ANALISIS PERMINTAAN CABAI MERAH BESAR USAHA
RESTORAN DI JAKARTA SELATAN
KARTIKA PUTRI SATRIANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2013
RINGKASAN
KARTIKA PUTRI SATRIANA. Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan
HASTUTI.
Harga riil cabai merah besar selama tahun 2009 hingga 2011 cenderung mengalami fluktuatif setiap bulannya (Badan Pusat Statistik, 2009a, 2009b, 2010b, 2010c, 2011b, 2011c). Hal ini berpengaruh terhadap permintaan cabai merah besar oleh usaha restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai komponen utama dalam bumbu masakan. Komposisi bumbu sudah yang ditentukan untuk setiap masakan (cita rasa) pada restoran, jika terjadi kenaikan harga cabai merah besar maka akan mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah besar dan jumlah masakan yang ditawarkan, sehingga mempengaruhi penerimaan, pengeluaran, dan keuntungan usaha restoran. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi karakteristik usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan.
Pengambilan data dilakukan di Jakarta Selatan selama pertengahan bulan Agustus 2011 sampai dengan Oktober 2011. Karakteristik usaha restoran dianalisis dengan analisis deskriptif dengan tabulasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan dianalisis dengan analisis explanatory dengan menggunakan model regresi linear berganda dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS).
Karakteristik usaha restoran dibagi menjadi dua, yaitu karakteristik umum dan karakteristik pola pembelian cabai merah besar. Karakteristik umum meliputi: (1) lama berdiri usaha, (2) lama waktu berjualan dalam sehari, (3) rata-rata jumlah pengunjung, (4) jumlah kursi yang dimiliki, (5) skala usaha, (6) jumlah tenaga kerja, (7) lama waktu bekerja tenaga kerja, (8) sistem pengupahan, dan (9) besar upah tenaga kerja. Karakteristik pola pembelian cabai merah besar meliputi: (1) jenis cabai merah yang dominan digunakan, (2) frekuensi pembelian cabai merah besar, (3) lokasi pembelian cabai merah besar, (4) alasan pembelian di lokasi tersebut, dan (5) jenis pedagang yang dipilih dalam melakukan pembelian cabai merah besar.
Simpulan dari penelitian ini adalah: (1) sebagian besar dari ketiga jenis sampel usaha restoran berada pada skala usaha besar dan menggunakan sistem pengupahan berupa gaji yang besarnya sesuai standar UMR yang berlaku saat penelitian dilakukan, berdasarkan lama berdiri usaha diketahui bahwa sampel usaha Restoran Padang merupakan jenis restoran yang paling lama berdiri, berdasarkan lama aktivitas berjualan diketahui bahwa sampel Restoran Sunda memiliki aktivitas berjualan paling lama, berdasarkan jumlah kursi yang dimiliki diketahui bahwa sampel usaha Restoran Sunda yang memiliki jumlah kursi paling banyak, berdasarkan jumlah tenaga kerja diketahui bahwa sampel usaha Restoran Sunda memiliki rata-rata jumlah tenaga kerja paling banyak, (2) sebagian besar dari ketiga jenis sampel usaha restoran menggunakan cabai merah besar dan cabai merah keriting yang dikombinasikan untuk bahan masakannya dan melakukan pembelian cabai merah besar setiap hari untuk menjaga kualitas hasil olahan masakan, berdasarkan lokasi pembelian cabai merah besar diketahui bahwa hanya sampel usaha Restoran Padang dan Restoran Sunda yang paling banyak melakukan pembelian di Pasar Induk Kramat Jati dengan alasan lebih murah dibanding pasar lain, berdasarkan jenis pedagang yang dipilih dalam melakukan pembelian cabai merah besar diketahui bahwa sampel usaha Restoran Padang yang paling banyak melakukan pembelian di pedagang besar, (3) variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan yaitu harga jual rata-rata masakan, harga minyak goreng, dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya harga minyak goreng yang bersifat elastis, (4) variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan yaitu harga gula pasir dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya harga gula yang bersifat elastis, dan (5) variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan yaitu harga cabai merah besar dan rata-rata penerimaan restoran, namun hanya harga cabai merah besar yang bersifat elastis.
Saran dari penelitian ini adalah: (1) variabel harga minyak goreng berpengaruh nyata dan elastis terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang, maka pengelola restoran perlu mengantisipasi apabila terjadi kenaikan harga minyak goreng, salah satunya dengan memilih merk minyak goreng yang memiliki harga lebih murah tetapi kualitasnya baik agar kebutuhan cabai merah besar tetap dapat terpenuhi disaat harga minyak goreng meningkat, (2) variabel harga gula berpengaruh nyata dan bersifat terhadap permintaan cabai merah besar usaha Restoran Sunda, maka pengelola usaha restoran perlu perlu mengantisipasi apabila terjadi kenaikan harga gula, salah satunya dengan memilih
merk gula yang memiliki harga lebih murah tetapi kualitasnya baik agar kebutuhan cabai merah besar tetap dapat terpenuhi disaat harga gula meningkat, (3) variabel harga cabai merah besar berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar di Restoran Ayam dan bersifat elastis, untuk mengantisipasi kenaikan harga cabai merah besar, pengelola usaha restoran perlu melakukan kombinasi dan mengatur komposisi pemakaian cabai merahnya dengan jenis cabai lain (seperti cabai merah keriting, cabai rawit, dan lain-lain)
ANALISIS PERMINTAAN CABAI MERAH BESAR USAHA
RESTORAN DI JAKARTA SELATAN
KARTIKA PUTRI SATRIANA H44070097
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Jakarta Selatan
Nama : Kartika Putri Satriana
NRP : H44070097
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Hastuti, SP, MP, MSi
NIP. 19481130 197412 1 002
Diketahui,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1003
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan,
bantuan dan kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada :
1. Mama (Sri Trisna Hanah), Papa (Sarmilih), dan Adik (Dwi Puspita Satriana)
atas segenap daya dan upaya yang selalu mendo’akan, memberi kasih
sayang, dorongan dan kesabarannya yang tidak kenal lelah kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti SP, MP, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi,
saran, dan perhatian dalam penyusunan skripsi ini.
3. Novindra, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, SPi, MSi
selaku dosen penguji departemen yang telah memberikan kritik dan saran
sebagai penyempurna skripsi ini.
4. Dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu,
kesabaran, dan bimbingan yang diberikan,
5. Seluruh staf Tata Usaha Komisi Akademik (Mba Yani, Mba Ruby, Mas
Johan, Mba Aam, Mba Putri, Pak Husen, Pak Erwin, Bu Kokom) atas
bantuannya terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Ibu Indah (Sekretaris Bagian Restoran dan Rumah Makan, Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta) atas bantuannya dalam pemberian
data serta informasi mengenai restoran di Propinsi DKI Jakarta.
7. Herman Wiseso yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada
8. Seluruh sahabat ESL 44 (Nadia Mutiarani, Diyah Ayu Pramita, Dina
Setriana, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas
kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
9. Rekan satu kostan Pondok Putri Rahmah (Rina Gustiyana, Tri Utami
Maharani, Irfina Febrianti, Sri Retno Wahyu, dan semuanya yang tidak
dapat disebutkan satu persatu) atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan
motivasinya.
10. Rekan satu bimbingan, Molly Mutiara Sari, Rizki Prasojo, dan Hermanto
atas bantuan, semangat, dan motivasinya.
11. Semua responden dari Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran
Ayam yang diteliti di Jakarta Selatan, serta semua pihak yang tidak bisa
disebutkan satu per satu, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam
penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bogor, Juni 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran di Jakarta Selatan”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana permintaan cabai merah besar dan faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar pada usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan.
Skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi dan juga untuk pengembangan program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini disebabkan keterbatasan penulis. Penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran, dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Cabai Merah ... 12
2.2. Permintaan Konsumen ... 14
2.3. Konsumen Lembaga ... 15
2.4. Penelitian Terdahulu ... 16
2.4.1. Penelitian Tentang Cabai Merah ... 16
2.4.2. Penelitian Tentang Analisis Permintaan pada Konsumen Lembaga ... 16
2.5. Kebaruan Penelitian ... 22
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23
3.1.1. Konsep Dasar Permintaan ... 23
3.1.2. Konsep Permintaan Turunan (Derived Demand) ... 23
3.1.3. Elastisitas Permintaan Faktor Produksi ... 30
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 31
IV. METODE PENELITIAN ... 33
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 33
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 33
4.4. Metode Pengambilan Contoh ... 34
xi
4.5.1. Karakterstik Usaha Restoran ... 36
4.5.2. Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran... 36
4.6. Asumsi Dasar yang Digunakan ... 54
4.7. Definisi Operasional... 55
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 57
5.1. Keadaan Geografi ... 57
5.2. Keadaan Demografi ... 58
5.3. Keadaan Ekonomi ... 58
VI. KARAKTERISTIK USAHA RESTORAN PADANG, RESTORAN SUNDA, DAN RESTORAN AYAM DI JAKARTA SELATAN .. 60
6.1. Karakteristik Umum Usaha Restoran……… . 60
6.1.1. Lama Berdirinya Usaha ... 60
6.1.2. Lama Aktivitas Berjualan ... 62
6.1.3. Jumlah Pengunjung ... 63
6.1.4. Jumlah Kursi ... 66
6.1.5. Skala Usaha ... 67
6.1.6. Jumlah Tenaga Kerja ... 68
6.1.7. Lama Waktu Bekerja Tenaga Kerja ... 69
6.1.8. Sistem Pengupahan ... 71
6.1.9. Besar Upah Tenaga Kerja ... 71
6.2. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran ... 73
6.2.1. Jenis Cabai Merah yang Dominan Dibeli ... 73
6.2.2. Frekuensi Pembelian Cabai Merah Besar ... 74
6.2.3. Lokasi Pembelian Cabai Merah Besar ... 76
6.2.4. Alasan Pembelian Cabai Merah Besar di Lokasi yang Dipilih ... 77
6.2.5. Jenis Pedagang Cabai Merah Besar yang Dipilih ... 78
VII. PERMINTAAN CABAI MERAH BESAR USAHA RESTORAN PADANG, RESTORAN SUNDA, DAN RESTORAN AYAM DI JAKARTA SELATAN ... 80
7.1. Permintaan Cabai Merah Besar Restoran Padang di Jakarta Selatan ... 80
xii
7.1.2 Harga Jual Rata-Rata Masakan ... 84
7.1.3 Harga Beras ... 86
7.1.4 Harga Jual Minyak Goreng ... 86
7.1.5 Rata-Rata Penerimaan Restoran ... 87
7.1.6 Dummy Skala Usaha ... 88
7.2. Permintaan Cabai Merah Besar Restoran Sunda di Jakarta Selatan ... 89
7.2.1 Harga Cabai Merah Besar ... 93
7.2.2 Harga Jual Rata-Rata Masakan ... 93
7.2.3 Harga Minyak Goreng ... 94
7.2.4 Harga Gula Pasir ... 95
7.2.5 Rata-Rata Penerimaan Restoran ... 96
7.2.6 Dummy Skala Usaha ... 97
7.2.7 Dummy Lokasi Restoran ... 97
7.3. Permintaan Cabai Merah Besar Restoran Ayam di Jakarta Selatan ... 98
7.3.1. Harga Cabai Merah Besar ... 102
7.3.2. Harga Jual Rata-Rata Masakan ... 103
7.3.3. Harga Minyak Goreng ... 104
7.3.4. Harga Bawang Merah ... 104
7.3.5. Rata-Rata Penerimaan Restoran ... 105
7.3.6. Dummy Skala Usaha ... 106
VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 107
8.1. Simpulan ... 107
8.2. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 110
LAMPIRAN ... 115
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. PDB Beberapa Komoditas Sayuran Terhadap Total PDB Sayuran
Nasional Tahun 2009 hingga 2011………. 2
2. Komoditas Penyumbang Inflasi Terbesar Tahun 2010 di
Indonesia………... 2
3. Harga Riil Cabai Merah Besar Periode Januari 2009 hingga
Desember 2011 di Propinsi DKI Jakarta………. 4
4. Konsumsi Rata-Rata per Kapita Seminggu Komoditas Cabai Merah
di Indonesia Tahun 2009 hingga 2011………... 6 5. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Seminggu
Komoditas Cabai Merah Menurut Daerah Tempat Tinggal di
Indonesia Periode Bulan September 2011………... 6
6. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2008 hingga 2011…………... 7 7. Jumlah Usaha Industri Pariwisata Bidang Penyedia Makanan dan
Minuman di DKI Jakarta Tahun 2006 hingga 2011………... 7
8. Rekapitulasi Usaha Pariwisata Bidang Restoran Berdasarkan Jenis
Masakan Tahun 2011………... 8
9. Matriks Penelitian Terdahulu……….. 17
10. Matriks Persentase Jumlah Sampel yang Digunakan dalam
Penelitian……… 34
11. Matriks Sampel Jenis Restoran di Wilayah Jakarta Selatan yang
Dijadikan Objek Penelitian Berdasarkan Skala Usaha………... 35 12. Jumlah Kelurahan Menurut Kecamatan di Jakarta Selatan………….. 57 13. Jumlah Penduduk dan Kepadatan per Kecamatan di Jakarta Selatan
Tahun 2010………... 58
14. Rata-Rata Lama Berdiri Usaha Restoran………. 61
15. Lama Aktivitas Berjualan dalam Sehari Usaha Restoran …………... 62
16. Rata-Rata Jumlah Pengunjung Usaha Restoran dalam Sehari saat
Weekdays... 64 17. Rata-Rata Jumlah Pengunjung Usaha Restoran dalam Sehari saat
Weekend………....
19. Skala Usaha Restoran ………... 67
20. Rata-Rata Jumlah Total Tenaga Kerja Usaha Restoran ……….. 68
21. Rata-Rata Lama Waktu Bekerja Tenaga Kerja dalam Satu Shift
Usaha Restoran ……… 70
22. Sistem Pengupahan Tenaga Kerja Usaha Restoran …...………... 71
23. Rata-Rata Besar Upah Tenaga Kerja Usaha Restoran ….…………... 72 24. Jenis Cabai Merah yang Dominan Dibeli Usaha Restoran …...…... 73 25. Frekuensi Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran ….……… 75
26. Lokasi Pembelian Cabai Merah Besar yang Dipilih Restoran ……… 76 27. Alasan Pembelian di Lokasi Pembelian Cabai Merah Besar yang
Dipilih Restoran ………….………. 77
28. Jenis Pedagang Cabai Merah Besar yang Dipilih Usaha Restoran .… 79
29. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha
Restoran Padang di Jakarta Selatan……….. 80
30. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha
Restoran Sunda di Jakarta Selatan……….. 89
31. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Cabai Merah Besar Usaha
Restoran Ayam di Jakarta Selatan……….. 98
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Profil Rantai Pemasaran Cabai Merah………... 13
2. Kurva Primary Demand dan Derived Demand………. 25
3. Penurunan Kurva Marginal Value Product x……….... 28
4. Kurva Permintaan Input x……….. 29
5. Kerangka Pemikiran Operasional……….. 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian………... 116 2. Karakteristik Umum Usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan….... 122 3. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran
Padang di Jakarta Selatan………... 124
4. Karakteristik Umum Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan……... 126 5. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran
Sunda di Jakarta Selatan………... 127
6. Karakteristik Umum Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan……... 128 7. Karakteristik Pola Pembelian Cabai Merah Besar Usaha Restoran
Ayam di Jakarta Selatan………... 129
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar
Usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan………... 130
9. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha
Restoran Padang di Jakarta Selatan……….. 131
10. Hasil Uji Asumsi Ekonometrika Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan………... 132 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar
Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan……… 133
12. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha
Restoran Sunda di Jakarta Selatan………... 134
13. Hasil Uji Asumsi Ekonometrika Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha Restoran Sunda di Jakarta Selatan………... 135
14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cabai Merah Besar
Usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan………. 136
15. Hasil Estimasi Model Permintaan Cabai Merah Besar Usaha
Restoran Ayam di Jakarta Selatan……… 137
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangIndonesia memiliki iklim tropis dan kekayaan sumberdaya yang beragam
sehingga berpotensi besar untuk pengembangan komoditas-komoditas pertanian
baik dari jenis tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Sebagai salah
satu subsektor penting dalam sektor pertanian, komoditas hortikultura mempunyai
nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Berbagai jenis tanaman
hortikultura, baik hortikultura tropis maupun hortikultura subtropis
memungkinkan untuk dikembangkan pada luas wilayah Indonesia dengan
agroklimatnya yang beragam (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).
Komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan berperan
penting dalam keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam
jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta
dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat (Direktorat Jenderal Hortikultura,
2010). Sayuran terdiri dari berbagai macam jenis dan masing-masing jenis
sayuran memberikan kontribusi yang berbeda-beda nilainya dalam Produk
Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional. Beberapa komoditas sayuran yang
memberikan kontribusi terbesar dalam PDB sayuran nasional yaitu cabai merah
besar, bawang merah, cabai rawit, tomat, kentang, kubis, dan bawang daun,
sedangkan jenis sayuran yang memberikan sumbangan yang relatif kecil dalam
PDB sayuran nasional digolongkan ke dalam komoditas sayuran lainnya
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011). Data PDB beberapa komoditas sayuran
terhadap total PDB sayuran nasional tahun 2009 hingga 2010dapat dilihat pada
Tabel 1. PDB Beberapa Komoditas Sayuran Terhadap Total PDB Sayuran Nasional Tahun 2009 hingga 2010
No. Komoditas
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (2011)
Tabel 1 menunjukan bahwa nilai PDB beberapa komoditas sayuran
meningkat pada tahun 2010. Komoditas cabai merah besar berada di posisi
terbesar kedua sebagai komoditas yang mengalami peningkatan nilai PDB yaitu
sebesar Rp 267.37 miliar (0.36 persen) setelah komoditas bawang merah yaitu
sebesar Rp 443.54 miliar (1.1 persen).
Cabai merah juga merupakan produk hortikultura yang menjadi salah satu
penyumbang inflasi terbesar. Data Badan Pusat Statistik mengenai inflasi 2010
menunjukan bahwa komoditas cabai merah menjadi penyumbang ketiga terbesar
setelah komoditas beras dan tarif listrik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komoditas Penyumbang Inflasi Terbesar di Indonesia Tahun 2010 (persen) No. Komoditas Kontribusi dalam Inflasi
1. Beras 1.29
8. Jasa perpanjangan STNK 0.22
9. Rokok kretek filter 0.16
10. Daging ayam ras 0.15
3
Selanjutnya mengenai harga cabai merah besar yang selalu mengalami
kenaikan atau penurunan setiap bulannya. Fuktuasi harga komoditas pada
dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas
permintaan yang dibutuhkan konsumen. Jika terjadi kelebihan pasokan maka
harga komoditas akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan maka
harga komoditas tersebut akan naik. Pada proses pembentukan harga tersebut
perilaku petani dan pedagang memiliki peranan penting karena mereka dapat
mengatur volume penjualannya yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Fluktuasi harga yang relatif tinggi pada komoditas sayuran terjadi akibat
kegagalan petani dan pedagang sayuran dalam mengatur volume pasokannya
sesuai dengan kebutuhan konsumen (Irawan, 2007).
Berdasarkan harga riil cabai merah besar selama tahun 2009 hingga 2011,
harga riil rata-rata cabai merah besar cenderung mengalami fluktuatif setiap
bulannya. Selang periode selama tahun 2009 hingga 2011 harga cabai merah besar
di Propinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi. Kenaikan tertinggi harga riil cabai
merah besar tahun 2009 terjadi pada Bulan Agustus hingga September yaitu
sebesar 70.25 persen dan penurunan harga riil cabai merah besar tertinggi terjadi
pada Bulan November hingga Desember yaitu sebesar 30.64 persen. Kenaikan
tertinggi harga riil cabai merah besar tahun 2010 terjadi pada Bulan November
hingga Desember yaitu sebesar 86.59 persen dan penurunan harga riil cabai merah
besar tertinggi terjadi pada Bulan Februari hingga Maret yaitu sebesar 43.67
persen. Kenaikan tertinggi harga riil cabai merah besar tahun 2011 terjadi pada
Bulan November hingga Desember yaitu sebesar 26.57 persen dan penurunan
yaitu sebesar 30.88 persen. Harga Riil Rata-Rata Cabai Merah Besar Periode
Januari 2009 hingga Desember 2011 di Propinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Harga Riil Rata-Rata Cabai Merah Besar Periode Januari 2009 hingga Desember 2011 di Propinsi DKI Jakarta
Tahun Bulan Harga Eceran Rata-rata Cabai Merah Besar (rupiah/kg)
Keterangan: IHK yang digunakan yaitu tahun dasar 2007=100
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009a, 2009b, 2010b, 2010c, 2011b, 2011c) diolah
Fluktuasi harga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) produksi
sayuran cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu saja, (2) struktur
5
yang tidak sinkron antar daerah produsen, (3) permintaan komoditas sayuran
umumnya sangat sensitif terhadap perubahan kesegaran produk. Komoditas
sayuran umumnya relatif cepat busuk sehingga petani dan pedagang tidak mampu
menahan penjualannya terlalu lama dalam rangka mengatur volume pasokan yang
sesuai dengan kebutuhan pasar, karena hal itu dapat berdampak pada penurunan
harga jual yang disebabkan oleh penurunan kesegaran produk, dan (4) untuk dapat
mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen maka
dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran produk
secara efisien, namun ketersediaan sarana penyimpanan tersebut umumnya relatif
terbatas akibat kebutuhan investasi yang cukup besar sedangkan teknologi
penyimpanan sederhana yang dapat diterapkan oleh petani sangat terbatas
(Irawan, 2007).
