• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSAN Nomor 17 K/N/2000 ====================================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUTUSAN Nomor 17 K/N/2000 ====================================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN Nomor 17 K/N/2000

====================================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa perkara niaga dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari:

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). berkedudukan di Gedung Wisma Bank Danamon Lt. 24 & 30, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 45-46, Jakarta, dalam hal ini diwakili oleh para kuasanya: Abdul Hakim G. Nusantara, SH., LLM dan Benny Harman, SH., MH, Para Advokat/Pengacara pada Kantor Hukum Abdul Hakim G. Nusantara & Partners, berkantor di Jalan Salemba Tengah No. 39 BB. Lantai 2 Jakarta Pusat 10440, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Mei 2000, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Kepailitan;

Melawan

PT. Ometraco Corporation Tbk., berkedudukan di Wisma Bank Tiara, Lantai 4, Jalan . M.T. Haryono Kav. 16; Jakarta 12810, dalam hal ini dilaksanakan oleh Luhut M.P. Pangaribuan, SH., LLM selaku Likuidator yang diwakili oleh para kuasanya: Leonard P. Simorangkir, SH dan Laudin Napitupulu, SH. Para Advokat/Pengacara dari Kantor Advokat/ Pengacara Leonard P. Simorangkir, SH. & Rekan, berkantor di Jl. Batu Mutiara II/61 Pulo Mas Jakarta Timur 13210, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 10 Mei 2000, Sebagai Termohon Kasasi dahulu Termohon Kepailitan;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon kasasi sebagai Pemohon Kepailitan telah mengajukan permohonan pailit terhadap sekarang Termohon Kasasi sebagai Termohon Kepailitan di muka persidangan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada pokoknya atas dalil-dalil:

Bahwa Pemohon adalah suatu badan khusus yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 tahun 1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mempunyai tugas dan kewenangan khusus sebagaimana diberikan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Bahwa sebagai Pemohon BPPN bertindak:

1. Selaku pemegang hak dan kewenangan Direksi, Komisaris, Pemegang Sahan dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Bank Dagang Nasional Indonesia (PT. BDNI) berdasarkan ketentuan Pasal 40 PP 17/1999, dan

(2)

2. Selaku Pemegang Hak atas Piutang PT. Bank Ekspor Impor Indonesia (PT. BANK EXIM) berdasarkan Perjanjian Pengalihan Hak Atas Piutang, antara PT. Bank Exim (Persero) dengan BPPN dan PT. Bank Mandiri (Persero) yang di(egalisasi oleh Ny. Asmara Noer, SH. Notaris di Jakarta dengan Nomor T76/Leg/1999 tertanggal 31 Maret 1999;

Sehingga secara hukum Pemohon sah mewakili dan bertindak untuk dan atas nama PT. BDNI dan PT. Bank Exim melakukan tindakan hukum termasuk melakukan penagihan piutang kepada Termohon;

Bahwa Termohon adalah sebuah perusahaan nasional yang telah menerima fasilitas Pinjaman Rekening Koran dari PT. BDNI dengan plafon sebesar Rp. 2 milyar berdasarkan perjanjian-perjanjian seperti yang diuraikan dalam surat .permohonan Pemohon;

Bahwa ternyata di samping fasilitas Pinjaman Rekening Koran itu, Termohon juga telah memperoleh fasilitas short term loan (STL) dari PT. BDNI dengan plafon sebesar Rp. 4 Milyar berdasarkan perjanjian-perjanjian seperti yang diuraikan dalam surat permohonan Pemohon; Bahwa disamping memperoleh fasilitas Pinjaman Rekening Koran sebagaimana disebut di atas, Termohon juga telah memperoleh Revolving Credit Facility dari PT. Bank Exim dengan fasilitas plafon sebesar USD 6,000,000.00 (enam juta dollar Amerika Serikat) berdasarkan Facility agreement tanggal 03 Desember 1996;

