BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka antara satu orang dengan orang lain, yang memungkinkan setiap komunikator menerima tanggapan verbal dan non-verbal langsung dari orang lain. Dedi Muliana (2000:
81). Komunikasi interpersonal semacam ini dapat disebut sebagai bagian dari interaksi multi-person, namun secara umum, komunikasi interpersonal terjadi antara satu orang ke orang lain.
Komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi tatap muka atau jarak jauh antara dua orang atau lebih. Pengirim dapat langsung menyampaikan pesan, dan penerima pesan dapat menyampaikan pesan secara langsung menanggapi (Anisya et al, 2016). Menurut (Wood, 2013:205), komunikasi antarpribadi merupakan pusat atau inti dari hubungan antarpribadi. Keberlanjutan dan keberhasilan hubungan pribadi bergantung pada kemampuan kita untuk berkomunikasi secara efektif.
Bagi Beebe et al (2002), komunikasi interpersonal terjadi dalam hubungan intim, menurut Trenholm dan Jensen (2008), komunikasi interpersonal antara dua sistem ini begitu sederhana daripada definisi Guerrero et al (2007), yaitu, komunikasi interpersonal adalah Dalam pertukaran informasi antara orang- orang, "informasi" adalah karakteristik penerimaan atau interpretasi oleh penerima (Berger, et.al., 2014: 207)
De Vito (2009) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang atau lebih, formal maupun informal. Komunikasi interpersonal dimengerti sebagai umpan balik yang saling berkaitan satu sama lain dengan tujuan untuk membantu seseorang meningkatkan efektivitas pribadi dan efektivitas antara pribadi. Komunikasi interpersonal mengharuskan pelaku untuk bertatap muka antara dua orang atau lebih dengan membawakan pesan verbal maupun non verbal sehingga masing-masing bisa memahami satu sama lain dan berinteraksi secara efektif.
Rogers (dalam Rakhmat, 2012) mengatakan bahwa makin baik
5
komunikasi interpersonal, maka makin terbuka seseorang mengungkapkan dirinya dan makin positif persepsinya terhadap orang lain melebihi persepsi dirinya.
Tubbs dan Moss (2008) mengartikan komunikasi interpersonal sebagai sebuah proses komunikasi antara komunikan dan komunikator yang ditandai dengan terwujudnya saling pengertian, kesenangan, saling mempengaruhi, hubungan sosial yang baik, juga adanya tindakan nyata sebagai umpan-balik.
Komunikasi diharapkan dapat mengurangi dampak buruk yang timbul pada kelompok yang berkaitan dengan kejenuhan dalam pekerjaan.
Cangara (2005) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal sangat penting untuk meningkatkan hubungan antar individu, menghindari dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian, berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain, mengendalikan perilaku, memberi motivasi, sebagai pernyataan emosi, dan memberikan suatu informasi.
Komunikasi interpersonal yang di bahas dalam penelitian ini bersifat
“intimate” antar dua belah pihak pasangan yang bersifat privasi. Komunikasi antar dua orang bisa mengubah hubungan yang tadinya interpersonal menjadi lebih intim (akrab) Tahapan hubungan interpersonal menurut (Devito, 2011) sebagai berikut.
a. Hubungan interpersonal berlangsung melalui beberapa tahap mulai dari interaksi awal sampai ke pemutusan (dissolution).
b. Hubungan interpersonal berbeda-beda dalam hal keluasan (breadth) dan kedalamannya (depth).
Kebanyakan hubungan, mungkin semua berkembang melalui tahap-tahap (knapp, 1984; wood, 1982 dalam devito, 2011). Seseorang tidak menjadi kawan akrab segera setelah pertemuan terjadi. Seseorang menumbuhkan keakraban.
Gambaran umum proses pengungkapan diri yang dilakukan pasangan hubungan Asmara yakni.
Self Disclosure (Pengungkapan Diri)
Pengungkapan merupakan kemampuan diri menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima dalam menghadapi hubungan antarpribadi.
Pengungkapan diri (self disclosure) atau proses keterbukaan diri telah lama menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan
pengungkapan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya.
Sehat atau tidaknya komunikasi pribadi tergantung pengungkapan yang terjadi didalam komunikasi (Sidney Jourard, 1971 dalam Bungin, 2006).