Fluktuasi harga cabai merah terjadi disebabkan oleh pola panen cabai yang
bersifat musiman, sedangkan permintaan selalu ada dan pada saat hari raya seperti
lebaran dan musim hajatan meningkat tajam. Hal ini menyebabkan terjadi
ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran. Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah karakteristik produk yang mudah rusak, tidak tahan disimpan
lama sehingga memperkecil cakupan wilayah perdagangan komoditas tersebut. Di
pihak lain, cabai merah sangat diperlukan masyarakat. Keberadaan cabai merah
tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan konsumsi masyarakat sehari-hari, meskipun
bukan termasuk kebutuhan pokok (Ketura, 1996)
Konsumsi masyarakat terhadap cabai merah segar cenderung meningkat,
meskipun sering terjadi fluktuasi harga cabai merah. Tingkat konsumsi per kapita
2011 mengalami peningkatan yang besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi Rata-Rata per Kapita Seminggu Komoditas Cabai Merah di Indonesia Tahun 2009 hingga 2011
Tahun Jumlah
(ons)
Perubahan (persen)
2009 0.292 -
2010 0.293 0.34
2011 0.321 8.70
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011a)
Tabel 4 menunjukan bahwa setiap tahunnya terlihat dari tahun 2009
hingga 2011 konsumsi rata-rata per kapita dalam seminggu komoditas cabai
merah di Indonesia mengalami meningkatan yang pesat. Nilai konsumsi cabai
merah tersebut sudah mewakili juga kondisi konsumsi per kapita masyarakat
terhadap cabai merah besar. Berdasarkan daerah tempat tinggalnya maka dapat
diperoleh perbedaan konsumsi cabai merah per kapita pada masyarakat yang
berada di perkotaan dan pedesaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Seminggu Komoditas Cabai Merah Menurut Daerah Tempat Tinggal di Indonesia Periode September 2011
Tempat Tinggal Jumlah
(ons)
Nilai (rupiah)
Perkotaan 0.350 605
Pedesaan 0.292 548
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011a)
Tabel 5 menunjukan bahwa konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita
komoditas cabai merah di Indonesia dominan berada di daerah perkotaan. Propinsi
DKI Jakarta merupakan wilayah dengan jumlah penduduk yang padat, dimana
terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada
7
Tabel 6. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2008 hingga 2011
(ribu jiwa)
Tahun Jumlah Penduduk
2008 9 146.20
2009 9 223.00
2010 9 607.80
2011 9 729.50
Sumber: Badan Pusat Statistik (2011e)
Peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta setiap tahunnya juga
cenderung berdampak pada tumbuhnya usaha restoran baru di wilayah DKI
Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik (2011d) dalam Sherly (2012), Propinsi
DKI Jakarta merupakan pusat pertumbuhan bisnis restoran terbesar, yang
memiliki kontribusi 26.1 persen dari jumlah restoran di Indonesia. Data Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta menunjukkan terjadi
peningkatan jumlah restoran pada tahun 2006 hingga 2011. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Usaha Pariwisata Bidang Penyedia Makanan dan Minuman di Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006 hingga 2011
(unit)
No. Jenis Usaha
Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011
1. Restoran 1849 1779 2014 2215 2481 2742
2. Bar 504 526 586 600 646 705
3. Pusat Jajanan - - 26 48 54 55
4. Kafetaria - - - 1 7 21
Jumlah 2353 2305 2626 2864 3188 3523
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2010) dalam Sherly (2012)
Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DKI Jakarta (2011),
diantara lima kotamadya yang ada di Propinsi DKI Jakarta, wilayah Jakarta
Selatan berada pada urutan pertama untuk kotamadya dengan jumlah restoran
Tabel 8. Rekapitulasi Usaha Pariwisata Bidang Restoran di Propinsi DKI Jakarta Berdasarkan Jenis Masakan Tahun 2011
(unit)
Wilayah
No. Jenis Makanan Jakarta Pusat Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta (2011)
Tabel 8 menunjukan bahwa restoran yang terdapat di Propinsi DKI Jakarta
memiliki berbagai ragam masakan dari masakan Indonesia sampai masakan
internasional. Jumlah restoran yang menyajikan masakan khas Indonesia di
wilayah Jakarta Selatan menduduki posisi yang paling tinggi dibanding
kotamadya lain di Propinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 169 unit restoran.
Jenis masakan khas Indonesia yang terdapat di wilayah Jakarta Selatan
diantaranya Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam.
Restoran-restoran tersebut membutuhkan cabai merah besar sebagai bahan baku penting
dalam masakannya, maka diduga kebutuhan cabai merah oleh ketiga jenis restoran
tersebut akan cenderung lebih dominan dibandingkan restoran lainnya. Harga
cabai merah besar yang fluktuatif dapat berpengaruh terhadap restoran yang
9
merah besar sedang melambung tinggi dan pasokannya sedikit, pihak restoran
tidak dapat secara langsung mengurangi jumlah pemakaian cabai merah besar
dalam bahan baku masakannya karena nantinya akan berdampak pada cita rasa
masakan yang dijualnya. Akan tetapi hal ini dapat berpengaruh terhadap tingkat
pengeluaran yang harus dikeluarkan pihak restoran tersebut. Berdasarkan
penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis permintaan
cabai merah besar pada usaha restoran di wilayah Jakarta Selatan.
1.2. Perumusan Masalah
Fluktuasi harga cabai merah dapat disebabkan oleh besarnya jumlah
penawaran dan besarnya jumlah permintaan. Semakin tinggi jumlah penawaran,
maka harga akan rendah dan sebaliknya jika sedikit jumlah penawaran maka
harga akan semakin tinggi (ceteris paribus). Apabila dilihat dari sisi permintaan,
tingginya harga terjadi karena permintaan naik, sedangkan turunnya permintaan
akan menyebabkan turunnya harga. Harga cabai merah yang berfluktuasi dapat
memberi pengaruh negatif terhadap pihak restoran karena dapat mempengaruhi
penerimaannya. Di sisi lain fluktuasi harga cabai merah tersebut memberi
pengaruh positif bagi unit pengelola restoran lainnya (Murhaliz, 2007).
Harga cabai merah besar yang fluktuatif juga berpengaruh terhadap usaha
restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai bumbu utama
masakannya. Untuk mengetahui apakah hanya harga yang menjadi faktor utama
dalam permintaan cabai merah atau ada faktor lain selain harga yang lebih
berpengaruh terhadap permintaan cabai merah, besar dirumuskan permasalahan
1. Bagaimana karakteristik usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda,
dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan?
2. Bagaimana permintaan cabai merah besar usaha restoran (Restoran Padang,
Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan dan faktor-faktor
apakah yang mempengaruhinya?
1.3. Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis permintaan cabai
merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan. Secara khusus tujuan penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha restoran (Restoran Padang, Restoran
Sunda, dan Restoran Ayam) di Jakarta Selatan.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar
usaha restoran (Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam) di
Jakarta Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah dapat membantu para
pembuat keputusan terkait permintaan cabai merah besar terutama pengengola
usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam di Jakarta Selatan
untuk mengevaluasi usaha yang dilakukannya dan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan usahanya. Manfaat penelitian bagi pemerintah atau
instansi pengambil keputusan terkait adalah penelitian dapat digunakan sebagai
masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan
keputusan terkait dengan pengaturan tataniaga cabai merah di Jakarta Selatan.
11
pihak lain yang berkepentingan sebagai sumber informasi dan masukan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup analisis permintaan cabai merah
besar usaha restoran di Jakarta Selatan. Sampel dalam penelitian ini adalah
Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam pada skala usaha besar dan
menengah yang berada di Jakarta Selatan. Responden dalam penelitian ini adalah
pengelola atau pegawai usaha restoran tersebut. Pengambilan data dilakukan pada
pertengahan Bulan Agustus hingga Bulan Oktober 2011
Keterbatasan penelitian yaitu faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
permintaan cabai merah besar usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan
Restoran Ayam di Jakarta Selatan. Restoran Padang terdiri dari enam variabel
yaitu harga cabai merah besar, harga beras dan harga minyak goreng sebagai
barang komplementer, harga jual rata-rata masakan, rata-rata penerimaan restoran,
dan dummy skala usaha. Restoran Sunda terdiri dari tujuh variabel yaitu harga
cabai merah besar, harga minyak goreng dan gula pasir sebagai barang
komplementer, harga jual rata-rata masakan, rata-rata penerimaan restoran,
dummy skala usaha dan dummy jarak lokasi restoran. Restoran Ayam terdiri dari
enam variabel yaitu harga cabai merah besar, harga minyak goreng dan harga
bawang merah sebagai barang komplementer, harga jual rata masakan,
rata-rata penerimaan restoran, dan dummy skala usaha. Penelitian ini tidak
memasukkan variabel barang substitusi dari cabai merah besar, dan barang input
lain yang digunakan dalam usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cabai Merah BesarCabai merupakan tanaman hortikultura yang banyak ditanam, dimana
umumnya cabai digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan industri makanan.