Bahwa Perjanjian Kredit (Facility Agreement) tertanggal 03 Desember 1996 tersebut diatas pada dasarnya merupakan suatu Perjanjian Kredit Sindikasi namun sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Agreement, para kreditur sepakat untuk memberikan fasilitas kredit dengan jumlah dan komitmen yang ditentukan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing kreditur (on several basis). Demikian pula jumlah yang terhutang kepada masing-masing Bank (Kreditur) merupakan hutang-hutang yang terpisah dan berdiri sendiri dan dengan demikian masing-masing Bank berhak untuk melindungi dan melaksanakan sendiri hak-haknya berdasarkan Agreement ini sehingga untuk itu tidak ada keharusan bagi Bank lainnya atau Agent untuk bergabung dalam mengajukan tuntutan hukum;

Bahwa dengan terjadinya pengalihan hak atas tagihan piutang PT. BDNI kepada Termohon berdasarkan Pasal 41 PP No. 17/1999 dan pengalihan hak atas tagihan piutang PT Bank Exim kepada Termohon berdasarkan perjanjian Pengalihan Hak Atas Piutang tersebut di atas maka kedudukan PT. Bank BDNI dan PT. Bank Exim sebagai Kreditur-kreditur terhadap Termohon telah digantikan oleh BPPN sehingga baik PT. Bank BDNI maupun PT. Bank Exim tidak lagi mempunyai hak dan kewenangan atas tagihan-tagihan terhadap Termohon;

Bahwa hari bayar atau jatuh tempo berkenaan dengan seluruh jumlah yang terhutang Termohon kepada PT. BDNI sesuai dengan Perjanjian Perpanjangan Kredit No. 279/PRK/KPO/97 tertanggal 21 Agustus 1997 untuk fasilitas Pinjaman Rekening dan fasilitas short termohon berdasarkan Perjanjian Perpanjangan Kredit No. 278/STL/PPK/KPO/97 tanggal 21 Agustus 1997 adalah tanggal 21 Agustus 1998;

Bahwa hari bayar atau jatuh tempo berkenaan dengan seluruh jumlah yang terhutang Termohon kepada PT. Bank Exim sesuai dengan Facility Agreement tanggal 03 Desember 1996 adalah tanggal 20 Januari 1998; akan tetapi atas kesepakatan PT. Bank Exim dengan kreditur-kreditur lainnya; hutang tersebut diperpanjang selama 14 (empat belas) hari atau sampai tanggal 03 Februari.1998 sebagaimana ternyata dari surat BANQUE PARIBAS Cabang Singapura tertanggal 3 Februari 1998;

(3)

Bahwa guna melakukan penyelesaian hutang melalui tindakan hukum tidak diperlukan lagi, surat peringatan/teguran/pemberitahuan dari Pemohon, kepada Termohon perihal default (cidera janji) dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian kredit, oleh karena berdasarkan ketentuan dalam perjanjian-perjanjian kredit disebutkan bahwa bila debitur belum melunasi hutangnya maka dengan lewatnya waktu saja sudah menjadi bukti bahwa pihak debitur telah lalai tanpa diperlukan lagi pemberitahuan atau surat-surat kepada Termohon;

Bahwa adapun jumlah kewajiban (hutang) Termohon kepada Pemohon pertanggal 29 Maret 2000 sebesar US$ 5,031,141.44 (lima juta tiga puluh satu ribu seratus empat puluh satu empat puluh empat sen Dollar Amerika Serikat) dan sebesar Rp. 4.521.327.207,14 (empat milyar lima ratus dua puluh satu juta tiga ratus dua puluh tujuh ribu dua ratus tujuh empat belas sen rupiah), dengan rincian sebagaimana diuraikan dalam surat Permohonan Pemohon;

Bahwa ternyata Termohon disamping mempunyai kewajiban (hutang) kepada Pemohon juga mempunyai kewajiban kepada kreditur lain yaitu antara lain kepada:

1) American Express Bank Ltd Singapore Branch berkedudukan di JI. HR. Rasuna Said Kav. 03 Blok X-1 Jakarta 12950;

