BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan
ekonomi sehingga menjadi magnet bagi penduduk perdesaan untuk berdatangan
mencari pekerjaan dan bertempat tinggal. Hal ini sering disebut dengan urbanisasi
(Harahap, 2013: 34). Pembicaraan tentang urbanisasi adalah sesuatu yang
mendasar sebelum kita memahami hal-hal perkotaan. Urbanisasi berasal dari kata
urban yang artinya sifat kekotaan. Pemahaman arti urbanisasi akan langsung
berhubungan dengan arti kota itu sendiri (Soetomo, 2013: 19).
Urbanisasi dipicu adanyafasilitas-fasilitas dari pembangunan, khususnya
antara daerah pedesaan dan perkotaan. Akibatnya, wilayah perkotaan menjadi
magnet bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan. Urbanisasi sejatinya
merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Perkembangan urbanisasi di Indonesia sendiri perlu
diamati secara serius.
Banyak studi memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi penduduk di
kota-kota besar di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Studi yang
dilakukan oleh Warner Ruts (1987) menunjukkan bahwa jumlah kota-kota kecil
(<100 ribu penduduk) sangat besar dibandingkan dengan kota menengah (500 ribu
sampai 1 juta penduduk). Kondisi ini mengakibatkan perpindahan penduduk
menuju kota besar cenderung tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah
besar-besaran, bertambahnya pemukiman kumuh dan lain sebagainya (Harahap, 2013:
35-36).
Sebagian besar pelaku urbanisasimemiliki tingkat pendidikan yang rendah
dan keterampilan yang kurang memadai sehingga sulit bersaing untuk
mendapatkan pekerjaan di kota, akibatnya muncullah jumlah pengangguran serta
kemiskinan.
Kondisi miskin para urbanis memaksa mereka memilih wilayah pinggiran
kota yang secara ekonomis memiliki nilai rendah dan terjangkau mereka. Daerah
tersebut berada di pinggiran kota Medan, daerah kabupaten yang berbatasan
dengan kota. Dengan demikian terdapat dua kondisi yang menguntungkan para
urbanis.Di satu sisi, mereka mampu membeli atau menyewa rumah sebagai
tempat tinggal. Di sisi lain, mereka mudah menjangkau wilayah perkotaan sebagai
sumber barang-barang bekas yang akan dikumpulkan.
Proses urbanisasi sebagai usaha untuk peningkatan pembangunan banyak
dikritik, bahwa urbanisasi di negara berkembang menciptakan kemiskinan, seperti
halnya kemiskinan di pedesaan. Kemiskinan merupakan bentuk kesenjangan
sosial di kota, di mana kota makin besar maka kesenjangan makin besar. Masalah
kemiskinan di kota merupakan produk berlebih (over) migrasi desa ke kota
(Soetomo, 2013: 40).
Kemiskinan sudah sejak lama menjadi masalah bangsa Indonesia dan
hingga sekarang masih belum menunjukkan tanda-tanda menghilang. Angka
statistik terus saja memberikan informasi masih banyaknya jumlah penduduk
miskin yaitu menurut data BPS Maret 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia
dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang
(11,13%).
Di Sumatera Utara jumlah penduduk miskin pada September 2015
sebanyak 1.508.140 orang (10,79%), angka ini bertambah sebanyak 44.470 orang
bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Maret 2015 yang berjumlah
1.463.670 orang (10,53%). Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar
Rp.379.878,- dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp.352.637,- per kapita per
bulan.Pada periode Maret - September 2015. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat.
P1 naik dari 1,649 pada Maret 2015 menjadi 1,893 pada September 2015, dan P2
naik dari 0,421 pada Maret 2015 menjadi 0,521 pada September 2015.Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin semakin
melebar.(sumut.bps.go.id/frontend/brs/view/id/218,diakses pada tanggal 17
Februari 2017 pada pukul 07.00 wib).
Angka-angka kemiskinan yang telah diuraikan itu bersifat fisik, artinya
berkaitan langsung dengan kondisi tubuh biologis anggota keluarga-keluarga di
Indonesia. Jika kita percaya bahwa kualitas bangsa dan negara ditentukan oleh
kualitas individu dalam keluarga, maka kondisi kemiskinan yang langsung
menyangkut individu dalam keluarga merupakan gambaran konkrit tentang daya
tahan bangsa kita saat ini (Suwignyo,2008: 11). Anggota keluarga harus dapat
menjalankan peran kehidupannya untuk saling mengisi dan membantu dalam
Ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas
masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah
pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia, PBB sendiri memiliki agenda
khusus sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Demikian
halnya dengan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai
kementrian, dinas maupun badan memiliki berbagai program penanggulangan
kemiskinan (Siagian, 2012: 1-2).
