PERENCANAAN MANAJEMEN PERAWATAN DENGAN METODE
RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II)
PADA MESIN SATURATOR R-301
DI PT. PETROKIMIA GRESIK (PERSERO). Tbk
SKRIPSI
Oleh :
ARGAM MURAYANA
NPM 0732010104
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Perencanaan Manajemen Perawatan dengan Metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II) pada Mesin Saturator R-301 di PT. Petrokimia Gresik (Persero) Tbk.“. Penulisan laporan ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Atas terselesainya pelaksanaan penelitian dan terselesainya penulisan laporan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ir. Didi Samanhudi, MMT, selaku selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini 3. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk menguji laporan skripsi dan memberikan petunjuk serta arahan dalam penulisan laporan.
4. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Petrokimia Gresik (Persero) Tbk yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian.
6. Teman-temanku yang berada di UPN “Veteran” Jawa Timur maupun di luar kampus UPN, terima kasih atas semangat, doa dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
7. Seluruh Civitas Akademika UPN ”Veteran” Jawa Timur, terima kasih untuk semua bantuan dan bimbingannya selama ini.
8. Konco-konco paralel C 2007, semoga bisa lulus bareng. 9. Arek-arek lab Prokom & Simulasi tetep kompak selalu.
10.Pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pembuatan atau penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan berkat kepada kita semua. Terima Kasih.
Surabaya, 10 Mei 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Asumsi ... 3
1.5 Tujuan ... 3
1.6 Manfaat Penelitian ... 4
1.7 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Perawatan ... 6
2.1.1 Tujuan Manajemen Perawatan ... 7
2.1.2 Jenis-Jenis Perawatan ... 8
2.1.3 Tugas dan Kegiatan Perawatan ... 10
2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan ... 13
2.3 Kegagalan (Failures) ... 17
2.4 Keandalan ... 19
2.4.2 Laju Kegagalan ... 21
2.4.3 Mean Time To Repair... 24
2.4.4 Distribusi Kegagalan ... 25
2.5 Diagram Pareto ... 27
2.6 Reliability Centered Maintenance ... 29
2.6.1 Functions and Performance Standards ... 31
2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis ... 32
2.6.3 Failure Consequences ... 38
2.6.4 Proactive Task ... 38
2.6.5 Default Action ... 39
2.7 Biaya Pemeliharaan ... 40
2.8 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 48
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51
3.2 Identifikasi Variabel ... 51
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 52
3.4 Metode Pengolahan Data ... 54
3.5 Langkah-langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah ... 58
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 62
4.2 Penentuan Komponen Kritis ... 63
4.3 Functional Block Diagram ... 69
4.5 Penentuan Distribusi waktu antar kerusakan dan distribusi waktu lama
perbaikan ... 74
4.6 Menghitung Biaya penggantian Komponen ... 75
4.6.1 Biaya Penggantian Komponen karena perawatan (CM)………….75
4.6.2 Biaya Penggantian Komponen karena kerusakan (CF)…………..76
4.6.3 Interval Perawatan………..78
4.7 RCM II Decision Workshet ...79
4.8 Penentuan Biaya Perawatan ... 82
4.9 Pembahasan ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA ... 34
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA ... 35
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA ... 36
Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan ... 42
Tabel 4.1 Data mesin dan komponennya...62
Tabel 4.2 Persentase downtime pada mesin Saturator R-301 ... 64
Tabel 4.3 Persentase kerusakan pada Centrifuge ... 65
Tabel 4.4 Persentase kerusakan pada Gear Unit ... 66
Tabel 4.5 Persentase kerusakan pada Rotary Driyer ... 67
Tabel 4.6 Persentase kerusakan pada Mother Liquor Pump ... 68
Tabel 4.7 Functional Block Diagram ... 69
Tabel 4.8 Failure Modes and Effects Analysis ………...71
Tabel 4.9 Hasil pengujian distribusi ... 75
Tabel 4.10 Biaya penggantian karena perawatan (CM) ... 76
Tabel 4.11 Biaya penggantian karena kerusakan (CF) ... 77
Tabel 4.12 Interval perawatan……….79
Tabel 4.13 RCM II Decision Worksheet pada Shouldering ... 80
Tabel 4.14 Biaya perawatan berdasarkan interval perawatan ... 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base
Maintenance ... 10
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan 17 Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen ... 18
Gambar 2.4 Kurva Bathub ... 22
Gambar 2.5 Failure Rate ... 23
Gambar 2.6 Diagram Pareto ... 28
Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance ... 40
Gambar 2.8 Model Age Replacement ... 43
Gambar 2.9 Siklus dalam Model Age Replacement ... 44
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah………58
Gambar 4.1 Diagram pareto pada Mesin Saturator R-301 ... 64
Gambar 4.2 Diagram pareto pada Centrifuge ... 66
Gambar 4.3 Diagram pareto pada Gear Unit ... 67
Gambar 4.4 Diagram pareto pada Rotary Driyer ... 68
Gambar 4.5 Diagram pareto pada Mother Liquor Pump ... 69
PERENCANAAN MANAJEMEN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II)
PADA MESIN SATURATOR R-301
DI PT. PETROKIMIA GRESIK (PERSERO). Tbk ABSTRAK
PT. Petrokimia Gresik berusaha dalam bidang produksi pupuk, bahan kimia, dan jasa lainnya, juga merupakan pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik lainnya. Jenis pupuk yang di produksi oleh pabrik ini antara lain adalah Zwavelzuur Amonium (ZA), Super Phospate (SP), Phonska dan Urea. Nama Petrokimia berasal dari kata “Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas.
