• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 4 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 4 Universitas Kristen Petra"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1. Pendahuluan

Di dalam dunia industri konstruksi jasa konsultan di bidang struktur &

arsitektur memegang peranan penting selain bidang kontraktor. Sebuah konstruksi bangunan membutuhkan sebuah perhitungan yang tepat agar sebuah bangunan/gedung tersebut dapat berdiri dengan kokoh, oleh karena itu jasa konsultan sangat dibutuhkan. Jasa konsultan dalam bidang konstruksi bertujuan memberikan advice kepada klien dengan imbalan sejumlah fee tertentu. Klien mereka adalah pengguna jasa yang membutuhkan advice dan skill yang dimiliki oleh konsultan atas permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Bidang jasa konsultan merupakan sebuah bidang usaha yang bekerja secara terorganisir dan membutuhkan tenaga-tenaga ahli dan profesional dibidangnya. Bidang usaha jasa konsultan dipengaruhi oleh produktivitas staf teknik agar dapat memberikan tingkat keberhasilan yang baik. Dan tingkat keberhasilan itu sendiri akan mempengaruhi kepuasan terhadap pengguna jasa.

Produktivitas staf teknik ini dipengaruhi oleh faktor perilaku manusia. Dengan kata lain, perilaku manusia pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu (Hersey dan Blanchard, 1986). Akan tetapi keberhasilan sebuah jasa konsultan juga dipengaruhi oleh faktor demotivasi.

2.2. Teori Motivasi Secara Umum

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sebuah perusahaan konsultan, antara lain adalah faktor sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan elemen penting dalam sebuah perusahaan. Sehingga penting bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja sumber daya manusia yang dimiliki. Motivasi adalah daya dorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya dalam bentuk keahlian atau keterampilannya, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran orgnanisasi

(2)

yang telah dilakukan sebelumnya (Siagian, 1989). Dewasa ini semakin disadari bahwa kehidupan berkarya seseorang dikaitkan tidak lagi semata-mata pada peningkatan taraf hidupnya (yang berarti pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan) melainkan juga peningkatan mutu hidup. Pandangan demikianlah yang kiranya mendorong para ilmuan untuk terus mengembangkan teori motivasi.

Menurut Prof. Dr. Sondang P.S, MPA ada beberapa teori yang kini dikenal secara luas mengenail motivasi, yaitu :

1. Teori kebutuhan sebagai hirarki dengan Abraham H. Maslow sebagi teoritis utamanya yang mengemukakan pendapat bahwa terdapat lima tingkatan kebutuhan manusia.

2. Teori ”X” dan teori ”Y” yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menekankan bahwa menurut persepsi para manager, para karyawan dapat digolongkan pada 2 tipe utama.

3. Teori Motivasi–Higiene yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang intinya terletak pada pemahaman dua sumber motivasi, yaitu yang bersumber dari dalam diri pekerja yang bersangkutan yang mendatangkan kepuasan baginya dan bersumber dari organisasi yang berperan sebagai ”katup pengaman” agar para pekerja mentaati berbagai ketentuan yang berlaku dalam organisasi.

4. Teori Existence, Relatedness dan Growth (ERG) yang dikembangkan oleh Clayton Alderfer. Teori ini menekankan pentingnya pemuasan kebutuhan manusia yang berkisar kepada keberadaan, hubungan dengan orang lain dan pertumbuhan yang harus terpenuhi secara simultan.

5. Teori ”Tiga Kebutuhan” yang dikenal dengan istilah kebutuhan keberhasilan (Need for Achievement), kebutuhan akan kekuasaan atau pengaruh (Need for Power) dan kebutuhan afiliasi (Need for Affiliation).

6. Teori evaluasi kognitif, yang pada intinya berarti bahwa apabila faktor-faktor motivasional yang bersifat ekstrinsik diperkenalkan, faktor-faktor motivasional yang bersifat intrinsik berkurang.