Jenis sayuran ini banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat tanpa
melihat tingkat sosialnya (Widiawati dan Indrayani 2008). Secara umum cabai
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil, dan cabai hias.
Cabai kecil dan cabai besar merupakan jenis cabai yang biasanya diperdagangkan
di pasar tradisional. Umumnya cabai kecil dikenal dengan istilah cabai rawit
sedangkan cabai besar dikenal dengan istilah cabai merah. Cabai besar sendiri
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu cabai merah besar dan cabai merah
keriting (Suyanti, 2007 dalam Sari, 2009).
Cabai merah termasuk komoditas yang tidak diatur tataniaganya oleh
pemerintah. Oleh karenanya harga yang terjadi sangat bergantung kepada
mekanisme pasar, yaitu interaksi kekuatan penawaran dan permintaan. Sesuai
dengan sifat cabai merah yang mudah rusak, elemen biaya pemasaran (termasuk
di dalamnya transportasi) akan memberikan indikasi mengenai keterkaitan antara
pasar-pasar utama dengan sentra produksi pemasoknya. Pada umumnya
konsumen rumah tangga, lembaga, maupun industri pengolahan komersial
menginginkan cabai merah dalam bentuk segar serta dengan warna merah merata.
Kesegaran, ukuran, rasa, aroma, dan warna cabai merah akan berpengaruh
terhadap kualitas produk yang dihasilkan dalam pengolahan. Cabai merah juga
merupakan komoditas yang mudah mengalami penurunan kualitas. Hal ini yang
13
mengapa harga cabai merah bervariasi (Subiyanto, 1996).
Harga cabai merah diduga sangat dipengaruhi oleh pembentukan harga di
tingkat pedagang besar. Hal ini terjadi karena melalui jaringannya, pedagang
besar memiliki kemudahan untuk memperoleh informasi yang menyangkut situasi
penawaran dan permintaan. (Kotser, 1989 dalam Adiyoga, 1995). Contoh rantai
pemasaran cabai merah dapat dilihat pada Gambar 1.
30%
60%
4% 6%
Sumber: Hutabarat dan Rahmanto (2004)
Gambar 1. Profil Rantai Pemasaran Cabai Merah
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa distribusi penjualan cabai
merah dari tingkat petani terdapat empat cabang. Pihak yang mendapat persentase
paling besar dalam penjualan cabai merah dari petani adalah pedagang pengumpul
skala besar, yaitu sebanyak 60 persen. Selanjutnya dari pengumpul skala besar
lalu didistribusikan lagi ke pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, lalu rantai
Petani Produsen
Pedagang Pengumpul Skala
Menengah/Kecil
Pedagang Pengumpul Skala Besar
Pedagang Grosir Pasar Kramat Jati
Pedagang Pengecer Daerah Konsumsi
Konsumen Pedagang Pengecer
dilanjutkan ke pedagang pengecer dan pada akhirnya sampai pada konsumen.
Cabang kedua yaitu sebanyak 30 persen diberikan kepada pedagang pengumpul
skala kecil dan menengah. Selanjutnya dari pengumpul skala menengah pun
akhirnya didistribusikan ke Pasar Induk Kramat Jati dan berakhir pada konsumen.
Cabang ketiga yaitu pedagang pengecer lokal di kecamatan, biasanya pedagang
ini langsung menjual hasil cabai merah ke konsumen di kecamatan terdekat dan
tidak menjualnya ke pasar.
2.2. Permintaan Konsumen
Permintaan konsumen didefinisikan sebagai jumlah berbagai komoditas
tertentu bahwa konsumen individu bersedia dan mampu membeli karena harga
komoditas yang bervariasi, dengan semua faktor lain yang mempengaruhi
permintaan tetap konstan (Tomek dan Robinson 1990). Menurut Kartasapoetra
(1986) dalam Trihendria (1994), permintaan konsumen adalah kuantitas produk
atau jasa yang diinginkan untuk dibeli oleh konsumen tertentu pada suatu harga
eceran tertentu, dalam suatu pasar tertentu, serta selama jangka waktu tertentu.
Menurut Sumarwan (2002) dalam Manda (2006), berkaitan dengan teori
permintaan dan perilaku konsumen, istilah konsumen sering diartikan sebagai dua
jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen
individu membeli barang dan jasa untuk digunakan langsung oleh individu dan
sering disebut pemakai akhir atau konsumen akhir. Jenis kedua adalah konsumen
organisasi yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, dan lembaga
lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk, peralatan, dan jasa-jasa
15
2.3. Konsumen Lembaga
Menurut Swastha dan Handoko (1987) dalam Sari (2000), konsumen
lembaga dan konsumen keluarga mempunyai perbedaan dasar yaitu pada perilaku
pembelian. Konsumen lembaga mempunyai motif yang berbeda dan sangat
dipengaruhi oleh banyak individu yang terlibat dalam pengambil keputusan,
sedangkan pada konsumen keluarga motif pembeliannya tanpa atau sedikit sekali
dipengaruhi oleh orang lain secara langsung atau merupakan individu yang
benar-benar melakukan pembelian. Menurut Swastha dan Irawan (1985) dalam Fuadi
(1996), konsumen lembaga yang berusaha di bidang makanan mempunyai
permintaan komoditi yang berbeda dibanding konsumen rumah tangga. Umumnya
konsumen lembaga lebih memperhatikan keseragaman, kesinambungan, dan
standardisasi pada komoditinya. Proses pembelian konsumen lembaga jauh lebih
kompleks daripada keputusan membeli yang dibuat oleh konsumen akhir.
Menurut Torsina (1987) dalam Fuadi (1996), pada pelaksanaan pembelian
suatu barang, konsumen lembaga khususnya restoran akan memilih pemasok yang
cocok dan bahan atau barang yang sesuai dengan yang diinginkan. Restoran
adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, untuk
menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa
makan maupun minum. Restoran ada yang berada dalam suatu hotel, kantor
maupun pabrik, dan banyak juga yang berdiri sendiri di luar bangunan itu
(Panjaitan 2010).
Perda Propinsi DKI Jakarta No. 10 Tahun 2004 tentang kepariwisataan
menjelaskan tentang restoran yaitu jenis usaha penyediaan makanan dan minuman
tempat atau lokasi tetap tertentu dengan bangunan permanen. Pengertian restoran
menurut Direktorat Jenderal Pariwisata No. 15/V/1998 adalah salah satu jenis
usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian permanen, dilengkapi dengan
peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan
makanan dan minuman di tempat usahanya serta memenuhi ketentuan persyaratan
yang ditetapkan.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan pada penelitian ini
diantaranya penelitian Trihendria (1994), Fuadi (1996), Ketura (1996), Nurlianti
(2002), dan Manda (2006). Hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat dalam
bentuk matriks pada Tabel 9.
2.4.1. Penelitian Tentang Cabai Merah
Penelitian mengenai cabai merah telah dilakukan oleh peneliti terdahulu
seperti penelitian oleh Ketura (1996) dan Manda (2006). Penelitian tersebut
menganalisis tentang perkembangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan cabai merah pada konsumen lembaga (Tabel 9).
