(Studi Empir is Pada Per usahaan Manufaktur yang Ter daftar di Bur sa Efek Indonesia 2008-2011)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Hajar Okta Resty 0913010078/FE/AK
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
Bur sa Efek Indonesia Tahun 2008-2011)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pr ogram Studi Akuntansi
Diajukan Oleh : HAJ AR OKTA RESTY
0913010078 / FE/ EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
(Studi Empir is Pada Per usahaan Manufaktur yang Ter daftar di Bur sa Efek Indonesia 2008-2011)
Disusun O leh: HAJ AR OKTA RESTY
0913010078 / FE / EA
Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogr am Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur Pada tanggal 03 Mei 2013
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
dan hidayah-Nya. Sehingga tugas penyusunan skripsi dengan judul: “ANALISIS
PENGARUH KOMPENSASI BONUS, UKURAN PERUSAHAAAN,
MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJ EMEN
LABA (Studi Empir is Pada Per usahaan Ma nufaktur yang Ter daftar di Bur sa
Efek Indonesia 2008-2011)” dapat terselesaikan dengan baik.
Sebagaimana diketahui maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk
memenuhi sebagian persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur di Surabaya.
Sejak penelitian ini dimulai hingga tahap penyelesaian, peneliti menyadari
sepenuhnya bahwa tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa
pihak maka skripsi ini tidak mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebanyakbanyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan dosen
pembimbing penelitian yang dengan rela meluangkan waktunya untuk
membimbing dan memberi petujuk dalam penyelesaian skripsi ini
5. Bapak Hero Priono. SE, MSi, Ak selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
6. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
7. Kepada kedua orang tua peneliti yaitu bapak Machmud dan Ibu Munawaroh
tercinta, terima kasih atas kasih sayang, kesabaran, Do’a dan dukungan moril
maupun materil yang diberikan kepada peneliti dengan tulus ikhlas dan tanpa
pamrih.
8. Terima kasih kepada kakakku Eka walaupun jauh tapi selalu memberi
supportnya untuk menyelesaikan skripsi ini, dan mbak Ana yang memberi
masukan pembuatan skripsi ini, serta semua keluarga peneliti. Terima kasih
atas kasih sayang, kesabaran, pengertian, semangat, dukungan serta Do’a
yang diberikan kepada peneliti slama ini.
9. Semua Sahabatku Mery, Florence, Epi, Desy, kiky dan sahabat-sahabatku di
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi
ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca dan pihak lain demi kesempurnaan karya ini
Akhir kata peneliti berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat tidak hanya
bagi penulis sendiri, tetapi juga bagi teman-teman satu Program Studi Akuntansi dan
teman-teman di Fakultas Ekonomi serta pembaca pada umumnya.
Surabaya, April 2013
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... ... xii
ABSTRAK ... ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 4
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
BAB II :TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Penelitian Terdahulu ... 6
2.2 Landasan Teori ... 8
2.2.1. Asimetri Informasi ... 8
2.2.2. Teori Keagenan ... 9
2.2.3. Manajemen Laba ... 11
2.2.3.4. Teknik Manajemen Laba ... 15
2.2.3.5. Model Pendeteksian Manajemen Laba ... 16
2.2.4. Kompensasi Bonus ... 19
2.2.5. Ukuran Perusahaan ... 20
2.2.6 Corporate Governance ... 21
2.2.6.1. Definisi Corporate Governance ... 21
2.2.6.2. Manfaat Corporate Governance ... 22
2.2.6.3. Prinsip-prinsip Corporate Governance ... 23
2.2.6.4. Mekanisme Corporate Governance ... 24
2.3. Kerangka Pikir ... 29
2.4. Hipotesis ... 35
BAB III : METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel . 36 3.2. Teknik Penentuaan Populasi dan Sampel ... 42
3.2.1. Populasi ... 42
3.2.2. Sampel ... 43
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.3.1. Jenis Data ... 45
3.3.2. Sumber Data ... 45
3.3.3. Metode Pengumpulan Data ... 45
3.4.3.1. Uji Penilaian Model ... 48
3.4.3.2. Uji Kecocokan Model ... 48
3.4.3.3. Uji Parameter dan Interpretasi ... 49
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1.Deskripsi Obyek Penelitian ... 51
4.1.1.Sejarah PT Bursa Efek Indonesia ... 51
4.1.2.Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia ... 52
4.1.3.Gambaran Umum Perusahaan Sampel ... 53
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54
4.2.1. Manajemen Laba ... 54
4.2.2. Kompensasi Bonus ... 59
4.2.3. Ukuran Perusahaan... 61
4.2.4. Kepemilikan Manajerial ... 63
4.2.5. Kepemilikan Institusional ... 65
4.2.6. Dewan Komisaris Independen ... 67
4.2.7. Komite Audit ... 69
4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 71
4.3.2.3. Estimasi Parameter dan Interpretasi ... 76
4.3.3. Uji Hipotesis ... 77
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 78
4.4.1. Implikasi Penelitian ... 83
4.4.2. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Dahulu ... 84
4.4.3. Keterbatasan Penelitian ... 85
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
5.1. Kesimpulan ... 86
5.2. Saran ... 87
Efek Indonesia 2008-2011)
Oleh
Hajar Okta Resty Abstr aksi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kompensasi bonus, ukuran perusahaan, mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2011.
Objek Penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang sudah go public. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling sehingga sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini berjumlah 35 perusahaan dari 147 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel yang digunakan adalah kompensasi bonus, ukuran perusahaan, mekanisme corporate governance
(kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit) sebagai variabel independen, sedangkan sebagai variabel bebasnya adalah manajemen laba. Dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah statisti deskriptif dan regresi logistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keenam variabel independen yaitu kompensasi bonus, ukuran perusahaan, mekanisme corporate governance yang digunakan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya (manajemen laba).
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia usaha begitu kompetitif. Setiap perusahaan mempunyai peluang untuk memperoleh keuntungan yang besar. Keuntungan yang besar akan memberikan peluang untuk mendapatkan modal dari investor juga akan besar. Setiap investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang mempunyai laba yang bagus karena pada umumnya laba yang bagus akan mencerminkan prospek usaha yang bagus dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasikan laba. Sehingga informasi laba sangat diperlukan oleh calon investor guna bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi atau tidak pada suatu perusahaan.