7. Teori penentuan tujuan yang menekankan betapa pentingnya seorang manajer mendorong para bawahannya agar mempunyai tujuan yang spesifik dalam kehidupan organisasionalnya, karena dari berbagai penelitian yang dilakukan

(3)

telah terbukti bahwa semakin spesifik tujuan seseorang, semakin besar pula dorongan dalam dirinya untuk mencapai tujuan tersebut.

8. Teori penguatan yang mengajarkan bahwa jika tindakan seorang manajer oleh bawahannya dipandang mendorong perilaku positif, bawahan yang bersangkutan akan cenderung mengulangi tindakan tersebut. Dan sebaliknya, jika tindakan seorang manajer memberi petunjuk kepada bawahan yang bersangkutan tidak mengulangi tindakan tertentu, para bawahan cenderung mengelakkannya.

9. Teori keadilan yang mengemukakan pentingnya menubuhkan persepsi di kalangan bawahan bahwa mereka diperlakukan secara adil dalam kehidupan organisasionalnya dibandingkan dengan perlakuan terhadap orang lain, perlakuan berdasarkan sistem yang berlaku dan dibandingkan dengan persepsi bawahan yang bersangkutan sendiri tentang keadilan.

10. Teori harapan yang intinya terletak pada ajaran yang berkata bahwa kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu sangat tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan.

Teori ini mengandung tiga variabel, yaitu daya tarik, hubungan antara prestasi kerja dengan imbalan serta kaitan antara usaha dan prestasi kerja.

Dalam penelitian ini penulis menerapkan dua teori motivasi yaitu teori Maslow dan teori Herzberg. Kedua teori motivasi ini dipergunakan untuk mencapai tujuan dari penelitian yang sudah ditentukan, yaitu untuk memodelkan motivasi dan demotivasi staf konsultan.

2.3. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Abraham H. Maslow mengemukakan teori tentang hirarki kebutuhan yang dibagi menjadi lima tingkatan dimana lima tingkat kebutuhan ini berpusat pada kepuasan terhadap kebutuhan.

Lima kebutuhan dasar Maslow (Djendoko, 2003) tersebut adalah : 1. Physiological needs

Physiological needs adalah kebutuhan-kebutuhan dasar yang dapat menunjang kelangsungan hidup seseorang.

(4)

Contohnya adalah : pakaian, makan, tempat tinggal, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, bernafas dan lain sebagainya.

2. Safety needs

Safety needs adalah kebutuhan untuk bebas dari rasa takut terhadap bahaya dan rasa kuatir terhadap hilangnya kebutuhan psikologis.

Contohnya adalah : rasa aman, perlindungan dari ancaman, bebas dari rasa sakit dan lain sebagainya.

3. Social needs

Social needs adalah kebutuhan untuk dapat diterima oleh berbagai macam kelompok masyarakat. Manusia merupakan mahluk sosial yang berusaha keras untuk hubungan yang berarti dengan sesamanya. Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang rasa turut memiliki (sense of belonging), rasa dapat diterima (acceptence) dan persahabatan.

Contohnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain sebagainya.

4. The need for Esteem

The need for Esteem adalah Kebutuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu Internal Esteem, meliputi harga diri, otonomi dan prestasi; dan External Esteen, meliputi status pengakuan dan perhatian.

Contohnya adalah : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah dan lain sebagainya.

5. Self-Actualization

Self-Actualization adalah kebutuhan untuk memperbesar potensi seseorang atau dengan kata lain dorongan untuk menjadi seseorang sebagaimana dia mampu menjadi demikian. sehingga seseorang dapat merasa bahwa ia telah memberikan sumbangan yang lebih besar bagi kepentingan organisasi.

Kelima kategori kebutuhan tersebut dibedakan lagi menjadi dua kategori besar. Physiological dan safety needs merupakan kategori lower Order-needs, sedangkan Social, Esteem dan self actualization needs merupakan kategori Higher-Order needs (Gambar 2.1).