Keluarga akan berfungsi memenuhi kebutuhan ekonomi maupun
kehidupan hidup keluarga serta hak-hak anak dalam keluarga. Tetapi tidak semua
keluarga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga baik itu kebutuhan
sandang, pangan, papan maupun pendidikan anak dikarenakan ayah yang
berfungsi sebagai kepala keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga karena penghasilan rendah. Penghasilan yang tidak mencukupi
kebutuhan keluarga sering mengakibatkan fenomena keterlibatan anak untuk
mencari uang setiap harinya untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Keterlibatan anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi rumah
tangga adalah salah satu cara yang ditempuh oleh keluarga untuk mengatasi
goncangan dan tekanan ekonomi yang disebut dengan coping strategies (strategi
bertahan hidup). Coping strategies (strategi bertahan hidup) di kelompokkan
menjadi dua kategori yaitu: strategi aktif ialah melibatkan anggota-anggota
keluarga, termasuk anak dalam aktifitas ekonomi keluarga dan strategi pasif yaitu
meminimalisir pengeluaran keluarga.
Menurut Snel Staring (Putri, dalam Eriani, 2015: 5) berpendapat bahwa
oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara ekonomi. Melalui strategi ini
seseorang akan lebih bisa berusaha menambah penghasilan lewat pemanfaatan
sumber-sumber lain.
Berbicara tentang hak anak seperti layaknya berbicara tentang masa depan.
Anak sering kali disebut dengan ungkapan yang mengekspresikan sesuatu untuk
masa yang akan datang, misalnya “anak adalah harapan”, “anak adalah investasi”,
”anak adalah generasi penentu masa depan bangsa”.Dalam rangka mewujudkan
harapan tersebut, keluarga harus melakukan pengorbanan yang besar secara
ekonomi yang sekaligus berupa pemenuhan hak-hak anak.
Salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas penduduk suatu negara
adalah melalui pendidikan. Namun kenyataanya tidak semua anak mendapatkan
hak memperoleh pendidikan yang baik. Masih banyak keluarga yang tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan anak, baik kebutuhan rohani, jasmani, sosial
maupun ekonomi. Akibatnya, sebagian anak dalam usia sekolah terlibat dalam
kegiatan ekonomi yang disebut dengan pekerja anak. Tujuan keterlibatan anak
dalam ekonomi keluarga adalah untuk mendapatkan upah sehingga dapat
membantu orang tua menambah penghasilan keluarga.
Anak yang hidup dalam keluarga miskin tidak memiliki kesempatan yang
sama dengan anak yang berasal dari keluarga kaya akan pendidikan. Mereka tidak
mampu atau bahkan tidak dimungkinkan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan
pendidikan.
Pada kondisi Juli 2012 setidaknya terdapat 12.109.967 pekerja anak
berusia 5 hingga 15 tahun yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi 30
pekerja anak pada keluarga dengan status ekonomi rendah menjadi perhatian
sendiri bagi pemerintah. Pemberiaan bantuan pendidikan berupa BOS dan
beasiswa miskin telah dilakukan untuk menekan jumlah tenaga kerja anak.
Namun nyatanya pemberian insentif pendidikan berupa penekanan biaya
pendidikan belum efektif dalam menekan jumlah tenaga kerja anak. Pasalnya
biaya pendidikan bukanlah satu-satunya alasan merebaknya pekerja anak. Masih
tingginya nilai ekonomi anak, yakni biaya peluang (opportunity cost) dari waktu
yang dihabiskan anak di sekolah dari pada mencari nafkah, bagi keluarga
menyebabkan pengurangan jumlah tenaga kerja anak menjadi perkara yang tidak
mudah.
Dalam ikhtisar kebijakan singkat “Pekerja Anak dan Pendidikan di
Masyarakat Papua” (ILO, 2011) dipaparkan bahwa tingginya nilai ekonomi anak
dalam keluarga miskin menjadikannya sebagai hambatan bagi anak-anak di Papua
untuk mengenyam pendidikan. Dan hal tersebut mendorong orang tua untuk
mempekerjakan anak mereka dari pada menyekolahkan anak (Fitriani, 2011: 1-2).
Pekerja anak dimanapun mereka berada, dilihat secara umum kondisi dan
situasinya diyakini akan mengancam kehidupan dan juga masa depannya,
termasuk masa depan masyarakat. Dunia anak seharusnya dunia yang penuh
kegembiraan, bermain, sekolah, perhatian dan kasih sayang orang tua. Suasana
tersebut sebagai proses pendukung tumbuh dan berkembang seorang anak, yang
dapat memberikan landasan untuk kehidupan masa depannya.
