Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edui
HALAQAH SEBAGAI MODEL BIMBINGAN KELOMPOK
UNTUK MENGEMBANGKAN KEPRIBADIAN MUSLIM
(Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh: Muskinul Fuad
0800823
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduii
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduiii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Halaqah sebagai
Model Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim: Studi
Etnografis pada Komunitas Jamaah Tarbiyah di Kota Purwokerto” ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan
atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya,
apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, 31 Mei 2013
Yang Membuat Pernyataan,
Muskinul Fuad
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduiv
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Rabbul „Izzati atas
segala limpahan nikmat dan kasih sayang-Nya. Shalawat Salam semoga senantiasa
tercurah kepada Sang Murabbi Agung di muka bumi ini, Nabi Muhammad Saw.,
yang telah melakukan tarbiyah ruhiyah dan nafsiah kepada para sahabat beliau, yang
kemudian diteruskan oleh generasi tabi’in, para ulama, dan para da‟i penerusnya yang
senantiasa berjuang tak kenal lelah, sehingga nilai-nilai Islam masih tegak di muka
bumi sampai saat ini.
Disertasi ini merupakan bentuk upaya pencarian penulis atas berbagai model
bimbingan dan konseling Islam yang selama ini menjadi konsen akademik penulis.
Ketika diberi kesempatan untuk melakukan studi lanjut di Universitas Pendidikan
Indonesia, penulis merasakan adanya kekosongan spiritual pada teori-teori bimbingan
dan konseling yang dibangun oleh para ahli Bimbingan dan Konseling di dunia Barat.
Saat membaca beberapa kajian tentang Konseling Islami, Konseling Lintas Budaya,
dan Konseling Pribumi (indigenous counseling) dari beberapa ahli Konseling, penulis
semakin terdorong untuk mengkaji masalah ini secara lebih intensif.
Akhir kata, penelitian ini tentu saja masih memiliki banyak kekurangan,
sehingga penulis berdo‟a semoga ada orang lain yang akan memperbaikinya. Semoga
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduv
orang yang telah ikut terlibat di dalamnya, baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Direktur Perguruan Tinggi
Islam Kementerian Agama RI, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua
STAIN Purwokerto, Segenap pimpinan Sekolah Pascasarjana UPI, dan Ketua
Program Studi BK SPs UPI, atas segala kebijakan dan dukungannya kepada penulis
selama belajar di UPI.
Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih pula kepada para promotor,
penguji, dan validator, yaitu Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Prof. Dr. H. A.
Juntika Nurihsan, M. Pd., Dr. Nandang Rusmana, M.Pd., Prof. Dr. H. Rochman
Natawidjaja, Prof. Dr. H. Asep Muhidin, M. Ag., Dr. H. Anwar Sutoyo, M. Pd., Dr.
H. Moh. Roqib, M.Ag., dan Dr. H. Isep Zainal Arifin, M. Ag., yang telah banyak
memberi catatan, masukan, dan kritik konstruktif terhadap disertasi ini.
Penulis ucapkan terima kasih pula kepada segenap pimpinan dan civitas
akademika STAIN, keluarga, teman-teman halaqah di Jama’ah Tarbiyah, dan
seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan disertasi ini, atas segala
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduvi
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRAK
Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Kepribadian
Muslim: Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto .
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perlunya pengembangan model bimbingan dan konseling yang dibangun berdasarkan atas nilai dan tradisi keislaman, yaitu melalui apa yang dipahami dan dipraktekkan oleh umat Islam. Salah satu di antaranya adalah halaqah yang merupakan sebuah model bimbingan kelompok yang selama ini telah dipraktekkan secara intensif oleh berbagai komunitas masyarakat Muslim, khususnya Jama’ah Tarbiyah. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pandangan hidup yang mendasari praktek halaqah, menggambarkan pelaksanaannya di lapangan, dan mengkonseptualisasikannya sebagai sebuah model bimbingan kelompok yang diorientasikan untuk mengembangkan kepribadian muslim. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dalam bentuk etnografi. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Data yang dihasilkan kemudian dianalisis secara induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa halaqah yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah didasarkan pada beberapa pandangan hidup mereka yang lazim disebut dengan istilah Manhaj Tarbiyah. Pandangan ini terutama berkaitan dengan konsep-konsep kunci seperti dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta’aruf, tafahum,dan takaful. Dilihat dari teori bimbingan dan konseling kelompok, halaqah memiliki aspek-aspek seperti: tujuan, tahapan, metode, konten, manajemen, dinamika, dan nilai-nilai kelompok. Interaksi di antara para peserta halaqah dapat dikatakan lebih mendalam dan sarat akan penanaman nilai ukhuwah (persaudaraan) melalui tahapan ta’aruf (upaya saling mengenal), tafahum (upaya saling memahami), dan takaful (upaya saling menolong dan menanggung beban). Oleh karena itu, halaqah,dengan segala aspek yang ada di dalamnya, dapat disebut sebagai TheBrotherhood Group (kelompok persaudaraan). Artinya, halaqah adalah model kelompok dengan nuansa persaudaraan yang berorientasi pada pengembangan kepribadian muslim. Secara hipotetik, halaqah adalah model bimbingan kelompok yang dapat dijadikan sarana ideal bagi pengembangan kepribadian muslim, karena dikembangkan dari pemahaman masyarakat muslim terhadap nilai-nilai ajaran Islam, khususnya prinsip ukhuwah (persaudaraan), berjamaah, dan tarbiyah madal hayah (pendidikan sepanjang hidup).. Sebagai model bimbingan kelompok yang memiliki pijakan normatif dan historis, perumusan halaqah sebagai sebuah model bimbingan kelompok sangat berarti bagi upaya pengembangan bimbingan dan konseling Islami ke depan. Secara praktis, halaqah dapat dijadikan sebagai metode bimbingan kelompok untuk seluruh komunitas muslim, karena ia merupakan tradisi bimbingan kelompok yang menjadi milik umat Islam secara universal.
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRACT
Title: Halaqah as Group Guidance Model for Muslim Personality Development: an Ethnographic Study on Jamaah Tarbiyah Community in Purwokerto
This research is motivated by the need for the development of guidance and counseling models are built based on Islamic values and traditions, through what is understood and practiced by Muslims. One of them is halaqah which is a model of group guidance that has been practiced intensively by various Muslim communities, especially Jama'ah Tarbiyah. This study aims to explore the underlying worldview halaqah practice, describe its implementation in the field, and conceptualize as a model of group-oriented guidance to develop the Muslim personality. The research method used was a qualitative method in the form of ethnography. Data were collected through in-depth interviews, participant observation, and documentation. The resulting data is then analyzed inductively, descriptive, and qualitative. The process is done well before in the field, while in the field, or after in the field. The results showed that halaqah practiced by the Jama’ah Tarbiyah community based on some of their worldview commonly known by the term Manhaj Tarbiyah. This view is mainly concerned with key concepts like dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta'aruf, tafahum, and takaful. Judging from the theory of group guidance and counseling, halaqah has aspects such as: goals, stages, methods, content, management, dynamics, and the values of the group. Interaction among the halaqah participants arguably more profound and full of brotherhood planting through the stages ta'aruf (attempt to know each other), tafahum (attempt to understand each other), and takaful (mutual help efforts and bear the burden). Therefore, halaqah, with all aspects in it, can be referred to as The Brotherhood Group (fraternity). That is, halaqah is the model with the feel of a group-oriented fraternal Muslim personality development. Hypothetically, halaqah is a model of group guidance that can be used as a means for the development of an ideal Muslim personality, because it was developed from an understanding of Muslim society to the values of Islam, in particular the principle of ukhuwah (brotherhood), congregation, and tarbiyah madal hayah (life-long education). As a model of group guidance that has normative and historical footing, halaqah formulation as a model of group guidance is very significant for the development of Islamic guidance and counseling efforts forward. Practically, halaqah can be used as a method of group guidance for the Muslim community. It is the guidance tradition that has belonged to the group of Muslims universally.