Devito memaparkan bahwa self disclosure memiliki beberapa karakteristik umum yaitu (1) pengungkapan diri adalah sebuah tipe komunikasi mengenai informasi diri yang pada umumnya tersimpan, lalu dikomunikasikan kepada orang lain. (2) pengungkapan diri adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain dengan demikian harus dikomunikasikan. (3) pengungkapan diri adalah informasi tentang diri sendiri yakni tentang pikiran, perasaan dan sikap. (4) pengungkapan diri dapat bersifat secara informasi dan secara khusus. Informasi secara khusus berupa rahasia yang diungkapkan kepada orang lain secara pribadi yang tidak semua orang ketahui dan (5) pengungkapan diri melibatkan sekurang-kurangya individu lain oleh karena itu pengungkapan diri merupakan informasi yang harus diterima dan dimengerti oleh individu lain (Devito, 2011).
Sedangkan Gainau (2009) menyatakan pengungkapan diri (self disclosure) merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain. Informasi yang bersifat pribadi tersebut mencakup aspek sikap atau opini, selera dan minat, pekerjaan atau pendidikan, fisik, keuangan, dan kepribadian. Mengungkapkan yang sebenarnya tentang diri, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal.
pengungkapan diri dapat mempengaruhi apa yang kita ketahui mengenai diri sendiri dan bagaimana kita merasa siapa diri kita. Joseph Luft menyatakan teori self disclosure lain yang didasarkan pada model interaksi manusia, yang disebut Johari Window. Menurut Luft, orang memiliki atribut yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri dan orang lain, dan tidak diketahui oleh siapa pun. Self disclosure mendorong adanya pengungkapan, namun pengungkapan itu ada batasnya, artinya perlu kita pertimbangkan lagi apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita
menghasilkan efek positif atau negatif bagi hubungan dengan orang tersebut (Joseph Luft dalam Julia Wood, 2013). Pengungkapan diri harus terjadi secara perlahan-lahan dengan kewaspadaan yang pantas. Diranah kajian komunikasi, pengungkapan diri (self disclosure) menjadi bagian dari komunikasi interpersonal. Salah satu alasan mengapa pengungkapan diri (self disclosure) menjadi penting, karena setiap manusia memiliki keterbatasan, untuk mengatasi keterbatasan itu perlunya membangun interaksi dengan orang lain (Hanani, 2017). Jika tidak adanya Pengungkapan dalam berkomunikasi maka akan menimbulkan suatu masalah dalam Hubungan seperti kesalahpahaman.
2.2 Long Distance Relationship/Hubungan Jarak Jauh
Memahami hubungan jarak jauh atau tak jarang dianggap long distance relationship merupakan dimana pasangan dipisahkan olehg jeda fisik yang tak memungkinkan melakukan kedekatan fisik untuk periode tertentu (Hampton 2004).Hampton membagi hubungan menjadi dua jenis, yaitu, hubungan proksimal atau jarak dekat dan hubungan dari jarak jauh (hubungan antarkota). "hubungan jarak dekat dikenal sebagai hubungan jarak pendek, di mana pasangan tidak dipisahkan oleh jarak fisik sarana kedekatan, sehingga kontak fisik mungkin dilakukan, sedangkan kencan jarak jauh adalah hubungan jarak jauh, di mana pasangan ini dipisahkan oleh jarak fisik yang tidak memungkinkan kedekatan fisik pada jangka waktu tertentu "(dalam Basia: 2).
Menurut Sanrock (2003), Menjalin hubungan intim dengan lawan jenis adalah tugas pengembangan khusus untuk dewasa muda. Selain itu, hubungan romantis juga merupakan langkah penting karena menyangkut proses memilih kehidupan kehidupan yang sadar. Ihsana dan Qadafi dalam bukunya long distance relationship (2014: 169), mengatakan komunikasi dalam hubungan jarak jauh sangat penting karena tidak saling bertemu.
Holt & Stone (Kidenda, 2002) Waktu Kategorisasi dan Faktor Jarak Jauh dari pertemuan jarak jauh. Atas dasar data demografi peserta dalam penelitian yang menjalin hubungan jarak jauh, 3 kategori pembagian waktu (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), 3 kategori waktu pertemuan (seminggu sekali, Seminggu selama
satu bulan, kurang dari sebulan), dan tiga hasil dari Holt ini & Stone (Kidenda, 2002) Jarak Kategori (01 mil, 2.294 mil, lebih dari 250 mil). Penelitian telah menunjukkan bahwa pacaran jarak jauh dapat diklasifikasikan oleh tiga factor tersebut.
