• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAQAH SEBAGAI MODEL BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN KEPRIBADIAN MUSLIM: Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HALAQAH SEBAGAI MODEL BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN KEPRIBADIAN MUSLIM: Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edui

HALAQAH SEBAGAI MODEL BIMBINGAN KELOMPOK

UNTUK MENGEMBANGKAN KEPRIBADIAN MUSLIM

(Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Muskinul Fuad

0800823

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduii

(3)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduiii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Halaqah sebagai

Model Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim: Studi

Etnografis pada Komunitas Jamaah Tarbiyah di Kota Purwokerto” ini beserta seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan

atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya,

apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 31 Mei 2013

Yang Membuat Pernyataan,

Muskinul Fuad

(4)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduiv

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Rabbul „Izzati atas

segala limpahan nikmat dan kasih sayang-Nya. Shalawat Salam semoga senantiasa

tercurah kepada Sang Murabbi Agung di muka bumi ini, Nabi Muhammad Saw.,

yang telah melakukan tarbiyah ruhiyah dan nafsiah kepada para sahabat beliau, yang

kemudian diteruskan oleh generasi tabi’in, para ulama, dan para da‟i penerusnya yang

senantiasa berjuang tak kenal lelah, sehingga nilai-nilai Islam masih tegak di muka

bumi sampai saat ini.

Disertasi ini merupakan bentuk upaya pencarian penulis atas berbagai model

bimbingan dan konseling Islam yang selama ini menjadi konsen akademik penulis.

Ketika diberi kesempatan untuk melakukan studi lanjut di Universitas Pendidikan

Indonesia, penulis merasakan adanya kekosongan spiritual pada teori-teori bimbingan

dan konseling yang dibangun oleh para ahli Bimbingan dan Konseling di dunia Barat.

Saat membaca beberapa kajian tentang Konseling Islami, Konseling Lintas Budaya,

dan Konseling Pribumi (indigenous counseling) dari beberapa ahli Konseling, penulis

semakin terdorong untuk mengkaji masalah ini secara lebih intensif.

Akhir kata, penelitian ini tentu saja masih memiliki banyak kekurangan,

sehingga penulis berdo‟a semoga ada orang lain yang akan memperbaikinya. Semoga

(5)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduv

orang yang telah ikut terlibat di dalamnya, baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan banyak terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Direktur Perguruan Tinggi

Islam Kementerian Agama RI, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua

STAIN Purwokerto, Segenap pimpinan Sekolah Pascasarjana UPI, dan Ketua

Program Studi BK SPs UPI, atas segala kebijakan dan dukungannya kepada penulis

selama belajar di UPI.

Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih pula kepada para promotor,

penguji, dan validator, yaitu Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Prof. Dr. H. A.

Juntika Nurihsan, M. Pd., Dr. Nandang Rusmana, M.Pd., Prof. Dr. H. Rochman

Natawidjaja, Prof. Dr. H. Asep Muhidin, M. Ag., Dr. H. Anwar Sutoyo, M. Pd., Dr.

H. Moh. Roqib, M.Ag., dan Dr. H. Isep Zainal Arifin, M. Ag., yang telah banyak

memberi catatan, masukan, dan kritik konstruktif terhadap disertasi ini.

Penulis ucapkan terima kasih pula kepada segenap pimpinan dan civitas

akademika STAIN, keluarga, teman-teman halaqah di Jama’ah Tarbiyah, dan

seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan disertasi ini, atas segala

(6)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduvi

(7)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Kepribadian

Muslim: Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto .

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perlunya pengembangan model bimbingan dan konseling yang dibangun berdasarkan atas nilai dan tradisi keislaman, yaitu melalui apa yang dipahami dan dipraktekkan oleh umat Islam. Salah satu di antaranya adalah halaqah yang merupakan sebuah model bimbingan kelompok yang selama ini telah dipraktekkan secara intensif oleh berbagai komunitas masyarakat Muslim, khususnya Jama’ah Tarbiyah. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pandangan hidup yang mendasari praktek halaqah, menggambarkan pelaksanaannya di lapangan, dan mengkonseptualisasikannya sebagai sebuah model bimbingan kelompok yang diorientasikan untuk mengembangkan kepribadian muslim. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dalam bentuk etnografi. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Data yang dihasilkan kemudian dianalisis secara induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa halaqah yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah didasarkan pada beberapa pandangan hidup mereka yang lazim disebut dengan istilah Manhaj Tarbiyah. Pandangan ini terutama berkaitan dengan konsep-konsep kunci seperti dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta’aruf, tafahum,dan takaful. Dilihat dari teori bimbingan dan konseling kelompok, halaqah memiliki aspek-aspek seperti: tujuan, tahapan, metode, konten, manajemen, dinamika, dan nilai-nilai kelompok. Interaksi di antara para peserta halaqah dapat dikatakan lebih mendalam dan sarat akan penanaman nilai ukhuwah (persaudaraan) melalui tahapan ta’aruf (upaya saling mengenal), tafahum (upaya saling memahami), dan takaful (upaya saling menolong dan menanggung beban). Oleh karena itu, halaqah,dengan segala aspek yang ada di dalamnya, dapat disebut sebagai TheBrotherhood Group (kelompok persaudaraan). Artinya, halaqah adalah model kelompok dengan nuansa persaudaraan yang berorientasi pada pengembangan kepribadian muslim. Secara hipotetik, halaqah adalah model bimbingan kelompok yang dapat dijadikan sarana ideal bagi pengembangan kepribadian muslim, karena dikembangkan dari pemahaman masyarakat muslim terhadap nilai-nilai ajaran Islam, khususnya prinsip ukhuwah (persaudaraan), berjamaah, dan tarbiyah madal hayah (pendidikan sepanjang hidup).. Sebagai model bimbingan kelompok yang memiliki pijakan normatif dan historis, perumusan halaqah sebagai sebuah model bimbingan kelompok sangat berarti bagi upaya pengembangan bimbingan dan konseling Islami ke depan. Secara praktis, halaqah dapat dijadikan sebagai metode bimbingan kelompok untuk seluruh komunitas muslim, karena ia merupakan tradisi bimbingan kelompok yang menjadi milik umat Islam secara universal.

(8)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRACT

Title: Halaqah as Group Guidance Model for Muslim Personality Development: an Ethnographic Study on Jamaah Tarbiyah Community in Purwokerto

This research is motivated by the need for the development of guidance and counseling models are built based on Islamic values and traditions, through what is understood and practiced by Muslims. One of them is halaqah which is a model of group guidance that has been practiced intensively by various Muslim communities, especially Jama'ah Tarbiyah. This study aims to explore the underlying worldview halaqah practice, describe its implementation in the field, and conceptualize as a model of group-oriented guidance to develop the Muslim personality. The research method used was a qualitative method in the form of ethnography. Data were collected through in-depth interviews, participant observation, and documentation. The resulting data is then analyzed inductively, descriptive, and qualitative. The process is done well before in the field, while in the field, or after in the field. The results showed that halaqah practiced by the Jama’ah Tarbiyah community based on some of their worldview commonly known by the term Manhaj Tarbiyah. This view is mainly concerned with key concepts like dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta'aruf, tafahum, and takaful. Judging from the theory of group guidance and counseling, halaqah has aspects such as: goals, stages, methods, content, management, dynamics, and the values of the group. Interaction among the halaqah participants arguably more profound and full of brotherhood planting through the stages ta'aruf (attempt to know each other), tafahum (attempt to understand each other), and takaful (mutual help efforts and bear the burden). Therefore, halaqah, with all aspects in it, can be referred to as The Brotherhood Group (fraternity). That is, halaqah is the model with the feel of a group-oriented fraternal Muslim personality development. Hypothetically, halaqah is a model of group guidance that can be used as a means for the development of an ideal Muslim personality, because it was developed from an understanding of Muslim society to the values of Islam, in particular the principle of ukhuwah (brotherhood), congregation, and tarbiyah madal hayah (life-long education). As a model of group guidance that has normative and historical footing, halaqah formulation as a model of group guidance is very significant for the development of Islamic guidance and counseling efforts forward. Practically, halaqah can be used as a method of group guidance for the Muslim community. It is the guidance tradition that has belonged to the group of Muslims universally.

