• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMBAHAN CONTRAX RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA BALLISTIC STRETCHING PADA LATIHAN DEPTH JUMP TERHADAP PENINGKATAN VERTICAL JUMP ATLET BASKET SMA (SLUA) SARASWATI 1 DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENAMBAHAN CONTRAX RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA BALLISTIC STRETCHING PADA LATIHAN DEPTH JUMP TERHADAP PENINGKATAN VERTICAL JUMP ATLET BASKET SMA (SLUA) SARASWATI 1 DENPASAR."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENAMBAHAN

CONTRAX RELAX STRETCHING

LEBIH EFEKTIF

DARIPADA

BALLISTIC STRETCHING

PADA LATIHAN

DEPTH

JUMP

TERHADAP PENINGKATAN

VERTICAL JUMP

ATLET

BASKET SMA (SLUA) SARASWATI 1 DENPASAR

A.A.ISTRI FIRASTI WIDYARATNI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

SKRIPSI

PENAMBAHAN

CONTRAX RELAX STRETCHING

LEBIH EFEKTIF

DARIPADA

BALLISTIC STRETCHING

PADA LATIHAN

DEPTH

JUMP

TERHADAP PENINGKATAN

VERTICAL JUMP

ATLET

BASKET SMA (SLUA) SARASWATI 1 DENPASAR

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA FISIOTERAPI

Oleh :

A.A.ISTRI FIRASTI WIDYARATNI

NIM. 1202305013

HALAMAN JUDUL

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penambahan Contrax Relax Stretching Lebih Efektif Daripada Ballistic Stretching Pada Latihan Depth Jump Terhadap Peningkatan Vertical Jump Atlet

Basket SMA (SLUA) 1 Saraswati 1 Denpasar”

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skrupsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini :

1. Ida Shang Hyang Widhi Wasa atas segala anugerah dan karunia yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Prof. Dr. dr.I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku ketua Program Studi

Fisioterapi Universitas Udayana.

3. dr. Nila Wahyuni, S.Ked, M.Fis selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vi

5. Dosen-dosen pengajar dan staf Program Studi Fisioterapi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Orang tuaku tercinta A.A.Gde Jaya Warditha dan A.A.Ayu Soma Istri Wati serta kakak dan adikku A.A..Istri Fridayuni Widyandari dan A.A.Gde Fandhiananta Widyanjaya yang selalu bersedia membantu, memberikan doa dan dukungan.

7. Sahabat-sahabat tercinta Gung Angga, Sinta, Indah, Dwi yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

8. Orang special yang selalu ada menemani setiap hari, memberikan dukungan, doa serta memberikan banyak nasehat.

9. Adik-adik tim basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar yang sudah bersedia menjadi sampel penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat harapkan.

Denpasar, Juni 2016

(8)

vii

PENAMBAHAN

CONTRAX RELAX STRETCHING

LEBIH

EFEKTIF DARIPADA

BALLISTIC STRETCHING

PADA

LATIHAN

DEPTH JUMP

TERHADAP PENINGKATAN

VERTICAL JUMP

ATLET BASKET SMA (SLUA) SARASWATI

1 DENPASAR

ABSTRAK

Vertical jump adalah gerakan meloncat setinggi-tingginya dengan fokus kekuatan otot tungkai untuk mencapai loncatan lurus keatas dengan maksimal. Kemampuan melompat (vertical jump) pada olahraga bola basket menjadi salah satu unsur penting, dikarenakan teknik dasar ini dominan dilakukan dalam permainan bola basket terutama saat melakukan shooting, dimana pemain harus melakukan jump shoot untuk memasukan bola ke dalam ring. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penambahan contrax relax stretching lebih efektif dalam meningkatkan vertical jump daripada ballistic stretching pada latihan depth jump.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Pre and Post Test Two Group Design. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 22 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok 1 diberikan pelatihan ballistic stretching dan depth jump, kelompok 2 diberikan pelatihan contrax relax stretching dan depth jump. Masing-masing kelompok terdiri dari 11 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur vertical jump dengan menggunakan vertical jump test sebelum dan setelah pelatihan pada setiap kelompok. Uji normalitas dan homogenitas data diuji dengan menggunakan Saphiro-Wilk Test dan Levene’s Test.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan vertical jump pada kelompok 1 sebesar 4,55 dan pada kelompok 2 terjadi peningkatan sebesar 8,36. Hasil uji paired sample t-test didapatkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,000 (p<0,05) pada kelompok 1 dan nilai p=0,000 (p<0,05) pada kelompok 2. Uji beda selisih dengan independent t-test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok 1 dan kelompok 2 dimana p=0,000 (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan contrax relax stretching lebih efektif dalam meningkatkan vertical jump daripada ballistic stretching pada latihan depth jump.