(5)

Higher Order-Needs

Lower Order-Needs

Gambar 2.1 : Piramida hirarki kebutuhan Maslow.

Sumber : http://id.images.search.yahoo.com

2.4. Teori Herzberg

Teori ini dikenal sebagai teori Motivasi-Higiene (Motivation-Hygiene Theory) yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dan kawan-kawannya di Psycological Service of Pittsburgh. Studi ini mencakup wawancara ekstensif dengan sekitar dua ratus ahli teknik dan akuntan dari sebelas perusahaan di wilayah Pittsburgh. Dalam wawancara itu, kepada mereka ditanyakan tentang hal- hal dalam pekerjaan yang membuat mereka tidak senang atau tidak bahagia dan sebaliknya. Pendapat yang mendasari teori ini adalah bahwa suatu hubungan pekerjaan dari seseorang sangatlah mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaannya sangat menentukan berhasil tidaknya pekerjaan tersebut. Herzberg menyimpulkan bahwa orang-orang memiliki dua kategori kebutuhan yang berbeda yang secara esensial sangat bergantung dan mempengaruhi perilaku dengan cara yang tidak sama. Herzberg menemukan bahwa apabila orang-orang merasa tidak puas dengan pekerjaan, maka mereka risau akan lingkungan tempat mereka bekerja. Herzberg menyebut kategori kebutuhan yang pertama sebagai faktor-faktor higiene atau pemeliharaan (Maintenance). Karena faktor-faktor itu melukiskan lingkungan orang-orang dan melaksanakan fungsi utama untuk

(6)

mencegah timbulnya ketidakpuasan dalam pekerjaan dan disebut pemeliharaan karena faktor-faktor itu tidak benar-benar terpenuhi (harus terus dipelihara).

Herzberg menyebut kategori yang kedua sebagai motivator karena kebutuhan- kebutuhan ini cenderung efektif memotivasi orang untuk berprestasi tinggi.

Faktor higiene adalah faktor negatif dalam tempat kerja yang memiliki kecenderungan untuk menjaga pekerja agar tetap pada keadaan yang normal dalam kerja mereka. Faktor higiene ini bukan faktor yang dapat meningkatkan motivasi pekerja (demotivasi). Bila faktor-faktor ini diperhatikan, maka pekerja akan dapat bekerja pada tingkat kondisi yang normal (Gambar 2.2). Jadi faktor- faktor ini hanya mencegah terjadinya kerugian dalam prestasi pekerja karena adanya restriksi kerja (sebagai faktor-faktor pemeliharaan). Faktor-faktor yang merupakan higiene adalah kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, supervision, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, uang, status dan keamanan (Gambar 2.3).

Faktor motivator adalah faktor yang dapat menimbulkan akibat positif terhadap kepuasan kerja, yang sering menyebabkan peningkatan produktivitas seseorang secara menyeluruh. Faktor-faktor yang merupakan motivator adalah prestasi, pengakuan terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan, pekerjaan yang menantang, peningkatan tanggung jawab serta pertumbuhan dan pengembangan (Gambar 2.3).

Motivator tersebut pada kenyataannya dapat berfungsi sebagai faktor higiene dan sebaliknya faktor higiene juga bisa berfungsi sebagai Motivator (Gambar 2.4). Tetapi, pengelompokan tersebut di atas diperoleh berdasarkan seberapa besar kemungkinan sebuah faktor termasuk motivator atau termasuk faktor higiene (Herzberg, 1968).

Apabila faktor-faktor higiene terpenuhi, dapat menghilangkan ketidakpuasan dan pembatasan kerja, akan tetapi faktor-faktor tersebut kurang dapat memotivasi pekerja untuk berprestasi tinggi atau meningkatkan kapasitas.

Pemenuhan motivator akan memungkinkan orang untuk tumbuh dan berkembang secara dewasa dan sering menyebabkan timbulnya peningkatan kemampuan.