. Untuk menjaga agar kualitas produk tetap terjaga, maka PT. Petrokimia Gresik senantiasa berupaya untuk melakukan perubahan dan peningkatan khususnya pada keandalan mesin. Permasalahan yang dihadapi adalah kerusakan yang terjadi sewaktu-waktu sebelum interval perawatan menyebabkan adanya kegiatan overhaul dan replacement atau corrective maintenance yang menimbulkan adanya downtime dan kemacetan atau berhentinya proses produksi serta biaya perawatan yang semakin besar sehingga menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan. Obyek penelitian ini adalah pada Mesin Saturator R-301.
Metode penelitian yang digunakan adalah Reliability Centered Maintenance II dengan memadukan analisis kualitatif yang meliputi FMEA dan RCM II Decision Worksheet. Metode Reliability Centered Maintenance II ini digunakan untuk menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan pada RCM II Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem dari mesin Saturator R-301
dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan serta efek yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut.
Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 12 komponen pada Saturator R-301
didapatkan 4 komponen kritis dan komponen kritis yang memiliki kegagalan potensial diantaranya Centrifuge, Gear Unit, Rotary Driyer, dan Mother Liquor Pump. Dengan total biaya perawatan optimal sebesar Rp 570.303,88 dan effisiensi 4,78%
PLANNING OF MANAGEMENT TREATMENT WITH METHOD of RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II ( RCM II)
MACHINE of SATURATOR R-301
IN PT. PETROKIMIA GRESIK ( PERSERO). Tbk
ABSTRACT
PT. Petrokimia Gresik try in the field of manure production, chemicals, and other service, also represent complete manure factory among other factory. Manure type which production by this factory for example Zwavelzuur Amonium ( ZA), Super Phospate ( SP), Phonska and of Urea. Name of Petrochemical come from word " Petroleum of Chemical" brief become " Petrochemical", that is made of chemicalss gas and petroleum.
To take care of the quality of product remain to awake, hence PT. Petrokimia Gresik ever cope to make a change and improvement specially machine reliability. Problems faced to damage that happened at any times before treatment international cause the existence of activity of and overhaul of replacement or of corrective maintenance generating the existence of jam and downtime or desisting production process and also the expense of ever greater treatment causing loss which enough mean to company. this Research Obyek Machine of Saturator R-301.
Research method the used Reliability Centered Maintenance II by alliing analysis qualitative covering FMEA and of RCM II Decision Worksheet. Method of Reliability this Centered Maintenance II used to determine treatment international and activity pursuant to RCM II Decision Worksheet as according to system and function of machine of Saturator R-301 and of FMEA used to identify cause of failure and also generated effect of failure.
Result of research obtained that from 12 component Saturator R-301 got 4 critical component and critical component which have potential failure among others Centrifuge, Gear Unit, Rotary Driyer, and Mother Liquor Pump. reside in gyration of Rp 570.303,88 with effisiensi 4,78%
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. Petrokimia Gresik berusaha dalam bidang produksi pupuk, bahan kimia, dan jasa lainnya, juga merupakan pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik lainnya. Jenis pupuk yang di produksi oleh pabrik ini antara lain adalah Zwavelzuur Amonium (ZA), Super Phospate (SP), Phonska dan Urea. Nama Petrokimia berasal dari kata “Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas.
Untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan, maka PT. Petrokimia Gresik senantiasa berupaya untuk melakukan perubahan dan peningkatan khususnya pada keandalan mesin. Dalam mempertahankan keandalan mesin, sehubungan dengan hal tersebut penentuan kegiatan perawatan yang tepat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung terciptanya produktivitas perusahaan yang baik.
Salah satu mesin yang digunakan adalah mesin Saturator R-301 yang berfungsi sebagai reaktor dan klistalizer, terletak di departemen Candal Prod I .
kerusakan yang terjadi terhadap 12 komponen mesin Saturator R-301 sewaktu-waktu sebelum interval perawatan menyebabkan adanya kegiatan
overhaul dan replacement atau corrective maintenance yang menimbulkan adanya downtime sebesar 3730 menit (32,167 jam) dan kemacetan atau berhentinya proses produksi serta biaya perawatan sebesar Rp 597.585,30/jam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan.
Berdasarkan pada uraian tersebut maka dalam penelitian ini digunakan metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II) dimana Metode Reliability Centered Maintenance II ini merupakan serangkai proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa aset-aset fisik dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan fungsi yang dikehendaki oleh pemakainya dalam hal ini adalah perusahaan. Dan juga adanya penerapan metode
Reliability Centered Maintenance II dimaksudkan untuk mendapatkan selang waktu perawatan yang ideal serta jenis kegiatan perawatan yang optimal apabila dikaitkan dengan adanya kebutuhan untuk mendapatkan sebuah sistem yang handal guna mendukung kegiatan proses produksi yang juga ditinjau dari aspek ekonomis.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana menentukan perencanaan interval perawatan berdasarkan Metode
1.3 Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Peralatan yang menjadi obyek penelitian adalah mesin Saturator R-301 dan
Komponen kritis yang dipilih memiliki presentase downtime kumulatif dibawah 80%
2. Penyelesaian masalah dibatasi sampai pada penentuan perencanaan kegiatan perawatan, penyebab kegagalan dan biaya perawatan berdasarkan interval
perawatan
3. Data biaya yang diambil adalah tahun 2010.
1.4 Asumsi
Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Proses produksi berada pada kondisi normal dan tidak terjadi perubahan saat pengambilan data
2. Harga mesin dan komponenya tidak berubah selama penelitian berlangsung.
1.5 Tujuan penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menentukan interval perawatan berdasarkan RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II Decision Worksheet.