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ……….... iii
ABSTRAK……… iv
KATA PENGANTAR……….. vi
UCAPAN TERIMAKASIH………. vii
DAFTAR ISI……… viii
DAFTAR TABEL……….... x
DAFTAR GAMBAR……….. xi
DAFTAR LAMPIRAN……….. xii
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A.Latar Belakang Penelitian...……….…………... 1
B.Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian……….. 14
C.Tujuan Penelitian………. 16
D.Urgensi Penelitian………... 17
BAB II. TEORI BIMBINGAN KELOMPOK…...………. 19
A.Pengertian ………….………. 19
B.Jenis-jenis Kelompok………. 22
C. Orientasi dan Tujuan Kelompok……… 27
D.Kepemimpinan Kelompok………. 32
E. Proses dan Dinamika Kelompok……….... 40
F. Penggunaan Teknik dalam Kelompok………... 47
G.Bimbingan Kelompok dalam Konteks Multikutural……… 52
H.Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok dalam Masyarakat Muslim... 61
I. Pengembangan Kepribadian dalam Halaqah ... 68
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 85
A.Pendekatan……….. 85
B. Subyek……….… 87
C.Proses dan Teknik Pengumpulan Data…………...………... 88
D.Analisis Data... 92
E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian…..……… 94
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 97
A.Pandangan Hidup Jama’ah Tarbiyah yang Mendasari Praktek Halaqah ... 97
B.Praktek Bimbingan Kelompok dalam Halaqah Jama’ah Tarbiyah………. 169
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ii
D.Rumusan Model Hipotetik: Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok
untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim……….. 247
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI….……… 289
A.Kesimpulan……….. 289
B. Rekomendasi……… 291
DAFTAR PUSTAKA……… 292
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbandingan Tujuan Kelompok………... 29
Tabel 4.1. Perbandingan Halaqah dan Teori Bimbingan dan Konseling
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peran Murabbi dalam Kelompok Halaqah………141
Gambar 4.2 Kerangka Umum Manajemen Tarbiyah………161
Gambar 4.3 Inter-relasi antara murabbi dan para mutarabbi………213
Gambar 4.4 Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk……….250
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
v
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara kepada mutarabbi………..295
2. Pedoman wawancara kepada murabbi……….297
3. Pedoman observasi partisipan dalam mengikuti kegiatan halaqah……..299
4. Surat permohonan umpan balik (debriefing) kepada Narasumber……..300
(informan) 5. Surat permohonan validasi kepada pakar………301
6. Hasil validasi dari pakar………..304
7. Catatan lapangan hasil observasi……….312
8. Field notehasi wawancara………..446
9. Contoh pesan-pesan melalui sms atau e-mail di antara anggota……….502
halaqah 10.Catatan Lapangan Hasil Testimoni………..505
11.Wirid al-Ma’tsurat………...506
12. Pokok-pokok bai’at ikhwan………507
13.Peer Debriefing……… 524
14.Foto-foto aktivitas Halaqah ……… 527
15. Rancangan model hipotetik………. 535
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
Sebagai pijakan untuk memahami masalah, arah, dan konteks penelitian,
dalam bab ini dibahas beberapa aspek penting yaitu latar belakang penelitian, fokus
masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan urgensi penelitian.
A. Latar Belakang Penelitian
Meski telah mencapai usia 67 tahun kemerdekaan dan 14 tahun reformasi,
bangsa Indonesia belum juga beranjak jauh dari berbagai problem berat yang harus
dilalui, misalnya soal pengangguran dan kemiskinan. Problem ini pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dari kualitas moral bangsa yang saat ini dicirikan oleh maraknya
praktek mafia hukum, korupsi, konflik, disintegrasi, kriminalitas, terorisme, narkoba,
menurunnya etos kerja, dan sebagainya (Megawangi, 2007: 3). Sebuah berita hangat
yang datang dari dunia pendidikan, berkaitan dengan kasus contek masal saat Ujian
Nasional tahun 2011, sebagaimana ditulis oleh vivanews.com (15 Juni 2011), cukup
menambah daftar panjang problem bangsa ini. Al, seorang siswa sebuah Sekolah
Dasar di kota Surabaya, yang mencoba ingin menegakkan kejujuran bersama sang
Ibu sesaat setelah ujian nasional berakhir, ternyata mendapat tantangan keras dari
sekolah dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Mereka berdua sempat harus
terusir dari kampung halamannya untuk menghindari reaksi massa yang tidak setuju
dengan langkah mereka. Akan tetapi, langkah ibu dan anak ini kemudian
mendapatkan dukungan yang besar dari berbagai kalangan masyarakat, terutama
2
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
melalui jaringan media sosial. Mereka pun kemudian dianggap layak untuk dijuluki
sebagai “pahlawan kejujuran”.
Kondisi domestik tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari krisis dunia saat
ini. Berita media masa hampir setiap hari diwarnai dengan laporan soal krisis
keuangan global, ancaman terorisme, kekerasan, kelaparan, kemiskinan, HIV/AIDS,
peredaran narkoba, peperangan yang tak berujung, dan sebagainya. Menurut Lubis
(Bastaman, 2007: vii), krisis multidimensi; ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya,
dan moral, baik yang melanda negeri tercinta ini khususnya atau dunia pada
umumnya, sesungguhnya berakar dari krisis identitas yang bersumber dari tidak
jelasnya jatidiri bangsa. Krisis identitas dan hilangnya jati diri ini, dalam dimensi
psikologis, berkaitan erat dengan tidak jelasnya nilai-nilai penting dan berharga yang
dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.
Itulah ironi atau tragedi yang sedang dialami umat manusia di jaman modern
ini. Mereka sesungguhnya sedang mencari-cari apa yang menjadi jati diri atau fitrah
hidupnya kembali. Shandel, sebagaimana dikutip oleh Shari’ati (Agustian, 2004:
xliii), menyatakan bahwa bahaya paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini
bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah. Unsur kemanusiaan yang ada
dalam diri manusia sedang mengalami kehancuran sedemikian hebat, sehingga yang
ada sekarang ini adalah sebuah ras yang non manusiawi, yaitu berupa mesin
berbentuk manusia yang tidak sesuai lagi dengan kehendak Tuhan dan alam yang
3
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kepribadiannya tidak lagi mencerminkan fitrah kemanusiannya yang hakiki. Ia telah
tertutupi oleh indahnya kehidupan dunia yang serba gemerlap dan selalu menggoda.
Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa ada yang perlu dibenahi dari cara
berpikir dan pandangan hidup manusia yang hidup di abad ini. Ada yang perlu
dievaluasi serta diperbaiki dari kepribadian mereka, agar terbebas dari krisis
kemanusiaan global. Karena ilmu pengetahuan modern an sich telah terbukti gagal
membenahi kepribadian manusia, terutama sisi moral dan ruhaninya, maka
satu-satunya harapan yang tersisa adalah pada ajaran-ajaran agama, termasuk Islam di
dalamnya. Bunyamin E. Mays pernah menegaskan bahwa:
Dunia modern saat ini memiliki orang-orang terdidik yang jauh lebih banyak sepanjang sejarah. Kita juga memiliki lulusan-lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak, tetapi kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit. Bukan pengetahuan yang kita butuhkan, karena kita sudah punya banyak pengetahuan. Manusia modern sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual (Rakhmat dalam Dahlan, 2005: 16).
Sesungguhnya, apabila umat Islam mau berkaca pada sejarah, terutama
dengan mengikuti fase-fase awal dakwah Islamiyah dan melihat terjadinya perubahan
kepribadian pada individu-individu (para sahabat) yang mempelajari Islam di
madrasah Rasulullah, maka mereka akan mampu memahami secara gamblang
bagaimana pengaruh besar yang diberikan Al-Qur’an (Islam) terhadap jiwa manusia.
Bagi seorang muslim, Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang menjadi sumber pokok
ajaran Islam dan merupakan hidayah yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi
Muhammad Saw. untuk segenap manusia. Di dalamnya Allah banyak menyapa akal
4
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ibadah, menunjukkan mereka pada hal-hal yang dapat membawa kebaikan dan
kemaslahatan dalam kehidupan individu dan sosial, dan membimbing mereka kepada
agama yang luhur, agar mereka dapat melakukan aktualisasi diri, mengembangkan
pribadi, dan meningkatkan diri mereka ke taraf kesempurnaan insani. Dengan jalan
tersebut, manusia dapat mencapai kebahagiaan mereka baik di dunia maupun di
akhirat (Najati, 2008: 421).
Idealnya, sebagaimana telah banyak digambarkan dalam Al-Qur’an, seorang
muslim adalah pribadi yang beriman kepada Allah secara benar, beribadah
kepada-Nya secara benar, senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan yang
luhur dan akhlak mulia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat,
menghindari perbuatan yang terlarang, dan bersikap secara ikhlas, amanah, dan
sempurna dalam beramal. Inilah gambaran kepribadian paripurna yang hendaknya
dapat dimiliki, dicapai, atau diwujudkan oleh semua manusia. Karakteristik
kepribadian seperti inilah yang hendak dicapai Rasulullah dalam membina umatnya.
Sejarah mencatat bahwa Rasulullah telah berhasil mengubah kepribadian para
sahabatnya secara total dan membentuk mereka sebagai muslim sejati yang kemudian
mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan kepribadian, kemuliaan akhlak,
keluhuran cita-cita, dan keteladanan agung yang mereka pelajari dari Al-Qur’an dan
Sunnah (Najati, 2008: 384).
Salah satu gambaran pribadi muslim yang dicontohkan oleh al-Qur’an adalah
terdapat pada Surat al-Furqan ayat 63-76: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha
5
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hati…..”(Depag RI, 2006). Dari ayat-ayat ini, Mahmud (2004: 182) menjelaskan
bahwa ciri kepribadian seorang muslim adalah: berinteraksi dengan orang lain dengan
penuh kerendahan hati dan kesabaran, menjawab sapaan orang bodoh dengan
kata-kata yang membawa keselamatan, selalu mendekatkan diri kepada Allah di malam
hari, selalu berdo’a kepada Allah agar terhindar dari api neraka, tidak berlebihan
dalam menginfakkan harta dan tidak bakhil dengannya, tidak menyekutukan Allah,
tidak membuat kesaksian palsu, dan sebagainya.
Oleh karena itu, umat muslim di seluruh dunia saat ini ditantang untuk dapat
mengejawantahkan kembali misi suci Islam tersebut dalam praktek-praktek
pendidikan mereka. Mereka harus mampu menjadi pionir dalam gerakan moral
membangun karakter bangsa, yang diawali dari upaya pengembangan pribadi
generasi muda. Untuk itu, mereka harus merujuk kepada khazanah dan tradisi Islam
yang kaya dengan prinsip-prinsip dan pola pengembangan akhlak mulia. Mereka
dapat menengok kembali pemikiran dan praktek pengembangan karakter yang telah
dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali, Ibnu Maskawaih, Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah, Hasan Al-Banna, dan lainnya. Namun demikian, mereka juga perlu
memanfaatkan hasil kajian ilmu pengetahuan modern tentang pengembangan pribadi,
misalnya Psikologi dan Konseling.
Menurut Bastaman (2007: 151), dewasa ini telah dikembangkan berbagai
pendekatan, metode, dan pelatihan yang bercorak psikologis untuk pengembangan
pribadi, baik berupa model pelatihan sendirian (solo training) maupun pelatihan
6
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
keagamaan yang telah lama ada seperti meditasi, retreat, dan tafakur, tetapi
kemudian dikembangkan dan dimodifikasi secara psikologis dengan memanfaatkan
metode perenungan atau introspeksi diri. Model ini tidak banyak melibatkan orang
lain dalam pelaksanaannya, karena lebih berorientasi pada proses pemahaman,
penyadaran, dan pengenalan diri secara mandiri. Sebaliknya, pelatihan dalam
kelompok dilakukan bersama orang lain melalui komunikasi antarpribadi dan proses
dinamika kelompok. Dalam kegiatan ini, suasana atau iklim kelompok diupayakan
sedemikian rupa agar pengungkapan diri dan umpan balik dapat berkembang secara
bebas dan nyaman. Dengan langkah ini, para peserta pelatihan (konseli) diharapkan
dapat memperolah gambaran yang lebih luas dan mendalam tentang dirinya serta
dapat meningkatkan hubungan yang lebih akrab dengan orang lain. Dalam model ini
dikenal beberapa contoh pelatihan pengembangan pribadi seperti t-group, encounter
group, sensitivity training, dan logoanalysis. Dalam perkembangannya kemudian,
aktivitas bimbingan dan konseling kelompok tidak lagi ditujukan untuk kepentingan
penyelesaian masalah (kuratif) saja, melainkan lebih luas dari itu. Ia adalah sebuah
sarana penting bagi pencegahan masalah, pemahaman, pemeliharaan, dan
pengembangan pribadi.
Pendekatan kelompok adalah sebuah metode intervensi yang telah lazim
digunakan dalam profesi bimbingan dan konseling. Dalam beberapa dekade terakhir
pendekatan ini menjadi sangat populer, karena cakupan dan dimensinya yang
semakin luas dan beragam. Para akademisi dan praktisi dalam bidang ini pun telah
7
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
prosedur, dan teknik dalam proses kelompok. Kelompok dengan berbagai tujuan dan
penggunaannya telah diperkenalkan, didefinisikan, dan diklasifikasikan oleh para ahli
(Chen, 1995: 1).