(9)

viii

ADDITION OF CONTRAX RELAX STRETCHING IS MORE

EFFECTIVE THAN BALLISTIC STRETCHING ON DEPTH

JUMP EXERCISE IN INCREASING VERTICAL JUMP

AMONG THE BASKETBALL ATLETHES SMA (SLUA)

SARASWATI 1 DENPASAR

ABSTRACT

Vertical jump is the highest jump movement focusing leg muscle strength to achieve a stepping straight up to the maximum. The ability to jump (vertical jump) on the basketball be one important element because the basic technique is predominantly done in the game of basketball, especially when doing the shooting, where players have to jump shoot to put the ball into the ring. The purpose of this study was to determine the effect of the interpolation of contrax relax stretching is more effective in increasing vertical jump than ballistic stretching on depth jump exercise.

This study was an experimental study with Pre and Post Test Two-Group Design. Sampling methods used in this study was simple random sampling. This study involved 22 subjects were divided into two groups; group one, which was given of contrax relax stretching and depth jump exercise and group 2 which was given of ballistic stretching and depth jump. In each group, there were consisted of 11 samples. Data was collected by measuring the vertical jump by using vertical jump test before and after the training in each group. Normality and homogeneity of data were tested using Shapiro-Wilk Test and Levene’s Test.

The research result showed, there is an increase of vertical jump in the group one of 4.55 whereas in the group two there was an increase of 8.36. Paired t-test result showed the significant result with p=0.000 (p<0.05) in the group one and p=0.000 (p<0.05) in the group two. Independent t-test result showed a significant difference in the vertical jump between the group one and group two, where p=0.000 (p<0.05).

Based on these results it can be concluded that the addition of contrax relax stretching is more effective in increasing vertical jump than ballistic stretching on depth jump exercise.

(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II ... 8

KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Vertical Jump ... 8

2.1.1 Pengertian Vertical Jump ... 8

2.1.2 Vertical Jump pada Basket ... 10

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Vertical Jump ... 11

2.1.4 Pengukuran Vertical Jump dengan Vertical Jump Test ... 14

2.2 Kajian Anatomi Otot Tungkai ... 15

2.2.1 Anatomi Otot Tungkai ... 15

2.3 Pelatihan Fisik ... 22

2.3.1 Pengertian Pelatihan ... 22

2.3.2 Tujuan Pelatihan Fisik ... 23

(11)

x

2.3.4 Takaran Pelatihan ... 28

2.4 Depth Jump ... 29

2.4.1 Pengertian Depth Jump ... 29

2.4.2 Mekanisme Depth Jump Meningkatkan Vertical Jump ... 33

2.4.3 Aplikasi Depth Jump ... 34

2.5 Ballistic Stretching ... 34

2.5.1 Pengertian Ballistic Stretching ... 34

2.5.2 Kajian fisiologis Ballistic Stretching ... 36

2.5.3 Mekanisme Ballistic Stretching Meningkatkan Vertical Jump ... 37

2.5.4 Aplikasi Ballistic Stretching ... 38

2.6 Contrax Relax Stretching ... 39

2.6.1 Pengertian Contrax Relax Stretching ... 39

2.6.2 Kajian Fisiologis Contrax Relax Stretching ... 41

2.6.3 Mekanisme Contrax Relax Meningkatkan Vertical Jump ... 42

2.6.4 Aplikasi Contrax Relax Stretching... 44

BAB III ... 46

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 46

3.1 Kerangka Berpikir ... 46

3.2 Konsep ... 48

3.3 Hipotesis ... 49

BAB IV ... 50

METODE PENELITIAN ... 50

4.1 Desain Penelitian ... 50

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

4.3 Populasi dan Sampel ... 51

4.3.1 Populasi ... 51

4.3.2 Sampel ... 51

4.3.3 Besar Sampel ... 52

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 53

4.4 Variabel Penelitian ... 53

(12)