Informasi laba dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang dibuat setiap periode tahun buku. laporan keuangan terdiri dari lima jenis yaitu laporan laba/rugi, neraca, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan akan memudahkan calon investor untuk meramalkan dan menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Sehingga tujuan jangka panjang seorang
Faktor-faktor yang membuat seorang investor memutuskan untuk berinvestasi ini, membuat pihak manajemen terdorong untuk melakukan manajemen laba.
Menurut Schipper (1989) dalam Rahmawati dkk (2006) manajemen laba adalah suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
Manajemen laba dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Karena manajemen harus mempertanggungjawabkan atas tugas yang diberikan padanya. Menurut Hansen dan mowen (2009:561) pusat pertanggungjawaban manajemen dibagi menjadi 4 jenis utama pusat pertanggungjawaban yaitu: pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi. Sedangkan pihak pemegang saham selalu menginginkan laba yang tinggi untuk mencapai kepuasan pribadi yang mensejahterakan hidupnya. Maka untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi khususnya pemegang saham (principal) dan manajemen (agent)
tersebut digunakan teori keagenan sebagai pengendali tujuan di antara pemegang saham dan manajemen.
perusahaan. Dalam penelitian ini mekanisme corporate governance yang digunakan untuk menunjukkan pengaruh manajemen laba yaitu: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit.
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan sebagian saham oleh manajemen. Dimana adanya kepemilikan manajerial ini diharapkan dapat menyamakan persepsi dan motivasi dengan pemilik sehingga masalah keagenan akan berkurang. Sedangkan kepemilikan institusional adalah adanya kepemilikan saham oleh institusi. Adanya kepemilikan institusional diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap manajemen sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya manajemen laba.
Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak termasuk sebagai anggota manajemen. Keberadaan dewan komisaris independen untuk melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen.
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris guna membantu dewan komisaris melakukan pengawasan perusahaan agar harapan untuk terciptanya good corporate governance dapat tercapai.
Sedangkan kompensasi bonus adalah suatu bentuk balas jasa atau penghargaan yang diterima tenaga kerja atas prestasi kinerjanya yang diberikan pada perusahaan. Adanya kompensasi bonus ini dapat mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba demi bonus yang dijanjikan pemegang saham apabila target laba yang diinginkan dapat tercapai.
akan semakin berkurang karena perusahaan besar sering menjadi sorotan publik maupun pemerintah.
Penelitian mengenai manajemen laba ini sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti lain. Namun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumya yaitu penelitian-penelitian sebelumnya hanya mencoba mengindikasi adanya manajemen laba sehingga pengukurannya menggunakan model regresi berganda. Sedangkan penelitian ini memberi keputusan atas ada atau tidaknya praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan dan penelitian ini diukur menggunakan model regresi logistik
Maka dengan adanya prinsip good corporate governance tersebut diharapkan dapat menjadi penghambat aktivitas perekayasaan dalam laporan keuangan. Sehingga dengan adanya fenomena yang telah banyak terjadi dalam dunia bisnis ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI BONUS, UKURAN
PERUSAHAAN, MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP MANAJ EMEN LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bur sa Efek Indonesia 2008-2011) ”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan oleh peneliti yaitu:
3. Apakah mekanisme corporate governance dalam kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit berpengaruh terhadap manjemen laba?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
mengetahui pengaruh kompensasi bonus, ukuran perusahaan dan mekanisme
corporate governance terhadap manajemen laba.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Bagi peneliti, untuk mengetahui bagaimana ukuran perusahaan dan mekanisme corporate governance dalam mempengaruhi manajemen laba.
2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi para pembacanya, khususya bagi disiplin ilmu akuntansi. 3. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai analisis pengaruh kompensasi bonus, ukuran perusahaan, mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba adalah sebagai berikut:
Halima Sathila Palestin (2006) dalam penelitian yang berjudul Analisis Struktur Kepemilikan, Praktik Corporate Governance dan Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba. Penelitian Halima ini disimpulkan struktur kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen dan kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan Komite audit dan ukuran KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Welvin I Guna dan Arleen Herawaty (2010) melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh mekanisme good corporate governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap manajemen laba”. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa leverage, kualitas audit dan profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan Kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, independensi dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
investor, prosentase jumlah saham yang dimiliki manajer, predicted sign positif, susunan komite audit, debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Dalam penelitian ini hanya jumlah anggota dewan direksi yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Adapun tabel 2.1 mengenai penelitian terdahulu, sebagai berikut:
No Peneliti Judul Variabel Hasil
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Asimetri infor masi
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan (Rahmawati, dkk, 2006 dalam Setyantomo 2011). Sehingga manajemen sebagai pihak internal yang lebih mengetahui mengenai kondisi dan prospek perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi akuntansi seperti laporan keuangan perusahaan kepada pemilik.
Laporan keuangan disusun untuk memberikan informasi bagi pihak internal maupun pihak eksternal yang berkepentingan terhadap posisi dan kondisi keuangan perusahaan. Laporan keuangan digunakan sebagai tolak ukur atas kinerja manajemen untuk meningkatkan laba perusahaan yang akan berakibat pada keuntungan yang lebih besar bagi pemegang saham. Sehingga pemegang saham mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen.
Menurut Scott (2000) dalam Wishnumurti (2010) terdapat dua tipe asimetri informasi, yaitu:
1. Adverse selection
2. Moral hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi yang terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dengan pengendalian perusahaan. Sehingga setiap tindakan dan keputusan manajemen dalam perusahaan tidak sepenuhnya diketahui oleh pemegang saham. Dan hal ini akan memicu timbulnya tindakan manajemen di luar kontrak yang telah disepakati dengan pemegang saham.
Asimetri informasi dapat menimbulkan konflik diantara pemegang saham
(principal) dengan manajemen (agent) untuk saling mencari keuntungan pribadi masing-masing yang disebut dengan sifat oportunis dengan cara memanfaatkan pihak lain.
2.2.2. Teori Keagenan (Agency Theory)
pemegang saham yang selama ini mempunyai perbedaan kepentingan. Salah satu kendala yang akan muncul antara agent dan principal adalah adanya asimetris informasi. Adanya asimetri informasi sebagai akibat dari timbunya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen yang disebut dengan agency problems. Akibatnya pihak principal tidak dapat mengetahui sepenuhnya atas informasi tentang kondisi perusahaan. Sehingga hal ini mendorong untuk pihak agen melakukan manajemen laba yang memungkinkan memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri. Teori keagenan dalam Setyantomo (2011) mengasumsikan bahwasannya sifat manusia dibagi menjadi tiga:
a. manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest),
b. manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan
c. manusia selalu menghindari resiko (risk averse) (Eisenhardt, 1989 dalam Setyantomo, 2011).
Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak yaitu prinsipal dan agen berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.
2.2.3. Manajemen Laba
2.2.3.1. Definisi Manajemen Laba
Assih dan Gudono (2000) dalam Setyantomo (2011) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu proses pengambilan langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik di dalam maupun di luar batas
General Accepted Accounting Prinsip (GAAP).
Definisi manajemen laba Scoot (2000) dalam Ningsaptiti (2010) adalah sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Scoot mengungkapkan ada dua cara untuk memahami manajemen laba:
1. sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan kemampuan kinerjanya dalam perusahaan agar mendapat kontrak kompensasi, kontrak utang, dan biaya politik
2. memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana manajemen laba memberi manajer wewenang untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
secara sengaja oleh manajemen untuk mencapai tingkat keuntungan maksimum. Manipulasi laba timbul karena adanya fleksibilitas manajemen dalam pembuatan kebijakan bagi perusahaan yang diperoleh dari kontrak yang telah disepakati antara pemegang saham dengan manajemen. Dari wewenang tersebut akan timbul suatu kebijakan yang bersifat subyektif oleh manajemen. Dalam kebijakan yang subyektif tersebut akan memicu adanya peluang manajemen untuk melakukan manajemen laba.
2.2.3.2. Bentuk Manajemen Laba
Scoot (1997) dalam Putra (2011) mengemukakan bentuk-bentuk manajemen yang dapat dilakukan oleh manajer, yaitu:
1. Taking a bath
Taking a bath terjadi ketika adanya tekanan dalam organisasi. Ketika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang seharusnya dibebankan pada periode yang akan datang harus dibebankan pada periode berjalan. Sehingga laba periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun hal ini tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sedang mengalami kemunduran.
2. Income Minimization
penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud, dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Sehingga laba yang dilaporkan oleh perusahaan menjadi lebih kecil.
3. Income Maximization
merupakan suatu tindakan melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Adanya perencanaan bonus ini mendorong manajer untuk menaikkan laba demi mendapatkan bonus yang lebih besar. Jadi income maximization dilakukan ketika perusahaan mengalami penurunan laba.
4. Income Smoothing
Merupakan bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara melakukan perataan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal. Karena pihak eksternal terutama investor lebih menyukai laba yang stabil setiap periodenya dibandingkan dengan laba yang berfluktuasi.
2.2.3.3. Motivasi Manajemen Laba
1. Rencana Bonus (Bonus Scheme)
Adanya rencana bonus yang telah diketahui manajer tersebut akan memotivasi manajer melakukan tindakan oportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Kontrak Utang Jangka Panjang
Dalam faktor ini manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal ini dilakukan apabila perusahaan semakin dekat dengan pelanggaran perjanjian hutang.
3. Motivasi Politik (Political Motivation)
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Tindakan ini dilakukan karena adanya motivasi untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah serta menghindari tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang ketat.
4. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivation)
5. Pergantian CEO
Adanya pergantian CEO menjadi faktor yang mempengaruhi manajer melakukan manajemen, dimana CEO yang akan mendekati masa pensiunnya akan cenderung menaikkan laba untuk memperoleh bonus yang tinggi bahkan jika perusahaan mengalami penurunan kinerja, CEO akan cenderung menaikkan laba. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah atau membatalkan rencana pemecatannya.
6. Penawaran Saham Perdana (Initial Pabric Offering)
Bagi perusahaan yang baru go public nilai perusahaan akan sangat penting untuk mempengaruhi persepsi pihak eksternal. Persepsi pihak ekstenal akan dipengaruhi dari informasi keuangan yang tercantum dalam laporan keuangan, dimana dalam laporan keuangan akan menunjukan kinerja dan prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Sehingga dengan motivasi ini akan membuat manajer melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan pada pasar modal.
2.2.3.4. Teknik Manajemen Laba
1. Memanfaatkan Peluang untuk Membuat Estimasi Akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah Metode Akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan.
2.2.3.5. Model-model Pendeteksian Manajemen Laba
Riahi dan Belkaoui (2007:201) model-model pemisahan akrual pilihan adalah sebagai berikut:
1. The Healy Model
= 1/n Σ ( / )
= nilai rata-rata dari akrual total
γ = lambang tahun
2. Model De Anggelo
NDAt = /
Keterangan: 1) NDAt = estimasi non discretionary accrual
2) TAt-ı = total accrual dibagi total aktiva 1 tahun sebelum tahun t
3. The Jones Model
Tujuan utama model Jones adalah untuk mengendalikan pengaruh perubahan dalam kondisi perusahaan pada akrual bukan pilihan.
NDAt= αı(1/TAt-ı)+ α (∆REVt / TAt-ı) + α (PPEt/TAt-ı)
Keterangan:
∆REVt = Revenue pada tahun t dikurangi revenue pada tahun t-ı dibagi total aktiva tahun t-ı
PPEt = aktiva tetap kotor pada tahun t dibagi total aktiva tahun t-ı
At-ı = total aktiva tahun t-ı
αı,α ,α = firm- specific parameters
4. Modified Jones Model
= α [
ı] + α [(∆REVt - ∆RECt) / ]+ α (PPEt/ ) Keterangan:
∆RECt = net receivable (piutang bersih) pada tahun t dikurangi piutang bersih pada tahun t-ı dibagi total aktiva tahun t-ı
5. Industry Model
NDAt = + median (TAτ/ )
6. Model Kang dan Sivaramakrishnan
, = ∅ + ∅ [ . , ] + ∅[ . , ] + ∅ [ . , ] + ,
, = saldo akrual
, = piutang, di luar pengembalian pajak
, = persediaan
, = aktiva lancar lainnya selain kas, piutang, dan persediaan
, = utang lancar tanpa pajak dan utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun
, = penyusutan dan amortisasi
, = pendapatan penjualan bersih
, = aktiva tetap kotor
, = aktiva total bersih
, , ,… = rasio perputaran
. =
,
,
− 1
. = ( , + , - , ) / ,
, = , -1 / ,
2.2.4. Kompensasi Bonus
Kompensasi merupakan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk diberikan kepada karyawannya sebagai balas jasa atas prestasi
kinerja yang baik dari karyawan tertentu yang prestasinya di atas standar prestasi
yang ditentukan dalam perusahaan.