Menurut Corey (2008: 4-5), pendekatan kelompok adalah sebuah intervensi
yang semakin banyak digunakan dalam berbagai seting dan sasaran yang
berbeda-beda. Pendekatan ini dapat didesain untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan
kelompok populasi yang spesifik seperti anak, remaja, mahasiswa, orang dewasa,
dan orang yang lebih lanjut usianya. Demikian pula untuk kelompok-kelompok yang
memiliki masalah khusus seperti penderita HIV/AIDS, penyandang masalah narkoba,
korban kekerasan, dan sebagainya.
Pendekatan kelompok membantu para anggotanya untuk dapat bertemu
hampir setiap saat, sesuai kebutuhan. Salah satu alasan yang membuat pendekatan ini
menjadi semakin populer adalah karena pendekatan ini dipandang lebih efektif dan
efisien dibandingkan dengan pendekatan individual. Hal ini terjadi karena dalam
sebuah kelompok setiap anggota tidak hanya memperoleh insight (pencerahan), tetapi
dapat mempraktekkan keterampilan-keterampilan baru baik selama dalam kelompok
maupun dalam interaksi kehidupan mereka sehari-hari di luar kelompok. Selain itu,
setiap anggota dalam sebuah kelompok akan mendapatkan manfaat dan umpan balik
dari sesama anggota lainnya, sebagaimana mereka dapatkan pula dari konselor
(pemimpin) kelompok tersebut. Sebuah kelompok memungkinkan terjadinya proses
8
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kelompok dapat belajar bagaimana cara-cara menyelesaikan masalah dengan
mengamati anggota lain yang memiliki konsen yang sama.
Dalam prakteknya, seorang konselor (orang yang membantu) dan konseli
(individu atau kelompok yang dibantu) akan bertemu dalam sebuah interaksi yang
akrab untuk mencapai tujuan atau perubahan tertentu pada pribadi konseli. Hanya
saja, dalam menjalankan proses bantuannya, seorang konselor akan sangat
dipengaruhi oleh cara pandang atau teori yang ada. Secara umum, teori atau
pendekatan bimbingan dan konseling yang berkembang dewasa ini terlalu didominasi
oleh paradigma konseling konvensional yang berorientasi Psikoanalitik,
Behavioristik, dan Humanistik. Akan tetapi, kurang lebih dalam satu dekade terakhir,
berbagai studi tentang konseling multikultural menunjukkan bahwa faktor-faktor
seperti budaya, gender, agama, dan identitas lain adalah aspek-aspek penting dalam
diri individu yang akan sangat mempengaruhi tujuan dan pola hubungan dalam
bimbingan dan konseling (Abdullah, 2007: 42).
Alladin, sebagaimana dikutip oleh Abdullah (2007: 42), menegaskan bahwa
jika seorang konselor menginginkan agar konseli yang dibantunya dapat
mendapatkan manfaat secara maksimal dari proses konseling, maka ia harus dapat
meninggalkan pendekatan konseling konvensional, khususnya ketika ia bekerja
dalam konteks budaya dan agama yang beragam. Kebutuhan akan pendekatan
bimbingan dan konseling yang sesuai dengan konteks budaya dan agama ini
kemudian memunculkan wacana perlunya pengembangan bimbingan dan konseling
9
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
konseling yang berakar atau digali dari nilai-nilai atau tradisi yang ada dalam sebuah
komunitas (kelompok masyarakat). Wacana ini tidak dapat dilepaskan pula dari
berkembangnya wacana indigenous psychology, yaitu upaya membangun psikologi
yang mempertimbangkan faktor sosial-politik, sejarah, agama, ekologi, dan lainnya
yang membuat setiap kelompok budaya, serta setiap orang sebagai agen bagi tindakan
mereka sendiri (Kim, et al., 2010: 811).
Hwang (2009: 5) menyatakan bahwa terjadinya krisis epistemologis yang
disebabkan oleh adopsi secara mutlak terhadap paradigma penelitian Barat, telah
memunculkan gerakan pribumisasi psikologi dan konseling dari sejumlah psikolog
Non- Barat. Para psikolog ini merasa tidak puas, karena temuan-temuan hasil
penelitian yang diturunkan dari replikasi paradigma Barat ternyata tidak relevan atau
tidak adekuat lagi untuk memahami psikologi masyarakat di negeri-negeri Non-Barat.
Gerakan ini muncul sejak awal tahun 1980-an di kalangan komunitas ilmuwan di
negeri-negeri Non-Barat seperti Pilipina, Jepang, India, Taiwan, Korea, dan
Hongkong. Sejumlah psikolog pribumi menganjurkan studi ilmiah terhadap perilaku
dan proses psikologis manusia dalam sebuah konteks yang bermakna secara budaya.
Sebagai contoh, para psikolog konseling di China telah melakukan pengembangan
model konseling yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam tiga budaya
besar yang dipandang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat China, yaitu
Confusianisme, Taoisme, dan Budhisme (Hwang, 2009: 5-6; Hwang & Chang:
10
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dalam konteks Indonesia, Joyoatmojo (2010: 1-2) menilai bahwa pada
umumnya para praktisi konseling di Indonesia dalam melaksanakan layanan
konseling menggunakan ancangan dari Barat yang telah mapan. Meskipun ancangan
ini dipandang efektif dalam membantu konseli di negara Barat, para praktisi
bimbingan dan konseling di Indonesia semestinya dapat melakukan penyesuaian atau
pengembangan untuk dapat membantu konseli yang berasal dari lingkungan budaya
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena setiap pendekatan konseling banyak
memiliki muatan budaya, sementara antara budaya Indonesia dengan budaya Barat
kerap dijumpai adanya perbedaan dan pertentangan.
Dalam konteks masyarakat muslim, seiring dengan pesatnya perkembangan
umat muslim di berbagai negara, termasuk di negara Barat, semakin besar pula
kesadaran para ahli Psikologi dan Konseling terhadap pengembangan model
bimbingan dan konseling yang dibangun berdasarkan atas pemahaman yang
mendalam terhadap nilai-nilai atau ajaran Islam, baik yang tercantum dalam sumber
tertulis yaitu Al-Qur’an dan Hadits maupun yang diyakini dan dipraktekkan oleh
umat muslim (Hamdan, 2007: 1; Ali, et al., 2005: 1).
Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pengembangan bimbingan dan
konseling yang berwawasan Islam ini tentu memerlukan beberapa langkah strategis
yang perlu dilakukan oleh para ilmuwan Muslim. Menurut Subandi (2000: 212),
paling tidak terdapat lima strategi yang dapat ditempuh untuk dapat mengembangkan
kajian Konseling dan Psikoterapi yang berwawasan Islam, yaitu : pemantapan dasar
11
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
teori Konseling dan Psikoterapi Barat, penggalian praktek Konseling dan Psikoterapi
yang telah dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat Muslim, dan menyusun pola
pendidikan dan latihan untuk membentuk konselor Muslim.
Penelitian ini dilakukan dalam konteks salah satu strategi di atas, yaitu
menggali praktek dan pola bimbingan kelompok yang ada dalam sebuah komunitas
masyarakat muslim di Indonesia yang oleh para ahli biasa disebut dengan gerakan
tarbiyah atau Jama’ahTarbiyah (Fealy dan Bubalo, 2007: 108; Machmudi, 2010: 1).