2.4.2. Penelitian Tentang Analisis Permintaan Turunan Pada Konsumen Lembaga
Penelitian terdahulu mengenai analisis permintaan komoditas tertentu oleh
konsumen lembaga telah dilakukan diantaranya oleh Trihendria (1994), Fuadi
(1996), dan Nurlianti (2002). Penelitian Trihendria (1994) mengenai permintaan
daging kalkun, Fuadi (1996) mengenai permintaan ayam kampung, dan Nurlianti
(2002) mengenai permintaan telur ayam ras, ketiganya menggunakan data primer,
masing-masing penelitian dilakukan pada hotel, restoran, dan pedagang martabak
22
Tabel 9. Matrik Penelitian Terdahulu
No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil
1. Nama: RR Ineswara
1. Volume konsumsi daging kalkun impor pada tahun 1993 di Hotel Borobudur Intercontinental adalah sebesar 2,127 kg, Hotel Indonesia sebesar 122 kg, dan Aerowisata Catering Service sebesar 24,892 kg.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume konsumsi daging kalkun secara nyata pada Hotel Borobudur Intercontinental adalah total pengeluaran daging kalkun impor, total pengeluaran daging bebek lokal, dan jumlah pengunjung restoran. Pada Hotel Indonesia adalah total pengeluaran daging sapi lokal, total pengeluaran daging kalkun impor, dan jumlah pengunjung restoran. Pada ACS adalah total pengeluaran daging sapi impor, total pengeluaran daging sapi lokal, total pengeluaran daging kalkun impor, total pengeluaran daging bebek impor, dan total pengeluaran daging bebek lokal.
3. Nilai elastisitas dari tiap faktor yang mempengaruhi volume konsumsi daging kalkun pada Hotel Borobudur Intercontinental berturut-turut sebesar 1.0168, -0.0405751, dan 1.2759. Pada Hotel Indonesia berturut-turut sebesar 0.0124, 0.0083691, dan -0.093197.
4. Pada ACS berturut-turut sebesar -0.086654, -0. 092152, 0.88121, 0.038937, dan 0,010148.
5. Negara asal daging kalkun impor di ketiga lembaga tersebut adalah Amerika Serikat. Frekuensi impor di Hotel
No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil
Borobudur Intercontinental adalah dua minggu sekali, Hotel Indonesia satu tahun sekali, dan ACS satu bulan sekali. Sistem pembayaran di ketiga lembaga tersebut adalah sistem pembayaran yang dibayarkan pada satu bulan setelah barang tersebut diambil. Teknik daging yang bersuhu -18 °c sampai -35°c. Grade yang digunakan ketiga lembaga tersebut adalah grade A.
1. Jumlah ayam kampung yang dibutuhkan oleh setiap restoran antara 10-50 ekor per hari. Harga rata-rata ayam kampung yang dibayar oleh restoran adalah Rp 4,621 per ekor, sedangkan berat hidup rata-rata ayam kampung yang diminta oleh restoran adalah 0.809 kg per ekor. Harga jual ayam kampung olahan terendah adalah Rp 2,200 per potong, sedangkan harga jual tertinggi adalah Rp 4,000 per potong.
2. Elatisitas harga ayam kampung terhadap permintaan adalah -0.330. Elastisitas harga jual ayam olahan terhadap permintaan adalah 0.255. Kedua elastisitas tersebut bersifat inelastic
Tabel 9. Lanjutan
20
No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil
3. Nama: Weiny Balqis Ketura
Tahun: 1996
Judul: Analisis Permintaan Cabai di Indonesia.
1.Fungsi permintaan cabai sebagai konsumsi langsung diduga dipengaruhi oleh harga cabai, pendapatan, harga beras, harga cabai botol, dan jumlah penduduk.
2. Fungsi permintaan cabai sebagai bahan baku indutri d
dipengaruhi oleh harga cabai, pengeluaran untuk tenaga jumlah industri yang menggunakan cabai sebagai bahan baku jumlah produksi industri yang menggunakan cabai.
3. Fungsi permintaan cabai total diduga dipengaruhi oleh variabel gabungan permintaan cabai sebagai konsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri.
4. Permintaan cabai sebagai konsumsi langsung rumah tangga terutama dipengaruhi oleh selera, selain itu juga dipengaruhi oleh harga cabai, tingkat pendapatan, harga beras, harga cabai botol, dan jumlah penduduk.
5. Permintaan cabai sebagai bahan baku industri dipengaruhi oleh harga cabai, pengeluaran untuk tenaga kerja, jumlah industry yang menggunakan cabai sebagai bahan baku industri, dan jumlah produksinya.
4. Nama: Lia Nurlianti
1. Jenis pedagang martabak telur dibagi menjadi pedagang martabak telur kios dan pedagang martabak telur gerobak. Rataan permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur kios adalah 160 kg/bulan per pedagang (67.80%) dan untuk pedagang martabak telur gerobak adalah 75.11 kg/bulan per pedagang (32.20%).
Tabel 9. Lanjutan
No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil
2. Berdasarkan hasil uji-t diperoleh variabel-variabel yang berpengaruh sangat nyata terhadap permintaan telur ayam
ras adalah volume usaha unit B dan volume usaha unit D (α
= 0.01), sedangkan variabel dummy lokasi usaha
berpengaruh nyata pada taraf nyata (α = 0.05). Harga minyak
goreng berpengaruh nyata pada taraf nyata (α =
0.1).Berdasarkan hasil uji F diperoleh bahwa secara bersama-sama peubah harga telur ayam ras, harga tepung terigu, harga minyak goreng, volume usaha unit A, volume usaha unit B, volume usaha unit D, dan lokasi usaha (variabel dummy) berpengaruh nyata terhadap permintaan telur ayam ras.
3. Penadapatan bersih pedagang martabak telur kios adalah sebesar Rp 4 959 056/bulan dan pedagang martabak telur gerobak sebesar 1 134 291.12/bulan.
4. Elastisitas permintaan telur ayam ras oleh pedagang
martabak telur bersifat inelastis (0.166). Nilai elastisitas volume usaha unit A (0.047), volume usaha unit B (0.225), dan volume usaha unit D (0.349). Hal ini menunjukan bahwa pada usaha dagang unit A, unit B, dan unit D tersebut telur ayam ras merupakan barang normal. Nilai elastisitas silang harga tepung terigu (0.680) dan harga minyak goreng (0.331) menunjukan hasil yang positif, ini berarti bahwa barang-barang tersebut merupakan barang substitusi.
20
22
No Peneliti/Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil
5. Nama: Habrianto Manda
1. Karakteristik usaha Restoran Padang di Kota Bogor
diantaranya sebanyak 81.3 persen memiliki tempat usaha dengan status sewa, 40.6 persen telah menjalankan usaha lebih dari lima tahun, 62.5 persen mempunyai cabang usaha di lokasi lain, dan 78.1 persen memiliki dapur yang tergabung dengan bangunan usaha.Pola permintaan cabai oleh Restoran Padang di Kota Bogor yaitu sebesar 31.3 persen membutuhkan cabai merah antara 50-100 kg per bulan, 43.8 persen menggunakan cabai hijau antara 101-150 kg per bulan, 40.6 persen menghabiskan cabai rawit berkisar 10-20 kg per bulan. Sebanyak 93.8 persen melakukan pembelian cabai merah setiap hari, 100 persen membeli cabai hijau setiap hari, dan 59.4 persen memebeli cabai rawit setiap hari. Rata-rata jumlah cabai yang dibutuhkan yaitu cabai merah sebanyak 131.33 kg/bulan, cabai hijau sebanyak 118.83 kg/bulan, dan cabai rawit sebanyak 17.89 kg/bulan
2. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi permintaan cabai merah adalah harga, omzet penjualan, proporsi belanja cabai terhadap total belanja, dan jumlah masakan. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi permintaan cabai hijau adalah harga, omzet penjualan, dan proporsi belanja cabai terhadap total belanja. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi permintaan cabai rawit adalah proporsi belanja cabai terhadap total belanja dan jumlah masakan. 3. Nilai elastisitas harga dari permintaan cabai merah, cabai
hijau, dan cabai rawit berturut-turut yaitu sebesar -0.47, -0. 84, dan -0.27.
Tabel 9. Lanjutan
2.5. Kebaruan Penelitian
Penelitian ini memiliki persamaan dan kebaruan dibandingkan penelitian
Ketura (1996) dan Manda (2006). Persamaannya adalah menggunakan cabai
merah sebagai komoditas yang diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
Ketura (1996) adalah dalam hal jenis data yang digunakan dan cakupan penelitian.
Pada penelitian Ketura jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series
periode tahun 1975-1995, sedangkan pada penelitian ini menggunakan data
primer cross section. Tujuan penggunaan data primer adalah lebih kepada
menjelaskan pola konsumsi unit restoran di daerah yang diteliti.
Data yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan penelitian Manda
(2006) yaitu mengkaji tentang cabai merah pada konsumen lembaga unit restoran,
tetapi jenis konsumen lembaga, lokasi yang diteliti, dan teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini berbeda. Pada penelitian Manda komoditas yang diteliti
cabai merah keriting, cabai hijau, dan cabai rawit, lokasi yang dipilih adalah Kota
Bogor dan konsumen lembaga yang diteliti adalah hanya satu jenis restoran yaitu
Restoran Padang. Berbeda dengan penelitian Manda, penelitian ini dilakukan di
wilayah Jakarta Selatan, komoditas yang diteliti adalah cabai merah besar dan
jenis restoran yang diteliti ada tiga jenis restoran yaitu Restoran Padang, Restoran
Sunda, dan Restoran Ayam. Pembagian sampel pun di stratifikasi berdasarkan
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran TeoritisCabai merah besar merupakan salah satu komoditas input yang digunakan
dalam bumbu masakan usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran
Ayam di Jakarta Selatan. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini
membahas tentang teori permintaan dan konsep permintaan turunan.
3.1.1. Konsep Dasar Permintaan
Permintaan adalah jumlah barang dan jasa yang rela dan mampu dibeli oleh
para pelanggan selama periode tertentu berdasarkan kondisi tertentu, diantaranya
harga barang yang bersangkutan, harga dan ketersediaan barang yang berkaitan,
perkiraan akan perubahan harga, pendapatan konsumen, selera dan preferensi
konsumen, pengeluaran dan periklanan. Terdapat dua model permintaan yaitu:
1. Permintaan langsung, yaitu permintaan untuk konsumsi pribadi. Permintaan
atas barang dan jasa yang secara langsung memuaskan keinginan konsumen.
2. Permintaan turunan, yaitu permintaan atas barang dan jasa bukan karena nilai
konsumsi langsung, melainkan karena merupakan masukan dalam pembuatan
atau distribusi produk. Ini dapat dikatakan bahwa permintaan barang dan jasa
tersebut diturunkan dari permintaan akan produk dimana barang dan jasa
tersebut digunakan dalam pembuatannya (Pappas and Hirschey, 1995).
3.1.2. Konsep Permintaan Turunan (Derived Demand)
Permintaan turunan merupakan permintaan untuk sumberdaya (input) yang
tergantung pada permintaan keluaran (output) dimana sumberdaya tersebut dapat
digunakan untuk berproduksi. Perusahaan tidak dapat membuat keuntungan
perusahaan baik dalam jangka panjang dan jangka pendek tergantung pada nilai
yang ditempatkan pasar pada produk perusahaan. Ini berarti bahwa permintaan
untuk input tergantung pada permintaan untuk output (permintaan input berasal
dari permintaan output). Nilai yang melekat pada produk dan input yang
diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut yang menentukan produktivitas
input itu. Formalnya, produktivitas input adalah jumlah output yang diproduksi
per unit input. Ketika jumlah output yang dihasilkan per unit input besar, input
dikatakan sangat produktif. Ketika hanya sedikit output yang dihasilkan per unit
input,maka produktivitas yang rendah (Case and Fair, 1996).
Permintaan akan barang dan jasa produsen berkaitan erat dengan
permintaan akan produk akhir yang dihasilkan oleh barang dan jasa produsen
tersebut. Permintaan akan barang-barang ini berakar dari nilai barang tersebut
dalam pembuatan dan penjualan produk-produk lain. Barang tersebut memiliki
nilai karena penggunaannya berpotensi untuk menghasilkan laba. Komponen
kunci dalam menetapkan permintaan turunan adalah manfaat marginal dan biaya
marginal yang dikaitkan dengan penggunaan satu masukan atau faktor produksi
tertentu. Jumlah dari setiap barang dan jasa yang dipergunakan akan meningkat
ketika manfaat marginalnya, yang diukur dalam bentuk nilai keluaran yang
dihasilkan, lebih besar dari biaya marginal untuk menggunakan masukan tersebut.
Sebaliknya, jumlah dari setiap masukan yang dipergunakan dalam produksi akan
menurun ketika manfaat marginal yang dihasilkan lebih kecil dari biaya marginal
untuk penggunaannya (Pappas and Hirschey, 1995).
Menurut Tomek dan Robinson (1990), permintaan turunan digunakan
25
produk akhir. Permintaan turunan berbeda dari permintaan primer berdasarkan
jumlah biaya pemasaran dan pengolahan perunit produk. Kurva permintaan
turunan dapat berubah baik karena pergeseran kurva permintaan primer atau
karena perubahan marjin pemasaran. Secara empiris hubungan permintaan
turunan dapat diperkirakan secara tidak langsung dengan mengurangkan marjin
yang terdapat dalam daftar permintaan primer atau secara langsung dengan
menggunakan data harga dan kuantitas yang berlaku untuk tahap pemasaran yang
tepat (harga grosir dan jumlah misalnya dapat digunakan untuk mendekati
permintaan turunan di tingkat menengah, sementara harga pertanian dan data
penjualan dapat digunakan untuk memperkirakan kurva permintaan yang dihadapi
produsen). Hubungan permintaan primer (primary demand) dan permintaan
turunan (derived demand) dapat dilihat pada Gambar 2.
Harga (P)
Pp
M
Pd
Primary Demand
Derived Demand
Qa Kuantitas per unit (Q)
Sumber : Tomek dan Robinson (1990)
Gambar 2. Kurva Permintaan Primer dan Permintaan Turunan
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa kurva derived demand (Dd) terletak
di bawah kurva primary demand (DP) sehingga untuk jumlah barang yang sama,
demand. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan atau proses lebih lanjut dari
input menjadi output akhir.
Menurut Boediono (2002), banyak input yang “diminta” oleh seorang
produsen tergantung kepada besar output yang direncanakan untuk diproduksikan.
Besar output yang direncanakan tergantung kepada perhitungan mengenai tingkat
output mana yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan maksimum. Jadi
keputusan mengenai banyak input yang diminta adalah sisi lain dari keputusan
mengenai banyak output yang akan diproduksikan dan keduanya adalah hasil dari
proses penentuan posisi keuntungan maksimum. Menurut Doll dan Orazem
(1984), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara output (Y) dengan input
(X1) serta faktor tetapnya (X2, X3,…, Xn).
Y = f (X1│X2, X3, …, Xn)
………..………(3.1)
Keuntungan (π) merupakan pengurangan dari Total Value Product (TVP)
dengan Total Cost (TC), dimana Total Cost terdiri dari Total Variable Cost (TVC)
dan Total Fixed Cost (TFC), dalam hal ini TFC dianggap konstan nilainya.