xi

4.6 Instrumen Penelitian ... 55

4.7 Prosedur Penelitian ... 56

4.7.1 Prosedur Pendahuluan : ... 56

4.7.2 Prosedur Pelaksanaan: ... 56

4.8 Alur Penelitian ... 63

4.9 Teknik Analisis Data ... 64

BAB V ... 66

HASIL PENELITIAN ... 66

5.1 Data Karakteristik Sampel ... 66

5.2 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ... 68

5.3 Uji Hipotesis ... 69

5.3.1 Uji T-Berpasangan (Paired Samples T-test) Sebelum dan Sesudah Perlakuan ... 69

5.3.2 Uji Beda Selisih Vertical Jump Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 dengan Independent Samples T- test ... 70

BAB VI ... 73

PEMBAHASAN ... 73

6.1 Karakteristik Sampel ... 73

6.2 Peningkatan Vertical Jump Pada Kelompok Penambahan Ballistic Stretching Pada Latihan Deph Jump ... 74

6.3 Peningkatan Vertical Jump Pada Kelompok Penambahan Contrax Relax Stretching Pada Latihan Deph Jump ... 76

6.4 Penambahan Contrax Relax Stretching Lebih Meningkatkan Vertical Jump Daripada Ballistic Stretching pada Latihan Depth Jump ... 77

BAB VII ... 80

SIMPULAN DAN SARAN ... 80

7.1 Simpulan ... 80

7.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 86

Lampiran 2. Curriculum Vitae ... 87

(13)

xii

Lampiran 4. Data Karakteristik Subjek Penelitian ... 89

Lampiran 5. Hasil Uji Analisis Statistik ... 90

Lampiran 6. Jadwal Penelitian ... 96

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Jump Shoot ... 11

Gambar 2.2. Vetical Jump Test ... 15

Gambar 2.3. Grup otot quadriceps femoris ... 16

Gambar 2.4. Grup otot hamstring ... 17

Gambar 2.5. Grup otot plantar fleksor ankle ... 18

Gambar 2.6. Grup otot dorsi fleksor ankle ... ...19

Gambar 2.7. Otot gluteus maximus ... 22

Gambar 2.8. Otot gluteus medius dan minimus ... 22

Gambar 2.9. Latihan depth jump ... 34

Gambar 2.10. Latihan ballistic stretching ... 39

Gambar 2.11. Latihan contrax relax stretching ... 45

Gambar 3.1. Bagan Kerangka konsep ... 48

Gambar 4.1. Bagan desain penelitian ... 50

Gambar 4.2. Vertical jump test ... 57

Gambar 4.3. Aplikasi ballistic stretching ... 59

Gambar 4.4. Aplikasi depth jump ... 59

Gambar 4.5. Aplikasi contrax relax stretching ... 61

Gambar 4.6. Aplikasi depth jump ... 62

Gambar 4.7. Bagan Alur Penelitian ... 63

Gambar 5.1. Grafik Rerata Nilai Vertical Jump ... 70

(15)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Score Vertical Jump ... 58

Tabel 5.1. Distribusi Data Sampel ... 67

Tabel 5.2. Jumlah dan Persentase Sampel ... 67

Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ... 68

Tabel 5.4. Uji Paired t-test Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 69

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN

BB : Berat Badan

GAGs : Glicoaminoglycans GTO : Golgi Tendo Organ

IMT : Indeks Massa Tubuh

LGS : Lingkup Gerak Sendi

NBA : National Basketball Athlete

PNF : Proprioseptif Neuromuscular Function

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, olahraga semakin diminati oleh masyarakat baik cabang olahraga individual maupun olahraga beregu. Biasanya jenis olahraga yang banyak diminati adalah olahraga yang bersifat kompetitif, salah satu olahraga yang bersifat kompetitif tersebut adalah basket. Basket merupakan olahraga yang sangat dimintai oleh remaja saat ini, melihat banyaknya pertandingan bola basket dalam tingkat daerah, nasional dan internasional yang dapat menunjang prestasi seorang atlet. Olahraga ini dapat ditemukan dimana saja termasuk di sekolah-sekolah, klub-klub basket, dan sebagainya.

