribusi PDRB regional
terhadap nasional, belum terjadinya redistribusi/pemerataan terhadap distribusi PDRB setidaknya dalam 16
tahun terakhir.
Berdasarkan gambar 1, dapat terlihat bahwa sejak 2005, distribusi PDB nasional ditopang sekitar 82 persen dari KBI, dimana 60,1 persen dari Pulau Jawa-Bali.
Kondisi tersebut hanya menurun sedikit pada tahun 2021, dimana kontribusi KBI terhadap PDB nasional menjadi 81 persen, serta 59,3 persennya merupakan kontribusi Pulau Jawa-Bali. Disisi lain, kondisi yang sangat berbeda terlihat dari Kawasan Timur Indonesia (KTI). Distribusi PDRB dari KTI hingga tahun 2021 hanya sebesar 10,9 persen dari 3 regional yakni Nusa Tenggara, Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Padahal, jika dilihat dari luas wilayahnya, KTI memiliki luas wilayah yang lebih luas dibandingkan KBI. Luas wilayah KTI secara keseluruhan sebesar 756.741 km2, sementara KBI sebesar 616.051 km2.
Dari gambar 1 juga dapat terlihat bahwa dari seluruh regional yang ada, regional Nusa Tenggara menjadi salah satu wilayah dengan kontribusi terhadap PDRB terendah dibandingkan regional lainnya. Namun, regional Nusa
Ketimpangan Antar Wilayah di Indonesia:
Pembangunan Pusat Pertumbuhan Baru, Perkuat Ekonomi Wilayah (Studi Kasus Nusa Tenggara)
Riza Aditya Syafri*)
Tenggara memiliki potensi untuk tumbuh menjadi pusat perekonomian baru.
Nusa Tenggara memiliki posisi strategis, sebagai regional terdekat dengan Jawa- Bali, serta berbatasan langsung dengan Timur Leste dan Australia. Dengan pembangunan yang tepat, regional Nusa Tenggara harapannya mampu menjembatani perdagangan antara KTI dan KBI, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan mempercepat pembangunan di wilayah KTI. Selain itu, Nusa Tenggara memiliki potensi yang besar dalam sektor pariwisata. Oleh karena itu, tulisan ini ingin melihat arah pembangunan di wilayah Nusa Tenggara, keberpihakan APBN sebagai sumber pendanaan dalam pengembangan regional, serta perkembangan dan tantangan dalam pengembangan wilayah Nusa Tenggara.
Sekilas Arah Pembangunan Regional Nusa Tenggara
Guna mengatasi persoalan ketimpangan antar wilayah di Indonesia, melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah mendorong 2 strategi yakni melalui pendekatan pertumbuhan dan pemerataan. Pendekatan pertumbuhan menekankan pada pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru dengan basis keunggulan wilayah. Sementara pendekatan pemerataan mengutamakan
pengembangan wilayah penyangga yang berada di sekitar pusat pertumbuhan, untuk menjamin kesetaraan dan keadilan dalam pemenuhan hak-hak dasar bagi masyarakat.
Salah satu arah pembangunan bagi Wilayah Nusa Tenggara, dalam RPJMN 2020-2024 diarahkan pada optimalisasi sektor unggulan wilayah yang diantaranya perikanan, perkebunan, peternakan, pertambangan dan pariwisata, dengan mendorong 8 strategi utama: a) mengembangkan destinasi pariwisata alam dan budaya; b) mengembangkan sentra budidaya peternakan, perikanan, dan perkebunan; c) meningkatkan produktivitas kawasan pedesaan; d) mendorong industri kreatif berbasis budaya; e) peningkatan pendidikan vokasinal pariwisata, perikanan, dan perkebunan; f) penguatan konektivitas antarpulau untuk mendukung industri perikanan, peternakan, dan pariwisata; g) sinergi pembangunan antar perkotaan dan pedesaan; dan h) percepatan penerapan Standar Pelayanan Minimum (SPM).
Selain pengembangan sektor perekonomian, peningkatan pelayanan dasar juga menjadi salah satu fokus pengembangan wilayah Nusa Tenggara untuk mendorong pemerataan dan pertumbuhan wilayahnya. Peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan akses
Gambar 1. Perkembangan Distribusi PDRB Berdasarkan Region
Sumber: BPS 2005 - 2022, diolah.
layanan pendidikan dan kesehatan juga menjadi fokus pembangunan regional Nusa Tenggara untuk menurunkan kesenjangan pembangunan antar wilayah.