2) Oversea Chinese Banking Corporation Limited Berkedudukan di 65, Chulia Street, OCBC Centre Singapore 049513;

3) Royal Bank Of Canada Berkedudukan di 140 Cecil Street, # 01-00, PIL Building Singapore 069540;

4) PT. Fuji Bank International Indonesia Berkedudukan di Plaza BII, Tower II, Lantai 24, JI. MH. Thamrin Kav. 22, Jakarta 10350;

5) The Commercial Bank Of Korea, Singapore Branch Berkedudukan di 5 Shenton Way # 17-03 UIC Building Singapore 068808;

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di atas telah terbukti secara sempurna bahwa hutang Termohon kepada Pemohon saat ini telah jatuh tempo dan dapat ditagih dan bahwa Termohon juga mempunyai kewajiban kepada kreditur-kreditur lain sehingga Permohonan Pernyataan Kepailitan ini telah mempunyai dasar dan alasan hukum sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 UU No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan;

Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No. 3 tahun 1999 tentang Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung RI, Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Niaga untuk menunjuk Prof. Dr. C.F. Sunaryati Hartono, SH. dan Elijana, SH. yang telah diangkat sebagai Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Niaga berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 71/M Tahun 1999 masing-masing sebagai anggota Hakim Ad Hoc dalam memerikan dan memutus Permohonan Pernyataan kepailitan ini;

Bahwa untuk melindungi hak dan kepentingan Pemohon dan guna mencegah Termohon melakukan tindakan atas kekayaan yang dapat merugikan hak dan kepentingan Pemohon dalam rangka mendapatkan pembayaran penuh atas semua hutang Termohon maka dimohon oleh Pemohon agar sebelum menjatuhkan putusan atas Permohonan Pernyataan Pailit ini, Majelis Hakim meletakkan sita jaminan atas harta kekayaan yang sudah ada maupun yang masih akan ada dikemudian hari;

Bahwa berdasarkan alasan-alasan seperti diuraikan di atas, Pemohon mohon agar Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara a quo berkenan memberikan putusan sebagai berikut:

(4)

1. Menunjuk Hakim Ad Hoc sebagai anggota Majelis guna memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan pailit dari Pemohon;

2. Mengabulkan Permohonan Pernyataan pailit dari Pemohon untuk seluruhnya; 3. Menyatakan Termohon Pailit dengan segala akibat hukumnya;

4. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan atas segala harta kekayaan Termohon baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak dan baik harta kekayaan yang sudah ada maupun yang masih akan ada di kemudian hari;

5. Menunjuk sebagai Kurator Gunawan Widyaatmadja, SH. Kantor Advokat dan Pengacara Gunawan Widyaatmadja, SH. dan Rekan-Rekan yang beralamat di JI. Bima 27 Kemanggisan Tomang Barat Jakarta 11480;

6. Menghukum Termohon untuk membayar seluruh biaya perkara ini;

Bahwa terhadap permohonan pailit tersebut Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusan tanggal 26 April 2000 No. 20/Pailit/2000/PN.Niaga. Jkt.Pst. yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

Menolak Permohonan Pemohon;

Membebankan biaya perkara kepada Pemohon sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);

Bahwa sesudah putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut diucapkan di depan sidang yang terbuka untuk umum dan dengan dihadiri oleh para pihak pada tanggal 26 April 2000, kemudian terhadapnya oleh Pemohon kepailitan dengan perantaraan kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Mei 2000, diajukan permohonan kasasi lisan pada tanggal 3 Mei 2000, sebagaimana ternyata dari akta permohonan kasasi No. 031/Kas/Pailit/2000/PN.Niaga JKT.PST. jo No. 020/PAILIT/2000/ PN.NIAGA/JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, permohonan mana kemudian disusul dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari itu juga;

