Laksamana Keumalahayati Simbol Perempuan Aceh
(Peranan Dan Perjuangannya Dalam Lintasan Sejarah Kerajaan Aceh
Darussalam 1589-1604)
SKRIPSI
Diajukan UntukMemenuhiPersyaratan dalamMemperolehGelarSarjanaPendidikanPada
Program StudiPendidikanSejarah
Oleh:
Cut Rizka Al Usrah 3113121017
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
I
ABSTRAK
Cut Rizka Al Usrah. NIM 3113121017. Laksamana Keumalahayati Simbol Perempuan Aceh (Peranan Dan Perjuangannya Dalam Lintasan Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam 1589-1604). Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Social, Universitas Negeri Medan 2015.
Penelitian di Banda Aceh Ibu kota Propinsi Aceh bertujuan; (1) Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Laksamana Keumalahayati. (2) Untuk mengetahui latar belakang peranan dan perjuangan Laksamana Keumalahayati berjuang melawan segala bentuk kolonialisme dan imperialisme terhadap pihak-pihak yang ingin menguasai Kerajaan Aceh Darussalam. Penelitian ini dilakukan di Banda Aceh, Ibu Kota Propinsi Aceh. Untuk memperoleh data tersebut penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis berupa arsip, dokumen, buku-buku, makalah, jurnal, artikel, hasil seminar, tesis, naskah maupun literatur lainnya yang relevan dengan masalah penelitian. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa Laksamana Keumalahayati yang menggeluti aktivitas militer dan politik memiliki peranan dan perjuangan yang sangat besar terhadap Kerajaan Aceh Darussalam dan ikut serta mengantarkan Kerajaan tersebut menuju puncak kegemilangan dan keemasannya. Berdasarkan hasil studi pustaka diketahui bahwa Laksamana Keumalahayati merupakan laksamana perempuan pertama di dunia modern yang juga menjabat sebagai pemimpin 2.000 sampai dengan 3.000 lebih Armada Inong Bale (wanita Janda), Diplomat, Komandan Protokol Istana Darut Dunia, Kepala Badan Rahasia Kerajaan serta mendapatkan julukan sebagai Guardian of The Acheh Kingdom. Fakta sejarah menunjukkan bahwa negara-negara besar baik di Eropa maupun Amerika Serikat tidak memilikinya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Laksamana Keumalahayati termasuk salah satu wanita agung dimana ia sangat dihormati dan disegani baik kawan maupun lawan. Berbicara mengenai aktivitas luar keluarga yang khas wanita dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, agama, pendidikan, militer dan politik yang mana diantara aktivitas-aktivitas tersebut bidang politik dan militer yang banyak mendapatkan legitimasi dari wanita Aceh salah satunya adalah Laksamana Keumalahayati. Dengan adanya bukti peranan yang luar biasa besar yang dilakukan oleh Malahayati dapat membantah, melemahkah atau setidaknya mempertanyakan kembali bahwa aktivitas politik dan militer hanya dapat dimasuki oleh kaum pria.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberikan kesehatan sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Laksamana Keumalahayati Simbol Perempuan
Aceh (Peranan Dan Perjuangannya Dalam Lintasan Kerajaan Aceh Darussalam
1589-1604)”. Skripsi ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan (S.P.d) Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Melalui tulisan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terimakasih penulis
ucapkan Kepada:
Kepada Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M. Si, selaku Rektor di Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Kepada Dr. Restu, MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
Kepada Dra. Flores Tanjung, MA, selaku ketua Jurusan pendidikan sejarah yang selalu membantu dan memotivasi penulis.
Kepada Drs. Yushar Tanjung, M. Si, selaku sekretaris jurusan pendidikan sejarah yang selalu membantu dan memotivasi penulis.
Kepada Dr. Samsidar Tanjung, M.Pd selaku dosen Pembimbing Akademik (PA) Penulis mengucapkan terima kasih atas kebaikan dan bimbingannya.