1.6 Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti
Mengaplikasikan teori manajemen parawatan yang telah diperoleh selama perkuliahan serta menambah pengetahuan tentang penerapan manajemen perawatan di lapangan.
2. Bagi Universitas
Memperkaya wawasan pengetahuan sebagai bahan study bagi rekan-rekan mahasiswa dan juga sebagai pertimbangan bagi mahasiswa yang ingin mengerjakan tugas akhir.
3. Bagi Perusahaan
Menyajikan informasi lengkap mengenai kegiatan dan interval perawatan berdasarkan RCM II Decision Worksheet serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam merencanakan manajemen perawatan.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari beberapa literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini dan menjadi acuan atau pedoman dalam melakukan penelitian agar benar-benar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ketiga ini menjelaskan urutan langkah-langkah secara sistematis dalam setiap tahapan penelitian yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan tersebut merupakan suatu kerangka yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penelitian.
BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan tentang pengolahan data dan analisanya sehingga didapat hasil perhitungan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi berikut dengan pembahasan dari hasil yang telah diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan secara keseluruhan dan saran-saran yang diberikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak instansi terkait.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Perawatan
Kegiatan perawatan (Maintenance) merupakan suatu fungsi yang sama
pentingnya di dalam suatu perusahaan dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi,
keuangan, ataupun personalia. Kegiatan perawatan yang dilakukan ini
dimaksudkan untuk menjaga peralatan dan fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan
agar fasilitas tersebut dapat dipakai (dalam kondisi stabil).
Secara definisi menurut Sofyan Assuari (2003) dikatakan bahwa
perawatan adalah “suatu kegiatan untuk memelihara atau menjaga peralatan
pabrik dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang diperlukan agar terdapat
suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan”.
Sedangkan menurut Elwood S. Buffa (2003) pengertian perawatan adalah
“prosedur-prosedur pengawasan kualitas mutu direncanakan untuk menjajaki ciri
khas dari kualitas atau mutu dan untuk mengambil tindakan untuk
mempertahankan serta memelihara kualitas atau mutu dalam batas-batas tersebut”
Dari kedua pendapat tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
definisi perawatan adalah “Suatu kegiatan untuk menjaga dan mengadakan
perbaikan terhadap peralatan pabrik dalam mempertahankan kualitas yang
diperlukan, agar terdapat suatu keadaan operasi yang memuaskan sesuai dengan
Jadi dengan adanya kegiatan perawatan yang baik dan tepat, maka
peralatan atau fasilitas pabrik diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi
sesuai dengan apa yang direncanakan dan tidak mengalami kerusakan selama
jangka waktu yang telah ditentukan.
2.1.1 Tujuan Manajemen Perawatan
Beberapa tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang
aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan
Industri, 2003 : 16-17) :
1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan
semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan
adanya proteksi yang aman dari investasi modal.
2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang
dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.
3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk
manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan
khususnya.
4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian
operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga
standar perawatan yang benar.
5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan
melalui latihan.
Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan dan isinya).
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment)
maksimum yang mungkin.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.
2.1.2 Jenis-Jenis Perawatan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat
dibagi menjadi dua cara, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan Industri,
2003;27) :
1. Planned Maintenance
Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan
ke masa depan, terkontrol dan tercatat.
2. Unplanned Maintenance
Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned
emergency maintenance).
Kegiatan perawatan atau maintenance yang dilakukan dalam suatu perusahaan
pabrik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan
Operasi. 2003; 124-126) :
1. Preventive Maintenance(Time Base Maintenance)
Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk
yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu
proses produksi.
a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.
b. Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya
setiap satu minggu sekali, meningkat menjadi satu bulan sekali.
2. Corrective Maintenance
Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah
terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan,
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.
3. Improvement Maintenance
Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat
menjadi maksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance
adalah :
a. Memudahkan operasi dari suatu mesin.
b. Memudahkan pemeliharaan.
c. Menaikan hasil kapasitas produksi.
d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidak efisienan dari penggunaan
suatu mesin.
e. Meningkatan keselamatan kerja.
Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut
(Blanchard, Maintainability : a key to effective service ability and maintenance
1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan
dengan memonitor kondisi program perawatan preventif dimana metode
memonitor secara langsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan
secara teliti.
2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance free
design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM).
3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses
data yang diperlukan untuk perawatan.
4. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau
pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer.
Gambar 2.1 Grafik Time Base Maintenance dan Condition Base Maintenance
Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)
2.1.3 Tugas dan Kegiatan Perawatan
Perawatan merupakan fungsi yang sangat penting dalam suatu perusahaan
untuk menjamin kelancaran proses produksinya, maka dengan adanya bagian
dasarnya tugas dari bagian perawatan meliputi (Hamsi, Alfian. Manajemen
Pemeliharaan Pabrik. 2004 ; 9) :
1. Perencanaan dan penugasan
2. Pemeriksaan dan pengawasan
3. Pengawasan bahan
4. Pekerjaan lapangan
5. Pekerjaan bengkel
Kegiatan-kegiatan perawatan, dapat digolongkan ke dalam salah satu dari
lima pokok berikut (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. 2003 ;
129-130) :
1. Inspeksi (inspections)
Meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine
Schedule Check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta
kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan.