(9)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

i

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ……….... iii

ABSTRAK……… iv

KATA PENGANTAR……….. vi

UCAPAN TERIMAKASIH………. vii

DAFTAR ISI……… viii

DAFTAR TABEL……….... x

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A.Latar Belakang Penelitian...……….…………... 1

B.Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian……….. 14

C.Tujuan Penelitian………. 16

D.Urgensi Penelitian………... 17

BAB II. TEORI BIMBINGAN KELOMPOK…...………. 19

A.Pengertian ………….………. 19

B.Jenis-jenis Kelompok………. 22

C. Orientasi dan Tujuan Kelompok……… 27

D.Kepemimpinan Kelompok………. 32

E. Proses dan Dinamika Kelompok……….... 40

F. Penggunaan Teknik dalam Kelompok………... 47

G.Bimbingan Kelompok dalam Konteks Multikutural……… 52

H.Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok dalam Masyarakat Muslim... 61

I. Pengembangan Kepribadian dalam Halaqah ... 68

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 85

A.Pendekatan……….. 85

B. Subyek……….… 87

C.Proses dan Teknik Pengumpulan Data…………...………... 88

D.Analisis Data... 92

E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian…..……… 94

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 97

A.Pandangan Hidup Jama’ah Tarbiyah yang Mendasari Praktek Halaqah ... 97

B.Praktek Bimbingan Kelompok dalam Halaqah Jama’ah Tarbiyah………. 169

(10)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ii

D.Rumusan Model Hipotetik: Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok

untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim……….. 247

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI….……… 289

A.Kesimpulan……….. 289

B. Rekomendasi……… 291

DAFTAR PUSTAKA……… 292

(11)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Tujuan Kelompok………... 29

Tabel 4.1. Perbandingan Halaqah dan Teori Bimbingan dan Konseling

(12)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peran Murabbi dalam Kelompok Halaqah………141

Gambar 4.2 Kerangka Umum Manajemen Tarbiyah………161

Gambar 4.3 Inter-relasi antara murabbi dan para mutarabbi………213

Gambar 4.4 Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk……….250

(13)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

v

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara kepada mutarabbi………..295

2. Pedoman wawancara kepada murabbi……….297

3. Pedoman observasi partisipan dalam mengikuti kegiatan halaqah……..299

4. Surat permohonan umpan balik (debriefing) kepada Narasumber……..300

(informan) 5. Surat permohonan validasi kepada pakar………301

6. Hasil validasi dari pakar………..304

7. Catatan lapangan hasil observasi……….312

8. Field notehasi wawancara………..446

9. Contoh pesan-pesan melalui sms atau e-mail di antara anggota……….502

halaqah 10.Catatan Lapangan Hasil Testimoni………..505

11.Wirid al-Ma’tsurat………...506

12. Pokok-pokok bai’at ikhwan………507

13.Peer Debriefing……… 524

14.Foto-foto aktivitas Halaqah ……… 527

15. Rancangan model hipotetik………. 535

(14)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(15)

1

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

Sebagai pijakan untuk memahami masalah, arah, dan konteks penelitian,

dalam bab ini dibahas beberapa aspek penting yaitu latar belakang penelitian, fokus

masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan urgensi penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Meski telah mencapai usia 67 tahun kemerdekaan dan 14 tahun reformasi,

bangsa Indonesia belum juga beranjak jauh dari berbagai problem berat yang harus

dilalui, misalnya soal pengangguran dan kemiskinan. Problem ini pada dasarnya tidak

dapat dipisahkan dari kualitas moral bangsa yang saat ini dicirikan oleh maraknya

praktek mafia hukum, korupsi, konflik, disintegrasi, kriminalitas, terorisme, narkoba,

menurunnya etos kerja, dan sebagainya (Megawangi, 2007: 3). Sebuah berita hangat

yang datang dari dunia pendidikan, berkaitan dengan kasus contek masal saat Ujian

Nasional tahun 2011, sebagaimana ditulis oleh vivanews.com (15 Juni 2011), cukup

menambah daftar panjang problem bangsa ini. Al, seorang siswa sebuah Sekolah

Dasar di kota Surabaya, yang mencoba ingin menegakkan kejujuran bersama sang

Ibu sesaat setelah ujian nasional berakhir, ternyata mendapat tantangan keras dari

sekolah dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Mereka berdua sempat harus

terusir dari kampung halamannya untuk menghindari reaksi massa yang tidak setuju

dengan langkah mereka. Akan tetapi, langkah ibu dan anak ini kemudian

mendapatkan dukungan yang besar dari berbagai kalangan masyarakat, terutama

(16)

2

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

melalui jaringan media sosial. Mereka pun kemudian dianggap layak untuk dijuluki

sebagai “pahlawan kejujuran”.

Kondisi domestik tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari krisis dunia saat

ini. Berita media masa hampir setiap hari diwarnai dengan laporan soal krisis

keuangan global, ancaman terorisme, kekerasan, kelaparan, kemiskinan, HIV/AIDS,

peredaran narkoba, peperangan yang tak berujung, dan sebagainya. Menurut Lubis

(Bastaman, 2007: vii), krisis multidimensi; ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya,

dan moral, baik yang melanda negeri tercinta ini khususnya atau dunia pada

umumnya, sesungguhnya berakar dari krisis identitas yang bersumber dari tidak

jelasnya jatidiri bangsa. Krisis identitas dan hilangnya jati diri ini, dalam dimensi

psikologis, berkaitan erat dengan tidak jelasnya nilai-nilai penting dan berharga yang

dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.

Itulah ironi atau tragedi yang sedang dialami umat manusia di jaman modern

ini. Mereka sesungguhnya sedang mencari-cari apa yang menjadi jati diri atau fitrah

hidupnya kembali. Shandel, sebagaimana dikutip oleh Shari’ati (Agustian, 2004:

xliii), menyatakan bahwa bahaya paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini

bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah. Unsur kemanusiaan yang ada

dalam diri manusia sedang mengalami kehancuran sedemikian hebat, sehingga yang

ada sekarang ini adalah sebuah ras yang non manusiawi, yaitu berupa mesin

berbentuk manusia yang tidak sesuai lagi dengan kehendak Tuhan dan alam yang

(17)

3

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kepribadiannya tidak lagi mencerminkan fitrah kemanusiannya yang hakiki. Ia telah

tertutupi oleh indahnya kehidupan dunia yang serba gemerlap dan selalu menggoda.

Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa ada yang perlu dibenahi dari cara

berpikir dan pandangan hidup manusia yang hidup di abad ini. Ada yang perlu

dievaluasi serta diperbaiki dari kepribadian mereka, agar terbebas dari krisis

kemanusiaan global. Karena ilmu pengetahuan modern an sich telah terbukti gagal

membenahi kepribadian manusia, terutama sisi moral dan ruhaninya, maka

satu-satunya harapan yang tersisa adalah pada ajaran-ajaran agama, termasuk Islam di

dalamnya. Bunyamin E. Mays pernah menegaskan bahwa:

Dunia modern saat ini memiliki orang-orang terdidik yang jauh lebih banyak sepanjang sejarah. Kita juga memiliki lulusan-lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak, tetapi kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit. Bukan pengetahuan yang kita butuhkan, karena kita sudah punya banyak pengetahuan. Manusia modern sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual (Rakhmat dalam Dahlan, 2005: 16).

Sesungguhnya, apabila umat Islam mau berkaca pada sejarah, terutama

dengan mengikuti fase-fase awal dakwah Islamiyah dan melihat terjadinya perubahan

kepribadian pada individu-individu (para sahabat) yang mempelajari Islam di

madrasah Rasulullah, maka mereka akan mampu memahami secara gamblang

bagaimana pengaruh besar yang diberikan Al-Qur’an (Islam) terhadap jiwa manusia.

Bagi seorang muslim, Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang menjadi sumber pokok

ajaran Islam dan merupakan hidayah yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi

Muhammad Saw. untuk segenap manusia. Di dalamnya Allah banyak menyapa akal

(18)

4

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ibadah, menunjukkan mereka pada hal-hal yang dapat membawa kebaikan dan

kemaslahatan dalam kehidupan individu dan sosial, dan membimbing mereka kepada

agama yang luhur, agar mereka dapat melakukan aktualisasi diri, mengembangkan

pribadi, dan meningkatkan diri mereka ke taraf kesempurnaan insani. Dengan jalan

tersebut, manusia dapat mencapai kebahagiaan mereka baik di dunia maupun di

akhirat (Najati, 2008: 421).

Idealnya, sebagaimana telah banyak digambarkan dalam Al-Qur’an, seorang

muslim adalah pribadi yang beriman kepada Allah secara benar, beribadah

kepada-Nya secara benar, senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan yang

luhur dan akhlak mulia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat,

menghindari perbuatan yang terlarang, dan bersikap secara ikhlas, amanah, dan

sempurna dalam beramal. Inilah gambaran kepribadian paripurna yang hendaknya

dapat dimiliki, dicapai, atau diwujudkan oleh semua manusia. Karakteristik

kepribadian seperti inilah yang hendak dicapai Rasulullah dalam membina umatnya.

Sejarah mencatat bahwa Rasulullah telah berhasil mengubah kepribadian para

sahabatnya secara total dan membentuk mereka sebagai muslim sejati yang kemudian

mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan kepribadian, kemuliaan akhlak,

keluhuran cita-cita, dan keteladanan agung yang mereka pelajari dari Al-Qur’an dan

Sunnah (Najati, 2008: 384).

Salah satu gambaran pribadi muslim yang dicontohkan oleh al-Qur’an adalah

terdapat pada Surat al-Furqan ayat 63-76: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha

(19)

5

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hati…..”(Depag RI, 2006). Dari ayat-ayat ini, Mahmud (2004: 182) menjelaskan

bahwa ciri kepribadian seorang muslim adalah: berinteraksi dengan orang lain dengan

penuh kerendahan hati dan kesabaran, menjawab sapaan orang bodoh dengan

kata-kata yang membawa keselamatan, selalu mendekatkan diri kepada Allah di malam

hari, selalu berdo’a kepada Allah agar terhindar dari api neraka, tidak berlebihan

dalam menginfakkan harta dan tidak bakhil dengannya, tidak menyekutukan Allah,

tidak membuat kesaksian palsu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, umat muslim di seluruh dunia saat ini ditantang untuk dapat

mengejawantahkan kembali misi suci Islam tersebut dalam praktek-praktek

pendidikan mereka. Mereka harus mampu menjadi pionir dalam gerakan moral

membangun karakter bangsa, yang diawali dari upaya pengembangan pribadi

generasi muda. Untuk itu, mereka harus merujuk kepada khazanah dan tradisi Islam

yang kaya dengan prinsip-prinsip dan pola pengembangan akhlak mulia. Mereka

dapat menengok kembali pemikiran dan praktek pengembangan karakter yang telah

dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali, Ibnu Maskawaih, Ibnu Qayyim

Al-Jauziyah, Hasan Al-Banna, dan lainnya. Namun demikian, mereka juga perlu

memanfaatkan hasil kajian ilmu pengetahuan modern tentang pengembangan pribadi,

misalnya Psikologi dan Konseling.

Menurut Bastaman (2007: 151), dewasa ini telah dikembangkan berbagai

pendekatan, metode, dan pelatihan yang bercorak psikologis untuk pengembangan

pribadi, baik berupa model pelatihan sendirian (solo training) maupun pelatihan

(20)

6

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keagamaan yang telah lama ada seperti meditasi, retreat, dan tafakur, tetapi

kemudian dikembangkan dan dimodifikasi secara psikologis dengan memanfaatkan

metode perenungan atau introspeksi diri. Model ini tidak banyak melibatkan orang

lain dalam pelaksanaannya, karena lebih berorientasi pada proses pemahaman,

penyadaran, dan pengenalan diri secara mandiri. Sebaliknya, pelatihan dalam

kelompok dilakukan bersama orang lain melalui komunikasi antarpribadi dan proses

dinamika kelompok. Dalam kegiatan ini, suasana atau iklim kelompok diupayakan

sedemikian rupa agar pengungkapan diri dan umpan balik dapat berkembang secara

bebas dan nyaman. Dengan langkah ini, para peserta pelatihan (konseli) diharapkan

dapat memperolah gambaran yang lebih luas dan mendalam tentang dirinya serta

dapat meningkatkan hubungan yang lebih akrab dengan orang lain. Dalam model ini

dikenal beberapa contoh pelatihan pengembangan pribadi seperti t-group, encounter

group, sensitivity training, dan logoanalysis. Dalam perkembangannya kemudian,

aktivitas bimbingan dan konseling kelompok tidak lagi ditujukan untuk kepentingan

penyelesaian masalah (kuratif) saja, melainkan lebih luas dari itu. Ia adalah sebuah

sarana penting bagi pencegahan masalah, pemahaman, pemeliharaan, dan

pengembangan pribadi.

Pendekatan kelompok adalah sebuah metode intervensi yang telah lazim

digunakan dalam profesi bimbingan dan konseling. Dalam beberapa dekade terakhir

pendekatan ini menjadi sangat populer, karena cakupan dan dimensinya yang

semakin luas dan beragam. Para akademisi dan praktisi dalam bidang ini pun telah

(21)

7

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

prosedur, dan teknik dalam proses kelompok. Kelompok dengan berbagai tujuan dan

penggunaannya telah diperkenalkan, didefinisikan, dan diklasifikasikan oleh para ahli

(Chen, 1995: 1).

Menurut Corey (2008: 4-5), pendekatan kelompok adalah sebuah intervensi

yang semakin banyak digunakan dalam berbagai seting dan sasaran yang

berbeda-beda. Pendekatan ini dapat didesain untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan

kelompok populasi yang spesifik seperti anak, remaja, mahasiswa, orang dewasa,

dan orang yang lebih lanjut usianya. Demikian pula untuk kelompok-kelompok yang

memiliki masalah khusus seperti penderita HIV/AIDS, penyandang masalah narkoba,

korban kekerasan, dan sebagainya.