Adanya kompensasi bonus, mendorong manajer untuk cenderung melakukan
tindakan yang mengatur laba bersih untuk dapat memaksimalkan bonus yang
mereka terima. Sehingga kemungkinan adanya praktek manajemen laba pada
perusahaan yang memberikan kompensasi bonus pada karyawannya akan sangat
2.2.5. Ukur an Perusahaan
Dalam size hypothesis yang dipaparkan oleh Watt dan Zimmerman (1986)
yang berasumsi bahwa perusahaan besar secara politis lebih besar melakukan
transfer political cost dalam kerangka politic process, dibandingkan dengan
perusahaan kecil.
Menurut Machfoed (1994) dalam Muliati (2011) menjelaskan bahwa pada
dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan
besar (large firms), perusahaan sedang (medium firms), perusahaan kecil (small
firm.
Menurut Hartono (2000:254) bahwa perusahaan besar merupakan subyek dari
tekanan politik sehingga jika melaporkan laba yang berlebihan nantinya akan
menarik perhatian politikus dan dapat dicurigai melakukan monopoli.
Dalam perusahaan besar resiko yang akan diterima akan lebih tinggi karena
pada perusahaan besar terdapat banyak pihak-pihak yang berkepentingan.
Sehingga perusahaan besar akan lebih menjadi sorotan oleh publik, diantaranya
bagi calon investor dan pemerintah. Bagi calon investor, suatu perusahaan besar
akan lebih menjadi sorotan karena perusahaan besar akan lebih menawarkan
prospek bisnis yang bagus, sehingga calon investor akan lebih memperhatikan
sehat atau tidaknya perusahaan tersebut untuk membuat keputusan berinvestasi
atau tidak berinvestasi. Sedangkan bagi pemerintah, semakin besar ukuran suatu
perusahaan maka kontribusi pajak yang dikenakan akan semakin besar pula dan
akan memberikan kontribusi pajak yang besar, dimana pajak merupakan salah
satu pendapatan terbesar negara
Jadi semakin besar ukuran suatu perusahaan maka semakin kecil pula tindakan
curang oleh pihak manajemen karena mereka menghindari resiko yang besar yang
akan diterimanya jika melakukan kecurangan dalam hal ini manajemen laba.
2.2.6. Corporate Governance
2.2.6.1. Definisi Corporate Governance
FCGI (2001) dalam Ningsaptiti (2010) mendefinisikan corporate governance
sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang
saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.
Menurut Khomsiyah (2007) mendefinisikan bahwa “corporate governance”
merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan
kewajiban masing-masing dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan semua
pihak”.
Menurut Daniri (2005:7) dalam Novyana (2010) corporate governance adalah
mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh
perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan
pertanggungjawaban kepada stakeholders.
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa corporate governance
merupakan suatu sistem yang dibentuk oleh perusahaan sebagai upaya untuk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar berjalan dengan baik sesuai
tugas dan wewenang masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya serta
memperoleh hasil sesuai yang diharapkan.
2.2.6.2. Manfaat Cor porate Governance
Manfaat corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI, 2001 dalam Ningsaptiti, 2010) adalah:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
2.2.6.3. Prinsip-prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip dasar penerapan Good Corporate Governance Indonesia dalam
pedoman umum yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) tahun 2006 terdiri dari lima prinsip dasar GCG, yaitu:
1. Transparansi (Transparency)
merupakan Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan kepada stakeholders terkait.
2. Akuntabilitas (Accountability)
yaitu Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibilitas (Responsibility)
yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat. Jadi perusahaa harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
4. Independensi (Independency)
yaitu pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa berbenturan dengan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness)
Perusahaan menjamin bahwa setiap pemegang saham mendapatkan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dengan
adanya prinsip ini perusahaan menjamin bahwa pemegang saham dan
pihak berkepentingan lainnya mendapatkan perlakuan yang wajar dan
seimbang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2.6.4. Mekanisme Cor porate Governance
Mekanisme corporate governance adalah suatu prosedur dan hubungan yang
jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan
kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Benhart dan Rosenstein
(1998) dalam Setyantomo (2011) menyatakan beberapa mekanisme (mekanisme
corporate governance) yang terdiri dari dua macam mekanisme, yaitu:
1. mekanisme internal seperti struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial
dan kompensasi eksklusif.
2. mekanisme eksternal seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan
institusional dan tingkat pendanaan dengan hutang.
Ada beberapa mekanisme corporate governance yang peneliti gunakan dalam
penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap manajemen laba, diantaranya
adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, komite audit
1. Kepemilikan Manajerial
sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang
berbeda menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda seperti
diantara manajer yang juga sebagai pemegang saham dengan manajer yang
tidak sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan
perusahaan yang terdiri dari dua kriteria, yaitu perusahaan dipimpin oleh
manajer dan pemilik (owner-manager), perusahaan yang dipimpin oleh
manajer non pemilik. Adanya dua kriteria tersebut dapat menjadi
penyebab adanya perbedaan motivasi yang akan berakibat pada perbedaan
besaran manajemen laba yang dihasilkan, dimana kepemilikan manajerial
akan menentukan suatu kebijakan yang akan diterapkan pada perusahaan
yang mereka kelola.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Praditia (2010) menemukan bahwa
kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi
masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan
kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham.
kepemilikan manajerial akan memotivasi seorang manajer untuk
menyamakan persepsi dan motivasi dengan pemilik. Sehingga masalah
keagenan akan berkurang dan manajer akan meningkatkan kinerjanya
untuk mencapai hasil yang maksimal dan memperoleh keuntungan sesuai
yang diharapkan pemegang saham dan dirinya sendiri.
2. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional oleh beberapa peneliti dianggap berpengaruh
mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Karena kepemilikan institusional
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui
proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi tindakan
manajemen untuk melakukan manajemen laba.
Menurut Siregar dan Utama (2006) menyatakan bahwa jika pengelolaan
laba dilakukan dengan efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi
akan meningkatkan pengelolaan laba (berhubungan positif), tetapi jika
pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat menguntungkan
pihak tertentu saja maka kepemilikan institusional yang tinggi akan
mengurangi pengelolaan laba (berhubungan negatif).
3. Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris merupakan pihak yang melakukan fungsi monitoring
terhadap kinerja manajemen dan mempunyai peran penting di dalam
penentuan strategi perusahaan.
Keberadaan komisaris independen diatur dalam peraturan BAPEPAM
yang menyatakan bahwa setiap perusahaan publik harus membentuk
komisaris independen yang anggotanya paling sedikit 30% dari jumlah
keseluruhan anggota dewan komisaris. Semakin tinggi komposisi dewan
komisaris pada perusahaan maka semakin tinggi pula pengawasan
terhadap perilaku dan kebijakan manajerial.
Komite Nasional Kebijakan Governance menetapkan kriteria-kriteria yang
1) Tidak memiliki hubungan kerjasama bisnis dengan pemegang
saham pengendali perusahaan yang bersangkutan.
2) Tidak memiliki hubungan kerjasama bisnis dengan pihak internal
perusahaan yang bersangkutan.
3) Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang
tergabung dengan perusahaan yang bersangkutan.
4) Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan
bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan
perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu tiga tahun
terakhir.
5) Tidak menjadi pemegang saham di perusahaan konsultan yang
memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan dan
perusahaan-perusahaan yang terkait dengan perusahaan tersebut.
6) Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan
yang lain yang dapat menghalangi atau mengurangi kemampuan
komisaris independen untuk bertindak dan berpikir independen
demi kepentingan bersama.
7) Memahami peraturan perundang-undangan PT, UU pasar modal,
serta peraturan-peraturan lain yang terkait.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk memenuhi kriteria komisaris
independen, seseorang harus bebas dari segala kepentingan bisnis yang
ada dalam perusahaan yang berarti bekerja secara independen dan adil
4. Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
perusahaan untuk melakukan tugas pengawasan atas pengelolaan
perusahaan. Adapun tugas-tugas komite audit antara lain:
a. melakukan pengkajian atas informasi keuangan yang akan
dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan.
b. Melakukan pemerikasaan atas ketaatan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan
peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan.
c. Melakukan pengkoreksian atas pelaksanaan pemeriksaaan oleh
auditor internal
d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi
perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi
e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris
atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten
f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan rahasia perusahaan.
Dalam Jama’an, mengemukakan beberapa tujuan dari keberadaan komite
audit antara lain:
a. Memberikan kepastian bahwa laporan keuangan yang dikeluarkan
oleh manajemen perusahaan tidak menyesatkan dan telah sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta disajikan secara
b. Memberikan kepastian bahwa pengendalian internal perusahaan
telah memadai
c. Melakukan pengawasan dan menindaklanjuti kemungkinan
penyimpangan material dalam bidang keuangan dan implikasi
hukumnya
d. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan auditor eksternal yang
akan melakukan audit di perusahaan.
2.3 Kerangka Pikir
2.3.1. Hubungan kompensasi Bonus dengan Manajemen Laba
Riahi & Belkaoui (2007:208) bahwasannya manajemen laba dapat berasal dari
hasil pemenuhan perjanjian dari kontrak kompensasi. Hal ini dibuktikan dari
beberapa contoh salah satunya adalah manajer yang berwenang bahwasannya
menerapkan akuntansi pilihan guna meningkatkan pelaporan laba dikarenakan
adanya perjanjian pemberian kompensasi jika target laba terpenuhi. Sehingga hal
tersebut dapat menunjukkan bahwasannya kompensasi bonus dapat
mempengaruhi adanya suatu praktik manajemen laba dalam perusahaan.
Dalam penelitian Palestin (2006) hipotesis Kompensasi bonus yang digunakan
adalah bahwa kompensasi bonus berpengaruh signifikan positif dan dalam
penelitian tersebut dinyatakan bahwa dari hasil uji yang dilakukan hipotesis
Dengan demikian, Kompensasi bonus dalam kaitannya dengan manajemen
laba, mempunyai pengaruh yang cukup besar karena adanya kompensasi bonus
yang dijanjikan oleh pemegang saham pada manajer akan memotivasi manajemen
untuk melaporkan laba yang tinggi demi bonus yang dijanjikan. Sehingga laba
yang dilaporkan dalam laporan keuangan akan direkayasa dan kompensasi bonus
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
2.3.2. Hubungan Ukur an Perusahaan dengan Manajemen Laba
Muliati (2011) menyatakan bahwa Perusahaan yang berukuran besar biasanya
memiliki peran sebagai pemegang kepentingan yang lebih luas. Hal ini membuat
berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak besar terhadap kepentingan
publik dibandingkan perusahaan kecil. Dan mengakibatkan perusahaan yang besar
lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka lebih berhati-hati dalam
melakukan pelaporan keuangan yang artinya perusahaan melaporkan kondisinya
lebih akurat.
Hal ini dibuktikan dalam penelitian Muliati (2011) yang memperoleh hasil
penelitian bahwa Ukuran perusahaan terbukti berpengaruh negatif pada praktik
manajemen laba dengan hasil thitung sebesr -2,662 dengan tingkat signifikansi
0,010.
Dengan demikian hal ini akan menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, karena di dalam perusahaan besar
kondisi perusahaan akan lebih tinggi. Selain itu resiko yang diterima akan lebih
besar karena perusahaan besar akan menjadi sorotan dari publik maupun
pemerintah.
2.3.3. Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Manajemen Laba
Pada dasarnya hubungan antara manajer dengan pemegang saham dalam suatu
perusahaan sering tidak selaras. Dan salah satu cara untuk menyelaraskan
kepentingan diantara pemegang saham dengan manajer adalah kepemilikan saham
oleh manajer Sehingga manajer akan lebih berhati-hati untuk mengambil
keputusan karena adanya rasa ikut memiliki saham pada perusahaan dan manajer
akan memiliki pemikiran yang sama dengan pemegang saham agar perusahaan
dapat berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan yang besar.
Penelitian Herawaty (2008) dalam Setyantomo (2011) menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah
keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer
dengan pemegang saham. Sehingga permasalahan keagenan dapat diasumsikan
akan hilang apabila seorang manajer dianggap sebagai seorang pemilik.
Hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance kepemilikan
manajerial mampu untuk mengurangi praktik manajemen laba. Kepemilikan
manajerial mampu untuk mengatasi ketidakselarasan kepentingan anatara menajer
dengan pemegang saham yang sering menimbulkan timbulnya praktik manajemen
laba. Jadi Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka
kecurangan dalam hal praktik manajemen laba. Dengan demikian adanya
kepemilikan manajerial akan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.4 Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba
Menurut teori keagenan Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi (2006:3),
adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat
menimbulkan konflik kepentingan (konflik agensi), yaitu ketidakselarasan
kepentingan antara principal dan agent. Meyers (1977) dalam Moeljadi (2006:3)
konflik kepentingan terjadi karena pemilik modal selalu berusaha menggunakan
dana sebaik-baiknya dengan resiko sekecil mungkin, sedangkan manajer
cenderung mengambil keputusan pengelolaan dana untuk memaksimalkan
keuntungan yang cenderung mengutamakan kepentingannya sendiri. Hal ini
dapat memicu terjadinya manajemen laba. Kepemilikan saham oleh institusional
diharapkan dapat mengurangi praktik manajemen laba yang sering terjadi dalam
suatu perusahaan. Karena dengan adanya pengawasan yang lebih oleh pemilik
institusi akan mengurangi tindakan oportunistik manajemen, yang dalam hal ini
adalah praktik manajemen laba.
Pada penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) dalam Ningsaptiti (2010)
yang menguji tentang hubungan kepemilikan institusional dengan manajemen
laba menemukan bukti bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat
Sehingga semakin banyak kepemilikan institusional maka tindakan
manajemen laba dapat dicegah dan hal ini berarti adanya kepemilikan institusional
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
2.3.5 Hubungan Dewan Komisaris Independen dengan Manajemen Laba
Menurut Moeljadi (2006:5) bahwasannya potensi konflik kepentingan dapat
dikurangi dengan cara menunjuk pihak yang bisa mewakili pemilik untuk duduk
dalam dewan pengawas. Dan pihak yang dapat membantu pemilik untuk
melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen adalah dewan komisaris
independen. Adanya dewan komisaris independen dalam perusahaan yang
bekerja secara independen diharapkan dapat menciptakan good corporate
governance dan dapat mengurangi praktik manajemen laba yang selama ini
banyak terjadi di perusahaan-perusahaan besar maupun kecil. Karena dengan
adanya pengawasan dari pihak yang independen diharapkan mampu mengurangi
ketidakselarasan antara manajer dengan pemegang saham.
Dechow dkk (1996) dalam Siregar dan Utama (2006) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan manipulasi laba lebih besar
kemungkinannya memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen
dan lebih besar kemungkinanya memiliki Chief Excecutive Officer (CEO) yang
merangkap chairman of board. Chtourou dkk (2001) dan Wedari (2004) dalam
Siregar dan Utama (2006) menemukan bahwa dewan komisaris yang independen
Hasil ini menunjukkan bahwa adanya dewan komisaris independen mampu
mengurangi praktik manajemen laba yang timbul sebagai akibat adanya konflik
agensi. Dengan demikian adanya dewan komisaris independen akan berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba.
2.3.6. Hubungan Komite Audit dengan Manajemen Laba
Menurut Matsumoto dalam Riahi & Belkaoui (2007:210) mengelola laba
adalah hal yang sulit karena auditor dan dewan direksi perusahaan memeriksa
dengan cermat praktik akuntansi yang dipertanyakan. Hal ini menunjukkan
bahwasannya dengan adanya Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan
dapat membantu dalam mengurangi aktivitas manajemen laba.
Hal ini dibuktikan dari adanya penelitian yang dilakukan Nasution dan
Setiawan (2007) yang melakukan penelitian pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di BEI, yang menyatakan bahwa keberadaan komite audit dalam
perusahaan perbankan ternyata juga mampu mengurangi manajemen laba dalam
perusahaan, terbukti dari hasil pengujian secara parsial variabel keberadaan
komite audit terhadap akrual kelolaan yang menunjukkan bahwa pengaruh negatif
variabel ini signifikan.
Sehingga dengan adanya komite audit dalam suatu perusahaan akan mencegah
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, yang dalam hal ini
Gambar Kerangka pikir 2.1
uji regresi logistik
2.4 Hipotesis
Beberapa hipotesis yang diperoleh dari uraian diatas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H1 = kompensasi bonus berpengaruh signifikan positif terhadap manajemen
laba
H2 = ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen
laba
H3 = kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan negatif terhadap
manajemen laba
H4 = kepemilikan institusional berpengaruh signifikan negatif terhadap
manajemen laba
H5 =dewan komisaris independen berpengaruh signifikan negatif terhadap
manajemen laba
3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel
yang dapat diukur (Indriantoro dan Supomo, 1999 : 69 dalam Novyana, 2010).
Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi variabel terikat (dependent
variable) dan variabel bebas (independent variable).
3.1.1 Variabel Ter ikat (dependen)
Menurut Sugiono (2006:33) variabel terikat (Dependen) adalah variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian
ini variabel terikat yang digunakan adalah manajemen laba.
Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen
yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi
tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau
penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang.
Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan discretionary accrual.
Berdasarkan penelitian Angelo (1986) dalam Mutia (2004) dalam Setyantomo
akrual yang dapat dimanipulasi oleh manajer. Karena manajer memiliki
kemampuan untuk mengontrolnya dalam waktu jangka pendek. Discretionary
akrual menggunakan komponen accrual dalam mengatur laba karena komponen
akrual tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga dalam memanipulasi
komponen akrual tidak disertai kas yang diterima atau dikeluarkan (Sulistyanto,
2008 dalam Setyantomo 2011). Dechow (1996) dalam Widyaningdiyah (2001:95)
dalam Putra (2011) bahwa manajemen laba dapat diformulasikan sebagai berikut;
DAit = TAit - NDAit
Keterangan:
DAit = Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
TAit = Total accruals perusahaan i pada ahun t
NDAit = Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
Untuk menghitung NDAt dalam penelitian ini menggunakan model industri Model
industri berasumsi bahwa variasi-variasi yang terdapat dalam faktor-faktor
penentu nondiscretionary accrual biasa terjadi pada perusahaan-perusahaan dalam
industri yang sama. Model industri untuk nondiscretionary accrual dirumuskan
sebagai berikut :
NDAt = Mean atau Median (TAt IND)
variabel diukur berdasarkan proxy discretionary accrual (DA), yang merupakan
Keterangan:
NDAt = Non discretionary accruals pada periode t
TAt IND = Mean atau Median dari Total accrual perusahaan yang disimbolkan
dengan aktiva total untuk semua perusahaan non sample, yang sama
dengan 2 digit kode SIC.