2. Kegiatan Teknik (Engineering)
Meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan
pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.
3. Kegiatan Produksi
Kegiatan produksi ini merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan
mereparasi mesin dan peralatan, melaksanakan pekerjaan yang disarankan
atau diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan
Simbol Pengertian
Untuk Operasi
Untuk Pemeriksaan
Proses operasi dan
inspeksi
Untuk penyimpanan /
menunggu
Untuk Transportasi
Tabel 2.1 simbol simbol kegiatan produksi
4. Pekerjaan Administratif
Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya yang
berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang
dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, dan
komponen yang tersedia di bagian pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)
Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan
terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan
kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan
teknik dan produksi dari bagian perawatan.
Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu
a. Mengeliminasi pengaruh faktor lingkungan
b. Melaksanakan program pemeliharaan pencegahan
c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan,
kebijakan suku cadang, pelatihan)
2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan
cara :
a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)
b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance
Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).
c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan
d. Menyelenggarakan pelatihan
Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau
pengevaluasian sebagai berikut :
1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time
Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dua saat kerusakan
atau kegagalan peralatan
2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To
Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi
instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.
2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan bila kebijaksanaan (policy)
menjamin bahwa pemeliharaan dilaksanakan dengan efisiensi yang maksimum,
dan alat-alat tersebut harus dapat beroperasi pada saat ia dibutuhkan. Tujuan ini
dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan
telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak
dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan :
a. Operational requirements
Faktor OR sangat penting dalam menentukan kebijaksanaan
pemeliharaan. Dengan OR dimaksudkan agar fungsi suatu peralatan harus
dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi yang bagaimana ia harus menunjukkan
fungsinya tersebut. Dan tujuan dari organisasi pemeliharaan adalah untuk
menjamin bahwa operasional dapat dicapai dengan biaya minimum.
b. Equipment characteristics (EC)
EC mencakup bagaimana suatu alat dibuat secara elektrik dan mekanik,
dan cara bagaimana ia bisa bekerja secara memuaskan dan memenuhi
operasional yang dikehendaki. Semakin besar kekomplekan suatu alat semakin
sulit tugas pemeliharaan, karena akan semakin sulit pula mengisolir
kegagalan. Bila tugas tsb semakin sulit, maka kebutuhan untuk pelatihan yang
baik atau alat-alat bantu untuk pelaksanaan tugas akan semakin meningkat
kepentingannya. Adalah sangat penting memperhatikan
persyaratan-persyaratan awal (precaution) operasi suatu alat untuk keperluan keselamatan
yang mencakup karakteristik elektrik dan mekanik. Karakteristik lain yang
penting diperhatikan adalah persyaratan lingkungan kerja alat, yaitu kondisi
sangat penting adanya hubungan yang erat antara kondisi lingkungan,
keandalan dan kebijaksanaan pemeliharaan.
c. Aids to maintenance
Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk
pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation
manuals, service manuals) untuk keperluan pemeliharaan.
d. Training
Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka training
adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan
kebijaksanaan pemeliharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan
dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan
mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus
pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang
dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan
cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa
training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan
dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah
kurangnya kemampuan teknisi yang ada.
e. Job environment
Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya
dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja,
faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan
suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia
Kebijaksanaan perawatan yang paling baik adalah hasil kombinasi optimum
dari kontribusi faktor-faktor tersebut diatas. Dan adalah agak sulit untuk
menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi
untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya
adalah merupakan hasil keseimbangan diantara faktor-faktor tersebut. Sudah tentu
ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang
diperoleh. Beberapa aspek yang penting dalam hal ini adalah :
1. Data informasi keadaan alat (status alat)
2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan sistem
kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses
yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap
data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat
kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.
3. Informasi khusus mengenai alat adan informasi umum tentang komponen
(basis data instrumen).
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pemeliharaan
Sumber : Pemeliharaan Instrumentasi Nuklir (Prajitno, 2005)
2.3 Kegagalan (Failures)
Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item
dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk
menjalankan fungsinya. Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok, yaitu (Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan.14-17) :
1. Kegagalan primer (primary failure)
Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada
dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang
diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi
perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap
bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada
design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur
dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan
material merupakan contoh dari kegagalan primer.
2. Kegagalan sekunder (secondary failure)
Kegagalan sekunder dapat dikatakan sama dengan kegagalan primer
kecuali kegagalan komponen terjadi diluar perhitungan. Stres yang berlebihan
yang diterima komponen baik pada masa lalu maupun pada saat sekarang
merupakan penyebab kegagalan sekunder. Stres ini melibatkan amplitudo dari
kondisi yang tidak dapat ditolrir, frekuensi, durasi, atau polaritas, dan input
sumber-sumber energi termal, mekanikal elektrikal, kimia, magnetik, atau
atau lingkungan disekitar komponen yang mengalami kegagalan, yang
melibatkan kondisi meteorologi atau geologi, dan sistem engineering yang
lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menybabkan
terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu
dicatat bahwa stres yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin
komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stres yang
dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen
yang direparasi.
3. Kesalahan perintah (command faults)
Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam
keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau
noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan
komponen pada keadaan semula.
Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen
Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen.
Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component
failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary
failure, (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang
mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.