Dengan demikian, faktor-faktor higiene mempengaruhi kemauan (willingness) atau motivasi dan motivator mempengaruhi kemampuan (ability) seseorang

(7)

(Hersey dan Blanchard, 1986). Sebagai contoh untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja yang dapat memotivasi pekerja biasanya terdapat kebijakan memberikan imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan, seperti imbalan berupa uang. jadi imbalan tersebut sebagai dorongan untuk memotivasi. Vroom menyebutnya sebagai extrinsic reward, extrinsic reward ini termasuk faktor higiene menurut Herzberg. Jadi dari pendapat tersebut dapat diartikan adanya dua kelompok, yaitu faktor yang memotivasi dan faktor yang mengurangi motivasi (demotivation).

Motivator adalah faktor-faktor yang tampak secara efektif dalam memotivasi seseorang kepada tindakan yang terbaik. Motivator diperlukan untuk membuat para pekerja dapat bekerja diatas batas normal, setelah faktor higiene berhasil diperhatikan dan dipenuhi dengan baik, berdasarkan pengertian tersebut di atas pada penelitian ini tidak dipakai istilah motivator dan istilah higiene, tetapi dipakai istilah motivator dan demotivator.

Gambar 2.2. Motivator dan Demotivator Sumber : Abadi, Y.K., & Dermawan, R. (2007)

(8)

Gambar 2.3 : Motivator dan Faktor Higien, Frederick Herzberg.

Sumber : http://id.images.search.yahoo.com

Gambar 2.4 : Hasil Penelitian Herzberg Sumber: Herzberg, 1968.

(9)

2.5. Faktor - Faktor Motivasi

Faktor motiviasi kerja pada staf teknik perusahaan konsultan dipengaruhi oleh beberapa hal dan dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya didapatkan faktor dan sub faktor yang dapat mempengaruhi kinerja staf teknik perusahaan konsultan tersebut.

2.5.1. Pencapaian Prestasi

Faktor pencapaian prestasi staf teknik selama bekerja pada perusahaan mencakup adanya keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan, prestasi yang dicapai perusahaan, serta tercapainya target atau rencana bulanan, seperti terlihat pada Tabel 2.1. (Mansfield, 1989; Chang, 1998; Saha, et Al., 1997; Zakeri, et Al., 1997; Smither and Walker, 2000; O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998)

Tabel 2.1. Faktor Pencapaian Prestasi dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Motivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X1 Pencapaian Prestasi 1 Keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan √ √ √ 2 Prestasi yang dicapai perusahaan √ √ 3 Tercapainya target atau rencana bulanan √ √

2.5.2. Penghargaan

Penghargaan merupakan bentuk imbalan dari prestasi yang yang didapatkan saat seseorang bekerja pada sebuah perusahaan. Hal ini meliputi adanya pujian atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik, adanya pempublikasian prestasi yang dicapai secara periodik, adanya penerimaan oleh atasan atas usulan yang diberikan, pemberian bonus, dan promosi kenaikan jabatan, seperti terlihat pada Tabel 2.2. (Mansfield, 1989; Chang, 1998; Saha, et Al., 1997; Zakeri, et Al., 1997; O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998)

(10)

Tabel 2.2. Faktor Penghargaan dan Sub Faktornya

No. Sub-Faktor Motivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J

X2 Penghargaan

1 Pujian atas pekerjaan yang diselesaikan dengan

baik √ √

2 Pempublikasian atas prestasi yang dicapai secara

periodik √ √

3 Penerimaan oleh atasan rerhadap usulan yang

diberikan √ √ √

3 Bonus √ √ √ √ √

4 Promosi kenaikan jabatan

2.5.3. Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan merupakan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan atau harapan pekerja dan karakteristik pekerjaan meliputi pekerjaan yang menantang, Pekerjaan yang baru (belum pernah dilakukan sebelumnya), pekerjaan yang sesuai dengan keinginan pribadi, pekerjaan yang sesuai dengan keahlian/potensi diri, serta adanya variasi dalam pekerjaan (tidak monoton/membosankan), dan tujuan pekerjaan yang jelas & perencanaan yang baik, seperti terlihat pada Tabel 2.3. (Chang, 1998; Saha, et Al., 1997; Zakeri, et Al., 1997; Smither and Walker, 2000; O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998)

Tabel 2.3. Faktor Karakteristik Pekerjaan dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Motivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X 3 Karakteristik Pekerjaan

1 Pekerjaan yang menantang √ √ √ √ √

2 Pekerjaan yang baru (belum pernah

dilakukan sebelumnya) √ √ √ √ √

3 Pekerjaan yang sesuai dengan keinginan

pribadi

4 Pekerjaan yang sesuai dengan

keahlian/potensi diri

5 Variasi dalam pekerjaan (tidak

monoton/membosankan)

6 Tujuan pekerjaan yang jelas & perencanaan

yang baik √ √

2.5.4. Pemberian Tanggung jawab

Pemberian tanggung jawab merupakan bentuk kepercayaan perusahaan terhadap pekerja pemberian tanggung jawab mencakup partisipasi dalam

(11)

keputusan, mendapat kesempatan untuk memberikan usulan/saran, dan mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalah perusahaan, seperti terlihat pada Tabel 2.4. (Mansfield, 1989; Chang, 1998; Zakeri, et Al., 1997; O’Brien & Zilly, 1991;

Olomolaiye, 1998; Ruthankoon and Ogunlana, 1998)

Tabel 2.4. Faktor Pemberian tanggung jawab dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Motivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X 4 Pemberian Tanggung Jawab

1 Berpartisipasi dalam rapat / pertemuan

penting √ √

2 Mendapat kesempatan untuk ikut dalam

pengambilan keputusan

3 Mendapat kesempatan untuk memberikan

usulan/saran √ √

4 Mendapat kesempatan untuk menyelesaikan

masalah perusahaan.

2.5.5. Pemberian Kesempatan untuk Berkembang

Pemberian kesempatan untuk berkembang merupakan salah satu usaha perusahaan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Pemberian kesempatan untuk berkembang meliputi adanya program pengenalan kerja yang baik, bekerjasama dengan orang yang lebih berpengalaman, kesempatan untuk mengembangkan metode pekerjaan, kesempatan dan pendanaan untuk melakukan studi lanjut, serta pelatihan dan seminar, seperti terlihat pada Tabel 2.5.

(Mansfield, 1989; Zakeri, et Al., 1997; O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998;

Penelitian ini, 2010)

Tabel 2.5. Faktor Pemberian Kesempatan Untuk Berkembang dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Motivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X 5 Pemberian Kesempatan untuk

Berkembang

1 Adanya program pengenalan kerja yang baik √ √ 2 Bekerjasama dengan orang yang lebih

berpengalaman

3 Kesempatan untuk mengembangkan metode

pekerjaan √ √

4 Kesempatan dan pendanaan untuk melakukan

studi lanjut

5 Pelatihan dan seminar √ √

(12)

2.6. Faktor - Faktor Demotivasi

Faktor demotiviasi kerja pada staf teknik perusahaan konsultan dipengaruhi oleh beberapa hal dan dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya didapatkan faktor dan sub faktor yang dapat mempengaruhi kinerja staf teknik perusahaan konsultan tersebut.

2.6.1. Kondisi dan Fasilitas Pekerjaan yang Tidak Baik

Kondisi pekerjaan yang tidak baik mencakup tidak adanya standar kesehatan kerja, fasilitas kantor yang kurang memadai, ketidakpedulian terhadap rendahnya produktivitas pekerjaan, pengaruh lingkungan yang tidak rapi, rekan kerja yang kurang berkompeten, adanya pengulangan pekerjaan (rework), lingkungan pekerjaan yang terlalu banyak staf, seperti terlihat pada Tabel 2.6.