untuk mencari total accrual (TA) digunakan model
TAit =
(∆ ∆ ∆ ∆ )
keterangan:
∆ = Delta current assets (aktiva lancar) pada tahun t
∆ = Delta current liabilities (hutang lancar) pada tahun t
∆ = Delta cash and ekuivalent (kas dan setara kas) pada tahun t
∆ = Delta debt included in current liabilities (hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu 1 th) pada tahun t
∆ = Depreciation and amortization expense pada tahun t
− 1 = total assets (total aktiva) i tahun sebelum t
laba atau TAit = NDAit, maka besarnya DAit = 0 (nol). Jadi DAit memberikan hasil
keputusan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba atau tidak melakukan
manajemen laba. Sehingga pada variabel terikat dalam penelitian ini
menggunakan variabel dummy yang dihitung dengan cara memberi nilai 1 jika
melakukan manajemen laba, dan memberi nilai 0 jika tidak melakukan
manajemen laba.
3.1.2 Variabel Bebas (Independen)
Menurut Sugiono (2006:23) variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompensasi
bonus, ukuran perusahaan, dan mekanisme corporate governance yang terdiri dari
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris dewan
independen.
3.1.2.1 Kompensasi Bonus
Kompensasi bonus adalah suatu bentuk balas jasa atau penghargaan yang
diterima tenaga kerja atas prestasi kinerjanya yang diberikan pada perusahaan.
Adanya kompensasi bonus dalam suatu perusahaan akan memberi dorongan bagi
manajemen untuk memberikan hasil yang maksimal pada perusahaan. Dan untuk
bonus, mereka akan cenderung melaporkan laba yang sesuai dengan kondisi
perusahaan saat ini.
Pada variabel ini pengukuran yang digunakan adalah variabel dummy yang
dihitung dengan cara, memberi nilai 1 pada perusahaan yang memberikan
kompensasi bonus kepada manajemen, dan memberi nilai 0 pada perusahaan yang
tidak memberi kompensasi bonus.
3.1.2.2 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya suatu perusahaan. Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur
menggunakan nilai logaritma natural dari total asset (Ln total aset). Satuan total
aset adalah rupiah (Rp) dan skala yang digunakan dalam variabel ini adalah skala
rasio. Dan dirumuskan sebagai berikut:
firm size = Ln total aset
3.1.2.3 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Proporsi
kepemilikan manajerial dihitung menggunakan skala rasio dengan satuan
kepemilikan manajerial = x 100
3.1.2.4 Kepemilikan Institusional
kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham oleh institusi.
Kepemilikan institusional mempunyai kewenangan untuk mengendalikan manajer
melalui proses monitoring yang diharapkan dapat mengurangi praktek manajemen
laba maupun tindakan-tindakan curang yang dapat terjadi dalam perusahaan yang
dapat merugikan pihak institusi. skala pengukuran variabel ini adalah skala rasio
dengan satuan pengukurannya adalah persen (%) yang dihitung dengan rumus:
kepemilikan institusional =
x 100
3.1.2.5 Komisaris Dewan Independen
Komisaris Dewan Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
termasuk sebagai anggota manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan
lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak semata-mata
demi kepentingan perusahaan. Tipe skala yang digunakan adalah skala rasio dan
komisaris independen =
x 100
3.1.2.6 Komite Audit
Keberadaan komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
dengan tujuan untuk membantu dewan komisaris dalam melakukan tugas
pengawasan pada perusahaan. Komite audit pada perusahaan publik Indonesia
terdiri dari sedikitnya tiga anggota dan diketuai oleh komisaris independen
perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen.
Dalam penelitian ini variabel komite audit termasuk variabel dummy yaitu
menggunakan skala 1 untuk perusahaan yang mempunyai komite audit, dan skala
0 untuk perusahaan yang tidak mempunyai komite audit.
3.2 Teknik Penentuan Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah kelompok, individu, kejadian-kejadian yang menjadi
obyek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan populasi
mempublikasi laporan keuangannya pada periode 2008 – 2011 yang berjumlah
147 perusahaan.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik dari populasi. Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu
sebuah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007
dalam Novyana, 2010).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling
method, yaitu suatu cara penentuan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik dan
kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan untuk
menentukan sampel dalam peneltian ini, yaitu:
1. Perusahaan berada pada industri manufaktur yang terdaftar di BEI dalam
periode 2008-2011
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 31
Desember 2008 -2011
3. perusahaan menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangannya.
4. Perusahaaan memiliki data lengkap mengenai kompensasi bonus, ukuran
perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas yang telah ditentukan oleh peneliti guna
menentukan sampel penelitian, maka diperoleh 35 perusahaan yang memenuhi
kriteria tersebut untuk dijadikan sampel.
Tabel 3.1 Daftar nama perusahaan yang menjadi sampel
No Kode Nama Perusahaan
1 AMFG Asahimas Flat Glass
2 ARGO PT. Argo Pantes, Tbk
3 BRNA PT. Berlina, Tbk
4 BRPT PT. Barito Pacific, Tbk 5 DPNS PT. Duta Pertiwi Nusantara, Tbk 6 ETWA PT. Eterindo Wahanatama, Tbk
7 GGRM PT. Gudang Garam, Tbk
8 GJTL PT. Gajah Tunggal, Tbk
9 IKAI PT. Intikeramik Alamasri Industri, Tbk 10 IKBI PT. Sumi Indo Kabel, Tbk 11 INAI PT. Indal Aluminium Industry, Tbk 12 INCI PT. Intanwijaya Internasional, Tbk 13 INDF PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 14 KBRI PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia, Tbk 15 KICI PT. Kedaung Indah Can, Tbk 16 KKGI PT. Resource Alam Indonesia, Tbk
17 KLBF PT. Kalbe Farma, Tbk
18 KONI PT. Perdana Bangun Pusaka, Tbk 19 KRAS PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk 20 LION PT. Lion Metal Works, Tbk 21 LMPI PT. Langgeng Makmur Industri, Tbk 22 LMSH PT. Lionmesh Prima, Tbk 23 MTDL PT. Metrodata Electronics, Tbk 24 MYRX PT. Hanson International, Tbk 25 MYTX PT. Apac Citra Centertex, Tbk
26 NIKL PT. Latinusa
27 NIPS PT. Nipress, Tbk
29 SMSM PT. Selamat Sempurna, Tbk 30 SOBI PT. Sorini Agro Asia Corporindo, Tbk 31 TBLA PT. Tunas Baru Lampung, Tbk 32 TCID PT. Mandom Indonesia, Tbk
33 ULTJ PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk
34 UNTX PT. Unitex, Tbk
35 YPAS PT. Yanaprima Hastapersada, Tbk Sumber: website www.idx.co.id yang diolah peneliti
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 J enis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari data laporan keuangan dan annual report perusahaan manufaktur
yang terdaftar di bursa efek periode 2008 – 2011
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah diperoleh dari Bursa
Efek Indonesia (BEI) dan situs www.idx.co.id.