Salah satu kegiatan utama yang biasa dipraktekkan dalam komunitas ini adalah
halaqah (pertemuan kelompok). Beberapa kalangan menyebutnya dengan istilah
usrah, mentoring, ta’lim, liqa’, atau pengajian kelompok (Lubis, 2010: 16). Kegiatan
ini tersebar di berbagai komunitas, baik itu kampus, sekolah, kantor, pabrik, masjid,
maupun di rumah-rumah. Fenomena ini tidak saja berlangsung di Indonesia, tetapi
terjadi pula di negara-negara lain di berbagai belahan dunia. Halaqah diyakini oleh
mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang efektif untuk memahami dan
mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten, serta membentuk kepribadian muslim
para anggotanya.
Dalam konteks pendidikan, halaqah dipandang telah berkembang sebagai
alternatif model pendidikan Islam yang berhasil dalam membentuk kepribadian
Islami (syakhshiyah Islamiyah) pada diri anggotanya. Hal ini dapat dilihat pada
perannya dalam membentuk generasi muda muslim yang memiliki ghirah (semangat)
dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Jumlah mereka semakin
12
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berbagai kalangan. Halaqah dipandang pula sebagai sebuah aktivitas pendidikan dan
dakwah Islam yang masif dan merakyat, karena dapat menerima anggota dari
berbagai kalangan, tanpa melihat status pendidikan, ekonomi, sosial, dan latar
belakang budaya. Satu-satunya pengikat di antara mereka adalah adanya kesamaan
keyakinan yaitu Islam. Saat ini halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan
Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif (Lubis, 2010: 17).
Jika dirujuk pada sejarah Islam, maka halaqah sesungguhnya adalah salah
satu model dakwah kelompok yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad
Saw. secara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui kelompok pertemuan secara rutin di
rumah sahabat Arqam bin Abil Arqam (Mahmud, 2008: 129). Di sinilah Nabi aktif
melakukan bimbingan secara intensif kepada para sahabat yang menjadi generasi
awal pemeluk Islam pada periode Mekkah. Model ini kemudian dilestarikan,
dilakukan baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dan
dikembangkan oleh generasi Islam pasca Nabi melalui berbagai kelompok pertemuan
yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, dan seterusnya. Tradisi ini selanjutnya
dilaksanakan oleh para ulama, organisasi, kelompok tarikat, atau gerakan dakwah
yang ada di berbagai penjuru dunia.
Salah satu dari mereka adalah sebuah gerakan dakwah kontemporer bernama
Jama’ah Ikhwanul Muslimin, yang didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir.
Organisasi ini kemudian banyak memberikan warna dan orientasi dakwah kepada
berbagai negara muslim lainnya, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kelompok
13
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Muslimin adalah komunitas Jama’ah Tarbiyyah. Jama’ah Ikhwanul Muslimin sendiri
oleh para pengamat dianggap sebagai kelompok atau komunitas yang paling
fenomenal di antara gerakan-gerakan keagamaan Islam yang lain, karena
kemampuannya dalam menyebarkan ide-ide dan pengaruhnya ke berbagai penjuru
dunia. Meskipun di negara asalnya, Mesir, komunitas ini mengalami tekanan politik
yang luar biasa, yang membatasi perkembangan mereka sebagai kekuatan politik,
tetapi ide-ide mereka disambut dengan baik dan berkembang begitu cepat di berbagai
negara, terutama di dunia Islam. Indonesia, sebagai negeri muslim terbesar di dunia,
pun tidak imun dari fenomena ini (Machmudi, 2010: 1; Fealy dan Bubalo, 2007:
108).
Halaqah, yang lazim pula disebut dengan istilah halaqah tarbawiyyah, adalah
kegiatan paling intensif yang dilakukan oleh para anggota Jama’ah Tarbiyah, yaitu
satu kali dalam sepekan dengan lama pertemuan kira-kira dua sampai tiga jam.
Halaqah merupakan pertemuan dalam dinamika kelompok dengan jumlah rata-rata
anggota antara 5-10 orang. Unsur utama halaqah adalah pembimbing (murabbi) yang
menjadi penanggung jawab dan peserta tarbiyah (mutarabbi). Halaqah dijalankaan
atas beberapa prinsip yaitu: keseriusan, memiliki rasa tanggung jawab atas
kesuksesan halaqah, kepercayaan, dan ketaatan kepada murabbi selama yang
bersangkutan tidak bermaksiat kepada Allah, dan konsultasi dan komunikasi yang
intens antara mutarabbi dan murabbi (Hidayat, 2009: 1).
Dalam konteks bimbingan dan konseling, halaqah dapat diasumsikan sebagai
14
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
muslim dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dakwah Islam itu sendiri.
Halaqah dapat dijadikan pijakan dasar dalam mengembangkan model bimbingan dan
konseling kelompok. Sebagai sebuah kelompok bimbingan, halaqah diduga
memiliki manhaj atau model tersendiri yang mencakup prinsip dan tujuan, nilai,
prinsip, dinamika, proses, dan pola bimbingan yang unik, jika dibandingkan dengan
model pertemuan kelompok lain dengan budaya yang berbeda.
Dalam rangka itulah penelitian ini dilakukan. Dengan mengambil
kelompok-kelompok halaqah yang ada di kalangan jama’ah Tarbiyah kota Purwokerto sebagai
subyek penelitian, penulis berusaha untuk menggali, menemukan, dan
menggambarkan secara mendalam aspek-aspek yang ada dalam halaqah, seperti
tujuan, prinsip, nilai, proses, dinamika, dan teknik bimbingan kelompok. Dari
aspek-aspek ini kemudian akan tergambar sebuah model bimbingan halaqah yang selama
ini telah dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah.
B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan tentang halaqah sebagai
model bimbingan kelompok yang dikembangkan berdasarkan pengamatan yang
mendalam terhadap model bimbingan yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah
Tarbiyah di Purwokerto dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim para
anggotanya. Pengertian halaqah dalam konteks penelitian merujuk pada pertemuan
dinamika kelompok yang diikuti sejumlah anggota antara 5-10 orang yang di
dalamnya terdapat satu orang yang berperan sebagai murabbi (pendidik, pembimbing
15
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dibimbing atau anggota kelompok). Dalam pengetian ini, halaqah lebih mengarah
kepada sebuah pertemuan (kegiatan) yang di dalamnya terdapat unsur tujuan, materi,
waktu, tempat, dan teknik bimbingan. Akan tetapi, sesuai dengan penggunaannya di
lapangan, halaqah dapat pula merujuk pada entitas sebuah kelompok yang
merupakan sebuah ikatan inter-relasi antara murabbi dan mutarabbi. Dalam arti yang
kedua ini, halaqah lebih mengarah kepada dinamika psikologis yang terjadi dalam
sebuah kelompok. Dalam dua batasan pengertian inilah halaqah dapat dipotret
sebagai sebuah model kelompok atau model bimbingan kelompok.
Model, sebagaimana dijelaskan oleh Rakhmat (2001:59-60), dapat diartikan
sebagai gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model dapat pula
didefinisikan sebagai tiruan gejala yang akan diteliti, yang menggambarkan hubungan
di antara variabel, sifat, atau komponen dari gejala tersebut. Model membantu
peneliti untuk berpikir sistematis, logis, dapat mengambil proses atau gejala yang
kompleks, yang terlalu besar untuk untuk dianalisis atau dimanipulasi, dan
menyederhanakannya menjadi serangkaian variabel yang berarti.