(Chang, 1998; Saha, et Al., 1997; Smither and Walker, 2000; O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998; Ruthankoon and Ogunlana, 1998)

Tabel 2.6. Faktor Kondisi dan Fasilitas Pekerjaan Yang Tidak memadai dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Demotivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X6 Kondisi dan Fasilitas Pekerjaan yang

Tidak Memadai

1 Tidak adanya standar kesehatan kerja √ √ √ 2 Fasilitas kantor yang kurang memadai √ √ √ 3 Ketidakpedulian terhadap rendahnya

produktivitas pekerjaan √ √ √

4 Pengaruh lingkungan kerja yang tidak rapi 5 Rekan kerja yang kurang berkompeten √ √ √ √ 6 Adanya pengulangan pekerjaan (rework) √ √ √ √ √ 7 Lingkungan pekerjaan yang terlalu banyak

staf

2.6.2. Kebijakan Administrasi Perusahaan yang Buruk

Kebijakan administrasi perusahaan yang mencakup waktu pembayaran gaji yang tidak teratur, jam lembur, tidak adanya Standat Operational Procedur (SOP), kebijakan pemindahtugasan yang terlalu sering, dan sering terjadi pergantian rekan kerja, seperti terlihat pada Tabel 2.7. (Smither and Walker, 2000;

O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998; Mansfield, 1989)

(13)

Tabel 2.7. Faktor Kebijakan Administrasi Perusahaan Yang buruk dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Demotivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X7

Kebijakan Administrasi Perusahaan yang

Buruk

1 Waktu pembayaran gaji yang tidak teratur

2 Jam lembur √ √

3 Tidak tersedianya Standart Operation

Procedure (SOP) √ √ √

4 Kebijakan pemindahtugasan yang terlalu

sering

5 Sering terjadi pergantian rekan kerja

2.6.3. Hubungan Sosial Dalam Pekerjaan yang Tidak Baik

Hubungan sosial dalam pekerjaan yang tidak baik mencakup hubungan yang tidak baik dengan atasan, bawahan, maupun sesama rekan kerja, adanya kompetisi yang tidak sehat, serta hubungan kerjasama tim yang kurang baik, seperti terlihat pada Tabel 2.8. (Smither and Walker, 2000; O’Brien & Zilly, 1991; Olomolaiye, 1998; Mansfield, 1989; Chang, 1998; Saha, et Al., 1997)

Tabel 2.8. Faktor Hubungan Sosial dalam Pekerjaan yang Tidak Baik dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Demotivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X8 Hubungan Sosial Dalam Pekerjaan yang

Tidak Baik

1 Hubungan sosial sesama staf yang kurang

baik √ √

2 Kompetisi antar sesama staf dalam internal

perusahaan

3 Perlakuan yang tidak hormat dari atasan atau

rekan kerja √ √

2.6.4. Komunikasi Kerja yang Kurang Baik

Komunikasi kerja mencakup instruksi atau arahan yang kurang jelas dari atasan, alur koordinasi yang kurang baik, arus penyampaian komunikasi yang kurang jelas, seperti terlihat pada Tabel 2.9. (Mansfield, 1989; Ng, Skitmore, Lam

& Poon, 2003; Chang, 1998; Ruthankoon and Ogulana, 1998)

(14)

Tabel 2.9. Faktor Komunikasi Kerja yang Kurang Baikdan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Demotivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X9 Komunikasi Kerja yang Kurang Baik

1 Instruksi atau arahan yang kurang jelas dari

atasan √ √

2 Alur koordinasi yang kurang baik 3 Arus penyampaian komunikasi yang kurang

jelas

2.6.5. Diskriminasi Antar Sesama Staf

Adanya diskriminasi antar sesama staf mencakup pengawasan yang terlalu ketat, perlakuan yang berbeda kepada staf-staf, diskriminasi gender, serta perlakuan yang berbeda kepada staf baru, seperti yang terlihat pada Tabel 2.10.