Hubungan jarak jauh dapat dianggap sebagai bentuk yang uniq karena berbeda dari hubungan yang kebanyakan orang lakukan,yang selalu berdekatan dengan pasangan. Ada beberapaa konsekuen atau dampak yang harus dihadapi setiap orang yang menjalani hubungan jarak jauh, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Salah satu studi yang dilakukan oleh Mietzner dan Liwen (Kompas, 2005). Suwito (2013) menjelaskan bahwa pasangan jarak jauh pergi untuk bertemu, sering kali dalam jangka beberapa hari, atau bahkan beberapa jam lalu dipisahkan untuk periode waktu tertentu. Suwito (2013) mengatakan bahwa hubungan kencan jarak jauh adalah hubungan pribadi romantis yang di jalani oleh 2 orang sebagai upaya untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan mereka, tetapi berada di dua lokasi berbeda.
2.3 Konflik Dalam Komunikasi
Meningkatnya konflik dalam proses bermunikasi disebabkan adanya pesan yang tidak memuaskan yang dilempar diantara komunikator dan komunikan. Dengan demikian, konflik komunikasi akan selalu dikaitkan dengan berbagai teori sociology, terutama teori evolusi, interaksi bahkan integrasi, karena teori konflik dikembangkan dari teori struktur fungsional, dan salah satu protagonisnya adalah menggambarkan masalah manusia (Ridwan Usman, 2001:
34).
Morsella (2006: 145) menjelaskan bahwa paradigma komunikasi dalam konflik bermula dari kenyataan bahwa proses komunikasi melibatkan suatu bentuk pertukaran informasi, yang diungkapkan kepada pihak lain dalam bentuk pesan tertentu, sehingga pesan tersebut didasarkan pada makna dalam mental individu. Klaus Krippendorff (2008: 1155) menjelaskan bahwa Shannon dan Weaver membagi gangguan dalam sistem komunikasi menjadi tiga aspek penting, yaitu entropi atau bentuk pencemaran informasi, yang mengarah pada bentuk informasi akibat munculnya kekacauan, equoivokasi atau kondisi yang
mengurangi kualitas pesan karena gangguan pengiriman pesan, dan redundansi atau hilangnya kemampuan saluran untuk membawa pesan.
Ketiga aspek penting tersebut sebenarnya mendukung pandangan bahwa gangguan komunikasi memang terjadi pada semua komponen komunikasi, termasuk komunikator dan komunikan, serta informasi yang disampaikan selama komunikasi. Menurut pemahaman umum Shannon dan Weaver tentang komunikasi, konflik dapat berasal dari gangguan komunikasi yang disebut kebisingan atau noise (Dewantoro Putra 2016: 59).
Noise memicu kemunculan suatu konflik, presepsi yang muncul di awali dalam diri individu, ketika menerima sebuah pesan dalam proses komunikasi (Dewantoro putra 2016: 60). Raffael (2008:22) menjelaskan prasangka sebagai faktor yang salah memahami diri sendiri atau orang lain, yang mengarah ke situasi konflik yang sedemikian kompleks. Dalam kutipan itu, Saadatun Nisa dan Praesti Sedjo (2010) mengatakan bahwa pasangan yang berkomunikasi lebih dekat akan lebih memahami satu sama lain dan membuat hubungan intim mereka terjalin lebih erat.
Komunikasi yang baik & menentukan berhasil atau tidaknya pasangan suami istri dalam menyelesaikan perselisihan yang mereka alami. Menurut Coleman (2000:70) pada penelitiannya meleket pikiran & perasaan yang ada pada padahubungan jarak jauh membutuhkan indera komunikasi misalnya telepon &
internet buat kelancaran suatu interaksi, namun komunikasi itu sendiri mungkin sebagai penyebab putusnya hubungan.
Ilmuwan komunikasi Diana Dweyer (2000:70) menjelaskan bahwa konflik tidak dapat dipisahkan dari proses komunikasi antarpribadi, yang jelas semakin menguatkan fakta bahwa konflik selalu ada dalam hubungan pribadi, baik disadari maupun tidak. Komunikasi menjadi salah satu bentuk interaksi sosial yang penting, proses konflik itu sendiri membutuhkan komunikasi, oleh karena itu jika komunikasi tidak dilibatkan maka konflik akan kehilangan banyak kepentingannya (Dewantoro Putra: 2016).