Dra. Syarifah, M.Pd selaku dosen Pembimbing Ahli yang menggantikan Ibu Samsidar yang berhalangan hadir yang telah memberikan masukan dan saran mulai rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
Dr. Phil Ichwan Azhari, Ms selaku dosen Penguji Utama yang telah memberikan masukan dan saran mulai rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
Pristi Suhendro, S. Hum, M.Si selaku dosen pembanding bebas yang telah memberikan masukan dan saran mulai rencana penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
Kepada Bapak dan ibu staff pengajar jurusan pendidikan sejarah, yang telah memberikan bekal ilmu yang tak ternilai selama belajar di jurusan pendidikan sejarah. Kepada Bapak dan Ibu Kepala Museum Aceh, Perpustakaan Prof Ali Hasjimy Terima
Kasih atas kemudahan yang bapak ibu berikan kepada penulis.
Teristimewa penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orangtuaku tersayang yang selama ini dengan tulus membimbing dan memenuhi semua kebutuhan selama menempuh perkuliahan: Dra. Cut Khadijah, MM, Teuku Muhammad, Bsc. Terimakasih Mama dan Ayah yang selalu mendoakan, memberi semangat bahkan membantu saya menyelesaikan penyusunan hasil penelitian. Kepada Abangku yang tiada hentinya memberi semangat: Teuku Maulana Rizky. Semua keluargaku Om, Cecek, Bunda, Nyakwa, Pakwa, Abua,saudara-saudara, yang telah memberi doa dan motivasi kepada penulis.
Kepada sahabat-sahabat penulis yang selama ini ikut serta memberi perhatian, waktu dan tempat berbagi semua yang saya rasakan. Penulis mengakui bahwa Tuhan dengan baiknya menempatkanku diantara sahabat-sahabat yang luar biasa:
Kepada teman-teman Reguler A 2011 yang selalu memberikan kesan dan pesan luar biasa. Terimakasih untuk semua canda tawa, perdebatan, kehangatan, pengalaman dan pelajaran berharga. Akan selalu ada kerinduan mendalam untuk anak Reguler A 2011. Terkhusus buat : Suryati Hutagaol, Riana Sara Silaban, Melda Sitorus, Beni Hutajulu, Siti Nursanada, Indra Saragih, Debora Saragih, Kiki Amelia Tambunan, Ridwan Hakim, Iki Fadilah, Dwi Oktaviani, Adyati Utari, Deni Hartanto, yang sudah membantu penulis saat sidang berlangsung.
Kepada teman-teman seperjuangan PPLT SMP Negeri 1 Stabat yang selalu memberi semangat.
Kepada semua yang pernah memberi perhatian dan motivasi kepada penulis, semoga Allah memberikan Rahmat yang melimpah dalam hidup kita. God bless you all of us.
Medan, Februari 2015
Penulis
Cut Rizka Al Usrah NIM. 3113121017
Daftar Isi 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 20
A. Letak Wilyah Penelitian ... 20
4.2 Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah ... 23
4.3Latar Belakang kehidupan ... 35
A. Keluarga ... 37
B. Pendidikan ... 40
C. Pernikahan... 45
D. Karir ... 46
4.4 Peranan Dan Perjuangan ... 47
A. Komandan Protokol Istana Darud Dunia ... 49
B. Diplomat ... 52
C. Laksamana ... 63
D. Pemimpin Armada Inong Bale... 66
E. Peristiwa Cornelis de Houtman ... 68
F. Menyelasaikan Intrik Dalam Istana ... 70
G. Kematian ... 71
Bab V Kesimpulan Dan Saran ... 73
A. Kesimpulan ... 74
B. Saran ... 76
Daftar Tabel
Tabel 1.1.1 : Luas Wilayah Kota Banda Aceh Menurut Kecamatan (Km2) 2013 ... 21 Tabel 2.1.1 : Nama Ibu Kota Kecamatan Kota Banda Aceh, 2013 ... 22 Tabel Daftar Sultan Sultan Aceh... 38
Tabel Dafar Perempuan Aceh Dengan Pengambil Keputusan Sebelum Dan
Daftar Gambar