2.4 Keandalan
Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu
instrument dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan
pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat essensial bagi orang-orang
pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah
pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya
andal, mana yang kurang andal akan sangat membantu tugas pemeliharaan.
Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari faktor-faktor:
temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping metoda
khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap desain.
Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu
komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu
periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian
yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan
Menentukan keandalan dalam pengertian operasional mengharuskan definisi
diatas dibuat lebih spesifik (Abbas, Sachbudi. Rekayasa Keandalan Produk. 2005
; 2) :
1. Harus ditetapkan definisi yang jelas dan dapat diobservasi dari suatu
kegagalan. Berbagai kegagalan ini harus didefinisikan relatif terhadap fungsi
yang dilakukan oleh komponen atau sistem.
2. Unit waktu yang menjadi referensi dalam penentuan keandalan harus
diidentifikasikan dengan tegas.
3. Komponen atau sistem yang diteliti harus diobservasikan pada performansi
normal. Ini mencakup beberapa faktor seperti beban yang didesain,
lingkungan, dan berbagai kondisi pengoperasian.
2.4.1 Fungsi Keandalan
Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya
adalah waktu dengan :
{
T t}
P tR( )= ≥ ... (2.1)
dimana : R(t)≥0,R(0)=1 dan lim ( )=0 ∞
→ R t
t
R(t) = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau
sama dengan t
Jika didefinisikan menjadi :
} { ) ( 1 )
(t R t P T t
F = − = < ... (2.2)
dimana : F(0) = 0 dan lim ( )=1 ∞
→ F t
t
F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t
Pada saat t = 0 komponen atau sistem berada dalam kondisi akan
kegagalan pada saat t = 0 adalah 0. Pada saat t = ∞, probabilitas untuk mengalami
kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung
mendekati 1 (Ebeling, Charles E. Reliability and Maintanability Engineering.
1997 ; 23-24).
Dengan berpedoman bahwa R(t) sebagai fungsi keandalan dan F(t) sebagai
fungsi distribusi kumulatif dari distribusi kegagalan, maka :
dt t dR dt
t dF t
f( )= ( ) =− ( ) ... (2.3)
Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini
menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f(t)≥0 dan
1 ) (
0 =
∫
∞ f t d t , sehingga∫
=
t
dt t f t F
0
) ( )
( ... (2.4)
∫
∞
=
t
dt t f t
R( ) ( ) ... (2.5)
2.4.2 Laju Kegagalan
Laju kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu
kurva dengan variabel random waktu sebagai absis dan laju kegagalan dari
komponen atau sistem sebagai ordinat. Kurva bathub ini terdiri dari tiga buah
bagian utama, yaitu masa awal (burn-in period), masa yang berguna (useful life
period), dan masa aus (wear out period).
Gambar 2.4 Kurva Bathub
Sumber : Reliability And Maintainability Engineering (Charles E. Ebeling)
1. Periode 0 sampai dengan t1, mempunyai waktu yang pendek pada permulaan
bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun
dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure
Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan kesalahan dalam
proses menufacturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan
berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya
dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah
melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di
pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan
(burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull
dengan α >1
2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang
disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life
Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode
0 t1 t2
t
λ(t)
Random Failures Early Failures
Burn-in Useful life Wearout
pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan
dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu.distribusi yang
sesuai adalah distribusi Eksponensial atau Weibull dengan α =1
3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan
bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate
(IFR). Hal ini terjadi karena proses keausan peralatan. Model distribusi yang
sesuai adalah Distribusi Weibull dengan α >1
Gambar 2.5 Failure Rate
Sumber : Maintenance Planning and Schedulling (Timoty C. Kister)
Probabilitas dari komponen untuk mengalami kegagalan pada interval waktu
diekspresikan dalam bentuk fungsi distribusi kumulatif sebagai F(t+∆t)−F(t)
sehingga menjadi :
) ( ) ( ) ( ) ( t R t F t t F t T t t T t
P < ≤ +∆ > = +∆ − ... (2.6)
Dengan interval waktu ∆t dan membuat ∆t→0, maka akan diperoleh laju
kegagalan dari suatu komponen dan diekspresikan dengan notasi z(t)
(Dwi Priyanta, 13-15).
) ( 1 . ) ( ) ( lim ) (
0 t R t
t F t t F t z t ∆ − ∆ + = →
∆ ... (2.7)
) ( ) ( ) ( t R t f t
z = ... (2.8)
Persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.3) menjadi :
dt t dR t R t
z ( )
) ( 1 )
( =− ... (2.9)
Kedua ruas 0 sampai t diintergralkan dan disubtitusikan dengan R(0) = 1
menjadi : ) ( ln ) ( 0 t R dt t z t − =
∫
... (2.10)Atau
e
t
du u z t
R = −∫0
) (
)
( ... (2.11)
Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = λ maka berubah menjadi :
e
tt
R( )= −λ ... (2.12)
2.4.3 Mean Time To Repair
Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu produk atau system
mulai rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean
berulang-ulang dapat mengakibatkan perbaikan yang berbeda-beda. MTTR
diperoleh dengan menggunakan rumus :
∫
∫
∞ ∞ − = = 0 0 )) ( 1 ( ) (.h t dt H t dt
t
MTTR ... (2.18)
Dimana :
h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan
H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan
t : waktu
2.4.4 Distribusi Kegagalan
Distribusi kegagalan yang sering digunakan di dalam teori keandalan
adalah distribusi Lognormal, Weibull dan Eksponensial. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing distribusi terebut, yaitu : (Priyanta, Dwi.