(Smither and Walker, 2000; Olomolaiye, 1998; Mansfield, 1989; Chang, 1998;

Saha, et Al., 1997; Ruthankoon and Ogulana, 1998; penelitian ini, 2010)

Tabel 2.10. Faktor Diskriminasi Antar Sesama Staf dan Sub Faktornya

No. Sub Faktor Demotivasi Sumber Referensi

A B C D E F G H I J X10 Diskriminasi Antar Sesama Staf

1 Pengawasan yang terlalu ketat

2 Perlakuan yang berbeda kepada staf-staf √ √ √ √

3 Diskriminasi gender

4 Perlakuan yang berbeda kepada staf baru

Sumber :

A : Smither and Walker (2000) B : Masnfield (1989)

C : O'Brien & Zilly (1991) D : Olomolaiye (1998)

E : Ng, Skitmore, Lam, & Poon (2003) F : Ruthankoon & Ogunlana (1998) G : Chang (1998)

H : Saha, et Al. (2000) I : Zakeri, et Al. (1997) J : Penelitian Ini (2010)

(15)

2.8. ANALYTHICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Analythical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorang atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan dirinya (Saaty, 1993).

AHP digunakan untuk memberikan suatu kerangka bagi partisipasi kelompok dalam pengambilan keputusan atau pemecahan masalah. AHP diterapkan pada banyak persoalan nyata dan terutama berguna untuk mengalokasikan sumber daya, perencanaan, , analisis pengaruh kebijakan, dan penyelesaian konflik (Saaty, 1993). Berbagai keuntungan dari AHP adalah sebagai berikut :

i. Kesatuan : AHP memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.

ii. Kompleksitas : AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

iii. Saling ketergantungan : AHP dalam menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tak memaksakan pemikiran linier.

iv. Penyusunan Hierarki : AHP memcerminkan kecenderungan, alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa pada setiap tingkat.

v. Pengukuran : AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.

vi. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai priorotas.

vii. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

viii.Tawar menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritasrelatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

(16)

ix. Penilaian dan konsensus : AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.

x. Pengulangan proses : memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Pada AHP digunakan ukuran yaitu dengan memakai perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Ukuran tersebut di gunakan untuk membandingkan antara dua kriteria pertimbangan untuk melakukan suatu pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini menggunakan pairwise comparison untuk kuesioner pada bagian faktor motivasi dan demotivasi yang disebarkan kepada staf teknik perusahaan konsultan.

Metode AHP ini memiliki tahapan-tahapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan analisa , yaitu :

1. Menentukan tujuan dari AHP.

2. Menentukan faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan.

3. Menentukan kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Menentukan subkriteria yang berada di tingkat bawah.

5. Menentukan alternatif yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Referensi

Dokumen terkait

Potensi daun krinyuh tidak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang belum mengalami resisten seperti Staphylococcus aureus tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan

(SEFT) dalam menurunkan stres akibat penyusunan skripsi pada mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung angkatan tahun 2012 dan untuk mengetahui besarnya

Masalah yang akan dikaji pada paper ini adalah bagaimanakah syarat cukup dan perlu agar sistem (1.1) dapat

Meanwhile, the result of partial test on stock selection skill has negative significant effect on equity mutual fund’s performance, risk level has possitive significant effect

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Efektivitas sistem tata air dan pola tanam di lahan pesisir selatan Kabupaten Bantul sudah baik, namun masih memiliki kelemahan

[r]

[17] reported that a moderately anionic POD (approximately p I 6.7) was activated by Al stress in tobacco cells. It appears that toxic metals change POD activity both quantitatively

Dalam Bab V kegiatan membangun konteks pada materi teks eksplanasi dilakukan dengan memperdengarkan dan menyanyikan lagu “Pemandangan” karya A.T. Kemudian, guru menanyakan isi