Semua proses konflik memerlukan komunikasi sebagai media penyampaian informasi yang saling bertentangan, oleh karena itu komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam menyampaikan informasi bagi
komunikator. Konflik sebenarnya merupakan bentuk konflik antara dua pihak atau lebih karena munculnya kepentingan yang berbeda atau faktor lainnya. Kondisi tersebut memberikan sinyal positif bahwa konflik dan komunikasi interpersonal memang sangat erat kaitannya (Dewantoro Putra: 2016).
Daniel J. Canary dari Arizona State University. Canary menjelaskan bahwa konflik biasanya terjadi dalam kondisi yang mendukung, terutama ketika individu sedang frustrasi dan penuh dengan keadaan emosional. Oleh karena itu, individu biasanya bereaksi negatif terhadap masalah hubungan interpersonal (Canary, 32003: 518) Konflik dan komunikasi interpersonal, karena keduanya merupakan bentuk interaksi. melibatkan hubungan emosional dan kondisi psikologis.
Situasi ini sebenarnya menunjukkan bahwa konflik dapat dipahami sebagai suatu bentuk interaksi yang pada dasarnya dalam bidang yang sama dengan komunikasi interpersonal. (Putra Dewantoro: 2016). Keterampilan komunikasi yang efektif penting dalam semua hubungan (Ozmete, 2009).
Menurut De Vito (2001), sebagai peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, konflik seringkali berujung pada kemarahan, kebencian, dan akhirnya sebuah hubungan. Namun, ini bukan pertanda bahwa konflik harus dihindari, karena hubungan yang sering berkonflik mungkin lebih sehat daripada hubungan yang tidak pernah berkonflik.
John Gottman dari University of Washington dan rekan-rekannya (dalam Miller et al., Dalam Mashoedi dan Wisnuwardhani, 2012: 52) mengamati dan menemukan pola komunikasi berikut: “Pertama-tama, orang yang tidak bahagia tampaknya tidak dapat mengungkapkan apa yang mereka inginkan dengan benar.
Kedua, pasangan yang tidak bahagia bukanlah pendengar yang baik. Ketiga, pasangan yang berbicara tidak bahagia memiliki lebih banyak emosi negatif. "
Peneliti percaya bahwa sebuah hubungan dan konflik tidak dapat dipisahkan.
Dalam sebuah hubungan, hampir setiap orang akan mengalami konflik karena perbedaan. Menurut Martinus Agung (2017: 19), seringnya perbedaan pendapat atau komunikasi yang kurang baik dapat menimbulkan konflik. Di balik pertanyaan Tersebut Pada latar belakang masalah telah dijelaskan oleh peneliti bahwa penelitian ini nantinya akan mengulas suatu permasalahan/ konflik yang
terjadi pada pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh pada rentan usia 18-25 tahun.
Hubungan konflik dalam komunikasi yang dijelaskan oleh Astuti (dalam Altaria, 2008: 7) menunjukkan bahwa “komunikasi yang baik dan berkualitas tinggi membantu memperbaiki hubungan dan memecahkan masalah, sedangkan komunikasi yang buruk dapat merusak hubungan dan menimbulkan konflik yang berkepanjangan”. “Kualitas komunikasi yang baik menekankan pada cara berkomunikasi. Ketika komunikator dan komunikator saling membuka hati, komunikasi akan menunjukkan efektivitasnya” (Adelina, 2014: 53).
2.4 Komunikasi Diadik Defensif dan Suportif
Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi diadik, yang hanya melibatkan dua orang, seperti seorang pria dan seorang wanita, dua rekan kerja, dan seorang siswa guru. Disebut juga (komunikasi dua arah), komunikasi diadik adalah komunikasi dua arah secara tatap muka (face-to-face) antara seorang komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikan yang menerima pesan (Cangara, 2005: 32).