Keandalan dan Perawatan. 23-29)
1. Distribusi Lognormal
Time to failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi
lognormal bola y = ln T, mengikuti distribusi normal dengan probability
density function :
− = 2 2 ln 2 1 exp 2 1 ) ( med t t s st t f
π dan t≥0 ... (2.19)
Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :
= 2 exp 2 s t
MTTF med ... (2.20)
dengan variance :
[
exp( ) 1]
)
exp( 2 2
2
2 = −
s s
tmed
dan fungsi keandalan : Φ − = med t t s t
R( ) 1 1ln ... (2.22)
Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure
dan σ adalah variance.
2. Distribusi Weibull
Jika time to failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi
Weibull dengan tiga parameterβ,ηdanγ , maka probability density function
dapat dirumuskan sebagai :
e
t t t f β η γ β ηγ ηβ − − − − = 1 )( ... (2.23)
dengan : β = shape parameter, η = scale parameter, γ = shape parameter
Jika nilai dari γ = 0, maka akan diperoleh distribusi Weibull dengan dua
parameter yaitu β dan η dengan probability density function :
e
t t t f β η β η ηβ − − = 1 )( ... (2.24)
Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :
+ Γ +
= 1 1
β η γ
MTTF ... (2.25)
dengan variance sebagai :
+ Γ − + Γ = 2 2 2 1 1 1 2 β β η
σ ... (2.26)
dan fungsi keandalannya adalah :
e
t t R β η γ − − = )dimana Γ(x)adalah fungsi gamma :
∫
− −=
Γ x x y
dy e y x 0 1 )
( ... (2.28)
3. Distribusi Eksponensial
Jika time to failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara
eksponensial dengan parameter λ, maka probability density function dapat
dirumuskan sebagai :
t e t
f( )=λ −λ ... (2.29)
Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :
λ 1 ) ( 0 = =∞
∫
R t dtMTTF ... (2.30)
dengan variance :
∫
∞ − = − = 0 2 22 1 1
λ λ λ σ λ dt e
t t ... (2.31)
dan fungsi keandalannya yaitu :
t e t
R( )= −λ ... (2.32)
2.5 Diagram Pareto
Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto
(1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan
klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga
terendah. Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :
1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.
2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik.
4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang
terbesar hingga terkecil.
5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.
6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative
masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk
mendapat perhatian.
Gambar 2.6 Diagram Pareto
Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Patton)
Tujuan dari diagram pareto adalah (Ariani, Dorothea Wahyu. Pengendalian
Kualitas Statistik. 2004 ; 19) :
1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera
diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus
segera diselesaikan (rangking terendah).
2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha
3. Memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya terbatas untuk
menyelesaikan masalah.
4. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan
setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.
2.6 Reliability Centered Maintenance
Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan
untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset
fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya
saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham bahwa setiap
aset digunakan untuk memenuhi fungsi atau fungsi spesifik dan perawatan itu
berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus
memenuhi fungsinya untuk kepuasan user (Moubray, John. Reliability Centered
Maintenance second edition. 2005).
Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah (Hutabarat, Rilly.
Reliability Centered Maintenance) :
1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya
(maintainability) baik.
2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement
pada desain awal yang kurang baik.
3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan
kepada reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang
terjadi setelah sekian lama dioperasikan.
Kelebihan yang dimiliki oleh Reliability Centered Maintenance ini adalah
sebagai berikut :
1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih
efisien.
2. Meminimasi frekuensi dilakukannya overhaul.
3. Menurunkan biaya maintenance dengan mengeliminasi kegiatan maintenance
atau overhaul yang tidak perlu.
4. Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas
produksi.
5. Menambah keandalan komponen
Pada dasarnya Reliability Centered Maintenance berusaha menjawab
7 pertanyaan utama tentang item atau peralatan yang menjadi obyek penelitian.
Ketujuh pertanyaan mendasar Reliability Centered Maintenance tersebut antara
lain (Moubray, John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005 ; 7) :
1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks
operasional saat ini ?
2. Bagaimana item atau peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya ?
3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut ?
4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan ?
5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi?
6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah
masing-masing kegagalan tadi ?
7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak
2.6.1 Functions and Performance Standards
Dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa
beberapa aset fisik bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna dalam
operasi aktual, maka harus :
1. Ditentukan apa yang pengguna ingin lakukan.
2. Meyakinkan bahwa ini dapat dilakukan dimana penggunanya akan
mengoperasikannya.
Tujuan dari functions and performance standards adalah untuk
menentukan fungsi dari equipment systems agar dapat beroperasi sesuai dengan
performance standards yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan perusahaan.
Dengan berpedoman pada functions and performance standards, maka dapat
dilakukan identifikasi apakah fungsi dari system tersebut menjalankan fungsinya
dengan baik.
RCM mendefinisikan fungsi dari setiap aset disertai dengan performance
standards yang diharapkan. Apa yang pengguna ekspektasikan dalam melakukan
pengunaan dikategorikan dalam 2 fungsi, yaitu :
1. Fungsi primer merupakan fungsi utama, seperti output, kecepatan, kapasitas,
kualitas produk atau pelanggan.
2. Fungsi standar artinya dimana diharapkan bahwa setiap aset dapat melakukan
lebih dari fungsi primer, seperti keselamatan, baik bagi lingkungan,
pengendalian, integritas, struktur, ekonomi, proteksi maupun efisiensi operasi.