Bahwa setelah itu oleh para Termohon Kepailitan/Termohon Kasasi yang pada tanggal 4 Mei 2000 telah disampaikan salinan permohonan kasasi dan salinan memori kasasi dari Pemohon Kasasi, diajukan kontra memori kasasi yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 11 Mei 2000;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Undang-undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formil dapat diterima;

Menimbang, bahwa keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:

1. Bahwa Judex Factie telah keliru dalam menerapkan hukum dengan memberikan pertimbangan yang menyatakan bahwa Termohon PT. Ometraco Corporation Tbk telah dinyatakan bubar berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 05 April 2000 dan pembubaran tersebut adalah sah secara hukum karena tidak terbukti ada upaya

(5)

hukum tertentu yang diajukan terhadap penetapan tersebut dan karena secara hukum Termohon sudah bubar maka berdasarkan ketentuan pasal 118 UUPT jelas Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum;

Bahwa ketentuan pasal 118 ayat (1) UU PT sama sekali tidak berbicara tentang dapat tidaknya Perseroan yang telah bubar melakukan perbuatan hukum. Ketentuan pasal 118 ayat (1) UU PT hanya menyatakan bahwa dalam perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lama 30 hari wajib: a. mendaftarkan dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam pasal 21; b. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara RI, c. mengumumkan dalam dua surat kabar harian dan memberitahukan kepada Menteri;

Kemudian selanjutnya dalam pasal 118 ayat (2) dikatakan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Pasal 118 UU PT belum dilakukan maka bubarnya Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga;

Bahwa demikian pula mengenai pertimbangan Judex Factie bahwa Tim Likuidasi telah melaksanakan kewajiban berdasarkan Pasal 118 ayat (2) dengan telah diumumkannya pembubaran Perseroan di Harian Neraca dan Media Indonesia tanggal 12 April 2000 sehingga karenanya bubarnya Perseroan telah mengikat pihak ketiga jelas merupakan kekeliruan, karena pada saat permohonan pernyataan Kepailitan a quo didaftarkan tanggal 29 Maret 2000, Likuidator sama sekali belum melaksanakan semua kewajiban;

berdasarkan ketentuan Pasal 118 ayat (2) tersebut baru pada tanggal 12 April 2000, yakni dua minggu setelah Permohonan Pernyataan kepailitan diajukan atau dua hari setelah sidang pertama dilaksanakan tanggal 10 April 2000 di Pengadilan Niaga baru dilaksanakan oleh Likuidator pengumuman pembubaran perseroan di Surat Khabar Harian Neraca dan Harian Media Indonesia;

Tetapi meskipun Likuidator telah melaksanakan kewajiban berdasarkan pasal 118 ayat (1) huruf c, akan tetapi Likuidator belum melaksanakan kewajiban berdasarkan ketentuan Pasal 118 ayat (1) huruf a yakni kewajiban untuk mendaftarkan pembubaran Perseroan dari Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud Pasal 21 dan ayat (1) huruf b yakni kewajiban mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara RI;

Bahwa kewajiban-kewajiban berdasarkan Pasal 118 ayat (1) tersebut di atas merupakan kewajiban kumulatif yang berarti apabila salah satu kewajiban tersebut belum dilaksanakan oleh Likuidator maka bubarnya Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Hal ini jelas terlihat dari kata penghubung yang digunakan yaitu "dan" dalam pasal 118 ayat (2) yang menyatakan:

"Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, belum dilakukan bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga".

Bahwa terlepas dari salah atau belum dilaksanakannya kewajiban berdasarkan pasal 118 ayat (1) dan ayat (2) UUPT tersebut, ketentuan-ketentuan dalam pasal 118 ayat (1) dan (2) tersebut sama sekali tidak relevan untuk dijadikan dasar hukum penolakan terhadap permohonan pernyataan Kepailitan dari Pemohon karena ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai dapat tidaknya perseroan dalam likuidasi dinyatakan pailit, melainkan sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik. Bukan untuk melindungi kepentingan perseroan dalam likuidasi dari kewajiban terhadap pihak ketiga;

(6)