Peta Letak Wilayah Aceh ... 34 Lukisan Kapal Perang Yang Dikirim Oleh Sultan Selim II Ke Aceh... 41 Lukisan Sultan Selim II Dan Surat Dari Sultan Selim II tertanggal 20 September
1567... 42 Prasasti Dua Bahasa Yang Terdapat Pada Makam Laksamana Keumalahayati... 48 Surat Dari Prins Maurits Yang Ditulis Dalam Bahasa Spanyol Kepada Sultan
Aceh ... 56 Inskripsi Makam Utusan Luar Biasa Aceh Abdul Hamid ... 58 Litografi Belanda Tentang Duta Besar Aceh Dan Prosesi Pemakaman Abdul
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aceh terletak di ujung bagian utara pulau Sumatera, bagian paling barat dan paling utara dari kepulauan Indonesia. Secara astronomis dapat ditentukan bahwa daerah ini terletak antara 95º13’ dan 98º17’ bujur timur dan 2º48’ dan 5º40’ lintang utara. Dengan melihat posisinya yang demikian, Aceh dapat disebut
sebagai pintu gerbang sebelah barat kepulauan Indonesia. Karena letaknya yang
strategis ini, dalam perjalanan sejarahnya, Aceh banyak didatangi oleh berbagai bangsa asing dengan berbagai macam kepentingan seperti kepentingan
perdagangan, diplomasi, dan sebagainya.
Kedatangan berbagai bangsa asing itu (Turki, Portugis, Belanda dan lain sebagainya) merupakan hal yang penting bagi perkembangan Aceh sendiri, baik secara kultural, politis, maupun ekonomis. Meskipun demikian, di antara para
pendatang asing itu terdapat pula pendatang yang melakukan tindakan-tindakan yang didorong oleh kolonialisme dan imperialisme, baik di Aceh sendiri maupun
di kawasan sekitarnya. Oleh karena itu timbullah sikap perlawanan dan reaksi dari berbagai pihak yang dirugikan, misalnya pihak Aceh, dalam bentuk
Perlawanan-perlawanan itu terutama dilakukan hanya demi mempertahankan kedudukan pihak yang bersangkutan. Bangsa asing pertama,
tepatnya barat, yang melakukan kontak, dan kemudian berkonflik dengan Aceh adalah bangsa Portugis. Kedatangaannya yang pertama sekali di Aceh pada awal
abad XVI, usahanya merebut kota Malaka dari tangan orang-orang Islam pada tahun 1511, dan intervensinya dalam kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Malaka, telah membuahkan konflik dengan Aceh. Aceh yang sudah tumbuh sebagai
sebuah kerajaan besar, sebagai pengganti Malaka yang telah direbut oleh Portugis, mencoba melawan dan mengusir bangsa asing tersebut dari kawasan Selat
Malaka. Hal ini dilakukan karena Portugis dianggap agresor yang telah merusak keharmonisan kehidupan dan jaringan perdagangan yang sudah mentradisi di
kawasan tersebut.
Konflik Aceh-Portugis ini berlangsung sepanjang abad XVI hingga akhir perempatan abad XVII. Dalam konflik yang berlangsung relatif lama ini
muncullah figur-figur atau tokoh terkemuka dari kedua pihak yang bersangkutan. Dari karya-karya penulis asing dan penulis dari bangsa Indonesia sendiri tentang sejarah Aceh dapat ditemukan sejumlah nama yang pernah menjadi figur
Keumalahayati adalah wanita yang berpangkat laksamana (admiral) kerajaan Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin armada laut pada masa
pemerintahan Sultan Alaidin Riayatsyah Al Mukammil (1589-1604) yang populer disebut Sultan Al Mukkamil saja. Sebelum diangkat sebagai admiral,
Keumalahayati pernah menjabat sebagai pemimpin pasukan ketentaraan wanita di Kerajaan Aceh. Karena keberhasilannya dalam memimpin pasukan wanita tersebut dan juga karena mendapat kepercayaan dari sultan yang pada waktu itu
kurang percaya pada laki-laki sebagai pemegang jabatan, wanita itu pun diangkat sebagai laksamana.