Pemenuhan hak anak biasanya dilakukan pertama kali dalam lingkungan
keluarga, terutama keluarga inti. Keluarga disebut-sebut sebagai tempat
berlangsung sejak masa kanak-kanak. Dalam proses sosialisasi berbagai nilai
positif dalam keluarga menjadi fungsi keluarga yang penting untuk diperhatikan.
Oleh karena itu, keluarga menjadi penting dalam sosiologi yang merupakan studi
tentang masyarakat.
Dalam masyarakat, terdapat berbagai tingkatan golongan keluarga.
Biasanya berbagai masalah menjadi lebih banyak terjadi pada golongan keluarga
miskin. Diasumsikan karena keluarga miskin mempunyai keterbatasan akses pada
berbagai fasilitas infrastruktur yang berpengaruh akhirnya pada aspek
suprastrukturnya pula maka banyak dugaan keluarga miskin mengalami masalah
dalam proses sosialisasi nilai-nilai yang seharusnya mereka laksanakan, tak
terkecuali yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak anak.Akibatnya, seringkali
muncul banyak masalah-masalah pada anak dalam keluarga miskin karena tidak
memiliki kemampuan yang memadai dalam pemenuhan hak-hak anak.
Kenyataannya adalah seringkali anak-anak dilibatkan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga karena kondisi kemiskinan yang dialami oleh
keluarganya. Kondisi tersebut tentu memaksa anak kehilangan haknya sebagai
anak baik itu dalam pendidikan, tumbuh kembang anak dan lain sebagainya.
Desa Tanjung Gusta adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Sunggal
kabupaten Deli Serdang. Desa Tanjung Gusta tergolong wilayah pinggiran kota
berbatasan langsung dengan wilayah kota Medan seperti kelurahan Helvetia dan
kelurahan Tanjung Gusta kecamatan Medan Helvetia. Banyak penduduk desa
Tanjung Gusta yang menjadikan sektor informal sebagai sumber pendapatan
keluarga. Salah satu jenis pekerjaan yang paling menonjol adalah mengumpulkan
mengumpul barang bekas sebagai sumber utama pendapatan, cenderung
mengikutsertakan anak dalam kegiatan ekonomi tersebut. Sering terlihat anak
sedang mencari barang bekas, sebagian diantaranya menggunakan becak mesin
dan becak dayung (becak barang), sebagian lagi menggunakan karung dengan
berjalan kaki.
Fenomena kegiatan anak dalam kegiatan ekonomi keluarga seperti telah di
uraikan menjadikan penulis tertarik untuk lebih mendalaminya, terutama yang
berkaitan dengan alokasi waktu. Apakah keterlibatan tersebut tidak menganggu
waktu anak bermain, bersekolah, mengikuti kursus, istirahat dan kegiatan lainnya?
Berbagai hal tersebut tentu memerlukan kajian yang lebih khusus dan fokus.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disajikan penulis tertarik
untuk mengetahui nilai ekonomi dan pemenuhan hak-hak anak dalam keluarga
miskin. Untuk itulah penulis melakukan penelitian dengan judul: “Nilai Ekonomi
dan Pemenuhan Hak-hak Anak Dalam Keluarga Miskin di Desa Tanjung Gusta
Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang” yang hasilnya akan dituangkan
dalam skripsi.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana nilai
ekonomi dan pemenuhan hak-hak anak dalam keluarga miskin di Desa Tanjung
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran tentang
nilai ekonomi dan pemenuhan hak-hak anak dalam keluarga miskin di Desa
Tanjung Gusta Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
rangka :
1. Mengembangkan model pemberdayaan keluarga miskin sehingga dapat
memenuhi kebutuhan keluarga tanpa melibatkan anak dalam kegiatan
ekonomi rumah tangga.
2. Mengembangkan konsep dan teori yang berkaitan dengan kemiskinan dan
pemenuhan hak-hak anak.
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun rencana dan hasil penelitian ini dituliskan sebagai laporan
penelitian menurut sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini,
kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian, tipe
penelitian, populasi, dan sampel penelitian. Teknik penarikan
sampel yang digunakan seta teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data yang ditetapkan.
BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan deskripsi lokasi penelitian atau sejarah singkat
dan gambaran umum dari lokasi penelitian.
BAB IV : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
dan analisisnya.
BAB V : PENUTUP
Bab ini tentang kesimpulan penelitian dan saran yang bermanfaat