2. Bahwa Judex Factie telah menerapkan ketentuan pasal 119 ayat (1) dan (2) sebagai dasar hukum untuk menolak Permohonan Kepailitan Pemohon Kasasi, tetapi sama sekali tidak menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar ketentuan pasal 119 ayat (1) dan (2) tersebut dengan tidak dapatnya Perseroan dalam likuidasi dinyatakan pailit. Ketentuan Pasal 119 ayat (1) UUPT itu menyebutkan: "Bahwa dalam hal perseroan bubar maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaan dalam proses likuidasi. "Kekecualian bagi Perseroan yang telah bubar untuk melakukan perbuatan perbuatan hukum tertentu tersebut selanjutnya diatur dalam ketentuan pasal 119 ayat (2) UUPT;

Bahwa putusan Judex Factie yang menyatakan Perseroan dalam likuidasi tidak dapat dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan pasal 119 ayat (1) tersebut di atas sangatlah tidak relevan. Pertama, ketentuan pasal 119 ayat (1) tersebut sama sekali tidak melarang kreditur untuk mengajukan Permohonan Pernyataan Kepailitan terhadap Debitur (Perseroan) dalam likuidasi, karena Debitur sebagai Termohon dalam permohonan pernyataan kepailitan ini sama sekali tidak melakukan perbuatan hukum. Kedua, maksud dari ketentuan pasal 119 ayat (1) tersebut adalah untuk mencegah perseroan dalam likuidasi untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana dilakukan perseroan dalam kondisi tidak dilikuidasi (normal). Perbuatan-perbuatan hukum, tertentu yang dilakukan Perseroan dalam likuidasi dilaksanakan Tim Likuidasi bukan oleh Direksi sebagaimana tercantum dalam AD Perseroan sebelum dinyatakan bubar;

Bahwa dengan demikian penerapan Pasal 119 ayat (1) tersebut hanya tepat jika yang mengajukan permohonan pernyataan pailit a quo adalah Termohon Kasasi. Maka adalah keliru jika Judex Factie menolak permohonan pernyataan kepailitan ini dengan dasar Pasal 119 ayat (1) karena yang mengajukan permohonan pailit adalah Pemohon Kasasi, bukan Termohon Kasasi;

3. Bahwa Judex Factie juga telah mengutip Putusan Majelis Kasasi dalam perkara kepailitan No. 02 K/N/1998 untuk menolak Permohonan Pernyataan kepailitan ini dengan tanpa memberikan pertimbangan hukum yang jelas mengapa Judex Factie sependapat dengan ini Putusan Majelis Kasasi dalam perkara tersebut di atas;

Bahwa untuk memperjelas persoalan ini berikut ini dikutip penjelasan Pasal 199 ayat (1) UUPT yang menyebutkan bahwa:

" selama dalam proses likuidasi, Anggaran Dasar Perseroan dengan segala perubahannya yang berlaku pada saat perseroan berakhir tetap berlaku sampai pada hari likuidator dibebaskan dari tanggung jawabnya oleh RUPS";

Bahwa berdasarkan penjelasan pasal 119 ayat (1) tersebut dapat disimpulkan bahwa perangkat dasar perseroan sebagai sebuah badan hukum termasuk RUPS dan AD masih tetap berfungsi. Pengecualiannya ialah dalam hal pengurusan perseroan yaitu tugas dan wewenang Direksi diambil alih Likuidator. Karena itu dalam hal pengangkatan, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab dan pengawasan yang berlaku bagi Direksi berlaku pula bagi Likuidator (pasal 122 ayat 2 UUPT);

Bahwa dengan demikian, Perseroan dalam Likuidasi masih merupakan pemilik yang sah dari seluruh harta kekayaan atau aset-aset yang dimilikinya, menjadi kreditur untuk tetap menagih piutang-piutangnya, dan merupakan debitur yang harus melaksanakan