Berdasarkan karakteristik dan fungsinya, model yang dimaksud dalam
konteks penelitian dengan paradigma kualitatif ini adalah model yang bersifat
grounded, yaitu disusun berdasarkan dari data atau gejala yang ada di lapangan
(existing model), dan bersifat hipotetik; yaitu dimaksudkan sebagai sebuah proposisi
yang berfungsi untuk membuat peneliti peka terhadap fenomena yang diteliti, untuk
dicari kemungkinannya, dan tidak dimaksudkan untuk dites secara eksplanatif,
16
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Artinya, model yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah model yang bersifat
deskriptif, karena hanya memerikan atau menggambarkan situasi, bukan untuk
meramal atau menyarankan sesuatu (Rakhmat, 2001:61). Dengan kata lain, penelitian
ini tidak akan bermuara pada pengujian efektivitas model, melainkan hanya berhenti
pada perumusan terhadap halaqah sebagai sebuah model bimbingan kelompok secara
hipotetik. Model ini lebih bersifat konseptual daripada teknis-operasional.
Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan identifikasi, deskripsi, dan
kategorisasi terhadap model bimbingan halaqah yang dipraktekkan oleh komunitas
Jamaah Tarbiyah ke dalam konteks bimbingan dan konseling kelompok, peneliti
menyajikan tiga permasalahan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :
1. Pandangan hidup apa yang mendasari praktek bimbingan kelompok
model halaqah oleh komunitas Jama’ah tarbiyah?.
2. Bagaimana proses bimbingan kelompok model halaqah yang selama ini
telah dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah dalam rangka
mengembangkan kepribadian para anggotanya?.
3. Bagaimana rumusan model bimbingan halaqah yang secara hipotetik
dapat digunakan untuk mengembangkan pribadi muslim?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini sesungguhnya
bertujuan untuk menemukan rumusan model hipotetik terkait halaqah sebagai model
bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian muslim. Namun demikian,
17
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berpikir) dan nilai-nilai yang selama ini yakini oleh Jama’ah Tarbiyah, penulis
terlebih dahulu akan mengungkapkan pandangan hidup yang melandasi praktek
halaqah dan menggambarkan pelaksanaannya di lapangan, dan kemudian
menganalisisnya dalam konteks bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan
pandangan para pakar bimbingan dan konseling.
D. Urgensi Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam
upaya pengembangan bimbingan dan konseling Islami yang digali dan dikembangkan
dari praktek bimbingan kelompok model halaqah. Sebagaimana telah dijelaskan,
menurut apa yang diungkap oleh Subandi (2000:212), salah satu strategi yang dapat
ditempuh untuk mengembangkan kajian bimbingan dan konseling Islami adalah
dengan mempelajari model bimbingan dan konseling yang telah ada atau
dipraktekkan oleh masyarakat muslim, baik secara individual maupun kelompok.
Hal ini berkaitan pula dengan rekomendasi akademik yang dikemukakan oleh
Hwang (2009:5), tentang perlunya membangun indigenous counseling (model
bimbingan dan konseling pribumi). Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa
penelitian ini memiliki relevansi dengan perkembangan berbagai wacana baik itu
indigenous counseling maupun wacana-wacana lain misalnya indigenous psychology,
cross-culture psychology, dan cross-culture counseling. Hal ini tampaknya
merupakan jawaban atas keterbatasan paradigma keilmuan barat yang selama ini
18
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mengungkap sisi-sisi emic dari fenomena perilaku sebuah kelompok yang memiliki
budaya tertentu.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
para pembimbing dan konselor yang tertarik dalam mempraktekkan halaqah sebagai
model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian Islami, baik dalam
lingkungan pendidikan formal maupun non formal. Senada dengan apa yang telah
dikemukakan oleh Joyoatmojo (2010:1-2), penulis memandang penting untuk
memberikan alternatif model bimbingan kelompok yang dibangun dari cara pandang
dan tradisi keagamaan (baca: Islam), di luar model-model bimbingan dan konseling
yang telah mapan saat ini, sehingga para konselor muslim dapat melakukan layanan
bimbingan dan konseling yang sesuai dengan pandangan hidupnya. Sebagaimana
direkomendasikan oleh Corey (2008:175), salah seorang pakar konseling terkemuka
yang tulisannya banyak dirujuk oleh para praktisi bimbingan dan konseling, setiap
teori (pendekatan) bimbingan dan konseling kelompok yang selama ini ada perlu
diuji tingkat relevansinya dengan berbagai sasaran yang memiliki keragaman
kultural. Setiap pendekatan, dengan segenap asumsi, pandangan dan teknik yang
dikembangkan oleh berbagai teori dan pendekatan bimbingan dan konseling, dengan
segala keterbatasannya, pada dasarnya harus memiliki kontribusi yang konstruktif
bagi upaya pengembangan bimbingan dan konseling secara multikultural.
85
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas apek-aspek metodologis yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu meliputi pendekatan, subyek penelitian, proses dan teknik
pengumpulan data, analisis data, dan keabsahan data dan hasil penelitian.
A. Pendekatan
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi
etnografi, yaitu sebuah pendekatan untuk mengembangkan pemahaman terhadap
aktivitas atau perilaku sehari-hari dari sekelompok orang dalam seting tertentu.
Paradigma yang digunakan adalah post-positivistik, yaitu cara pandang penelitian
yang bersifat interpretif, konstruktif, dan berlangsung dalam seting alamiah (natural
setting). Dengan cara pandang ini peneliti berkeyakinan bahwa teori tidak memiliki
fungsi eksplanasi atau prediksi, melainkan memberi tafsir atau membuat pemahaman
langsung secara teralami (lived experience), bukan melalui generalisasi yang abstrak
(Alwasilah, 2009: 45).
Penelitian ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa bimbingan kelompok
adalah sebuah budaya yang telah dimiliki dan dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah
Tarbiyah dalam bentuk halaqah. Sebagai sebuah budaya, ia tidak saja berkaitan
dengan pengetahuan yang dapat dibahasakan (propositional knowledge), tetapi juga
menyangkut pengetahuan yang tidak dapat dibahasakan (tacit knowledge), yang tidak
86
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dapat diperoleh dengan pendekatan rasionalistik-ilmiah, karena pendekatan ini hanya
menjelaskan pengetahuan proposisional saja (Guba & Lincon dalam Alwasilah, 2009:
103). Pemahaman terhadap aspek-aspek bimbingan kelompok dalam konteks halaqah
dan tarbiyah tidak akan lengkap tanpa mengetahui konstruksi emik dan pengalaman
para responden yang tergabung di dalam jama’ah ini, yaitu dengan pendekatan
kualitatif-naturalistik yang mensyaratkan peneliti dapat berinteraksi langsung dengan
kehidupan mereka tanpa jarak.