Menurut sebuah Manuskrip (M.S.) yang tersimpan di Universiti Kebangsaan Malaysia dan berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun 1875 M, Keumalahayati berasal dari kalangan sultan-sultan Aceh terdahulu. Ayahnya
bernama Mahmud Syah, seorang laksamana. Kakeknya, dari garis ayahnya, adalah juga laksamana yang bernama Muhammad Said Syah, putra Sultan
Salahuddin Syah yang memerintah tahun 936-945 H atau sekitar 1530-1539 M Sultan Salahuddin Syah sendiri putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah
(1513-1530), pendiri Kejaan Aceh Darussalam. (Ibrahim Alfian 1994:45)
Dilihat dari asal keturunan Keumalahayai seperti yang terdapat dalam M.S. di atas bahwa ayahnya dan kakeknya pernah menjabat sebagai laksamana. Selain merupakan orang kepercayaan sultan, karena memang dianggap mampu,
pengangkatan Keumalahayati sebagai laksamana mungkin pula disebabkan oleh adanya semangat kebaharian yang tumbuh atau kelautan yang ada dalam dirinya,
seorang perempuan. Sebagaimana telah disinggung, sebelum diangkat sebagai laksamana, Keumalahayati telah pernah menduduki jabatan sebagai komandan
suatu pasukan wanita.
Menurut sumber yang merupakan tradisi lisan, pasukan wanita yang
dipimpin oleh Malahayati terdiri oleh para janda yang suaminya gugur dalam peperangan-peperangan yang terjadi antara Kerajaan Aceh dengan Portugis, termasuk suami Keumalahayati sendiri. Pembentukan pasukan ini juga atas ide
dari Keumalahayati, permintaannya kepada sultan. Maksudnya adalah agar para wanita janda itu dapat menuntut balas atas kematian suami mereka. Ternyata
permohonan ini mendapat sambutan baik dari Sultan Al Mukammil. Selanjutnya dibentuklah pasukan wanita yang dinamakan armada Inong Bale (wanita janda). Untuk kepentingan pasukan ini dan juga sebagai tempat pangkalan mereka,
didirikanlah sebuah benteng yang dalam istilah Aceh disebut Kuta Inong Bale ( Benteng Wanita Janda). Hingga sekarang bekas benteng tersebut masih bisa
ditemukan di Teluk Krueng Raya, dekat pelabuhan Malahayati.
Setelah memangku jabatan sebagai laksamana, Keumalahayati mengkoordinasikan sejumlah pasukan laut, mengawasi pelabuhan-pelabuhan yang
berada di bawah syahbandar dan juga kapal-kapal jenis galley (kapal perang) milik Kerajaan Aceh. John Davis seorang nahkoda kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa Keumalahayati menjadi seorang
diantaranya ada yang berkapasitas muatan sampai 400-500 penumpang. Yang
menjadi pemimpinnya adalah laksamana wanita, Keumalahayati.
Waktu itu awal abad ke XVII, Kerajaan Aceh dapat dikatakan memiliki angkatan perang yang kuat. Kekuatannya yang terpenting adalah kapal-kapal
galley yang dimiliki oleh armada lautnya, di samping pasukan gajah yang dimiliki oleh pasukan daratnya. selain di Kerajaan Aceh sendiri yang beribu kotakan Bandar Aceh Darussalam, kapal-kapal itu juga ditempatkan di
pelabuhan-pelabuhan yang berada dibawah kuasa atau pengaruh kerajaan tersebut, misalnya Daya dan Pedir. Diantara kapal-kapal tersebut terdapat kapal yang besarnya
bahkan melebihi kapal-kapal yang dibuat di Eropa pada kurun waktu yang sama.
Kekuatan Keumalahayati sebagai laksamana mulai memasuki ujian berat ketika untuk pertama kalinya terjadinya kontak antara Kerajaan Aceh dengan
Belanda. Pada tanggal 21 Juni 1599 dua buah kapal Belanda yang bernama de Leeuw dan de Leeuwin berlabuh di ibu kota Kerajaan Aceh. Kedua kapal tersebut masing-masing dipimpin oleh dua bersaudara, yaitu Cornelis de Houtman dan
Frederick de Houtman. Mulanya, kedua kapal Belanda tersebut mendapat sambutan yang baik dari pihak Kerajaan Aceh karena darinya diharapkan akan
Laksamana Keumalahayati telah berhasil menggagalkan percobaan pengacauan, oleh Angkatan Laut Belanda di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dan Frederick de Houtman tahun 1599. Cornelis de Hotman tewas terbunuh oleh Malahayati satu lawan satu di atas gelada kapal, sementara
Frederick de Hotman dijebloskan ke dalam tahanan Kerajaan Aceh. Selain sebagai laksamana, Malahayati juga merupakan seorang diplomat handal.
Pada saat dibentuknya pasukan armada inong bale sesuai dengan
permintaannya kepada Sultan Al Mukammil, Keumalahayati telah bersumpah di hadapan sultan atas nama Tuhan ia bersumpah akan berjuang sampai titik darah
penghabisan melawan musuh-musuh Kerajaan Aceh. Ia membuktikan ucapannya tersebut, Malahayati gugur dalam pertempuran yang dimenangan oleh Aceh. Bersama dengan pasukannya dan Darma Wangsa yang nantinya bergelar Iskandar
Muda berhasil mengusir Portugis pada pertempuran di Teluk Krueng Raya. Jenazah Keumalahayati dmakamkan di Lereng Bukit Kota Dalam, sebuah bukit
1.2 Identifikasi Masalah
1. Latar belakang kehidupan Laksamana Keumalahayati
2. Latar belakang peranan dan perjuangan Laksamana Keumalahayatimelawan segala bentuk kolonialisme dan imperialisme
yang di lakukan oleh pihak-pihak yang ingin menguasai Kerajaan Aceh.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini dibatasi agar
lebih terpusat dan tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah penelitian mengenai “Laksamana Keumalahayati Simbol Perempuan Aceh (Peranan Dan Perjuangannya Dalam Lintasan Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam1589-1604)“.
1.4 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah latar belakang kehidupan Laksamana Keumalayati? 2. Bagaimanakah peranan dalam perjuangan yang dilakukan oleh
Laksamana Keumalahayati?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Laksamana Keumalahayati
imperialisme terhadap pihak-pihak yang ingin menguasai Kerajaan Aceh Darussalam
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada peneliti sendiri sebagai perempuan Aceh dan pembaca bahwa ada begitu banyak wanita agung yang terdapat di Aceh salah satunya adalah Laksamana Keumalahayati
yang menjabat sebagai laksamana dan seorang diplomat kerajaan, sebuah propesi yang pada saat ini masih dianggap tabu di jabati oleh
wanita ternyata telah dijabati oleh perempuan Aceh pada abad ke-16. 2. Sebagai bahan informasi kepada generasi muda Aceh.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih
lanjut tentang Laksamana Keumalayati.
4. Menambah sumber kajian mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Medan tentang sejarah lokal dalam cakupan sejarah nasional. 5. Menambah pembendaharaan karya ilmiah bagi lembaga pendidikan
khususnya Universitas Negeri Medan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kerajaan Aceh, pernah melahirkan seorang Laksamana wanita, bernama Keumalahayati yang namanya dikenal tidak saja dalam literatur Indonesia, melainkan juga dalam literatur Barat (Portugis, Belanda, Inggris, dan
Perancis). Ia merupakan seorang laksamana wanita pertama di dunia modern. Penulis barat menyandingkan namanya setara dengan
Semeriramis istri dari Raja Babilonia
2. Meskipun dalam sejarah Yunani sudah mengenal seorang laksamana wanita, yaitu Artemisya pada tahun 480 sebelum Masehi. Akan tetapi
dalam sejarah angkatan laut moderen, ternyata Kerajaan Aceh Darussalam dalam abad ke-16 dan awal abad ke-17 telah memiliki seorang Laksamana
Wanita Keumalahayati atau lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati. Dimana ia tidak hanya berpangkat Laksamana, akan tetapi juga menjabat sebagai Panglima Armada Inong Bale Kerajaan Aceh
Darussalam, Komandan Potokol Istana Darud Dunia, diplomat dan Kepala Rahasia kerajaan. Fakta sejarah menunjukkan bahwa
3. Laksamana Keumalahayati termasuk dalam salah satu wanita agung tentunya memiliki peranan dan jasa yang besar bagi Kerajaan Aceh
Darussalam, penulis-penulis barat menyebutnya sebagai The Guardian of Acheh Kingdom yang begitu disegani dan dihormati baik lawan maupun kawan, bahkan nama sang laksamana masuk dalam jajaran 7 Warlord Women In The World, dan Best Female Warrior At All Time.
4. Laksamana Keumalahayati memegang posisi sebagai Chief Of The
Imperial Guard Troop, Commander Secret Government dan Chief Of Protocol Of Sultan Alaidin Riayatsyah Al Mukammil. Malahayati bukan hanya sebagai admiral dan commander dari Angkatan Laut Kesultanan Aceh Darussalam, tetapi juga memegang posisi troop comander sebagai palaceguard. Malahayati juga menjadi diplomat bagi sultan dan merupakan negosiator yang sangat ulung dan memegang kendali hubungan luar negeri. Ia juga pemimpin 2000 sampai 3.500 lebih pasukan
5. Berbicara mengenai aktivitas luar keluarga yang khas wanita dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, agama, pendidikan
politik yang mana diantara aktivitas-aktivitas tersebut bidang politik dan militer yang banyak mendapatkan legitimasi dari wanita Aceh salah
satunya adalah Laksamana Keumalahayati. Dengan adanya bukti peranan yang luar biasa besar yang dilakukan oleh Malahayati dapat membantah, melemahkah atau setidaknya mempertanyakan kembali bahwa aktivitas
politik dan militer hanya dapat dimasuki oleh kaum pria.
6. Untuk makam Malahayati sendiri menurut penuturan penjaga makam
ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan dari luar negeri. Makam Malahayati paling banyak dikunjungi pada akhir pekan terutama saat hari ibu.Saya rasa sangat menarik
membayangkan bagaimana Malahayati berjuang di lautan lepas berpindah pindah lokasi dari satu wilayah ke wilayah yang lain meninggalkan rumah
B. Saran
1. Ironisnya tidak banyak dari generasi saat ini yang mengenal Malahayati,
bagaimana peranan dan perjuangannya yang luar biasa menghantarkan Kerajaan Aceh Darussalam menuju puncak kegemilangan. Masyarakat
awam hanya sebatas mengenalnya sebagai nama-nama jalan, nama sekolah, rumah sakit, pelabuhan, universitas dan lain sebagainya tanpa mengetahui betapa hebatnya peranan sang laksamana. Nama Malahayati
seolah tenggelam oleh deretan wanita agung lainnya yang hidup setelah beberapa generasi setelahnya. Saya rasa pemerintah perlu untuk
memasukkan Malahayati dalam kurikulum agar pra siswa sebagai generasi penurus mengenal siapa Malahayati tidak hanya sebagai nama jalan, kapala perang, pelabuhan dan universitas saja.
2. Banyak orang yang tidak mengenalnya. Namanya hilang ditelan zaman sungguh hal yang sangat menyedihkan, realitas pahlawan wanita hebat
yang dilupakan oleh bangsanya sendiri. Orang lebih mengagungagungkan RA Kartini sebagai pahlawan emansipasi wanita. Padahal Kartini tidak ada apa-apanya dibandingkan Malahayti. Padahal dikala wanita-wanita belum
mengenal emansipasi, Malahayati justru telah menjadi seorang laksamana dan mempimpin beribu-ribu pasukan baik Armada Laut Kerajaan Aceh
Darussalam maupun Armada Inong Bale dan ia menjabat pula sebagai Komandan Protokol Istana, Kepala Rahasia Kerajaan dan Diplomat.
Sebuah jabatan yang sangat hebat yang dijabati oleh seorang perempuan
3. . Saran saya agar pemerintah tidak memanipulasi pejuangan para pahlawan wanita dan berterus terang bahwa terdapat para pahlawan wanita yang
memiliki peranan yang sangat besar bagi Indonesia. Aneh rasanya sangat minim sekali literatur yang ditulis oleh penulis Indonesia yang membahas
Daftar Pustaka
Ahmad, Zakaria. 1972. Sekitar Keradjaan Atjeh Dalam Tahun 1520-1675. Medan : IKAPI
Alfian, Ibrahim. 1999. Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Banda Aceh : Pusat Dokumentasi Dan Informasi Aceh
Alfian, Ibrahim. 1994. Wanita Utama Nusantara Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta : Agung Offset
Alfian, Ibrahim. 1997. Perang Kolonial Belanda Di Aceh. Banda Aceh : Pusat Dokumentasi Dan Informasi Aceh
Daliman, A. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Djajadiningrat, Raden Hoesein. 1982. Kesultanan Aceh ( Suatu Pembahasan Tentang Sejarah Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan Bahan Yang Terdapat Dalamkarya Melayu). Banda Aceh : Seri Penerbitan Museum Aceh
Djumala, Darmansjah. 2013. Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik Dan Politik Desentralisasi. Jakarta : IKAPI
Ibrahimy, Nur El. 1993. Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh. Jakarta: Gramedia
Fakultas Ilmu Sosial.2013. Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian Mahasiswa. Medan. Universitas Negeri Medan
Hasymy, Ali. 1993. Wanita Aceh Dalam Pemerintahan Dan Peperangan. Banda Aceh : Cv Gua Hira
Hasymy, Ali. 1993. Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Indonesia. Medan : IKAPI
Hugronje, Snouck. 1985. Aceh di Mata Kolonialis. Jakarta : Yayasan Soko Guru
Jakobi. 1998. Aceh Dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta : Gramedia
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kurdi, Mulia. 2009. Aceh Di Mata Sejarawan Rekonstruksi Sejarah Sosial Budaya. Banda Aceh : LKAS
Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta : KPG
Nosedin, Edriana. 2005. Politik Identitas Perempuan Aceh. Jakarta : Woma n Research Institute
Reid, Antony. 2011. Menujuu Sejarah Sumatra Antara Indonesia dan Dunia. Jakarta : Pustaka Obor
Ruslan. 2008. Mengapa Mereka Memberontak ? Dedengkot Negara Islam Indonesia. Yogyakarta : Bio Pustaka
Pemerintah Kota Madya Daerah Tinkat II Banda Aceh. 1988. Kota Banda Aceh Hampir 1000 Tahun. Medan : IKAPI
Ricklefs, M. C. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : IKAPI
Said, Mohammad. 1985. Aceh Sepanjang Abad Jilid I. Medan : Waspada
Said, Mohammad. 1985. Aceh Sepanjang Abad Jilid II. Medan : Waspada
Salam, Solichin. 1995 Malahayati Srikandi Aceh. Jakarta : Gema Salam
Santoso, Sugiarto A Dan S, Ferry Yuniver. Perempuan Dan Perdamaian Di Aceh : MISPI
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Sunny, Ismail. 1980. Bunga Rampai Tentang Aceh. Jakarta : Bhratara Karya Aksara
Susanto, Tirtoprojo.1982.Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: PT Pembangunan
Suyanto, Bagong. 2010. Anatomi Dan Perkembangan Teori Sosial. Malang : Aditya Media
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah II. Jakarta : Grasindo
Zainuddin, M. 1965. Bungong Rampoë. Medan : Pustaka Iskandar Muda
Zainuddin, M. 1952. Singa Atjeh. Medan : Pustaka Iskandar Muda
Zainuddin, M. 1966. Srikandi Atjeh. Medan : Pustaka Iskandar Muda