π = TVP – TC
π = TVP – TVC – TFC
π = (Py . Y) – (Px . X) – TFC ….……...….…….………....….…. (3.2)
Guna memaksimumkan keuntungan sehubungan dengan variabel input,
maka persamaan (3.2) diturunkan terhadap nol. Turunan pertama π terhadap x
sama dengan nol (dπ/dx=0) sehingga persamaan (3.2) berubah menjadi :
��
�� =��
��
��− ��= 0
��
27
�� .���� =��………(3.3)
Menurut Boediono (2002), ����.�� disebut juga Value of Marginal
Product dari X, yaitu MPPx yang dinilai dalam satuan uang (bukan dalam satuan
fisik). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut.
���� =��………(3.4)
Produsen akan menggunakan input X sampai jumlah tertentu sehingga VMPx
sama dengan harga per unit X. Ini adalah tingkat penggunaan input X yang
optimal karena menghasilkan keuntungan maksimum bagi produsen. Kurva
VMPx dapat digambarkan dari kurva MPPx dengan mengubah skala sumbu
optimal karena menghasilkan keuntungan maksimum bagi produsen. Kurva
VMPx dapat digambarkan dari kurva MPPx dengan mengubah skala sumbu
vertikalnya dari satuan fisik menjadi satuan nilai (uang). Kurva VMPx adalah
kurva permintaan produsen akan input X, namun dalil ini berlaku atas dasar :
1. Produsen dianggap sebagai pembeli “kecil” di pasar input X,
2. Produsen beroperasi dalam persaingan sempurna di pasar outputnya,
3. Kurva VMP yang berlaku adalah bagian yang menurun (sebab bagian VMP
yang menaik menggambarkan MPP yang menaik, dan bagian ini tidak pernah
dipilih produsen, yang disebut irrational stage).
Penurunan kurva VMPx terdapat pada Gambar 3, sedangkan kurva
Output (Y)
TPP
I II III
X1 X2 X3 Penggunaan input (X)
Output (Y)
APP
0 Penggunaan input (X)
MPP
Harga input (Px)
29
Gambar 3. Penurunan Kurva Value Marginal Product X
Harga input (Px)
P”x
P’x
VMPx = Dx
0 X2 X1 Penggunaan input (X)
Sumber : Boediono (2002)
Gambar 4. Kurva Permintaan Input X
Gambar 4 menunjukkan bahwa apabila harga input X adalah P’x, maka
jumlah input x yang diminta produsen adalah 0X1 agar memenuhi syarat VMPx =
Px dan apabila harga input X adalah P”x maka jumlah input x yang diminta
produsen adalah 0X2. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam kasus satu input
variabel dan produsen beroperasi dalam persaingan sempurna baik di pasar input
maupun di pasar output,bagian yang menurun dari kurva VMP adalah juga kurva
permintaan akan input variabel tersebut.Permintaan akan input dipengaruhi oleh :
1. Teknologi.
Kemajuan teknologi atau peningkatan produktifitas suatu input menggeser
permintaan akan input ke kanan.
Semakin sempurna persaingan dalam pasar output, maka semakin landai kurva
permintaan akan output dan semakin elastis permintaan akan input tersebut.
3. Semua faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan output.
Yaitu seperti selera, pendapatan, harga barang-barang lain, distribusi pendapatan,
dan lain sebagainya. Apabila selera meningkat, pendapatan meningkat, dan harga
barang substitusi output naik, maka permintaan akan input yang digunakan dalam
proses produksi barang tersebut meningkat (bergeser ke kanan). Sebaliknya akan
terjadi apabila selera, pendapatan, dan harga barang substitusi turun.
3.1.3. Elastisitas PermintaanInput (Faktor Produksi)
Menurut Sukirno (2003), suatu perubahan harga faktor produksi akan
menimbulkan akibat yang berlainan ke atas perubahan jumlah berbagai faktor
produksi yang digunakan. Ada yang perubahan jumlahnya sangat besar dan ada
pula yang sangat sedikit. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi elastisitas
permintaan suatu faktor produksi diuraikan di bawah ini:
1. Elastisitas permintaan dari barang yang dihasilkan.
Semakin besar elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan,
semakin besar pula elastisitas permintaan terhadap faktor produksi.
2. Perbandingan antara biaya faktor produksi dengan biaya total.
Semakin besar bagian dari biaya produksi total yang dibayarkan kepada suatu
faktor produksi, semakin lebih elastis permintaan faktor produksi tersebut.
3. Tingkat penggantian di antara faktor produksi
Semakin banyak faktor produksi lainnya yang dapat menggantikan suatu
faktor produksi, semakin elastis permintaan ke atas faktor produksi tersebut.
31
Semakin cepat penurunan produksi fisik marjinal semakin tidak elastis
permintaan terhadap faktor produksi yang bersangkutan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Konsumen lembaga seperti usaha restoran, terutama restoran-restoran yang
menyajikan jenis masakan yang membutuhkan banyak cabai merah besar,
memiliki tingkat permintaan terhadap cabai merah besar lebih banyak dibanding
restoran lainnya. Di sisi lain, harga cabai merah besar cenderung mengalami
fluktuatif setiap bulannya. Hal ini berpengaruh terhadap permintaan cabai merah
besar oleh usaha restoran yang menggunakan cabai merah besar sebagai
komponen utama dalam bumbu masakan. Komposisi bumbu sudah ditentukan
untuk setiap masakan (cita rasa) pada jenis usaha Restoran Padang, Restoran
Sunda, dan Restoran Ayam, jika terjadi kenaikan harga cabai merah besar maka
akan mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah besar, jumlah masakan yang
ditawarkan, sehingga mempengaruhi penerimaan, pengeluaran, dan keuntungan
usaha restoran
Pada penelitian ini dikaji mengenai karakteristik restoran-restoran yang
dominan menggunakan cabai merah besar sebagai bahan baku penting dalam
bumbu masakannya. Restoran tersebut yaitu Restoran Padang, Restoran Sunda,
dan Restoran Ayam. Kemudian menganalisis faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi permintaan cabai merah besar pada usaha restoran. Hal ini penting
bagi pengelola usaha agar dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
berpengaruh bagi pengembangan usahanya serta dapat mengevaluasi usahanya
agar tetap dapat menguntungkan. Kerangka operasional pada penelitian ini dapat
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Fluktuasi harga cabai merah besar
di wilayah DKI Jakarta
Permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah besar usaha
Restoran Padang, Restoran Sunda,
dan Restoran Ayam (Analisis Model Regresi Linier Berganda)
Rekomendasi bagi pengelola usaha restoran untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan usahanya
Usaha Restoran Padang
Usaha Restoran Sunda
Usaha Restoran Ayam
Karakteristik usaha Restoran Padang, Restoran Sunda, dan
Restoran Ayam (Analisis Deskriptif)
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu PenelitianPengumpulan data primer untuk keperluan penelitian dilaksanakan di
Jakarta Selatan. Pemilihan kawasan ini dengan pertimbangan bahwa Jakarta
Selatan merupakan wilayah kotamadya yang memiliki usaha restoran dan rumah
makan terbanyak di Propinsi DKI Jakarta (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Propinsi DKI Jakarta, 2011). Pengumpulan data primer dilaksanakan dari
pertengahan bulan Agustus sampai Oktober 2011. Pengolahan dan analisis data
dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai Juni 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
merupakan data cross-section. Data primer diperoleh dari wawancara langsung
dengan menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada beberapa pegawai atau
manager restoran yang dijadikan sampel di wilayah yang sudah ditentukan. Data
sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Propinsi DKI Jakarta, dan literatur.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui metode wawancara yang dilengkapi dengan
kuesioner yang telah disiapkan, kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada manager
atau pegawai Restoran Padang, Restoran Sunda, dan Restoran Ayam yang
mengetahui dan kompeten dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan membaca sumber pustaka yang