Metode etnografi dipilih karena dipandang tepat untuk dapat digunakan dalam
melakukan deskripsi dan interpretasi terhadap sebuah kelompok (sistem) sosial atau
budaya. Dalam konteks penelitian ini peneliti berasumsi bahwa halaqah-halaqah
yang ada dalam jama’ah Tarbiyah adalah kelompok yang memiliki sistem sosial dan
budaya. Metode etnografi memungkinkan penulis untuk dapat mendeskripsikan
representasi diri yang diasumsikan oleh sebuah komunitas (Parker, 2005: 54), yang
dalam konteks penelitian ini adalah kelompok halaqah sebagai lokusnya. Sebagai
peneliti, penulis berupaya untuk mempelajari pola-pola perilaku, tradisi, dan
pandangan hidup yang dapat diamati dari kelompok ini (Harris dalam Creswell,
1998:58). Pola-pola ini berkaitan dengan model bimbingan kelompok yang
dipraktekkan dalam komunitas ini beserta cara pandang yang mendasarinya. Dilihat
dari jenisnya, etnografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cenderung
mengarah pada field ethnography (etnografi lapangan), karena peneliti mempelajari
87
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
langsung dalam seting alamiah. Dengan meminjam apa yang telah diteorikan oleh
Spradley (1997: 34), langkah yang penulis lakukan adalah dengan cara
memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang ada dalam kelompok halaqah
yang ingin penulis pahami melalui nilai-nilai (budaya) yang mereka miliki. Dalam
melakukan kerja lapangan, penulis membuat kesimpulan budaya halaqah dari tiga
sumber, yaitu dari apa yang mereka katakan, dari cara mereka bertindak, dan dari
dokumen yang mereka gunakan.
B. Subyek
Subyek penelitian yang diambil adalah para anggota kelompok halaqah dalam
komunitas Jama’ah Tarbiyah yang ada di Kota Purwokerto sebagai informan. Di
antara para informan terdapat beberapa orang yang berperan sebagai murabbi
(pembimbing) yang telah lama bergabung dalam komunitas ini dan dipandang cukup
berpengalaman dalam aktivitas pembinaan terhadap para mutarabbi (anggota yang
dibimbing) dalam beberapa kelompok selama bertahun-tahun. Di antara mereka ada
pula yang berperan sebagai murabbi sekaligus mutarabbi dan ada pula yang hanya
menjadi mutarabbi, yang datang dari kelompok dan latar belakang yang
berbeda-beda. Di antara mereka ada yang memiliki latar belakang sebagai dosen, mahasiswa,
siswa, ibu rumah tangga, wiraswastawan, buruh, karyawan, anggota legislatif, guru,
satpam, dan sebagainya. Untuk dapat masuk dalam komunitas ini secara mudah,
peneliti menempuh strategi snowball (bola salju). Pertama kali, penulis mendatangi
88
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
komunitas ini dan melakukan wawancara mendalam dengannya. Dari informan kunci
inilah, penulis kemudian memperoleh referensi tentang informan-informan lain yang
dipandang layak dan dapat memberikan data yang penulis butuhkan. Dari informan
ini pula, penulis kemudian mendapatkan informasi penting berkenaan dengan
berbagai referensi atau buku yang selama ini dijadikan bahan rujukan oleh komunitas
ini dalam menjalankan aktivitas tarbiyah (pembinaan).
C. Proses dan Teknik Pengumpulan Data
Pada awal tahun 2010, sebelum sampai pada tahap pengumpulan data dan
terlibat secara lebih mendalam dalam komunitas halaqah, penulis telah mengawali
penelitian ini, dengan melakukan komunikasi secara personal dengan salah seorang
teman penulis, yaitu seorang aktivis di Jamaah Tarbiyah di kota Bandung, tempat
penulis menempuh studi lanjut saat ini. Kepada informan ini, penulis mengutarakan
maksud penulis untuk dapat melakukan penelitian pada komunitas Jamaah Tarbiyah
di kota ini. Akan tetapi, setelah mendapatkan lampu hijau dari para pemimpin
komunitas ini dan sempat melakukan studi pendahuluan dan wawancara awal, karena
berbagai kendala kesibukan dan perbedaan bahasa dan budaya yang dapat
menghalangi penulis untuk dapat berinteraksi secara lebih dekat dengan mereka,
penulis kemudian memutuskan untuk mengubah tempat penelitian, yaitu dari kota
Bandung ke kota Purwokerto, tempat penulis berdomisili saat ini.
Sejak bulan Juni tahun 2010, akhirnya penulis mendapatkan respon positif
89
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Purwokerto untuk mengadakan penelitian dalam komunitas mereka. Selama kurang
lebih dua tahun penulis telah terlibat di dalam kehidupan komunitas ini dan banyak
mendapatkan data-data penting dan menarik tentang pandangan hidup dan pola
bimbingan kelompok yang ada dalam komunitas ini. Secara garis besar data-data itu
dikumpulkan melalui tiga teknik di bawah ini :
1. Observasi-partisipatif, yaitu pengamatan sistematis dan terencana yang
dimaksudkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara valid
dengan cara terlibat langsung dalam kehidupan subyek yang diteliti.
Alwasilah (2009: 210) meringkas proses ini dengan tiga kata yaitu
saksikan, catat, dan maknai. Teknik ini dilakukan peneliti dengan
mengikuti setiap aktivitas kelompok yang dilakukan dalam komunitas
Jama’ah Tarbiyah, yaitu kegiatan pekanan dalam kelompok kecil (liqa’),
tatsqif (pertemuan pekanan dalam kelompok besar), mabit (pertemuan dua
bulanan dalam kelompok kecil dan besar), riyadhah (olahraga), kegiatan
daurah (seminar dan workshop), rihlah (perjalanan ke luar kota), dan
kegiatan lain yang senantiasa di lakukan secara rutin dan insidental di
kalangan mereka. Data yang berhasil digali dengan teknik ini adalah
meliputi materi halaqah, metode bimbingan, proses dan dinamika
kelompok, dan manajemen kelompok, pengalaman merasakan suasana
ukhuwah dan kebersamaan yang terjadi di antara anggota halaqah, dan
90
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dapat diketahui gambaran yang lengkap tentang perikehidupan jama’ah
dalam setiap seting (kegiatan) yang ada. Kegiatan observasi partisipan
yang penulis lakukan pada dasarnya terpusat pada satu kelompok halaqah
utama, tetapi dengan seijin murabbi, penulis memiliki kesempatan untuk
mengikuti kelompok-kelompok halaqah lainnya. Di samping itu, dalam
setiap sesi (acara) pertemuan di luar forum halaqah, penulis biasanya
berkesempatan untuk berinteraksi dengan para murabbi dan mutarabbi
dari kelompok halaqah lain. Sebagai contoh, saat mengikuti kegiatan
riyadhah (olahraga) futsal, yang melibatkan kelompok halaqah lain
sebagai mitra bertanding, penulis banyak mengamati bagaimana dinamika
interaksi yang terjadi pada masing-masing kelompok. Contoh lainnya,
pada beberapa sesi acara ta’lim atau tatsqif (kajian) rutin yang
diselenggarakan oleh kelompok penulis dan dihadiri para jamaa’ah dari
kelompok halaqah lainnya, penulis diberi kepercayaan untuk menjadi
narasumber. Dalam kesempatan ini penulis dapat mengamati dan
memperhatikan interaksi di kalangan para jama’ah, baik dalam intra
halaqah maupun antar halaqah.