Pendekatan kelompok membantu para anggotanya untuk dapat bertemu

hampir setiap saat, sesuai kebutuhan. Salah satu alasan yang membuat pendekatan ini

menjadi semakin populer adalah karena pendekatan ini dipandang lebih efektif dan

efisien dibandingkan dengan pendekatan individual. Hal ini terjadi karena dalam

sebuah kelompok setiap anggota tidak hanya memperoleh insight (pencerahan), tetapi

dapat mempraktekkan keterampilan-keterampilan baru baik selama dalam kelompok

maupun dalam interaksi kehidupan mereka sehari-hari di luar kelompok. Selain itu,

setiap anggota dalam sebuah kelompok akan mendapatkan manfaat dan umpan balik

dari sesama anggota lainnya, sebagaimana mereka dapatkan pula dari konselor

(pemimpin) kelompok tersebut. Sebuah kelompok memungkinkan terjadinya proses

(22)

8

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kelompok dapat belajar bagaimana cara-cara menyelesaikan masalah dengan

mengamati anggota lain yang memiliki konsen yang sama.

Dalam prakteknya, seorang konselor (orang yang membantu) dan konseli

(individu atau kelompok yang dibantu) akan bertemu dalam sebuah interaksi yang

akrab untuk mencapai tujuan atau perubahan tertentu pada pribadi konseli. Hanya

saja, dalam menjalankan proses bantuannya, seorang konselor akan sangat

dipengaruhi oleh cara pandang atau teori yang ada. Secara umum, teori atau

pendekatan bimbingan dan konseling yang berkembang dewasa ini terlalu didominasi

oleh paradigma konseling konvensional yang berorientasi Psikoanalitik,

Behavioristik, dan Humanistik. Akan tetapi, kurang lebih dalam satu dekade terakhir,

berbagai studi tentang konseling multikultural menunjukkan bahwa faktor-faktor

seperti budaya, gender, agama, dan identitas lain adalah aspek-aspek penting dalam

diri individu yang akan sangat mempengaruhi tujuan dan pola hubungan dalam

bimbingan dan konseling (Abdullah, 2007: 42).

Alladin, sebagaimana dikutip oleh Abdullah (2007: 42), menegaskan bahwa

jika seorang konselor menginginkan agar konseli yang dibantunya dapat

mendapatkan manfaat secara maksimal dari proses konseling, maka ia harus dapat

meninggalkan pendekatan konseling konvensional, khususnya ketika ia bekerja

dalam konteks budaya dan agama yang beragam. Kebutuhan akan pendekatan

bimbingan dan konseling yang sesuai dengan konteks budaya dan agama ini

kemudian memunculkan wacana perlunya pengembangan bimbingan dan konseling

(23)

9

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

konseling yang berakar atau digali dari nilai-nilai atau tradisi yang ada dalam sebuah

komunitas (kelompok masyarakat). Wacana ini tidak dapat dilepaskan pula dari

berkembangnya wacana indigenous psychology, yaitu upaya membangun psikologi

yang mempertimbangkan faktor sosial-politik, sejarah, agama, ekologi, dan lainnya

yang membuat setiap kelompok budaya, serta setiap orang sebagai agen bagi tindakan

mereka sendiri (Kim, et al., 2010: 811).

Hwang (2009: 5) menyatakan bahwa terjadinya krisis epistemologis yang

disebabkan oleh adopsi secara mutlak terhadap paradigma penelitian Barat, telah

memunculkan gerakan pribumisasi psikologi dan konseling dari sejumlah psikolog

Non- Barat. Para psikolog ini merasa tidak puas, karena temuan-temuan hasil

penelitian yang diturunkan dari replikasi paradigma Barat ternyata tidak relevan atau

tidak adekuat lagi untuk memahami psikologi masyarakat di negeri-negeri Non-Barat.

Gerakan ini muncul sejak awal tahun 1980-an di kalangan komunitas ilmuwan di

negeri-negeri Non-Barat seperti Pilipina, Jepang, India, Taiwan, Korea, dan

Hongkong. Sejumlah psikolog pribumi menganjurkan studi ilmiah terhadap perilaku

dan proses psikologis manusia dalam sebuah konteks yang bermakna secara budaya.

Sebagai contoh, para psikolog konseling di China telah melakukan pengembangan

model konseling yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam tiga budaya

besar yang dipandang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat China, yaitu

Confusianisme, Taoisme, dan Budhisme (Hwang, 2009: 5-6; Hwang & Chang:

(24)

10

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam konteks Indonesia, Joyoatmojo (2010: 1-2) menilai bahwa pada

umumnya para praktisi konseling di Indonesia dalam melaksanakan layanan

konseling menggunakan ancangan dari Barat yang telah mapan. Meskipun ancangan

ini dipandang efektif dalam membantu konseli di negara Barat, para praktisi

bimbingan dan konseling di Indonesia semestinya dapat melakukan penyesuaian atau

pengembangan untuk dapat membantu konseli yang berasal dari lingkungan budaya

Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena setiap pendekatan konseling banyak

memiliki muatan budaya, sementara antara budaya Indonesia dengan budaya Barat

kerap dijumpai adanya perbedaan dan pertentangan.

Dalam konteks masyarakat muslim, seiring dengan pesatnya perkembangan

umat muslim di berbagai negara, termasuk di negara Barat, semakin besar pula

kesadaran para ahli Psikologi dan Konseling terhadap pengembangan model

bimbingan dan konseling yang dibangun berdasarkan atas pemahaman yang

mendalam terhadap nilai-nilai atau ajaran Islam, baik yang tercantum dalam sumber

tertulis yaitu Al-Qur’an dan Hadits maupun yang diyakini dan dipraktekkan oleh

umat muslim (Hamdan, 2007: 1; Ali, et al., 2005: 1).

Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pengembangan bimbingan dan

konseling yang berwawasan Islam ini tentu memerlukan beberapa langkah strategis

yang perlu dilakukan oleh para ilmuwan Muslim. Menurut Subandi (2000: 212),

paling tidak terdapat lima strategi yang dapat ditempuh untuk dapat mengembangkan

kajian Konseling dan Psikoterapi yang berwawasan Islam, yaitu : pemantapan dasar

(25)

11

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

teori Konseling dan Psikoterapi Barat, penggalian praktek Konseling dan Psikoterapi

yang telah dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat Muslim, dan menyusun pola

pendidikan dan latihan untuk membentuk konselor Muslim.

Penelitian ini dilakukan dalam konteks salah satu strategi di atas, yaitu

menggali praktek dan pola bimbingan kelompok yang ada dalam sebuah komunitas

masyarakat muslim di Indonesia yang oleh para ahli biasa disebut dengan gerakan

tarbiyah atau Jama’ahTarbiyah (Fealy dan Bubalo, 2007: 108; Machmudi, 2010: 1).

Salah satu kegiatan utama yang biasa dipraktekkan dalam komunitas ini adalah

halaqah (pertemuan kelompok). Beberapa kalangan menyebutnya dengan istilah

usrah, mentoring, ta’lim, liqa’, atau pengajian kelompok (Lubis, 2010: 16). Kegiatan

ini tersebar di berbagai komunitas, baik itu kampus, sekolah, kantor, pabrik, masjid,

maupun di rumah-rumah. Fenomena ini tidak saja berlangsung di Indonesia, tetapi

terjadi pula di negara-negara lain di berbagai belahan dunia. Halaqah diyakini oleh

mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang efektif untuk memahami dan

mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten, serta membentuk kepribadian muslim

para anggotanya.

Dalam konteks pendidikan, halaqah dipandang telah berkembang sebagai

alternatif model pendidikan Islam yang berhasil dalam membentuk kepribadian

Islami (syakhshiyah Islamiyah) pada diri anggotanya. Hal ini dapat dilihat pada

perannya dalam membentuk generasi muda muslim yang memiliki ghirah (semangat)

dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Jumlah mereka semakin

(26)

12

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berbagai kalangan. Halaqah dipandang pula sebagai sebuah aktivitas pendidikan dan

dakwah Islam yang masif dan merakyat, karena dapat menerima anggota dari

berbagai kalangan, tanpa melihat status pendidikan, ekonomi, sosial, dan latar

belakang budaya. Satu-satunya pengikat di antara mereka adalah adanya kesamaan

keyakinan yaitu Islam. Saat ini halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan

Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif (Lubis, 2010: 17).

Jika dirujuk pada sejarah Islam, maka halaqah sesungguhnya adalah salah

satu model dakwah kelompok yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad

Saw. secara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui kelompok pertemuan secara rutin di

rumah sahabat Arqam bin Abil Arqam (Mahmud, 2008: 129). Di sinilah Nabi aktif

melakukan bimbingan secara intensif kepada para sahabat yang menjadi generasi

awal pemeluk Islam pada periode Mekkah. Model ini kemudian dilestarikan,

dilakukan baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dan

dikembangkan oleh generasi Islam pasca Nabi melalui berbagai kelompok pertemuan

yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, dan seterusnya. Tradisi ini selanjutnya

dilaksanakan oleh para ulama, organisasi, kelompok tarikat, atau gerakan dakwah

yang ada di berbagai penjuru dunia.

Salah satu dari mereka adalah sebuah gerakan dakwah kontemporer bernama

Jama’ah Ikhwanul Muslimin, yang didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir.

Organisasi ini kemudian banyak memberikan warna dan orientasi dakwah kepada

berbagai negara muslim lainnya, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kelompok

(27)

13

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Muslimin adalah komunitas Jama’ah Tarbiyyah. Jama’ah Ikhwanul Muslimin sendiri

oleh para pengamat dianggap sebagai kelompok atau komunitas yang paling

fenomenal di antara gerakan-gerakan keagamaan Islam yang lain, karena

kemampuannya dalam menyebarkan ide-ide dan pengaruhnya ke berbagai penjuru

dunia. Meskipun di negara asalnya, Mesir, komunitas ini mengalami tekanan politik

yang luar biasa, yang membatasi perkembangan mereka sebagai kekuatan politik,

tetapi ide-ide mereka disambut dengan baik dan berkembang begitu cepat di berbagai

negara, terutama di dunia Islam. Indonesia, sebagai negeri muslim terbesar di dunia,

pun tidak imun dari fenomena ini (Machmudi, 2010: 1; Fealy dan Bubalo, 2007:

108).

Halaqah, yang lazim pula disebut dengan istilah halaqah tarbawiyyah, adalah

kegiatan paling intensif yang dilakukan oleh para anggota Jama’ah Tarbiyah, yaitu

satu kali dalam sepekan dengan lama pertemuan kira-kira dua sampai tiga jam.

Halaqah merupakan pertemuan dalam dinamika kelompok dengan jumlah rata-rata

anggota antara 5-10 orang. Unsur utama halaqah adalah pembimbing (murabbi) yang

menjadi penanggung jawab dan peserta tarbiyah (mutarabbi). Halaqah dijalankaan

atas beberapa prinsip yaitu: keseriusan, memiliki rasa tanggung jawab atas

kesuksesan halaqah, kepercayaan, dan ketaatan kepada murabbi selama yang

bersangkutan tidak bermaksiat kepada Allah, dan konsultasi dan komunikasi yang

intens antara mutarabbi dan murabbi (Hidayat, 2009: 1).

Dalam konteks bimbingan dan konseling, halaqah dapat diasumsikan sebagai

(28)

14

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

muslim dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dakwah Islam itu sendiri.

Halaqah dapat dijadikan pijakan dasar dalam mengembangkan model bimbingan dan

konseling kelompok. Sebagai sebuah kelompok bimbingan, halaqah diduga

memiliki manhaj atau model tersendiri yang mencakup prinsip dan tujuan, nilai,

prinsip, dinamika, proses, dan pola bimbingan yang unik, jika dibandingkan dengan

model pertemuan kelompok lain dengan budaya yang berbeda.

Dalam rangka itulah penelitian ini dilakukan. Dengan mengambil

kelompok-kelompok halaqah yang ada di kalangan jama’ah Tarbiyah kota Purwokerto sebagai

subyek penelitian, penulis berusaha untuk menggali, menemukan, dan

menggambarkan secara mendalam aspek-aspek yang ada dalam halaqah, seperti

tujuan, prinsip, nilai, proses, dinamika, dan teknik bimbingan kelompok. Dari

aspek-aspek ini kemudian akan tergambar sebuah model bimbingan halaqah yang selama

ini telah dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah.

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan tentang halaqah sebagai

model bimbingan kelompok yang dikembangkan berdasarkan pengamatan yang

mendalam terhadap model bimbingan yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah

Tarbiyah di Purwokerto dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim para

anggotanya. Pengertian halaqah dalam konteks penelitian merujuk pada pertemuan

dinamika kelompok yang diikuti sejumlah anggota antara 5-10 orang yang di

dalamnya terdapat satu orang yang berperan sebagai murabbi (pendidik, pembimbing

(29)

15

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dibimbing atau anggota kelompok). Dalam pengetian ini, halaqah lebih mengarah

kepada sebuah pertemuan (kegiatan) yang di dalamnya terdapat unsur tujuan, materi,

waktu, tempat, dan teknik bimbingan. Akan tetapi, sesuai dengan penggunaannya di

lapangan, halaqah dapat pula merujuk pada entitas sebuah kelompok yang

merupakan sebuah ikatan inter-relasi antara murabbi dan mutarabbi. Dalam arti yang

kedua ini, halaqah lebih mengarah kepada dinamika psikologis yang terjadi dalam

sebuah kelompok. Dalam dua batasan pengertian inilah halaqah dapat dipotret

sebagai sebuah model kelompok atau model bimbingan kelompok.

Model, sebagaimana dijelaskan oleh Rakhmat (2001:59-60), dapat diartikan

sebagai gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model dapat pula

didefinisikan sebagai tiruan gejala yang akan diteliti, yang menggambarkan hubungan

di antara variabel, sifat, atau komponen dari gejala tersebut. Model membantu

peneliti untuk berpikir sistematis, logis, dapat mengambil proses atau gejala yang

kompleks, yang terlalu besar untuk untuk dianalisis atau dimanipulasi, dan

menyederhanakannya menjadi serangkaian variabel yang berarti.

Berdasarkan karakteristik dan fungsinya, model yang dimaksud dalam

konteks penelitian dengan paradigma kualitatif ini adalah model yang bersifat

grounded, yaitu disusun berdasarkan dari data atau gejala yang ada di lapangan

(existing model), dan bersifat hipotetik; yaitu dimaksudkan sebagai sebuah proposisi

yang berfungsi untuk membuat peneliti peka terhadap fenomena yang diteliti, untuk

dicari kemungkinannya, dan tidak dimaksudkan untuk dites secara eksplanatif,

(30)

16

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Artinya, model yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah model yang bersifat

deskriptif, karena hanya memerikan atau menggambarkan situasi, bukan untuk

meramal atau menyarankan sesuatu (Rakhmat, 2001:61). Dengan kata lain, penelitian

ini tidak akan bermuara pada pengujian efektivitas model, melainkan hanya berhenti

pada perumusan terhadap halaqah sebagai sebuah model bimbingan kelompok secara

hipotetik. Model ini lebih bersifat konseptual daripada teknis-operasional.

Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan identifikasi, deskripsi, dan

kategorisasi terhadap model bimbingan halaqah yang dipraktekkan oleh komunitas

Jamaah Tarbiyah ke dalam konteks bimbingan dan konseling kelompok, peneliti

menyajikan tiga permasalahan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :

1. Pandangan hidup apa yang mendasari praktek bimbingan kelompok

model halaqah oleh komunitas Jama’ah tarbiyah?.

2. Bagaimana proses bimbingan kelompok model halaqah yang selama ini

telah dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah dalam rangka

mengembangkan kepribadian para anggotanya?.

3. Bagaimana rumusan model bimbingan halaqah yang secara hipotetik

dapat digunakan untuk mengembangkan pribadi muslim?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini sesungguhnya

bertujuan untuk menemukan rumusan model hipotetik terkait halaqah sebagai model

bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian muslim. Namun demikian,

(31)

17

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berpikir) dan nilai-nilai yang selama ini yakini oleh Jama’ah Tarbiyah, penulis

terlebih dahulu akan mengungkapkan pandangan hidup yang melandasi praktek

halaqah dan menggambarkan pelaksanaannya di lapangan, dan kemudian

menganalisisnya dalam konteks bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan

pandangan para pakar bimbingan dan konseling.

D. Urgensi Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam

upaya pengembangan bimbingan dan konseling Islami yang digali dan dikembangkan

dari praktek bimbingan kelompok model halaqah. Sebagaimana telah dijelaskan,

menurut apa yang diungkap oleh Subandi (2000:212), salah satu strategi yang dapat

ditempuh untuk mengembangkan kajian bimbingan dan konseling Islami adalah

dengan mempelajari model bimbingan dan konseling yang telah ada atau

dipraktekkan oleh masyarakat muslim, baik secara individual maupun kelompok.

Hal ini berkaitan pula dengan rekomendasi akademik yang dikemukakan oleh

Hwang (2009:5), tentang perlunya membangun indigenous counseling (model

bimbingan dan konseling pribumi). Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa

penelitian ini memiliki relevansi dengan perkembangan berbagai wacana baik itu

indigenous counseling maupun wacana-wacana lain misalnya indigenous psychology,

cross-culture psychology, dan cross-culture counseling. Hal ini tampaknya

merupakan jawaban atas keterbatasan paradigma keilmuan barat yang selama ini

(32)

18

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengungkap sisi-sisi emic dari fenomena perilaku sebuah kelompok yang memiliki

budaya tertentu.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi

para pembimbing dan konselor yang tertarik dalam mempraktekkan halaqah sebagai

model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian Islami, baik dalam

lingkungan pendidikan formal maupun non formal. Senada dengan apa yang telah

dikemukakan oleh Joyoatmojo (2010:1-2), penulis memandang penting untuk

memberikan alternatif model bimbingan kelompok yang dibangun dari cara pandang

dan tradisi keagamaan (baca: Islam), di luar model-model bimbingan dan konseling

yang telah mapan saat ini, sehingga para konselor muslim dapat melakukan layanan

bimbingan dan konseling yang sesuai dengan pandangan hidupnya. Sebagaimana

direkomendasikan oleh Corey (2008:175), salah seorang pakar konseling terkemuka

yang tulisannya banyak dirujuk oleh para praktisi bimbingan dan konseling, setiap

teori (pendekatan) bimbingan dan konseling kelompok yang selama ini ada perlu

diuji tingkat relevansinya dengan berbagai sasaran yang memiliki keragaman

kultural. Setiap pendekatan, dengan segenap asumsi, pandangan dan teknik yang

dikembangkan oleh berbagai teori dan pendekatan bimbingan dan konseling, dengan

segala keterbatasannya, pada dasarnya harus memiliki kontribusi yang konstruktif

bagi upaya pengembangan bimbingan dan konseling secara multikultural.

(33)

85

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas apek-aspek metodologis yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu meliputi pendekatan, subyek penelitian, proses dan teknik

pengumpulan data, analisis data, dan keabsahan data dan hasil penelitian.

A. Pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi

etnografi, yaitu sebuah pendekatan untuk mengembangkan pemahaman terhadap

aktivitas atau perilaku sehari-hari dari sekelompok orang dalam seting tertentu.

Paradigma yang digunakan adalah post-positivistik, yaitu cara pandang penelitian

yang bersifat interpretif, konstruktif, dan berlangsung dalam seting alamiah (natural

setting). Dengan cara pandang ini peneliti berkeyakinan bahwa teori tidak memiliki

fungsi eksplanasi atau prediksi, melainkan memberi tafsir atau membuat pemahaman

langsung secara teralami (lived experience), bukan melalui generalisasi yang abstrak

(Alwasilah, 2009: 45).

Penelitian ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa bimbingan kelompok

adalah sebuah budaya yang telah dimiliki dan dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah

Tarbiyah dalam bentuk halaqah. Sebagai sebuah budaya, ia tidak saja berkaitan

dengan pengetahuan yang dapat dibahasakan (propositional knowledge), tetapi juga

menyangkut pengetahuan yang tidak dapat dibahasakan (tacit knowledge), yang tidak

(34)

86

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dapat diperoleh dengan pendekatan rasionalistik-ilmiah, karena pendekatan ini hanya

menjelaskan pengetahuan proposisional saja (Guba & Lincon dalam Alwasilah, 2009:

103). Pemahaman terhadap aspek-aspek bimbingan kelompok dalam konteks halaqah

dan tarbiyah tidak akan lengkap tanpa mengetahui konstruksi emik dan pengalaman

para responden yang tergabung di dalam jama’ah ini, yaitu dengan pendekatan

kualitatif-naturalistik yang mensyaratkan peneliti dapat berinteraksi langsung dengan

kehidupan mereka tanpa jarak.

Metode etnografi dipilih karena dipandang tepat untuk dapat digunakan dalam

melakukan deskripsi dan interpretasi terhadap sebuah kelompok (sistem) sosial atau

budaya. Dalam konteks penelitian ini peneliti berasumsi bahwa halaqah-halaqah

yang ada dalam jama’ah Tarbiyah adalah kelompok yang memiliki sistem sosial dan

budaya. Metode etnografi memungkinkan penulis untuk dapat mendeskripsikan

representasi diri yang diasumsikan oleh sebuah komunitas (Parker, 2005: 54), yang

dalam konteks penelitian ini adalah kelompok halaqah sebagai lokusnya. Sebagai

peneliti, penulis berupaya untuk mempelajari pola-pola perilaku, tradisi, dan

pandangan hidup yang dapat diamati dari kelompok ini (Harris dalam Creswell,

1998:58). Pola-pola ini berkaitan dengan model bimbingan kelompok yang

dipraktekkan dalam komunitas ini beserta cara pandang yang mendasarinya. Dilihat

dari jenisnya, etnografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cenderung

mengarah pada field ethnography (etnografi lapangan), karena peneliti mempelajari

(35)

87

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

langsung dalam seting alamiah. Dengan meminjam apa yang telah diteorikan oleh

Spradley (1997: 34), langkah yang penulis lakukan adalah dengan cara

memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang ada dalam kelompok halaqah

yang ingin penulis pahami melalui nilai-nilai (budaya) yang mereka miliki. Dalam

melakukan kerja lapangan, penulis membuat kesimpulan budaya halaqah dari tiga

sumber, yaitu dari apa yang mereka katakan, dari cara mereka bertindak, dan dari

dokumen yang mereka gunakan.

B. Subyek

Subyek penelitian yang diambil adalah para anggota kelompok halaqah dalam

komunitas Jama’ah Tarbiyah yang ada di Kota Purwokerto sebagai informan. Di

antara para informan terdapat beberapa orang yang berperan sebagai murabbi

(pembimbing) yang telah lama bergabung dalam komunitas ini dan dipandang cukup

berpengalaman dalam aktivitas pembinaan terhadap para mutarabbi (anggota yang

dibimbing) dalam beberapa kelompok selama bertahun-tahun. Di antara mereka ada

pula yang berperan sebagai murabbi sekaligus mutarabbi dan ada pula yang hanya

menjadi mutarabbi, yang datang dari kelompok dan latar belakang yang

berbeda-beda. Di antara mereka ada yang memiliki latar belakang sebagai dosen, mahasiswa,

siswa, ibu rumah tangga, wiraswastawan, buruh, karyawan, anggota legislatif, guru,

satpam, dan sebagainya. Untuk dapat masuk dalam komunitas ini secara mudah,

peneliti menempuh strategi snowball (bola salju). Pertama kali, penulis mendatangi

(36)

88

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

komunitas ini dan melakukan wawancara mendalam dengannya. Dari informan kunci

inilah, penulis kemudian memperoleh referensi tentang informan-informan lain yang

dipandang layak dan dapat memberikan data yang penulis butuhkan. Dari informan

ini pula, penulis kemudian mendapatkan informasi penting berkenaan dengan

berbagai referensi atau buku yang selama ini dijadikan bahan rujukan oleh komunitas

ini dalam menjalankan aktivitas tarbiyah (pembinaan).

C. Proses dan Teknik Pengumpulan Data

Pada awal tahun 2010, sebelum sampai pada tahap pengumpulan data dan

terlibat secara lebih mendalam dalam komunitas halaqah, penulis telah mengawali

penelitian ini, dengan melakukan komunikasi secara personal dengan salah seorang

teman penulis, yaitu seorang aktivis di Jamaah Tarbiyah di kota Bandung, tempat

penulis menempuh studi lanjut saat ini. Kepada informan ini, penulis mengutarakan

maksud penulis untuk dapat melakukan penelitian pada komunitas Jamaah Tarbiyah

di kota ini. Akan tetapi, setelah mendapatkan lampu hijau dari para pemimpin

komunitas ini dan sempat melakukan studi pendahuluan dan wawancara awal, karena

berbagai kendala kesibukan dan perbedaan bahasa dan budaya yang dapat

menghalangi penulis untuk dapat berinteraksi secara lebih dekat dengan mereka,

penulis kemudian memutuskan untuk mengubah tempat penelitian, yaitu dari kota

Bandung ke kota Purwokerto, tempat penulis berdomisili saat ini.

Sejak bulan Juni tahun 2010, akhirnya penulis mendapatkan respon positif

(37)

89

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Purwokerto untuk mengadakan penelitian dalam komunitas mereka. Selama kurang

lebih dua tahun penulis telah terlibat di dalam kehidupan komunitas ini dan banyak

mendapatkan data-data penting dan menarik tentang pandangan hidup dan pola

bimbingan kelompok yang ada dalam komunitas ini. Secara garis besar data-data itu

dikumpulkan melalui tiga teknik di bawah ini :

1. Observasi-partisipatif, yaitu pengamatan sistematis dan terencana yang

dimaksudkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara valid

dengan cara terlibat langsung dalam kehidupan subyek yang diteliti.

Alwasilah (2009: 210) meringkas proses ini dengan tiga kata yaitu

saksikan, catat, dan maknai. Teknik ini dilakukan peneliti dengan

mengikuti setiap aktivitas kelompok yang dilakukan dalam komunitas

Jama’ah Tarbiyah, yaitu kegiatan pekanan dalam kelompok kecil (liqa’),

tatsqif (pertemuan pekanan dalam kelompok besar), mabit (pertemuan dua

bulanan dalam kelompok kecil dan besar), riyadhah (olahraga), kegiatan

daurah (seminar dan workshop), rihlah (perjalanan ke luar kota), dan

kegiatan lain yang senantiasa di lakukan secara rutin dan insidental di

kalangan mereka. Data yang berhasil digali dengan teknik ini adalah

meliputi materi halaqah, metode bimbingan, proses dan dinamika

kelompok, dan manajemen kelompok, pengalaman merasakan suasana

ukhuwah dan kebersamaan yang terjadi di antara anggota halaqah, dan

(38)

90

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dapat diketahui gambaran yang lengkap tentang perikehidupan jama’ah

dalam setiap seting (kegiatan) yang ada. Kegiatan observasi partisipan

yang penulis lakukan pada dasarnya terpusat pada satu kelompok halaqah

utama, tetapi dengan seijin murabbi, penulis memiliki kesempatan untuk

mengikuti kelompok-kelompok halaqah lainnya. Di samping itu, dalam

setiap sesi (acara) pertemuan di luar forum halaqah, penulis biasanya

berkesempatan untuk berinteraksi dengan para murabbi dan mutarabbi

dari kelompok halaqah lain. Sebagai contoh, saat mengikuti kegiatan

riyadhah (olahraga) futsal, yang melibatkan kelompok halaqah lain

sebagai mitra bertanding, penulis banyak mengamati bagaimana dinamika

interaksi yang terjadi pada masing-masing kelompok. Contoh lainnya,

pada beberapa sesi acara ta’lim atau tatsqif (kajian) rutin yang

diselenggarakan oleh kelompok penulis dan dihadiri para jamaa’ah dari

kelompok halaqah lainnya, penulis diberi kepercayaan untuk menjadi

narasumber. Dalam kesempatan ini penulis dapat mengamati dan

memperhatikan interaksi di kalangan para jama’ah, baik dalam intra

halaqah maupun antar halaqah.

2. Wawancara mendalam. Hal dilakukan terhadap murabbi dan para

mutarabbi, untuk menggali informasi seputar nilai-nilai, prinsip, konsep

atau pandangan hidup yang diyakini dan senantiasa dijalankan dalam

(39)

91

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

menggali motivasi, aspirasi, dan pemaknaan para responden terhadap

pengalaman-pengalaman mereka selama mengikuti halaqah dan kegiatan

atau perangkat-perangkat tarbiyah lain, yang meliputi: mukhayyam,

daurah, tatsqif, rihlah, mabit, dan sebagainya. Untuk kepentingan

penelitian ini, penulis telah melakukan beberapa kali sesi wawancara.

Subyek pertama yang penulis wawancarai adalah seorang murabbi,

bernama Dm, yang saat itu memiliki keudukan sebagai Ketua Bidang

Pembinaan Kader. Dari informan kunci ini, penulis kemudian diberi

informasi tentang beberapa orang informan lain (murabbi) yang bisa

diwawancarai secara snowball. Dari kalangan mutarabbi, penulis juga

mendapatkan beberapa informan penting, baik dari internal kelompok

penulis sendiri maupun dari kelompok lain.

3. Studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang

berisi tentang poko-pokok pikiran Manhaj Tarbiyah, terutama berkaitan

dengan aspek-aspek penting berkaitan dengan konsep pembinaan dan

kedudukan halaqah dalam konteks tarbiyah. Studi ini dilakukan penulis

mengingat bahwa dalam melakukan aktivitas dakwah dan pendidikannya,

Jama’ah Tarbiyah menggunakan beberapa buku rujukan, baik yang ditulis

oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Hasan Al-Banna, Said

Hawwa, Ali Abdul Halim Mahmud, dan Yusuf Al-Qardhawy, sebagai

(40)

92

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tarbiyah di Indonesia. Semua rujukan tersebut biasanya selalu dikutip

atau disebut oleh informan kunci saat diwawancarai oleh penulis. Di luar

buku, penulis memanfaatkan pula foto-foto dokumentasi seputar aktivitas

halaqah dan acaran lainnya, yang berhasil penulis dapatkan di lapangan.

Penggunaan berbagai rujukan di atas untuk kepentingan pengumpulan

data semata-mata didasarkan pada asumsi bahwa sebagai sebuah jamaah

atau organisasi yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan-tujuan yang

telah digariskannya, komunitas halaqah yang penulis teliti ini tentu saja

memiliki berbagai kelemahan. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan

dalam penelitian ini bukan semata-mata bersifat das-sein (senyatanya),

artinya hanya menggunakan data yang benar-benar terjadi atau dapat

dilihat dan dibuktikan di lapangan, tetapi juga bersifat das-sollen

(seharusnya), yaitu mencakup hal-hal yang mungkin belum terjadi atau

dilihat dan dibuktikan sepenuhnya di lapangan. Sepanjang hal-hal yang

bersifat ideal (seharusnya) ini mendapatkan afirmasi dari subyek dan

dijadikan sebagai kerangka berfikir dan tujuan jama’ah, maka hal itu dapat

dianggap valid sebagai data lapangan.

D. Analisis Data

Analisis yang dilakukan bersifat induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya

dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan.

(41)

93

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

data hasil studi pendahuluan yang penulis dapatkan melalui wawancara awal terhadap

beberapa orang teman yang dipandang mengetahui secara global tentang

pandangan-pandangan dan tradisi halaqah yang ada dalam Jama’ah Tarbiyah. Data dari hasil

studi pendahuluan ini dan ditambah dengan data sekunder yang penulis dapatkan dari

penelitian sejenis, kemudian digunakan untuk menentukan fokus penelitian

sementara. Awalnya, berdasarkan analisis sebelum di lapangan, penulis bermaksud

memfokuskan penelitian ini pada persoalan pengembangan kepribadian muslim yang

menjadi ciri khas dari kelompok halaqah, tetapi fokus ini kemudian berubah lebih

luas, yaitu menjadi model bimbingan kelompok yang dipraktekkan dalam komunitas

ini, dengan tetap menyertakan aspek pengembangan kepribadian yang ada di

dalamnya.

Selama di lapangan, penulis melakukan model analisis yang dikemukakan

oleh Miles dan Huberman (Sugiono, 2008: 337), yaitu reduksi data, penyajian data,

dan verifikasi. Reduksi data dilakukan mengingat bahwa jumlah data yang diperoleh

di lapangan ternyata cukup berlimpah, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci.

Melakukan reduksi data berarti merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang

pokok dan penting, mencari tema dan polanya, serta membuang hal-hal yang tidak

diperlukan. Setelah dilakukan reduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk tabel,

peta pikiran, atau peta konsep. Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah

penarikan kesimpulan atau verifikasi. Akan tetapi, penarikan sebuah kesimpulan

(42)

94

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

awal, pertengahan, dan baru kemudian sampai pada kesimpulan akhir. Kesimpulan

awal adalah kesimpulan yang dibangun pada proses pengumpulan data pada tahapa

awal, yang bersifat sementara, dan akan berubah jika tidak didukung dengan

bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan pertengahan

dan akhir adalah kesimpulan yang ditarik pada tahap berikutnya atau tahap akhir dari

proses pengumpulan data, yang dipandang lebih kredibel karena telah mendapatkan

bukti-bukti yang kuat di lapangan. Kesimpulan akhir dapat memiliki kesamaan,

berubah, atau berbeda sama sekali dengan kesimpulan awal, tergantung dari tingkat

keterdukungan data yang ada selama di lapangan.

E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian

Secara internal, pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara triangulasi, perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan,

member check, analisis kasus negatif, menggunakan data pendukung, dan ditambah

dengan hasil diskusi dengan teman sejawat (Sugiyono, 2008: 368). Dengan

triangulasi, penulis berusaha selalu membandingkan dan melakukan pengecekan

antara data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan kajian terhadap

beberapa dokumen (buku) yang dirujuk oleh para informan kunci atau responden.

Dengan teknik ini pula, penulis berupaya menggali data dari beberapa sumber data,

baik itu dari seorang murabbi, mutarabbi, maupun subyek yang berperan sebagai

(43)

95

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

selalu bolak-balik ke lapangan, untuk melakukan observasi dan wawancara

berkali-kali, baik dengan satu narasumber atau seting yang sama maupun yang berbeda.

Selanjutnya, peneliti berupaya meningkatkan ketekunan dengan cara

melakukan pengamatan secara lebih cermat, terus-menerus, dan berkesinambungan.

Dengan cara ini, peneliti dapat memperoleh data yang relatif pasti dan dapat merekam

berbagai peristiwa di lapangan secara sistematis. Sebagai contoh, saat melakukan

pengamatan awal terhadap acara pertemuan pekanan dalam halaqah, peneliti

memiliki kesan bahwa kegiatan ini adalah kegiatan pengajian biasa sebagaimana

majlis-majlis ta’lim pada umumnya, tetapi setelah mencermati secara lebih

mendalam, peneliti kemudian sampai pada sebuah kesimpulan bahwa halaqah

bukanlah model pengajian kelompok biasa, melainkan sebuah model bimbingan

kelompok yang di dalamnya terdapat aspek-apsek yang berkaitan dengan pola

kepemimpinan, interaksi, dan dinamika kelompok yang menarik untuk dicari

pola-polanya. Termasuk dalam upaya meningkatkan ketekunan adalah dengan cara

membaca berbagai referensi atau penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

halaqah, tarbiyah atau pola-pola bimbingan dan konseling kelompok dalam berbagai

komunitas.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis dalam rangka memperoleh data

yang valid dan absah adalah dengan melakukan member check, yaitu pengecekan data

(44)

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Tujuan  Kelompok………………………………………... 29
Gambar 4.1 Peran Murabbi dalam Kelompok Halaqah……………………………141

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian eksploratori dengan melakukan studi time series desain terhadap 12 siswa SMP secara bertahap seperti yang ditunjukkan Gambar 3.1 dilakukan untuk mengetahui

Penerapan model argument-driven inquiry Dalam pembelajaran ipa untuk meningkatkan Kemampuan argumentasi ilmiah siswa smp.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dalam penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui tempat perindukan jentik, kepadatan jentik, tingkat pengetahuan, dan tindakan masyarakat mengenai penyakit demam

children to master the rules of language use and adapt them to the:

باتكلا عقيو في ( 711 .يربكلا عطقلا نم ةحفص ) 11 - رعشلا دقنو قيشر نبا فوؤرلا دبع زيزعلا دبع قيشر نبا دنع رعشلا دقن ةساردل ضرع يذلا ،فولمخ في عقت ،ةمخض ةلاسر

Fungsi ini merupakan fungsi yang paling mudah dikenali oleh pengguna karena melalui fungsi ini pengguna dapat berinteraksi dengan sistem operasi, perangkat keras maupun

[r]

It was expected that the city branding development of Malang (city) discussed in the study developed Malang into a modern yet comfortable city where everyone