(7)

kewajiban-kewajibannya Sehingga dengan demikian Perseroan dalam Likuidasi tetap merupakan Badan Hukum dengan segala hak dan kewajiban yang melekat padanya. Karena termohon kasasi secara hukum masih berstatus Badan Hukum, maka Termohon Kasasi dapat dianggap sebagai debitur menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan;

Bahwa berdasarkan fakta di persidangan terbukti bahwa Termohon Kasasi adalah debitur yang tidak membayar hutangnya kepada Pemohon Kasasi selain Pemohon Kasasi juga terbukti Termohon Kasasi tidak membayar hutang kepada kreditur-kreditur yang lain, sehingga dengan demikian Termohon Kasasi adalah debitur yang telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan;

4. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangan hukum menyatakan bahwa proses likuidasi setelah perseroan bubar maupun putusan pailit pada dasarnya adalah sama yaitu proses penyelesaian utang-piutang antara Debitur dan Kreditur berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pasal 1131 jo Pasal 1132 KUHPdt di mana barang-barang kepunyaan Debitur yang dimiliki sekarang maupun akan datang menjadi jaminan atas pelunasan hutangnya kepada Kreditur; Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas jelas menyesatkan secara hukum karena seolah-olah pemohon Kasasi sebagai Kreditur tidak dapat melakukan tindakan hukum lain terhadap Perseroan dalam likuidasi kecuali mengikuti prosedur-prosedur yang telah diatur dalam pasal 120 UUPT;

Bahwa Pemohon Kasasi sebagai Kreditur pada dasarnya tetap dapat melakukan tindakan hukum terhadap Termohon Kasasi yang statusnya adalah sebagai Perseroan Dalam Likuidasi melalui proses hukum di luar yang ditentukan dalam UUPT (psl 120) termasuk pada proses hukum berdasarkan UU Kepailitan karena pada kenyataannya tidak ada larangan terhadap Pemohon Kasasi selaku Kreditur untuk mengajukan Permohonan Pernyataan kepailitan terhadap Perseroan Dalam Likuidasi selaku Termohon Kasasi;

Bahwa kemudian Tim Likuidasi yang akan bertindak untuk dan atas nama perseroan dalam Likuidasi sebagai Termohon pailit adalah tidak relevan untuk dipersoalkan. Adanya Tim Likuidasi yang dalam hal ini, bertindak untuk dan atas nama Perseroan dalam Likuidasi justru mengukuhkan secara hukum bahwa Perseroan Dalam Likuidasi memiliki kewajiban terhadap Kreditur-krediturnya;

Menimbang,

mengenai keberatan-keberatan kasasi ad 1, 2, 3, dan 4

bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan, karena judex factie/Pengadilan Niaga tidak salah menerapkan hukum dengan tambahan pertimbangan sebagai berikut:

bahwa dari bukti-bukti T.2 sampai dengan T.6 yang diajukan oleh Termohon Kasasi terbukti bahwa pendaftaran dan pengumuman tentang bubarnya PT Ometraco Corporation Tbk. (Termohon Kasasi) telah dilaksanakan oleh Likuidator dalam tenggang waktu seperti yang dimaksudkan oleh pasal 118 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT), sehingga bubarnya Termohon Kasasi sebagai perseroan juga berlaku bagi pihak ketiga;

bahwa sesuai dengan pasal 119 ayat (1) UUPT, Termohon Kasasi sebagai Perseroan Dalam Likuidasi tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali melakukan tindakan pemberesan

(8)

kekayaan Termohon Kasasi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 119 ayat (2) dan pasal 120 UUPT, tindakan pemberesan mana dilakukan oleh Likuidator;

bahwa dengan bubarnya perseroan Termohon Kasasi dan telah ditunjuknya Likuidator dengan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 5 April 2000 Nomor 79/Pdt.P/2000/PN.Jak.Sel. maka perseroan Termohon kas berada dalam proses likuidasi (Dalam Likuidasi) dan status badan hukum Termohon Kasasi sudah berakhir, oleh karena itu tidak dapat dimohonkan pailit (vide putusan Mahkamah Agung RI tanggal 26 November 1998 Nomor: 02 K/N/1998);