Para pengguna dari aset fisik biasanya dalam posisi terbaik dengan mengetahui
2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis
Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik
yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama
kali sekitar tahun 1950-an oleh para reliability engineers yang sedang
mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami
malfungsi. Teknik analisa ini lebih menekankan pada hardware-oriented
approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang
dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan
tingkat yang lebih tinggi.
FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem.
Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen,
rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya,
penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk
masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada
sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.
Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut :
1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan
keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.
2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat
diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan
operasional sistem telah dipertimbangkan.
3. Membuat list kegagalan potensial , serta mengidentifikasi seberapa besar
4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk
membuat daftar pemeriksaaan sistem.
5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.
6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk
membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu
bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.
7. Sebagai data input untuk studi banding.
8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.
Kegunaan dari Failure Modes and Effects Analysisadalah sebagai berikut :
1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah
terjadi.
2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi
kegagalan.
3. Pemakaian proses baru.
4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan.
5. Pemindahan komponen atau proses kea rah baru
Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA
harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity, occurrence, detection serta
hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN). Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu :
1. Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu
menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi
suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan
akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1
sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.
Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal Akibat pada produksi
1 Tidak ada
akibat
Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak ada penyesuaian yang diperlukan
Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian
2
Akibat sangat ringan
Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti
Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian
3 Akibat
ringan
Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan
Proses berada diluar pengendalian beberapa penyesuaian diperlukan
4 Akibat
minor
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil
Kurang dari 30 menit
downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi
5 Akibat
moderat
Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah
menimbulkan beberapa kegagalan produk
30 – 60 menit downtime
6 Akibat
signifikan
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk
1 – 2 jam downtime
7 Akibat
major
Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan
2 – 4 jam downtime
8 Akibat
ekstrim
Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin
4 – 8 jam downtime
9 Akibat
serius
Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja
> 8 jam downtime
10 Akibat
berbahaya
Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja
2. Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi
dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan (Possible
failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1
sampai 10.
Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA
Rating Kejadian Kriteria Verbal Tingkat Kejadian
1 Hampir tidak
pernah
Kerusakan hampir tidak pernah terjadi
>10.000 jam operasi mesin
2 Remote Kerusakan jarang terjadi 6.001 – 10.000 jam
operasi mesin
3 Sangat
sedikit
Kerusakan terjadi sangat sedikit
3.001 – 6.000 jam operasi mesin
4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam
operasi mesin
5 Rendah Kerusakan terjadi pada
tingkat rendah
1.001 – 2000 jam operasi mesin
6 Medium Kerusakan terjadi pada
tingkat medium
401 – 1.000 jam operasi mesin
7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi mesin
8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi
mesin
9 Sangat
tinggi
Kerusakan terjadi sangat
tinggi 2 – 10 jam operasi mesin
10 Hampir
selalu Kerusakan selalu terjadi < 2 jam operasi mesin
3. Detection
Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau
mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection,
yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk
ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table
dibawah ini :
Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA
Rating Akibat Kriteria Verbal
1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi
penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan
2 Sangat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat
tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial
kegagalan
3 Tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi
untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan
mode kegagalan
4 Moderat tinggi
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat
tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial
kegagalan dan mode kegagalan
5 Moderat
Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat
untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode
kegagalan
6 Rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah
untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode
kegagalan
7 Sangat rendah
Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat
rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan
mode kegagalan
8 Sedikit
Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan
untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode
kegagalan
9 Sangat sedikit Perawatan preventif memiliki sangat sedikit
dan mode kegagalan
10 Tidak pasti Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk
mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan
4. Risk Priority Number
Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari
keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan
menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence) dan
kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). RPN
dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
RPN = S x O x D ... (2.33)
Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek FMEA.
2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen yang dianalisa.
3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.
4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi .
5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan
system.
6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan.
7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari
suatu proyek tersebut terjadi.
8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat
9. Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang
didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus
RPN = S x O x D
2.6.3 Failure Consequences
Dalam Reliability Centered maintenance konsekuensi kegagalan
diklasifikasikan dalam 4 bagian yaitu (Moubray, John. Reliability Centered
Maintenance second edition. 2005;10-11) :
1. Hidden Failure Consequences
Dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat
setelah kegagalan berlangsung.
2. Safety and Environmental Consequences
Safety Consequences terjadi apabila sebuah kegagalan fungsi suatu item
mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja lainnya.
Environmental Consequences terjadi apabila kegagalan fungsi suatu item
berdampak pada kelestarian lingkungan.
3. Operational Consequences
Suatu kegagalan dikatakan mempunyai konsekuensi operasional ketika
berakibat pada produksi atau operasional.
4. Non Operational Consequences
Kegagalan tidak termasuk dalam konsekuensi keselamatan atau produksi
tetapi hanya melibatkan biaya perbaikan komponen.
2.6.4 Proactive Task
Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam rangka untuk
state). Kegagalan ini bisa dikenal dengan predictive dan preventive maintenance.
Dalam RCM predictive maintenance dimasukkan dalam aktifitas scheduled on
condition task, sedangkan preventive maintenance dimasukkan dalam scheduled
restoration task ataupun scheduled discard task. (Moubray, John. Reliability
Centered Maintenance second edition. 2005;11-14) :
1. Scheduled restoration task dan scheduled discard tasks
Scheduled restoration task adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada
saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi
saat itu. Sedangkan scheduled discard task adalah tindakan mengganti item
padasaat atau batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item
saat itu.
2. On-condition task
Kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure sehingga tindakan dapat
diambil untuk mencegah terjadinya functional failure.
2.6.5 Default Action
Tindakan ini dilakukan ketika predictive task yang efektif tidak mungkin
dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan. Default Action (Nordstrom,
Jakob. RCM-based maintenance plans for different operational conditions. 2007 :
26) meliputi :
1. Failure finding
Failure finding meliputi tindakan pemeriksaan, apakah suatu komponen masih
dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Failure finding hanya diaplikasikan
2. Redesign
Membuat suatu perubahan untuk membangun kembali kemampuan suatu
sistem. Hal ini mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan juga
perubahan prosedur.
3. No Scheduled Maintenance
No scheduled maintenance sering digunakan untuk kegagalan yang evident
(nyata) dan tidak mempengaruhi safety atau environment.
2.7 Biaya Pemeliharaan
Secara teoritis, total biaya pemeliharaan dapat digambarkan bahwa biaya
pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) akan berbanding terbalik dengan
biaya pemeliharaan preventif (preventive maintenance) seperti yang diuraikan
dalam kurva dibawah ini :
Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance
Sumber : Manajemen Operasional (Dr. Manahan P. Tampubolon, MM) Biaya
Optimasi (Biaya Pemeliharaan) Total Biaya (Total Cost)
Optimasi (Kebijakan Biaya Pemeliharaan yang rendah)
Breakdown Maintenance
Cost
Preventive Maintenance
Adapun biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan antara lain
biaya-biaya pengecekan, penyetelan (set-up), biaya service, biaya penyesuaian
(adjustment) dan biaya perbaikan (reparasi). Perbandingan biaya-biaya tersebut
perlu dilakukan dengan tujuan berikut :
1. Apakah sebaiknya dilakukan preventive maintenance atau corrective
maintenance, dimana biaya-biaya yang perlu diperhatikan adalah :
a. Jumlah biaya perbaikan yang perlu akibat kerusakan yang terjadi karena
adanya preventive maintenance, dengan jumlah biaya pemeliharaan dan
perbaikan akibat kerusakan yang terjadi, walaupun sudah diadakan
preventive maintenance dalam jangka waktu tertentu.
b. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap
suatu peralatan disertai dengan harganya.
c. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh peralatan
dengan jumlah kerugian yang dihadapi bila peralatan rusak dalam operasi
konversi.
2. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki di dalam perusahaan atau
di luar perusahaan, dengan memperbandingkan jumlah biaya yang akan
dikeluarkan.
3. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini
biaya-biaya yang perlu diperbandingkan antara lain :
a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan
tersebut.
Berdasarkan pada keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara
ekonomis belum tentu selamanya preventive maintenance yang terbaik dan perlu
diadakan untuk setiap mesin atau peralatan. Hal ini karena dalam menentukan
mana yang terbaik secara ekonomis, apakah preventive maintenance ataukah
corrective maintenance saja, harus dilihat faktor-faktor dan jumlah biaya yang
akan terjadi.
Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan
Sistem Karakteristik
Fisik Ekonomis
Produksi a.Fungsi kerja
b.Ciri Desain
c.Umur
d.Kondisi Operasi
e.Riwayat kerusakan
f. Kebutuhan servis
g.Pola keausan
h.Distribusi statistik untuk
kerusakan dan umur ekonomis
a. Harga beli
b.Biaya pemasangan
c. Biaya downtime (biaya
kesempatan)
Perawatan a. Prosedur inspeksi dan pengujian
b.Distribusi statistik untuk
waktu inspeksi, waktu repair,
waktu perawatan preventif
a. Biaya inspeksi
b.Biaya repair dan preventif
yaitu tenaga kerja, suku
cadang, overhead
c. Biaya idle dari peralatan
perawatan
Beberapa proses produksi mungkin menggunakan komponen atau fasilitas
dengan biaya pengadaan (investasi) yang rendah namun dalam jumlah yang besar.
dengan kebijaksanaan perawatannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan apakah
sebaiknya dilakukan perawatan dengan penggantian grup atau individu. Untuk
penggantian pencegahan ini dilakukan berdasarkan umur pakai dari komponen
yang disebut dengan model Age Replacement. Tujuan model ini adalah untuk
menentukan umur optimal dimana penggantian pencegahan harus dilakukan
sehingga dapat meminimasi total downtime. Penggantian pencegahan dilakukan
dengan menetapkan kembali interval waktu penggantian pencegahan berikutnya
sesuai dengan interval yang telah ditentukan jika terjadi kerusakan yang menuntut
dilakukannya tindakan penggantian.
Asumsi yang digunakan pada model Age Replacement ini adalah :
1. Laju kerusakan komponen bertambah sesuai dengan peningkatan pemakaian
yang terjadi pada mesin tersebut.
2. Peralatan yang telah dilakukan penggantian komponen akan kembali pada
kondisi semula.
3. Tidak ada permasalahan dalam suku cadang.
Gambar 2.8 Model Age Replacement
Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine)
Waktu 0
Penggantian
kerusakan Penggantian
pencegahan
Penggantian
kerusakan Penggantian
pencegahan
Gambar 2.9 Siklus dalam model Age Replacement
Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine)
Berdasarkan pada Gambar 2.5 diatas maka terdapat dua macam siklus
penggantian pada model Age Replacement sebagai berikut :
1. Siklus 1, siklus