Komunikasi diadik menjelaskan bahwa selalu ada hubungan tertentu antara dua orang tertentu (Devito, 2011: 252). Jenis komunikasi diadik ini dicirikan oleh komunikasi spontan mengirim dan menerima pesan secara bersamaan secara verbal dan non-verbal. (Devito, 2011: 252) Sikap defensif adalah sikap bertahan. Ketika kami terbukti tidak demikian, tetapi kami tidak mau mengakuinya, biasanya muncul fleksibilitas. Dengan perilaku defensif, komunikasi interpersonal akan gagal, lantaran orang defensif bisa melindungi diri berdasarkan ancaman yang mereka tanggapi pada situasi komunikasi lebih baik daripada mereka memahami informasi orang lain. (Rahmat, 2012: 133).
Menurut (Coser, dalam Poloma, 1992: 103), semakin dekat hubungan, semakin dalam perasaan batin, sehingga ada kecenderungan untuk menekan daripada mengungkapkan permusuhan. Sikap suportif yaitu sikap yang dapat mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Defensiveness berasal dari kata defense yang berarti mempertahankan atau melindungi diri sendiri. Penelitian Jack Gibbs menunjukkan bahwa semakin banyak orang menggunakan perilaku
defensif, semakin defensif komunikasi.
Ketika orang menggunakan perilaku suportif, komunikasi defensif dalam suasana yang mendukung berkurang. Gibb menjelaskan daftar tersebut secara rinci (Rakhmat, 2012: 134136). Sikap supportif biasanya diartikan sebagai sikap mendukung orang lain dalam interaksi sosial dan komunikasi. Dukungan adalah pengenalan kognitif atau verbal, tetapi hanya dapat melalui satu orang atau satu orang, dan tidak ada tindakan yang dapat berupa pujian, evaluasi, atau pendapat (Suciati, 2017).
2.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai konflik komunikasi interpersonal dengan pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh. Berikut penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama peneliti & judul
penelitian Hasil Penelitian Perbedaan 1. Vernanda Dinarsari
(2018)
Level Kecemasan Pada Pria Dan Wanita Yang Menjalani Long Distance Relationship
Survei ini dilakukan di Universitas Kristen Sachawakana dari tanggal 7 Oktober hingga 7 November 2017.
Peneliti melakukan survei dan menggunakan teknik snowball sampling untuk mendapatkan 70 subjek hubungan jarak jauh, dengan
mempertimbangkan jumlah pria dan wanita.
Angka ini juga sesuai dengan teori Roscoe (Sekaran, 2006) yang dikemukakan oleh peneliti dalam penelitian ini.
1. Tidak ada perbedaan kecemasan yang
signifikan antara pria dan wanita yang menjalani hubungan jarak jauh di Universitas Kristen Sachawakana.
Penelitian yang di teliti oleh Vernanda Dinarsari ini
mengkatogorikan subjek di usia 19- 30 tahun
penelitianya, pada umur 19-30 sebagian besar lebih condong kepada pasangan yang sudah berstatus menikah sedangkan
penelitian ini nantinya akan menargetkan subjek pada usia 18-25 tahun. Dan tidak menargetkan pada sttus hubungan.
Focus pada usia 18- 25 tahun yang bisa saja seseorang telah menikah ataupun
2,25 pria memiliki tingkat kecemasan rendah, 16 wanita memiliki tingkat kecemasan rendah, dan 16 wanita memiliki tingkat kecemasan sedang.
3. Hanya satu wanita yang mengalami
kecemasan tingkat tinggi, tetapi tidak ada pria yang mengalami kecemasan tingkat tinggi.
belum menikah.
2. Agnes Yolanda Cristi (2017)
Dalam penelitian ini peneliti merumuskan masalah “Apakah ada hubungan antara
attachment styles dengan komitmen pada
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang menjalani hubungan pacaran jarak jauh?”
Hasil penelitian ini memberitahuakn bahwa masih ada interaksi positif yang signifikan antara secure attachment style &
kesiapan menikah dalam dewasa belia yang sedang menjalani interaksi jeda jauh, masih ada interaksi negatif yang signifikan antara avoidant
attachment style &
kesiapan menikah dalam dewasa belia yang sedang menjalani interaksi jeda jauh, & masih ada interaksi negative yang signifikan terhadap anxious attachment style
& kesiapan menikah dalam dewasa belia yang sedang menjalani interaksi jeda jauh.
Penelitian yang dilakukan oleh Agnes Yolanda Cristi Lebih mengacu pada hubungan
attachment styles dengan komitmen pacaran jarak jauh, sedangkan
penelitian yang penulis teliti lebih terfokus kepada analisis konflik yang ada pada hubungan jarak jauh atau long distance relationship.