3.3.3 Metode Pengumpulan Data
1. Penelitian Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari buku-buku
literatur dan referensi lainnya yang digunakan sebagai landasan teori yang
berkaitan dengan topik penelitian ini.
2. Penelitian Dokumentasi
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang
diperlukan sesuai dengan topik penelitian yang berupa data laporan
keuangan dan annual report.
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Analisis Statistik Deskr iptif
Analisis statistik deskiptif adalah teknik deskriptif yang memberikan
informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis.
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu
data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali,
2009). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar
deviasi, maksimum, minimum.
Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan. Standar
deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan
bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar
data yang bersangkutan. Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil
melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang memenuhi syarat untuk dijadikan
sampel dalam penelitian.
3.4.2 Model Regr esi Logistik
Dalam penelitian ini penulis menggunakan model regresi logistic atau logit.
Model logit ini dipilih karena variabel dependen dalam penelitian ini berupa
variabel dummy. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba
yang diberi nilai nol (0) apabila tidak ada manajemen laba dan nilai satu (1)
apabila ada praktik manajemen laba.
Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang
telah dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
Ln = α
0 + β1KB + β2SIZE + β3 KepManit
residual of error
3.4.4 Uji Hipotesis
3.4.4.1 Uji Penilaian Model (Overall Model Fit)
3.4.4.2 Uji Kecocokan Model
Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
goodness of fit model
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
3.4.4.3 Uji Parameter dan Interpretasi
4.1. Deskr ipsi Obyek Penelitian
4.1.1. Sejar ah PT. Bur sa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini adalah gabungan dari Bursa Efek Jakarta
(BEJ) atau Jakarta Stock Exchange dan Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa Efek
Jakarta (BEJ) merupakan akhir dari perjalanan panjang Pasar Modal Indonesia.
Sejarah Pasar Modal Indonesia dimulai dengan dibentuknya bursa efek di Batavia
(sekarang Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 oleh Vereniging Voor de
Effecttenhandel. Sekuritas yang diperdagangkan adalah saham dan obligasi
perusahaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia yang diterbitkan oleh
pemerintah hindia Belanda.
Perkembangan Bursa Efek di Batavia sangat pesat sehingga mendorong
pemerintah Belanda menambah lagi dua bursa, yaitu Bursa Efek Semarang pada
tanggal 1 Agustus 1925 dan Surabaya didirikan pada tanggal 11 Januari 1925 .
Kedua bursa ini menghentikan aktivitasnya karena terjadinya gejolak politik di
Eropa awal tahun 1939. Bursa efek di Jakarta pun akhirnya ditutup juga akibat
terjadinya perang dunia ke-2 tahun 1942.
Pada tanggal 3 Juni 1952 mulai dibukanya Bursa Efek Jakarta. Program
nasionalisasi yang dilakukan pemerintah pada tahun 1956, mengakibatkan
terhentinya aktivitas pasar modal.
Tanggal 10 Agustus 1977 pemerintah mengaktifkan kembali kegiatan pasar
modal yang diresmikan oleh presiden Soeharto dengan membentuk Badan
Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) yaitu sebuah badan pemerintah dibawah
departemen keuangan. Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan paket Desember
1987 (PAKDES 87) dan paket Desember 1988 (PAKDES 88) yang memberikan
kemudahan bagi perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang
positif bagi pertumbuhan pasar modal. oleh karena itu pada tahun 1990
pemerintah mengeluarkan peraturan tentang swastanisasi bursa efek, kemudian
peraturan tersebut diresmikan pada tanggal 13 Juli 1992. Tanggal 4 Desember
1991 berdirilah Bursa Efek Jakarta yang sekarang bergabung dengan Bursa efek
Surabaya menjadi Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesia DR. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 6
September 2007 dan tanggal 30 November 2007 Bursa Efek Indonesia mulai
aktif.
4.1.2. Visi dan Misi Bur sa Efek Indonesia
Visi Bursa Efek Indonesia adalah menjadikan Bursa Efek Indonesia sebagai
sarana yang efisien untuk menghimpun dana bagi investor dan perdagangan
instrument pasar modal baik untuk masyarakat Indonesia maupun masyarakat
Internasional.
Misi Bursa Efek Indonesia adalah mewujudkan Bursa Efek Indonesia sebagai
bursa efek yang berskala Internasional yang menawarkan kesempatan berinvestasi
Indonesia juga bertekad mewujudkan sarana perdagangan yang efisien, sistem
informasi yang terpercaya, lengkap, dan tepat waktu serta mempunyai sumber
daya manusia yang professional dan berintegritas tinggi. Dengan demikian Bursa
Efek Indonesia dapat menjadi bursa efek yang transparan, likuid, wajar, dan
efisien sehingga dapat membawa Bursa Efek Indonesia sejajar dengan bursa-bursa
efek lain di dunia.
Bursa Efek Indonesia aktif berpartisipasi di dalam mengembangkan basis
investor local yang luas dan kokoh sebagai stabilisator Pasar Modal Indonesia.
Bursa Efek Indonesia juga menawarkan beragam efek berkualitas sejalan dengan
pertumbuhan instrument pasar modal yang semakin meningkat sehingga Bursa
Efek Indonesia dapat memberikan manfaat optimal bagi pemodal domestik
maupun asing.
4.1.3. Gambaran Umum Per usahaan Sampel
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatannya mengolah bahan
mentah (bahan baku) menjadi produk akhir yang memiliki manfaat lebih
dibandingkan sebelumnya, yang nantinya akan dipasarkan ke konsumen.
Sehingga secara umum, dapat dikatakan kegiatan utama peusahaan manufaktur