2. Wawancara mendalam. Hal dilakukan terhadap murabbi dan para
mutarabbi, untuk menggali informasi seputar nilai-nilai, prinsip, konsep
atau pandangan hidup yang diyakini dan senantiasa dijalankan dalam
91
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menggali motivasi, aspirasi, dan pemaknaan para responden terhadap
pengalaman-pengalaman mereka selama mengikuti halaqah dan kegiatan
atau perangkat-perangkat tarbiyah lain, yang meliputi: mukhayyam,
daurah, tatsqif, rihlah, mabit, dan sebagainya. Untuk kepentingan
penelitian ini, penulis telah melakukan beberapa kali sesi wawancara.
Subyek pertama yang penulis wawancarai adalah seorang murabbi,
bernama Dm, yang saat itu memiliki keudukan sebagai Ketua Bidang
Pembinaan Kader. Dari informan kunci ini, penulis kemudian diberi
informasi tentang beberapa orang informan lain (murabbi) yang bisa
diwawancarai secara snowball. Dari kalangan mutarabbi, penulis juga
mendapatkan beberapa informan penting, baik dari internal kelompok
penulis sendiri maupun dari kelompok lain.
3. Studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang
berisi tentang poko-pokok pikiran Manhaj Tarbiyah, terutama berkaitan
dengan aspek-aspek penting berkaitan dengan konsep pembinaan dan
kedudukan halaqah dalam konteks tarbiyah. Studi ini dilakukan penulis
mengingat bahwa dalam melakukan aktivitas dakwah dan pendidikannya,
Jama’ah Tarbiyah menggunakan beberapa buku rujukan, baik yang ditulis
oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Hasan Al-Banna, Said
Hawwa, Ali Abdul Halim Mahmud, dan Yusuf Al-Qardhawy, sebagai
92
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tarbiyah di Indonesia. Semua rujukan tersebut biasanya selalu dikutip
atau disebut oleh informan kunci saat diwawancarai oleh penulis. Di luar
buku, penulis memanfaatkan pula foto-foto dokumentasi seputar aktivitas
halaqah dan acaran lainnya, yang berhasil penulis dapatkan di lapangan.
Penggunaan berbagai rujukan di atas untuk kepentingan pengumpulan
data semata-mata didasarkan pada asumsi bahwa sebagai sebuah jamaah
atau organisasi yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah digariskannya, komunitas halaqah yang penulis teliti ini tentu saja
memiliki berbagai kelemahan. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan
dalam penelitian ini bukan semata-mata bersifat das-sein (senyatanya),
artinya hanya menggunakan data yang benar-benar terjadi atau dapat
dilihat dan dibuktikan di lapangan, tetapi juga bersifat das-sollen
(seharusnya), yaitu mencakup hal-hal yang mungkin belum terjadi atau
dilihat dan dibuktikan sepenuhnya di lapangan. Sepanjang hal-hal yang
bersifat ideal (seharusnya) ini mendapatkan afirmasi dari subyek dan
dijadikan sebagai kerangka berfikir dan tujuan jama’ah, maka hal itu dapat
dianggap valid sebagai data lapangan.
D. Analisis Data
Analisis yang dilakukan bersifat induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya
dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan.
93
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
data hasil studi pendahuluan yang penulis dapatkan melalui wawancara awal terhadap
beberapa orang teman yang dipandang mengetahui secara global tentang
pandangan-pandangan dan tradisi halaqah yang ada dalam Jama’ah Tarbiyah. Data dari hasil
studi pendahuluan ini dan ditambah dengan data sekunder yang penulis dapatkan dari
penelitian sejenis, kemudian digunakan untuk menentukan fokus penelitian
sementara. Awalnya, berdasarkan analisis sebelum di lapangan, penulis bermaksud
memfokuskan penelitian ini pada persoalan pengembangan kepribadian muslim yang
menjadi ciri khas dari kelompok halaqah, tetapi fokus ini kemudian berubah lebih
luas, yaitu menjadi model bimbingan kelompok yang dipraktekkan dalam komunitas
ini, dengan tetap menyertakan aspek pengembangan kepribadian yang ada di
dalamnya.
Selama di lapangan, penulis melakukan model analisis yang dikemukakan
oleh Miles dan Huberman (Sugiono, 2008: 337), yaitu reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi. Reduksi data dilakukan mengingat bahwa jumlah data yang diperoleh
di lapangan ternyata cukup berlimpah, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci.
Melakukan reduksi data berarti merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang
pokok dan penting, mencari tema dan polanya, serta membuang hal-hal yang tidak
diperlukan. Setelah dilakukan reduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk tabel,
peta pikiran, atau peta konsep. Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Akan tetapi, penarikan sebuah kesimpulan
94
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
awal, pertengahan, dan baru kemudian sampai pada kesimpulan akhir. Kesimpulan
awal adalah kesimpulan yang dibangun pada proses pengumpulan data pada tahapa
awal, yang bersifat sementara, dan akan berubah jika tidak didukung dengan
bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan pertengahan
dan akhir adalah kesimpulan yang ditarik pada tahap berikutnya atau tahap akhir dari
proses pengumpulan data, yang dipandang lebih kredibel karena telah mendapatkan
bukti-bukti yang kuat di lapangan. Kesimpulan akhir dapat memiliki kesamaan,
berubah, atau berbeda sama sekali dengan kesimpulan awal, tergantung dari tingkat
keterdukungan data yang ada selama di lapangan.
E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian
Secara internal, pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara triangulasi, perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan,
member check, analisis kasus negatif, menggunakan data pendukung, dan ditambah
dengan hasil diskusi dengan teman sejawat (Sugiyono, 2008: 368). Dengan
triangulasi, penulis berusaha selalu membandingkan dan melakukan pengecekan
antara data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan kajian terhadap
beberapa dokumen (buku) yang dirujuk oleh para informan kunci atau responden.
Dengan teknik ini pula, penulis berupaya menggali data dari beberapa sumber data,
baik itu dari seorang murabbi, mutarabbi, maupun subyek yang berperan sebagai
95
Muskinul Fuad, 2013
Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
selalu bolak-balik ke lapangan, untuk melakukan observasi dan wawancara
berkali-kali, baik dengan satu narasumber atau seting yang sama maupun yang berbeda.
Selanjutnya, peneliti berupaya meningkatkan ketekunan dengan cara
melakukan pengamatan secara lebih cermat, terus-menerus, dan berkesinambungan.
Dengan cara ini, peneliti dapat memperoleh data yang relatif pasti dan dapat merekam
berbagai peristiwa di lapangan secara sistematis. Sebagai contoh, saat melakukan
pengamatan awal terhadap acara pertemuan pekanan dalam halaqah, peneliti
memiliki kesan bahwa kegiatan ini adalah kegiatan pengajian biasa sebagaimana
majlis-majlis ta’lim pada umumnya, tetapi setelah mencermati secara lebih
mendalam, peneliti kemudian sampai pada sebuah kesimpulan bahwa halaqah
bukanlah model pengajian kelompok biasa, melainkan sebuah model bimbingan
kelompok yang di dalamnya terdapat aspek-apsek yang berkaitan dengan pola
kepemimpinan, interaksi, dan dinamika kelompok yang menarik untuk dicari
pola-polanya. Termasuk dalam upaya meningkatkan ketekunan adalah dengan cara
membaca berbagai referensi atau penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
halaqah, tarbiyah atau pola-pola bimbingan dan konseling kelompok dalam berbagai
komunitas.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis dalam rangka memperoleh data
yang valid dan absah adalah dengan melakukan member check, yaitu pengecekan data