Kondisi dan Perkembangan Perekonomian Regional Nusa Tenggara Penguatan perekonomian di wilayah Nusa Tenggara perlu didorong dengan pengembangan sektor unggulan daerah, dimana setidaknya terdapat 4 sektor unggulan di wilayah Nusa Tenggara, diantaranya a) sektor pertanian; b) pertambangan dan penggalian; c) perdagangan, hotel, dan restoran; serta konstruksi. Keempat sektor utama tersebut berkontribusi lebih dari 58 persen terhadap PDRB di Nusa Tenggara pada tahun 2021. Sedangkan dari keempat sektor utama penopang perekonomian di Nusa Tenggara, 24,89 persennya disumbang oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Sebagaimana arah pembangunan wilayah Nusa Tenggara, pengembangan agro industri guna meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan perlu didorong untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif wilayah Nusa Tenggara. Selain agro industri, hilirisasi sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan sumbangan 10,49 persen terhadap PDRB wilayah Nusa Tenggara juga perlu didorong untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian Nusa Tenggara, serta membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Nusa Tenggara.
Namun, faktanya hingga tahun 2021, data distribusi PDRB berdasarkan lapangan usaha di wilayah Nusa Tenggara mencatatkan bahwa kontribusi sektor industri pengolahan hanya sebesar 3,17 persen. Rata-rata kontribusi sektor industri pengolahan di wilayah Nusa Tenggara sejak 2015–2021 berkisar di angka 3 persen. Dengan demikian, terlihat belum terjadi perubahan yang berarti dari upaya pembangunan industri perikanan, peternakan, dan perkebunan sebagaimana yang diamanatkan dalam
RPJMN 2020–2024. Padahal, jika merujuk struktur perekonomian Jawa-Bali sebagai kontributor utama perekonomian nasional, sebagian besar PDRB nya ditopang oleh industri pengolahan. Rendahnya kontribusi dari industri pengolahan di Nusa Tenggara juga menggambarkan masih tingginya ketergantungan Nusa Tenggara terhadap sektor primer, tanpa adanya pengolahan lebih lanjut menjadi produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
Selain mendorong industri pengolahan guna meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah, pengembangan sektor pariwisata strategis di wilayah Nusa Tenggara terutama daerah pariwisata Lombok dan Labuan Bajo, diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi wilayah Nusa Tenggara, serta dapat menjadi diversifikasi bagi perekonomian di wilayah Nusa Tenggara. Pertumbuhan jumlah wisatawan asing ke wilayah Nusa Tenggara sebelum adanya pandemi Covid-19 sebesar 22,5 persen per tahun, atau rata-rata sebesar 587.608 orang per tahun pada periode 2015 – 2019, jumlah tersebut setara dengan 3,8 persen dari total wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Adapun untuk wisatawan lokal, rata-rata pertumbuhan kunjungan wisatawan lokal sebelum adanya pandemi Covid-19 sebesar 17,3 persen per tahun, atau sebesar 2,2 juta orang per tahun pada 2015 – 2019. Jumlah tersebut setara dengan 1,99 persen dari total wisatawan nusantara. Meskipun memiliki tren pertumbuhan kunjungan wisatawan yang tinggi, namun secara total, persentase kunjungan wisatawan ke Nusa Tenggara masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan wisatawan di Provinsi Bali dan DKI Jakarta.
Hambatan dalam pengembangan Regional Nusa Tenggara dan Upaya Mengatasinya
Arah strategi yang dikembangkan pemerintah dalam mengatasi masalah ketimpangan antar wilayah secara teoritis telah sejalan dengan apa yang diperlukan daerah, yakni memperkuat
pengembangan sektor unggulan daerah dan mendorong nilai tambah atas komoditas utama daerah. Namun, dilihat dari impact yang dihasilkan dari beberapa indikator yang dijabarkan sebelumnya belum menunjukkan implementasi yang optimal. Beberapa faktor yang mungkin mengakibatkan lambatnya penyelesaian ketimpangan antar wilayah terutama di Nusa Tenggara, diantaranya:
Pertama, terbatasnya dukungan anggaran APBN dalam pengembangan wilayah Nusa Tenggara. Dilihat dari alokasi belanja negara berdasarkan regionalnya, secara umum memperlihatkan masih tingginya alokasi belanja negara untuk wilayah KBI dengan rata-rata alokasi belanja negara untuk KBI lebih dari 70 persen terhadap total belanja negara dalam 3 tahun terakhir. Sementara untuk wilayah Nusa Tenggara, menjadi regional dengan alokasi belanja negara terendah, dengan rata-rata alokasi bagi wilayah Nusa Tenggara sebesar 3 persen dari total belanja negara dalam 3 tahun terakhir.
Rendahnya alokasi belanja negara dalam APBN untuk pembangunan di KTI, khususnya wilayah Nusa Tenggara, berpotensi mempengaruhi percepatan pembangunan regional Nusa Tenggara.
Meskipun saat ini jumlah penduduk masih terpusat di KBI, namun pendanaan untuk pengembangan wilayah Nusa Tenggara, khususnya yang berpotensi membuka lapangan kerja baru, perlu terus dilakukan. Hal ini penting guna mendorong transmigrasi, sehingga dapat menurunkan kepadatan penduduk di regional Jawa-Bali.
Kedua, masih rendahnya capaian indikator pelayanan dasar di Nusa Tenggara, terutama pendidikan dan kesehatan. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di wilayah Nusa Tenggara tahun 2021 sebesar 7,5 tahun, merupakan RLS yang terendah dibandingkan regional lain.
Sementara untuk indikator kesehatan, dilihat dari Umur Harapan Hidup (UHH) wilayah Nusa Tenggara tahun 2021 sebesar 66,9 tahun, juga menjadi salah satu yang terendah dibandingkan regional lainnya. Rendahnya indikator tersebut mengindikasikan masih rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan di wilayah Nusa Tenggara, baik yang dapat disebabkan oleh keterbatasan sarana- prasarana pendukungnya, maupun faktor lainnya.
Ketiga, mendorong nilai tambah hasil produksi di wilayah Nusa Tenggara dan memperkuat perdagangan antar regional. Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa sektor unggulan di wilayah Nusa Tenggara diantaranya pertanian, perikanan, peternakan; pertambangan dan penggalian. Selain itu, perdagangan antar regional perlu didorong untuk memperkuat perekonomian regional.
Hingga tahun 2020, hanya regional Jawa- Bali dan Kalimantan yang memiliki neraca perdagangan antar regional dengan nilai surplus. Sementara regional lainnya termasuk Nusa Tenggara memiliki net impor yang tinggi terhadap perdagangan antar regional. Artinya, ketergantungan terhadap produk di regional Jawa-Bali masih sangat tinggi. Diperlukan penguatan nilai tambah terhadap komoditas unggulan regional untuk memperbaiki neraca perdagangan antar regional tersebut.
Tabel 1. Proporsi Belanja Negara berdasarkan regionalnya (dalam Rp Triliun)
Sumber: Nota Keuangan 2021–2023, diolah.
Tabel 2. Perkembangan Indikator Pendidikan dan Kesehatan Antar Regional Tahun 2021
Sumber: BPS, diolah.
Upaya Percepatan Pembangunan Wilayah Nusa Tenggara
Beberapa upaya untuk mengurai permasalahan yang di hadapi Wilayah Nusa Tenggara dalam mepercepat pemerataan wilayah di Indonesia.
Pertama, diperlukan alternatif pendanaan selain dari APBN dalam mendorong pembangunan pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah Nusa Tenggara.
Pemerintah perlu mendorong skema pembiayaan kreatif diluar APBN dalam membangun pusat perekonomian di KTI, termasuk wilayah Nusa Tenggara, baik melalui KPBU, dan sebagainya.
Kedua, Rendahnya indikator pendidikan dan kesehatan akan mempengaruhi kualitas SDM yang ada di wilayah Nusa Tenggara. Sehingga pemerintah perlu memperhatikan secara serius perbaikan indikator pelayanan dasar di wilayah Nusa Tenggara secara khusus, maupun di KTI secara umum untuk dapat mengurangi ketimpangan antar wilayah, melalui perbaikan kualitas SDM.
Ketiga, untuk dapat meningkatkan pertumbuhan PDRB yang lebih tinggi, perlu di dorong hilirisasi, baik hasil produk pertanian melalui pengembangan agro industri, maupun hilirisasi hasil produk pertambangan. Dengan terciptanya hilirisasi, selain meningkatkan PDRB wilayah Nusa Tenggara, juga akan mendorong peningkatan lapangan usaha di wilayah Nusa Tenggara. Selain itu, dengan meningkatkan pertumbuhan PDRB diharapkan terjadi perbaikan neraca perdagangan antar regional, terutama di KTI.
Daftar Pustaka:
Bappenas. 2013. Analisis Kesenjangan Antar Wilayah 2011 – 2013. Diunduh melalui: https://simreg.bappenas.go.id/
home/publikasi.
BPS. 2022. Indikator Pariwisata tahun 2021. Diakses dari: https://
www.bps.go.id/subject/16/pariwisata.
html#subjekViewTab3.
BPS. 2022. Harapan Lama Sekolah, Rata-
Rata Lama Sekolah, dan Umur Harapan Hidup. Diakses dari: https://www.bps.
go.id/subject/26/indeks-pembangunan- manusia.html#subjekViewTab3.
BPS. 2022. Produk Domestik Regional Bruto. Diakses dari: https://www.bps.
go.id/indicator/52/286/1/-seri-2010- produk-domestik-regional-bruto-.html.
Kemenkeu. 2022. Nota Keuangan Beserta RAPBN 2020 – 2023.
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 – 2024.
Worldometer. 2022. Indonesian Population. Diakses melalui: https://
www.worldometers.info/world-population/
indonesia-population/.