bahwa dalam hal pembayaran hutang-hutangnya, perseroan Dalam Likuidasi (voluntary liquidation) maupun Dalam Kepailitan pada esensinya sama, yakni harus tunduk pada tata urutan pembayaran kembali utang-utangnya (vide pasal-pasal 1139 dan 1149 Kitab Undang-undang Hukum Perdata);

bahwa dengan demikian Termohon Kasasi sebagai Debitur yang berbentuk Perseroan Dalam Likuidasi tidak dapat dinyatakan pailit, kecuali apabila hutang perseroan melebihi kekayaan perseroan (vide pasal 123 jo. pasal 117 ayat (1) UUPT);

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan timbangan tersebut di atas, lagipula dari sebab tidak ternyata bahwa putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam perkara bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam hal ini diwakili oleh para kuasanya: Abdul Hakim G. Nusantara, SH., LLM dan Benny Harman, SH., MH tersebut haruslah ditolak;

Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak, maka Pemohon Kasasi harus membayar biaya perkara yang jatuh dalam tingkat kasasi;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang No. 14 Tahun 1970, Undang-undang No.14 Tahun 1985 dan Perpu No. 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1998 serta Undang-undang lain yang bersangkutan;

Mengadili

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam hal ini diwakili oleh para kuasanya: Abdul Hakim G. Nusantara, SH, LLM dan Benny Harman, SH MH tersebut;

Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Jumat tanggal 9 Juni 2000 dengan M. Syafiuddin Kartasasmita, SH, Ketua Muda Mahkamah Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai ketua Sidang, Marianna Sutadi, SH dan Ida Bagus Widja, SH, sebagai Hakim-hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka persidangan yang terbuka untuk umum pada Hari Jumat Tanggal 9 Juni 2000 oleh Ketua Sidang tersebut dengan dihadiri oleh Marianna Sutadi, SH dan Ida Bagus Widja, SH, Hakim-hakim Anggota tersebut serta Binsar P. Pakpahan, Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.

(9)

Hakim-Hakim Anggota Ketua ttd Mariana Sutadi, SH. ttd M. Safiuddin Kartasasmita, SH ttd.

Ida Bagus Widja, SH Panitera Pengganti ttd. Binsar P. Pakpahan, S Biaya-biaya: 1. Meterai Rp. 6.000,- 2. Redaksi Rp. 1.000,- 3. Administrasi Kasasi Rp.1.993.000,- Jumlah Rp.2.000.000,- Untuk Salinan Mahkamah Agung RI. a.n. Panitera/Sekretaris Jenderal

Direktur Perdata Niaga

I Gde Ketut Sukarata, S.H. NIP. 040 012 856

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Sunley, Yurekli, dan Chaloupka (2000) 6 yang menganalisis dampak kenaikan cukai rokok pada konsumsi rokok dan penerimaan negara dari pajak di 70 negara

Peningkatan kegiatan ekonomi dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup di Indonesia, tetapi peningkatan kegiatan ekonomi dapat mempercepat peningkatan PDB per

Buatlah kelompok yang anggotanya terdiri dari dua orang atau lebih untuk mencari pesan-pesan moral yang terdapat dalam teks anekdot dengan judul “Si Tukang Pedati”

Karena keempukan, kelezatan rasa donatnya dan ngetrendnya usaha ini sehingga banyak pelanggan yang sangat tertarik untuk mencoba membeli dan menjadi pelanggan yang

Karena itu minat belajar adalah kecenderungan hati untuk belajar untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, kecakapan melalui usaha, pengajaran atau pengalaman

perangkat lunak modular dengan antarmuka yang terdefinisi dengan baik. •

Dari hasil analisa data pada tahapan pertama model PPDIOO, maka didapatlah hasil usulan dalam bentuk diagram dengan menggunakan UML sebagai tool pengembangan

Penerapan Analisis Deskriptif dalam Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas pada Beberapa Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota