(E- PROC) DALAM PENGADAAN BARANG/ JASA TERHADAP
PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE DI BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CIMANUK-CISANGGARUNG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
Oleh:
Dewi Ayu Retnowulan 0704197
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH IMPLEMENTASI ELECTRONIC
PROCUREMENT
(E- PROC) DALAM PENGADAAN BARANG/ JASA
TERHADAP PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE DI BALAI
BESAR
WILAYAH SUNGAI CIMANUK-CISANGGARUNG
Oleh
Dewi Ayu Retnowulan
0704197
Skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Silviana Agustami, M.Si.,Ak Dr. Hj. Alfira Sofia, ST.,MM
NIP. 19561116 198803 2 001 NIP. 19730112 200212 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Akuntansi FPEB UPI
Dr. H. Nono Supriatna, M.Si.
Oleh
Dewi Ayu Retnowulan
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Dewi Ayu Retnowulan
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian... 7
1.4.1 Kegunaan Akademis ... 7
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Kajian Pustaka ... 8
2.1.1 Definisi Pengadaan Barang dan Jasa ... 8
2.1.1.1 Jenis- jenis Pengadaan Barang/Jasa ... 10
2.1.2 Definisi Pengadaan... 10
2.1.2.1 Prinsip- prinsip Pengadaan ... 11
2.1.2.2 Objek Pengadaan ... 12
2.1.2.3 Profesional Pengadaan... 13
2.1.3 Definisi Electronic Procurement ... 14
2.1.3.1 Tujuan dan Manfaat Electronic Procurement ... 16
2.1.3.2 Prinsip- prinsip Electronic Procurement ... 19
2.1.3.4 Dasar Hukum Electronic Procurement ... 20
2.1.3.5 Metode Pelaksanaan Electronic Procurement ... 21
2.1.4 Definisi Good Governance ... 24
2.1.4.1 Tujuan dan Fungsi Good Governance ... 28
2.1.4.2 Pilar- pilar Good Governance ... 30
2.1.4.3 Prinsip- prinsip dan Karakteristik Good Governance ... 32
2.2 Kerangka Pemikiran ... 50
2.3 Hipotesis ... 55
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN ... 56
3.1 Objek Penelitian ... 56
3.2 Metode Penelitian ... 56
3.2.1 Desain Penelitian ... 57
3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ... 58
3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 64
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 67
3.2.5 Teknik Analisis Data ... 71
3.2.5.1 Instrumen Penelitian ... 72
3.2.6 Rancangan Analisis Data ... 77
3.2.7 Rancangan Pengujian Hipotesis ... 83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 86
4.1 Hasil Penelitian ... 86
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 86
4.1.1.1 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung .. 88
4.1.2 Deskripsi dan Data Variabel Penelitian... 88
4.1.2.1 Deskripsi Electronic Procurement ... 89
4.1.3 Hubungan Implementasi E- Procurement terhadap Perwujudan Good
Governance ... 103
4.2 Analisis Data ... 105
4.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Implementasi E- Procurement 105 4.2.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Good Governance ... 108
4.3 Hubungan Secara Parsial Antara Masing- masing Dimensi... 111
4.4 Pembahasan ... 117
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 120
5.1 Simpulan ... 120
5.2 Saran ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 122
PENGARUH IMPLEMENTASI ELECTRONIC PROCUREMENT (E-PROC) DALAM PENGADAAN BARANG/ JASA TERHADAP PERWUJUDAN
GOOD GOVERNANCE DI BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI
CIMANUK – CISANGGARUNG Oleh:
Dewi Ayu Retnowulan 0704197
Dosen Pembimbing:
Dra. Silviana Agustami, M.Si., Ak Hj. Alfira Sofia, ST., MM
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi electronic procurement (e-proc) dalam pengadaan barang/jasa terhadap perwujudan good governance di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah staff Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung dan penyedia barang/jasa sebagai rekanan atau peserta pada kegiatan lelang pengadaan barang/jasa. Teknik sampling yang digunakan yaitu
purposive sampling. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran
angket atau kuesioner dan teknik analisisnya menggunakan covariance based (CB)- SEM dengan bantuan software AMOS.
Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari implementasi electronic procurement (e-proc) dalam pengadaan barang/jasa terhadap perwujudan good governance di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung.
THE INFLUENCE OF ELECTRONIC PROCUREMENT (E- PROC) IN PROVISIONING OF GOODS/ SERVICES TO THE SHAPE OF GOOD
GOVERNANCE AT BALAI BESAR CIMANUK – CISANGGARUNG RIVER AREAS
By:
Dewi Ayu Retnowulan 0704197
Advisory Lector:
Dra. Silviana Agustami, M.Si., Ak Hj. Alfira Sofia, ST., MM
ABSTRACT
This research was aimed at finding out the correlation between the implementatio n of electronic procurement (e-proc) in goods/services procurement toward the rea lization of good governance At Balai Besar Cimanuk - Cisanggarung river areas.
Quantitatif method was used in order to find the related data to the research. The p opulation were staffs of Balai Besar Cimanuk- Cisanggarung river areas and suppl yers of goods and services as the business partner. The techique of sampling whic h has been used is purposive sampling technique. The questionnaire was chosen a s the instrument to collect the data needed. The data obtained, then, were analyzed used covariance based (CB)-SEM and AMOS as the software assistance.
The result of the research showed that there is a significantly positive correlation between the implementation of electronic procurement (e-proc) in goods/services procurement toward the realization of good governance at Balai Besar Cimanuk – Cisanggarung River Areas.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama
semakin berkembang. Bukan hanya perusahaan swasta saja yang menggunakan
teknologi informasi komunikasi (TIK) ini, tetapi juga instansi pemerintah. Untuk
mewujudkan pemerintahan yang good governance, instansi- instansi pemerintah
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi komunikasi (TIK) untuk menunjang
kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan, salah satunya adalah
kegiatan pengadaan barang/ jasa.
Kegiatan pengadaan barang/ jasa ini merupakan kegiatan yang termasuk
ke dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pengadaan barang/ jasa bersifat
terus menerus atau rutin, sesuai dengan Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Publik, Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
dan sesuai dengan Undang- Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
yang menegaskan akan pentingnya pelayanan publik yang berkualitas, berasaskan
kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan
kewajiban, profesionalisme, partisipatif, tidak diskriminatif, terbuka, akuntabel,
tepat waktu, cepat, mudah, dan terjangkau. Adapun maksud dari kegiatan
pengadaan barang/ jasa yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang serta jasa yang
Sejak diberlakukannya Keppres 80 Tahun 2003, beberapa instansi mulai
mengembangkan sistem pengadaannya masing- masing, salah satunya adalah
Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2005
mengeluarkan Peraturan Menteri PU Nomor 207/PRT/M/2005 yang mengatur tata
cara electronic procurement (e-procurement).
Sistem electronic procurement atau pengadaan barang/ jasa secara
elektronik melalui internet pada perspektif pemerintah dipercaya sebagai alat atau
instrumen untuk mewujudkan good gorvernance dan pelayanan publik, karena
akan meningkatkan efisiensi biaya, efektifitas, menyediakan publik monitoring
yang lebih baik dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Selain itu, dengan
adanya sistem e-procurement tersebut diharapkan akan dapat membantu dalam
pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) karena sistem pengadaan
barang dan jasa secara elektronik ini dapat dilakukan secara transparan.
Davila, dkk (2003) menyebutkan bahwa e- procurement adalah teknologi
yang dirancang untuk memfasilitasi pengadaan barang melalui internet,
manajemen seluruh aktivitas pengadaan secara elektronik serta aspek- aspek
fungsi yang di dukung oleh bermacam- macam bentuk komunikasi secara
elektronik. Electronic Procurement atau E- Proc adalah sistem lelang secara
elektronik dimana proses pengadaan barang dan jasa dalam ruang lingkup di
instansi pemerintah yang memanfaatkan teknologi informasi berbasis web atau
internet.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 pasal 1 poin
3
adalah unit kerja K/L/D/I1 yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem
pelayanan pengadaan barang/ jasa secara elektronik. Institusi ini meliputi
sekretariat lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Pada implementasi e- procurement, suatu institusi pemerintah dapat
membuat sebuah situs (web site) yang berisi informasi lengkap dan akurat
mengenai institusi mereka, baik yang bersifat interaktif maupun pasif yang isinya
harus dapat melayani seluruh lapisan masyarakat pengguna. Dengan electronic
procurement (e-proc), diharapkan masyarakat dapat menyampaikan pendapatnya
mengenai pengadaan barang/ jasa pada pemerintahan, dalam hal ini situs e-
procurement, harus bersifat interaktif (minimal ada alamat e-mail yang secara
teratur dibaca dan dibalas oleh administrator) agar masyarakat bisa
menyampaikan usulan, teguran, atau hal lainnya mengenai institusi yang
bersangkutan. Masyarakat juga bisa mengawasi jalannya institusi terkait dengan
melihat berbagai kegiatan institusi tersebut.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengungkapkan
bahwa pada bulan Desember tahun 2009, telah tercatat sebanyak 34 Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang tersebar di 47 instansi pemerintah di
Indonesia. Instansi- instansi pemerintah tersebut mencakup instansi pemerintah
pusat, instansi pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN) dan ada
juga perguruan tinggi. Setelah diberlakukannya sistem ini, pengeluaran negara
dalam hal pengadaan barang/ jasa diprediksi dapat ditekan hingga Rp 40 triliun
dapat menghemat anggaran 20%- 40%, dan dapat menghemat anggaran 50%
untuk kontrak kecil dan 23 % untuk kontrak besar (Republika, 21 Juni 2009).
Peran organisasi publik dalam hal ini menjadi sorotan terhadap
munculnya permasalahan pembangunan. Idealnya sebuah birokrasi pemerintahan
seharusnya senantiasa memiliki rasa kepekaan terhadap kepentingan dan
permasalahan masyarakat yang harus dipecahkan. Namun kenyataan yang terjadi,
birokrasi pemerintahan yang memiliki wewenang terhadap penyelenggraan
pemerintahan justru memanfaatkan kewenangan dan kekuasaan tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya praktek KKN di tubuh birokrasi pemerintahan. Dari
seluruh kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang
tahun 2010- 2011, 80 % terkait dengan pengadaan barang dan jasa
(www.kpk.go.id). Kondisi inilah yang menekankan akan pentingnya usaha
perwujudan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).
Good Governance adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi
kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintahan yang baik (Mardiasmo,
1998). Good governance merupakan suatu penyelenggaraan negara yang
mengarah pada tujuan yang baik melalui perumusan kebijakan yang berhubungan
dengan masalah – masalah sosial dan sistem nilai dalam operasi organisasi yang
berlaku bagi semua orang di bawah sistem demokrasi yang lebih menekankan
kepada proses, sistem, prosedur, peraturan yang formal ataupun informal yang
menata suatu organisasi dimana aturan main yang ada harus diterapkan dan ditaati.
Selain itu good governance lebih diarahkan kepada peningkatan efisiensi dan
5
tujuan organisasi dan prinsip good governance itu sendiri yakni transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kesetaraan dan kewajaran untuk
memecahkan permasalahan yang sering terjadi di tubuh birokrasi pemerintahan
yaitu permasalahan mengenai praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Belum banyak penelitian yang menjelaskan pengaruh implementasi
electronic procurement (e- proc) dalam pengadaan barang/ jasa terhadap
perwujudan good governance, namun hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
Rizky Adrian dkk (2013) dengan judul Implementasi Pelaksanaan E- Procurement
Dengan Prinsip- Prinsip Good Governance di Dinas Bina Marga Provinsi Jawa
Tengah menunjukkan bahwa implementasi e- procurement di Dinas Bina Marga
Provinsi Jawa Tengah memberikan hasil positif terhadap perwujudan proses
pengadaan yang sehat. Hal tersebut dapat dilihat dari perwujudan prinsip- prinsip
good governance dalam implementasinya. Dalam penelitiannya, Rizky Adrian
dkk (2013) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
e- procurement antara lain ialah keragaman perilaku, kesulitan teknis, kejelasan
dan konsistensi tujuan, alokasi sumber daya, kondisi sosial ekonomi, komitmen
dan keterampilan implementator. Yang masih harus diberikan perhatian khusus
dalam implementasi pelaksanaan e- procurement adalah faktor kesulitan teknis,
yakni ketidakmampuan dinas untuk menyediakan sarana prasarana yang
mendukung pelaksanaan e- procurement dan pada kondisi sosial ekonomi masih
terdapat gap yang besar antara daerah kota dengan pedesaan.
Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung merupakan salah
elektronik pada tahun 2009 dengan berdasar kepada Keputusan Presiden Nomor
80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah, Undang- Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 207/PRT/M/2005 tentang
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Secara Elektronik, Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta
Undang- undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
dan Badan Publik. Pada tahun tersebut, sistem pengadaan berubah dari
konvensional menjadi e- procurement.
Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung dianggap layak
untuk diteliti karena merupakan institusi yang banyak mengadakan kegiatan
lelang dan pada tanggal 12 Desember 2013 Kementerian Pekerjaan Umum
sebagai pusat dari Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung,
mendapatkan peringkat terbaik II dalam Penghargaan Keterbukaan Informasi
Publik 2013 yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Implementasi Electronic Procurement (E- Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung”.
7
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh implementasi electronic procurement
(e- proc) dalam pengadaan barang/ jasa terhadap perwujudan good governance di
Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung?
1.3Maksud dan TujuanPenelitian
Penulis melakukan penelitian ini dengan maksud untuk mengetahui
pengaruh implementasi electronic procurement (e-proc) dalam pengadaan barang/
jasa terhadap perwujudan good governance di Balai Besar Wilayah Sungai
Cimanuk- Cisanggarung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh implementasi electronic procurement (e- proc)
dalam pengadaan barang/ jasa terhadap perwujudan good governance di Balai
Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung.
1.4KegunaanPenelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam
pemikiran dan perkembangan ilmu sebagai referensi ilmu akuntansi khususnya
yakni bidang konsentrasi sektor publik atau pemerintahan, terkait dengan
pengaruh implementasi electronic procurement (e- proc) dalam pengadaan
barang/ jasa terhadap perwujudan good governance.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Bagi Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, pada aspek
praktis, penelitian ini berguna untuk memberikan beberapa rekomendasi dan
BAB III
OBJEK & METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian
“Objek penelitian adalah fenomena atau masalah penelitian yang telah
diabstraksi menjadi suatu konsep atau variabel. Objek penelitian ditemukan
melekat pada subyek penelitian” (Suharsimi Arikunto, 2006: 118). Sedangkan
Sugiyono (2009:38) menyatakan bahwa objek penelitian merupakan suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Berdasarkan definisi tersebut, pada penelitian ini yang menjadi objek
penelitian adalah hal- hal yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas
yaitu mengenai implementasi electronic procurement (e- proc) dalam pengadaan
barang/jasa dan good governance. Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Wilayah
Sungai Cimanuk- Cisanggarung yang berada di Kota Cirebon.
3.2Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara alamiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. “Metode penelitian
adalah alat atau cara menjawab pertanyaan penelitian” (Alwasilah, 2009:149).
Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 2), metode penelitian merupakan cara ilmiah
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan
menggunakan angket atau kuesioner sebagai alat pengumpul datanya.
3.2.1 Desain Penelitian
Desain penelitian menurut M.Nazir (2005:84) adalah semua proses yang
diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian ini
merupakan kerangka atau perincian prosedur kerja yang akan dilakukan pada
waktu meneliti, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran dan arah yang
akan dilakukan dalam melaksanakan penelitian. Sedangkan Husain Umar (2008:
4) mendefinisikan desain penelitian adalah suatu cetak biru (blue print) dalam hal
bagaimana data dikumpulkan, diukur, dan dianalisis. Desain penelitian adalah
rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancar- ancar kegiatan
yang akan dilaksanakan (Suharsimi Arikunto, 2002:51).
Desain penelitian diperlukan dalam setiap tahap mulai dari tahap awal
hingga tahap pelaporan penelitian dengan adanya kesimpulan dan rekomendasi.
Adapun tujuan dari desain penelitian ini adalah bersifat suatu paparan pada
variabel- variabel yang diteliti, misalnya saja tentang siapa, yang mana, kapan dan
dimana maupun ketergantungan variabel pada sub- sub variabelnya.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan suatu realitas dalam
ilmu pemerintahan yaitu mengenai Pengaruh Implementasi Electronic
Procurement (E- Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung. Untuk
mendapatkan data- data yang diperlukan, maka peneliti melakukan penelitian
58
3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Dalam suatu penelitian, variabel yang digunakan harus mampu diukur dan
didefinisikan dengan baik untuk mendukung pendeskripsian atau pengujian,
kemudian variabel tersebut disajikan dalam bentuk operasionalisasi variabel. Pada
dasarnya, inti dari penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah
operasionalisasi variabelnya. Operasionalisasi variabel merupakan kegiatan
penjabaran konsep variabel menjadi konsep yang lebih sederhana, yaitu indikator
(Sambas Ali dkk, 2011: 93). Sugiyono (2012: 61) berpendapat bahwa variabel
penelitian adalah suatu atribut dari obyek yang memiliki variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk ditarik kesimpulan. Menurut Cholid Narbuko dkk
(2009:118), variabel penelitian adalah faktor- faktor yang berperan dalam
peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Dari definisi- definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa variabel penelitian merupakan faktor- faktor yang berperan
dalam objek penelitian dimana faktor tersebut merupakan variasi yang ditetapkan
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Sesuai dengan judul penelitian yang diambil, yaitu “Pengaruh
Implementasi Electronic Procurement (E-Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa
Terhadap Perwujudan Good Governance”, adapun variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
Menurut Singgih (2011: 7), variabel laten adalah variabel yang tidak dapat
diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau lebih variabel manifes.
Agus Widarjono (2010: 303) mengemukakan hal yang sama bahwa variabel laten
adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung (unobservable).
Di dalam Structural Equation Modelling (SEM), variabel laten
digambarkan dengan bentuk bulat, oval ataupun elips. Variabel laten dapat
berfungsi sebagai variabel eksogen maupun sebagai variabel endogen. Variabel
eksogen merupakan variabel laten yang bebas, yang mempengaruhi variabel
independen. Pada Structural Equation Modelling (SEM), variabel eksogen
ditunjukkan dengan anak panah yang berasal dari variabel tersebut menuju
variabel endogen. Sedangkan variabel endogen adalah variabel laten yang
bergantung, atau variabel laten yang tidak bebas, yang merupakan variabel
dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen). Pada model
Structural Equation Modelling (SEM), variabel laten eksogen dilambangkan
dengan karakter ‘ksi’ ( ) dan variabel laten endogen dilambangkan dengan
karakter ‘eta’ ( ). Dalam bentuk grafis variabel laten endogen menjadi target
dengan satu anak panah (→) atau hubungan regresi, sedangkan variabel laten
eksogen menjadi target dengan 2 anak panah (↔) atau hubungan korelasi, seperti
yang diungkapkan oleh Singgih (2011: 9) bahwa variabel endogen ditunjukkan
dengan adanya anak panah menuju variabel tersebut.
2) Variabel Manifes
Variabel manifes adalah variabel yang langsung dapat diukur. Variabel
60
digambarkan dengan kotak.Variabel manifest digunakan untuk membentuk
konstruk laten. Variabel manifes ini diwujudkan dengan pertanyaan– pertanyaan
kepada responden dengan skala likert. Responden akan diberi pertanyaan dengan
5 (lima) kategori jawaban yaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan
sangat setuju (Ghozali, 2005:11). Varibel manifes untuk membentuk konstruk
laten eksogen diberi simbol X sedangkan varibel manifes untuk membentuk
konstruk laten endogen diberi simbol Y. Singgih (2001: 7) berpendapat bahwa
variabel manifes yaitu variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau mengukur
sebuah variabel laten. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel operasionalisasi
variabel berikut ini:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Laten E- Procurement
Variabel Manifes Pernyataan Kuesioner Skala No.
Pernyataan
Regulasi 1. Semua tahapan proses e-
procurement sudah sesuai
Sosialisasi 1. Perlu adanya pelatihan, konsultasi ataupun transfer
knowledge secara online
tentang aplikasi dan cara menggunakannya.
Interval 4
Pembagian Tugas 1. Kelompok kerja Unit
Layanan Pengadaan (Pokja
ULP) mempunyai tanggung jawab yang jelas sesuai dengan tupoksi;
Proses Pengisian
Data
1. Data yang diupload dapat diperbaharui dengan batasan
1. Pada tahap penawaran biaya, harga penawaran semua yang ikut serta dalam kegiatan lelang diup-load pada website
e-procurement;
3. Semua aktivitas yang terjadi pada e- procurement terekam baik waktu dan tanggalnya; 4. Semua aktivitas yang terjadi
pada e- procurement terekam
Sistem 1. Sistem bekerja 24 jam; 2. Fitur yang tersedia bersifat
informatif dan komunikatif.
62
Tabel 3.2
Operasionalisasi Variabel Laten Good Governance
Variabel Manifes Pernyataan Kuesioner Skala No.
Pernyataan
Transparansi 1. Menyajikan, mengumumkan dan menyampaikan informasi mengenai kebijakan, petunjuk, proses, dan hasil dengan dipublikasikan secara online.
Interval 1
Akuntabilitas 1. Pemberian penjelasan
dilakukan secara online (tanpa
Responsibilitas 1. Pokja ULP memprioritaskan pelayanan publik;
Independensi 1. Pokja ULP dapat mengambil keputusan secara obyektif dan bebas dari segala tekanan pihak manapun;
masyarakat pengguna aplikasi),
Dalam operasi variabel ini, semua variabel menggunakan skala interval.
Menurut Syofian Siregar (2011: 136) skala interval adalah suatu skala dimana
objek/ kategori dapat diurutkan berdasarkan suatu atribut tertentu, dimana jarak/
interval antara tiap objek/ kategori sama. Besarnya interval dapat ditambah atau
dikurangi. Skala ini memiliki ciri sama dengan ciri pada skala ordinal ditambah
satu ciri lagi, yaitu urutan kategori data mempunyai jarak yang sama. Pada skala
ini yang dijumlahkan bukanlah kuantitas atau besaran, melainkan interval dan
tidak terdapat nilai nol. Contoh data berskala interval:
STS TS RR S SS
1 2 3 4 5
Interval antara STS dan TS atau S dan SS adalah sama.
Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Riduwan (2010: 104) bahwa
skala interval adalah skala variabel yang dimaksudkan untuk membedakan,
mempunyai tingkatan juga mempunyai jarak yang pasti antara satu kategori
dengan kategori lainnya dalam satu variabel atau objek yang diukur. Jarak yang
64
disebut jarak interval atau skala interval. Penelitian dalam ilmu- ilmu sosial yang
menggunakan pendekatan kuantitatif banyak memakai instrumen skala sikap
model Likert atau modifikasinya. Skala sikap yang digunakan itu menggunakan
skala atau ukuran interval, seperti:
Sangat Setuju skor 5
Setuju skor 4
Netral skor 3
Tidak Setuju skor 2
Sangat Tidak Setuju skor 1
Sedangkan skala interval menurut Danim (2007: 84) adalah skala yang
menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan mempunyai bobot
yang sama. Contohnya adalah sebagai berikut:
Sangat Baik 5
Berdasarkan pengertian diatas, maka skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala interval dengan tujuan untuk memberikan informasi
berupa nilai jawaban. Variabel- variabel tersebut diukur oleh instrumen pengukur
dalam bentuk kuesioner berskala interval yang memenuhi pernyataan- pernyataan
tipe skala likert.
Dalam setiap penelitian, tentunya akan dihadapkan dengan populasi karena
dari sanalah data yang dibutuhkan untuk kepentingan penelitian akan diperoleh.
Dengan kata lain, populasi merupakan sumber data. Seperti yang dijelaskan oleh
Sugiyono (2012: 115) bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek/ subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpuannya.
Sedangkan menurut Sudjana (1997: 6), populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil perhitungan atau pengukuran kualitatif mengenai karakteristik
tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan kelas yang ingin
dipelajari sifat- sifatnya.
Arikunto (1998: 112) menyatakan bahwa:
Bila jumlah subyek populasinya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Bila jumlah subyeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10- 15% atau 20- 25% atau lebih.
Pendapat tersebut diperjelas oleh Keppel dkk (2004) serta Howeel (1986) dalam
Sambas Ali dkk (2011: 156) yang mengungkapkan bahwa bagaimanapun bentuk
distribusi data di populasinya, semakin besar sampel semakin normal distribusi
mean sampelnya dan distribusi terlihat “cukup” normal ketika sampel berisi
sekitar 30 orang.
Berdasarkan defisini di atas, maka yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah staff/ pegawai Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-
Cisanggarung yang berada di dalam Kelompok Kerja (POKJA) Unit Layanan
66
barang/ jasa sebagai rekanan dalam pengadaan barang/ jasa yaitu sebanyak 80
orang.
2) Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2012: 116). Cholid dkk ( 2009: 107)
mengungkapkan bahwa sampel yang baik yaitu sampel yang memiliki populasi
atau representatif artinya yang menggambarkan keadaan populasi atau
mencerminkan populasi secara maksimal. Kesimpulannya dari sampel dapat
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul- betul representative (mewakili).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling dimana pengambilan sampel tidak memberi peluang atau
kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel, dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Purposive sampling menurut Sugiyono (2012: 122) adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas, maka sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah orang- orang yang berperan aktif dan terlibat secara langsung
dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan secara elekronik (electronic procurement)
baik yang berada dalam kelompok kerja unit layanan pengadaan maupun penyedia
barang/ jasa (rekanan). Dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat
orang sehingga telah memadai sebagai dasar untuk pengambilan kesimpulan
dalam penelitian ini.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mempunyai cara yang
digunakan untuk mengumpulkan data yang akurat dalam penelitiannya. Salah satu
caranya ialah dengan teknik dan alat pengumpulan data. Hal tersebut serupa
dengan yang diungkapkan oleh Sambas Ali dkk (2010: 99) bahwa teknik
pengumpulan data merupakan cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Agar data
diperoleh secara valid, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, maka dari itu
peneliti melakukan penelitian lapangan dengan secara langsung datang ke tempat
penelitian. Untuk mendapatkan data- data tersebut, peneliti memakai angket atau
kuesioner sebagai teknik dan alat pengumpulan data.
Menurut Sambas Ali dkk (2010: 108), kuesioner adalah salah satu teknik
pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah
daftar pertanyaan tertulis yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi
oleh responden. Peneliti memakai teknik kuesioner yaitu dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan tertulis, kemudian
pertanyaan tersebut diajukan kepada responden. Responden memilih salah satu
68
membubuhkan tanda check list atau centang (√) pada salah satu alternatif
jawaban, kemudian data tersebut diolah oleh peneliti.
Di dalam membuat suatu kuesioner, perlu diketahui bahwa kuesioner tidak
hanya untuk menampung data sesuai kebutuhan, tetapi kuesioner juga merupakan
kertas kerja yang harus dipergunakan dengan baik. Menurut Umar (2002:172) ada
empat komponen inti dari kuesioner yang baik, yaitu:
1) Adanya subjek yang melaksanakan riset;
2) Adanya ajakan, yaitu permohonan dari periset kepada responden untuk turut sertamengisi secara aktif dan objektif setiap pertanyaan dan pernyataan yang disediakan;
3) Adanya petunjuk pengisian kuasioner, dan petunjuk yang tersedia harus mudah dimengerti dan tidak bias;
4) Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta beserta tempat mengisi jawaban, baiksecara tertutup, semi tertutup , ataupun terbuka. Dalam membuat pertanyaan ini harusdicantumkan isian untuk identitas responden.
Adapun prosedur dalam penyusunan kuesioner dan pengumpulan data
adalah sebagai berikut:
1. Langkah- langkah penyusunan angket
a) Mengidentifikasi variabel yang akan dijadikan sasaran angket; b) Menyusun urutan pernyataan;
c) Membuat format kuesioner; d) Membuat petunjuk pengisian.
2. Langkah selanjutnya adalah uji coba kuesioner. Uji coba ini dilakukan karena kuesioner belum merupakan kuesioner yang valid dan reliabel agar hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mendekati kebenaran (Candra Tika, 2013: 43).
Untuk mengukur pendapat responden dalam penelitian ini, digunakan
skala likert. Menurut Sugiyono (2012: 132), skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok fenomena
sosial. Dengan skala likert, maka variabel diukur dijabarkan menjadi indikator
instrumen- instrumen pertanyaan atau pernyataan.Untuk keperluan analisis
kuantitatif, maka jawaban- jawaban atas pertanyaan atau pernyataan tersebut
kemudian diberi skor. Dalam jawaban yang dikumpulkan dapat berupa pernyataan
positif maupun pernyataan negatif. Adapun bobot untuk setiap pernyataan positif
maupun negatif adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Skala Likert Pernyataan Positif dan Negatif
No Pernyataan
Sumber: Sugiyono ( 2012: 133)
Setelah dilakukan dengan menggunakan skala likert dan dilakukan tabulasi
atas tanggapan responden, maka hasil tabulasi data tersebut dimasukkan ke dalam
garis kontinum yang pengukurannya ditentukan dengan cara sebagai berikut:
70
0,5 1 2 3 4 5
y
Sumber: Sugiyono (2012: 135)
Skala kontinum diatas digunakan sebagai pedoman untuk menginterpretasi
hasil penelitian untuk mengetahui apakah setiap dimensi bisa dimasukkan ke
dalam kategori tertentu sesuai dengan nilai rata- rata jawaban dari kuesioner yang
telah diisi oleh responden. Kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis dalam
deskripsi data variabel penelitian yang mendeskripsikan hasil jawaban dari
kuesioner yang berkaitan dengan variabel penelitian ini.
Kriteria interpretasi skor berdasarkan jawaban responden dapat ditentukan
sebagai berikut, skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 dan skor minimum
adalah 1, atau berkisar antara 20% sampai 100%, maka jarak antara skor yang
berdekatan adalah 16% (Sugiyono, 2012: 141). Sehingga dapat diperoleh kriteria
sebagai berikut:
Tabel 3.4 Interpretasi Skor
Hasil Kategori
20%- 35,99 % Tidak Baik/ Tidak Efektif
36%- 51, 99% Kurang Baik/ Efektif
52%- 67, 99% Cukup Baik/ Efektif
68%- 83, 99% Baik/ Efektif
84%- 100% Sangat Baik/ Sangat Efektif
Interpretasi skor ini diperoleh dengan cara membandingkan skor item yang
diperoleh berdasarakan jawaban responden dengan skor tertinggi jawaban
kemudian dikalikan 100%. Skor item diperoleh dari hasil perkalian antara nilai
skala pertanyaan dengan jumlah responden yang menjawab pada nilai tersebut.
Sementara skor tertinggi diperoleh dari jumlah responden secara keseluruhan.
� �
� � ���× 100%
3.2.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan sebagai upaya mengolah data menjadi
informasi, sehingga karakteristik atau sifat- sifat datanya dapat dengan mudah
dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah- masalah yang berkaitan
dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskriptif data maupun untuk
membuat induksi ataupun menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi
berdasarkan data yang diperoleh dari populasi. Sugiyono (2012: 142)
mengungkapkan bahwa kegiatan analisis data adalah pengelompokkan data
berdasarakan variabel dan jenis responden, mentabulasikan data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti,
melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Uep Tatang dkk (2010:
99) menjelaskan bahwa teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara
melaksanakan analisis terhadap data dengan tujuan mengolah data tersebut
menjadi informasi, sehingga karakeristik atau sifat- sifat datanya dapat dengan
72
berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data
maupun untuk membuat induksi, atau menarik kesimpulan tentang karakteristik
populasi (parameter) berdasarkan data yang diperoleh dari sampel (statistik).
Teknik analisis data bertujuan untuk mengambil teknik- teknik dalam pengolahan
sehingga dapat mempermudah proses pengolahan data. Menurut Sambas Ali dkk
(2011: 158) tujuan dilakukannya analisis data antara lain adalah untuk:
a. Mendeskripsikan data, biasanya dalam bentuk frekuensi, ukuran tendensi sentral maupun ukuran dispersi, sehingga dapat dipahami karakteristik datanya. Dalam statistika, kegiatan mendeskripsikan data ini dibahas pada statistika deskriptif;
b. Membuat induksi atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi atau karakteristik populasi berdasarkan data yang diperoleh dari sampel (statistik). Kesimpulan yang diambil ini biasanya dibuat berdasarkan pendugaan dan pengujian hipotesis. Kegiatan ini biasanya dibahas pada statistika inferensial.
3.2.5.1Instrumen Penelitian
Data merupakan gambaran dari variabel yang diteliti dan fungsinya
sebagai pembentukan hipotesis oleh karena itu di dalam suatu penelitian, data
mempunyai kedudukan yang paling tinggi. Data yang telah terkumpul harus
melalui uji validitas untuk mengetahui keabsahan suatu hasil penelitian dan uji
reliabilitas untuk mengetahui keandalan dari alat ukur yang digunakan.
1) Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2012: 173), valid dapat diartikan sebagai instrumen
yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan
demikian, untuk mengukur sesuatu harus menggunakan alat ukur atau instrumen
yang tepat. Jika misalkan kita memiliki alat ukur meteran, maka validitas alat ini
misalkan kita menyusun kuesioner untuk kepuasan pelanggan, maka validitas
kuesioner adalah sejauh mana kuesioner ini mampu mengukur kepuasan
pelanggan (Candra Tika, 2013: 44). Ada beberapa jenis validitas, yaitu:
a. Validitas Konstruksi
Suatu kuesioner yang baik harus dapat mengukur dengan jelas kerangka
dari penelitian yang akan dilakukan. Jika misalkan kita akan mengukur
konsep tentang kepuasan pelanggan, maka kuesioner tersebut dikatakan
valid jika mampu menjelaskan dan mengukur kerangka konsep kepuasan
pelanggan.
b. Validitas Isi
Validitas isi adalah suatu alat yang mengukur sejauh mana kuesioner atau
alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap kerangka konsep.
c. Validitas Prediktif
Vadilitas prediktif adalah kemampuan dari kuesioner dalam memprediksi
perilaku dari konsep.
Untuk melakukan uji validitas, metode yang dilakukan adalah dengan
mengukur korelasi antara butir- butir pertanyaan atau pernyataan dengan skor
pertanyaan atau pernyataan secara keseluruhan. Tahap- tahap yang harus
dilakukan untuk melakukan uji validitas adalah:
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Jadi untuk
menguji validitas suatu konsep, tahap awal yang harus dilakukan adalah
74
2. Melakukan uji coba pada beberapa responden. Uji coba minimal dilakukan
terhadap 30 orang;
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban;
4. Menghitung nilai korelasi antara masing- masing skor butir jawaban dengan
skor total dari butir jawaban;
5. Koefisien korelasi butir- butir pertanyaan atau pernyataan ke 1 sampai dengan
butir pertanyaan atau pernyataan ke 10 dengan skor untuk masing- masing total
pertanyaan atau pernyataan adalah signifikan secara statistik;
6. Dengan semua butir pertanyaan yang berkorelasi positif dengan konsep
kepuasan pelanggan, maka kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa
kuesioner kepuasan pelanggan ini memiliki instrumen yang valid. Uji korelasi
yang digunakan adalah korelasi product moment, dengan syarat minimum
suatu item dianggap valid adalah nilai r ≥ 0, 30.
2) Uji Reliabilitas
Jika alat ukur telah dinyatakan valid, maka tahap selanjutnya adalah
mengukur reliabilitas terhadap alat ukur tersebut. Reliabilitas adalah ukuran yang
menunjukkan konsistensi dari alat ukur dengan menggunakan gejala yang sama
dilain kesempatan. Sugiyono (2011: 73) menyatakan bahwa reliabilitas adalah
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama
akan menghasilkan data yang sama. Pengujian terhadap tingkat reliabilitas/
keandalan dimaksudkan untuk mengetahui apakah kuesioner dapat memberikan
ukuran yang konstan atau tidak. Instrumen (kuesioner) yang reliabel mampu
yang mengukur kepuasan konsumen, maka hasil kuesioner tersebut akan sama
jika untuk mengukur kepuasan konsumen pada penelitian yang lain.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Repeated Measure atau pengukuran berulang. Disini pengukuran
dilakukan berulang- ulang pada waktu yang berbeda, dengan kuesioner
atau pertanyaan atau pernyataan yang sama. Hasil pengukuran dilihat
apakah konsisten dengan pengukuran sebelumnya;
b. One Shot. Pada teknik ini pengukuran dilakukan hanya pada satu waktu,
kemudian dilakukan perbandingan dengan pertanyaan atau pernyataan
yang lain dengan pengukuran korelasi antarjawaban. Pada program SPSS,
metode ini dilakukan dengan metode Cronbach’s Alpha, dimana suatu
kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari
0,60. Untuk menghitung Cronbach’s Alpha dapat dilakukan dengan rumus
sebagai berikut:
α = � ≠ � � .� ′
� +� ≠ � � .� ′ �
� � −1
Dimana: Pq = jumlah indikator atau manifest variabel
q= blok indikator (Hengky dkk, 2013: 48).
3) Uji Normalitas
Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus
dilakukan untuk setiap analisis multivariate, khususnya jika tujuannya adalah
inferensi. Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal
76
sama dengan nol. Jadi salah satu cara mendeteksi normalitas adalah lewat
pengamatan residual.
Cara lain adalah dengan melihat distribusi dari variabel- variabel yang
akan diteliti. Walaupun normalitas suatu variabel tidak selalu diperlukan dalam
analisis, akan tetapi hasil uji statistik akan lebih baik jika semua variabel
berdistribusi normal. Jika variabel tidak terdistribusi secara normal maka hasil uji
statistik akan terdegradasi. Normalitas suatu variabel umumnya dideteksi dengan
grafik atau uji statistik sedangkan normalitas nilai residual dideteksi dengan
metode grafik.
Secara statistik, ada dua komponen normalitas, yaitu skewness dan
kurtosis. Skewness berhubungan dengan simetri distribusi. Skewed variabel
(variabel menceng) adalah variabel yang nilai meannnya tidak di tengah- tengah
distribusi. Sedangkan kurtosis berhubungan dengan puncak dari suatu distribusi.
Jika variabel terdistribusi secara normal maka nilai skewness dan kurtosis sama
dengan nol. Terdapat uji signifikansi skewness dan kurtosis dengan cara sebagai
berikut:
Zskew = S−0
6/N Zkurt= K−0
24 /N
Dimana:
S : nilai skewness
N : jumlah kasus
K : nilai kurtosis
Nilai z ini kita bandingkan dengan nilai kritisnya yaitu untuk alpha 0.01 nilai
3.2.6 Rancangan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural (Structural
Equation Modelling). Hengky Latan (2013: 1) menjelaskan bahwa model
persamaan struktural (Structural Equation Modelling) merupakan suatu teknik
analisis multivariat generasi kedua (second generation) yang menggabungkan
antara analisis faktor (factor analysis) dan analisis jalur (path analysis) sehingga
memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan
hubungan multiple laten variabel independen dan multiple laten variabel dependen
dengan banyak indikator serta dapat menguji model dengan efek mediator
maupun moderator, model dalam bentuk non- linear dan kesalahan pengukuran.
Keuntungan model persamaan struktural dibandingkan teknik analisis
multivariat biasa (first generation) seperti regresi linear berganda dan general
linear model adalah bahwa SEM fleksibilitas yang tinggi dan memungkinkan
peneliti untuk menghubungkan antara teori dengan data penelitin. Lebih spesifik
Hengky (2013: 1) menjelaskan bahwa SEM memampukan peneliti untuk:
1. Membangun model penelitian dengan banyak variabel;
2. Dapat dilakukan spesifikasi model, modifikasi model dan perbandingan model;
3. Dapat menggambar model dalam bentuk graphical;
4. Dapat meneliti variabel atau konstruk yang tidak teramati atau tidak dapat diukur secara langsung (unobserved variables);
5. Dapat menguji model dengan dua atau lebih sampel (multigroup analysis); 6. Menyediakan ukuran overall model fit;
7. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) untuk variabel atau konstruk yang teramati (observed variables) dan;
8. Mengkonfirmasi teori sesuai dengan data penelitian (confirmatory factor
78
Dalam penelitian ini, rancangan analisis data yang digunakan adalah
pendekatan covariance based structural equation modeling (CB- SEM) dengan
menggunakan bantuan program/ software AMOS 21.0. Menurut Hengky (2013:
11), covariance based structural equation modeling (CB- SEM) merupakan tipe
SEM yang mengharuskan konstruk maupun indikator- indikatornya untuk saling
berkorelasi satu dengan lainnya dalam suatu model struktural. Secara umum, CB-
SEM bertujuan untuk mengestimasi model struktural berdasarkan dukungan teori
yang kuat untuk menguji hubungan kausalitas antar konstruk serta mengukur fit
model dan mengkonfirmasinya sesuai dengan data empirisnya. CB- SEM
mensyaratkan asumsi mulvariate normality, jumlah sampel yang besar dan
spesifikasi model haruslah benar berdasarkan teori untuk mendapatkan estimasi
yang akurat.
Tabel 3.5 Kriteria CB- SEM
No. Kriteria CB- SEM
1. Tujuan Penelitian Untuk menguji teori atau
mengkonfirmasi teori (orientasi parameter)
2. Pendekatan Meminimalkan likehood function
3. Metode Estimasi Maximum likehood umumnya
4. Akurasi Parameter Parameter estimasi konsisten dan akurat
5. Kompleksitas Model Dapat menghandle model dengan
kompleksitas kecil (small) sampai menengah (medium)
6. Model Struktural Model dapat berbentuk recursive dan
7. Jumlah Sampel Mensyaratkan jumlah sampel yang relatif besar untuk estimasi yang akurat
8. Skala Pengukuran Continuous- Interval
9. Evaluasi Model dan
Asumsi Normalitas Data
Mensyaratkan data terdistribusi normal dan memenuhi kriteria goodness of fit sebelum estimasi parameter
10. Software Problem Sering bermasalah dengan improper
solutions dan factor indeterminacy
11. Software Produk AMOS, EQS, LISREL, Mplus
Sumber: Hengky Latan 2013
Pada dasarnya CB- SEM dirancang dengan menggunakan asumsi “hard”,
maka untuk penggunaannya, peneliti harus memenuhi beberapa asumsi sebagai
berikut:
a) Model harus berbentuk linear antar indikator dan konstruk laten serta antar
variabel laten. Dalam CB- SEM, estimasi model dengan maximum
likehood akan menghasilkan covariance matrix yang mempunyai asumsi
linear. Jika model berbentuk non- linear maka dapat diubah ke dalam
bentuk interaksi atau kuadratik (Moosbrugger et al, 2009);
b) Indikator tiap konstruk harus ≥ 3 untuk meminimalkan kesalahan
pengukuran. Jika indikator konstruk < 3, maka model akan
underidentification atau tidak dapat diidentifikasi;
c) Data yang digunakan harus continuous interval untuk memenuhi
persyaratan metode estimasi maximum likehood (ML). Jika data berbentuk
kategorial atau dichotomous maka teknik analisis yang tepat pada program
80
d) Data harus terdistribusi normal secara multivariat untuk mendukung
metode estimasi maximum likehood (ML) dan generalized least squares
(GLS). Jika data non- normal maka metode estimasi yang cocok untuk
digunakan adalah Asymtotically Distribution- Free (ADF);
e) Data harus bebas outliner untuk meningkatkan overall-fit. Jika data
mengandung outliner maka akan berpengaruh terhadap signifikansi
statistik;
f) Jumlah sampel haruslah besar untuk estimasi model. Penggunaan jumlah
sampel kecil tidak dianjurkan pada CB- SEM karena akan menimbulkan
berbagai masalah serius seperti improper solution, heywood case atau
overall fit model menjadi tidak stabil.
A. Model Pengukuran (Measurement Model)
Model pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifes atau
observed variabel merepresentasikan konstruk laten untuk diukur yaitu dengan
menguji validitas dan reliabilitas konstruk laten tersebut melalui analisis faktor
konfirmatori (CFA). Untuk menguji validitas dalam SEM digunakan construct
validity atau sering disebut juga factorial validity dengan menggunakan
pendekatan MTMM (MultiTrait-MultiMethod) yaitu dengan menguji validitas
konvergen dan diskriminan. Validitas konvergen berhubungan dengan prinsip
bahwa pengukur- pengukur (manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya
berkorelasi tinggi. Uji validitas konvergen dengan program AMOS dapat dilihat
dari nilai loading untuk tiap indikator konstruk. Nilai loading faktor yang tinggi
thumb yang biasanya digunakan untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai
loading faktor harus > 0.7 karena tujuan dari CB- SEM adalah untuk
mengkonfirmasi teori dan nilai average variage extraced (AVE) harus lebih besar
dari 0.5.
Lebih lanjut validitas diskriminan atau sering disebut juga divergent validity
berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur- pengukur (manifest variabel)
konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi. Nilai
validitas diskriminan yang tinggi menunujukkan bahwa suatu konstruk adalah
unik. Cara untuk menguji validitas diskriminan adalah dengan
membandingkan akar kuadrat dari AVE untuk tiap konstruk lebih besar dari
korelasi program AMOS tidak dapat menghitung nilai AVE secara otomatis ,
maka harus dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
AVE = λi
2
λi2 + Var ( i) i
Dimana:
λ i adalah loading factor var adalah variance
i adalah error variance
B. Adjusted Goodness of Fit (AGFI)
Adjusted Goodness of Fit (AGFI) merupakan pengembangan dari GFI yang
disesuaikan dengan ratio degree of freedom untuk proposed model dengan degree
82
AGFI = 1− 1−GFI ь
Dimana: ь = ��=1p *(g)
C. Model Struktural (Structural Model)
Evaluasi model struktural bertujuan untuk mengetahui besarnya persentase
variance setiap variabel endogen dalam model yang dijelaskan oleh variabel
eksogen dengan melihat nilai R- squares. Nilai R- squares yang direkomendasikan
oleh Hengky (2013: 68) adalah 0.25, 0.45, 0.65 menunjukkan bahwa model kuat,
moderate dan lemah. Nilai R- squares > 0.85 mengindikasikan bahwa terjadi
problem multikolinearitas antar variabel eksogen atau independen.
Evaluasi model struktural juga dilakukan dengan melihat signifikansi p-
value sebagai dasar untuk menerima atau menolak hipotesis nol. Nilai signifikansi
yang digunakan (two- tailed) p- value 0.10 (significance level = 10 %), 0.05
hipotesis (significance level = 5 %) dan 0.01 hipotesis (significance level = 1 %).
Ringkasan rule of thumb evaluasi model struktural dapat dilihat pada tabel 3.20
berikut:
Tabel 3.6
Ringkasan Rule of Thumb Evaluasi Model Struktural
Kriteria Rule of Thumb
Multicollinearity VIF < 10 atau < 5
Tolerance > 0.10 atau > 0.20
Signifikansi (two- tailed) CR > 1.65 (significance level = 10%), CR > 1.96 (significance level = 5%) dan CR > 2.58
(significance level = 1%).
Sumber: Hengky Latan (2013: 68)
3.2.7 Rancangan Pengujian Hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan sementara yang harus dibuktikan
kebenarannya atau dapat dikatakan proposisi tentatif tentang hubungan antara dua
variabel atau lebih (Masyhuridan M Zainuddin, 2008:136). Sebelum dilakukan
pengujian hipotesis, maka harus diketahui hipotesis nol (Ho) dan hipotesis
alternatif (Ha).
Untuk menguji hipotesis, dilakukan melalui hipotesis berikut :
Uji Hipotesis: Implementasi electronic procurement (e-proc) berpengaruh
positif terhadap perwujudan good governance di Balai Besar
Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung.
Diagram jalur hubungan antara variabel laten implementasi electronic
procurement (e-proc) terhadap perwujudan good governance disajikan pada
Untuk menguji hipotesis, dilakukan melalui hipotesis statistik berikut :
H0: r ˂ 0, tidak terdapat pengaruh positif antara implementasi electronic
procurement (e-proc) terhadap perwujudan good governance
di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung.
Ha: r ≥ 0, terdapat pengaruh positif antara implementasi electronic
procurement (e-proc)terhadap perwujudan good governance di
Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Implementasi
Electronic Procurement Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance. Bab ini menjelaskan simpulan, dan saran yang dapat peneliti
sampaikan atas penelitian ini.
5.1 Simpulan
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, tujuan penelitian yang ditetapkan
dan perumusan hipotesis, serta setelah dilakukan pembahasan yang didukung oleh
data dan teori yang relevan, maka dapat ditarik simpulan bahwa Implementasi
Electronic Procurement Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Berpengaruh Positif
Terhadap Perwujudan Good Governance. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
perhitungan yang diperoleh sebesar 0,680 (kuat) dan signifikan (p-value < 0,05),
dengan rata- rata skor item 3,98 dan pada kriteria garis kontinum (Sugiyono,
2012) berada di interval 3-4 (cukup baik- baik).
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan bahwa dimana
implementasi electronic procurement terbukti berpengaruh terhadap perwujudan
good governance, maka penulis memberikan saran sebagai bahan pertimbangan
dan dapat dijadikan masukan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-
Cisanggarung maupun sebagai pengembangan ilmu, adalah sebagai berikut :
peserta kegiatan lelang dalam pengadaan barang/ jasa lebih banyak dan
variatif.
b. Meningkatkan independensi dengan tidak memihak atau tidak berat pada
salah satu penyedia jasa atau rekanan yang menjadi peserta lelang.
2. Bagi peneliti selanjutnya :
a. Memperbesar jumlah sampel penelitian;
b. Lokasi yang diteliti lebih diperluas lagi, tidak hanya dilakukan di satu
balai (satu tempat penelitian) saja;
c. Melakukan pengujian lebih lanjut terhadap variabel dengan memasukan
variabel lain yang mempengaruhi terwujudnya good governance di
lingkungan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung dan di
122
DAFTAR PUSTAKA
A. Chaedar Alwasilah. (2009). Pokoknya Kualitatif Dasar- Dasar Merancang dan
Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Arrowsmith. (2004). Public Procurement: An Appraisal of the UNCITRAL Model Law as a Global Standard International Law & COMP Quarterly. Vol17.
Azizy Qodri. (2007). Change Management dalam Reformasi Birokrasi. Jakarta: Gramedia.
Cholid Narbuko & Abu Achmad. (2009). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Croom, S. R dan Brandon Jones, A. (2007). “Impact of E- Procurement:
experiences from implementation in the UK public sector”. Journal of
Purchasing & Supply Management. Vol. 13. p 294- 303.
Davila, A., Gupta, M., Palmer, R. (2003). “Moving procurement systems to the
internet: the adoption and use of e- procurement technology models”.
European Management Journal. Vol. 21 No. 1. p 11.
Edquist, Hommen, & Tsipouri. (2000). Public Technology Procurementand Innovation. Boston: Kluwer Academic Publishers.
Furqon. (2009). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Hengky Latan. (2013). Model Persamaan Struktural Teori dan Implementasi. Bandung: CV. Alfabeta.
Husein Umar. (2008). Desain Penelitian: Akuntansi Keprilakuan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Ihyaul Ulum. (2009). Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Indra Bastian. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Publik.
Kodar Udoyono. (2012). “E- Procurement Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Untuk Mewujudkan Akuntabilitas di Kota Yogyakarta”. Jurnal Studi Pemerintahan. Vol. 3 No. 1 p 127- 160.
Mardiasmo. (1998). Perpajakan Edisi 6. Yogyakarta: Penerbit Andi.
M. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nur Indriantoro, dan Bambang Supomo. (2002). “Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi & Manajemen edisi pertama”. Yogyakarta: BPFE.
Pearcy, et.al. (2008). “Using Electronic Procurement to Facilitate Supply Chain
Integration: An Exploration”. American Journal of Business. Vol 23
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 207/PRT/M/2005 tentang Tata Cara
Electronic Procurement.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010.
Purwanto, et al. (2008). E- Procurement di Indonesia. Jakarta: Kemitraan Partnership.
Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Cetakan 8. Bandung: Alfabeta
Sambas Ali Muhidin. (2011). Dasar- dasar Metode Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Samsul Ramli. (2013) Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia.
Singgih Santoso. (2011). Structural Equation Modelling (SEM) Konsep Aplikasi AMOS 18. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia.
Solichin Abdul Wahab. (2008). Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Subagja. (1996). Managemen Logistik. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
124
Sudarwan Danim. 2007. Metode Penelitian Untuk Ilmu- Ilmu. Cetakan 4. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode
R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Cetakan 11. Bandung: CV Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis.Bandung: CV Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syofian Siregar. (2011). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Cetakan ke-2. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Uep Tatang Sontani dan Sambas Ali Muhidin. (2011). Desain Penelitian Kuantitatif. Bandung: Karya Andhika Utama.
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Badan Publik.
Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
http://www.scribd.com