Pada awal tahun 2000, perkembangan olahraga basket di Indonesia mulai

menunjukkan peningkatan dibandingkan pada tahun 90an. Itu dibuktikan dengan

prestasi yang diraih Indonesia pada tahun 2001 yang mendapatkan medali perak di

SEA GAMES XXI di Kuala Lumpur. Satu tahap lebih tinggi daripada prestasi yang

di dapat sebelumnya. Pada tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat kedua di

ajang SEA GAMES XXIV di Thailand. Penurunan prestasi bola basket Indonesia

kembali terjadi pada tahun 2010. Indonesia hanya bisa mendapatkan juara keempat

dari lima peserta pada ajang SEABA Championship For Women di Manila. Olahraga

basket Indonesia jauh tertinggal di bawah olahraga bulu tangkis yang selalu meraih

(18)

2

belum pernah mendapatkan juara pertama pada pertandingan bola basket yang diikuti

(Perbasi, 2013).

Pada beberapa pertandingan bola basket di tanah air, para pemain jarang

melakukan shooting dengan baik. Pemain ada yang mengalami kegagalan dan ada

pula yang berhasil dalam melakukannya. Secara struktur anatomis dan fungsi

fisiologis, teknik dan kondisi pemain bola basket di Indonesia masih dibawah

pemain-pemain luar negeri seperti pemain profesional NBA. Berdasarkan kondisi

pemain bola basket di Indonesia yang berada dalam keterbatasannya, pemain basket

masih dapat menampilkan kemampuan individu, kerja sama tim dan tentunya dapat

melakukan shooting dengan baik melalui latihan-latihan yang maksimal (Sodiq,

2013).

Kemampuan melompat (vertical jump) pada olahraga bola basket menjadi salah satu unsur penting, dikarenakan teknik dasar ini dominan dilakukan dalam permainan bola basket terutama saat melakukan shooting, dimana pemain harus melakukan jump shoot untuk memasukan bola ke dalam ring. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan vertical jump, salah satu yang sangat mendukung adalah power dan fleksibilitas tungkai. Agar lompatan menjadi tinggi dan hasil maksimal tentu dibutuhkan power dan fleksibilitas otot tungkai yang maksimal (Weineck, 2000).

(19)

3

memerlukan kotak atau bangku yang tingginya kira-kira 25-45 inchi. Permukaan pendaratan agak lunak seperti rumput atau matras. Latihan ini dilakukan dalam suatu rangkaian loncatan eksplosif yang cepat. Otot-otot yang dikembangkan adalah flexors pinggul dan paha, gastronemius (Radclife et all, 2002).

Pada gerakan melompat, fleksibilitas otot dan sendi juga memegang peranan penting (Potteiger et al, 2000). Banyak atlet mengalami cidera karena kurang fleksibelnya otot, contohnya cedera otot hamstring, cedera pada otot quadriceps dan masih banyak lagi atlet yang cedera akibat kurang fleksibelnya otot (Alter, 1999). Salah satu otot yang harus dijaga fleksibilitasnya adalah daerah tungkai. Agar terhindar dari terjadinya pemendekan atau ketegangan maka olahragawan harus menjaga fleksibilitas ototnya. Seorang atlet seringkali harus bergerak mengubah arah dengan cepat dan lincah (Wahyuni & Isnaeni, 2004). Fleksibilitas otot tungkai dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan yang mengarah pada hasil lompatan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan peregangan atau stretching (Hermawan, 2013).

Contrax Relax Stretching dan Ballistic stretching merupakan latihan yang efektif untuk meningkatkan fleksibilitas. Ballistic Stretching adalah peregangan dynamic yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif (Browers, 1992).

(20)

4

pemberian ballistic stretching dan depth jump selama 3 kali seminggu selama empat minggu berpengaruh terhadap lompatan (vertical jump). Menurut penelitian Touris Aan Suhadaq (2013) didapatkan hasil bahwa ballistic stretching dengan dosis yang diberikan selama satu minggu 3 kali, 5 kali pengulangan, periode istirahat 3 menit durasi stretching 60 detik, dan dilakukan selama 1 bulan lebih berpengaruh terhadap peningkatan vertical jump dibandingkan dengan static stretching.

Contract relax stretching merupakan kombinasi dari tipe stretching isometric dengan stretching pasif. Teknik contract relax stretching yang dilakukan adalah memberikan kontraksi isometric pada otot dan dilanjutkan dengan relaksasi dan stretching pada otot tungkai. Terjadi pemanjangan struktur jaringan lunak (soft tissue) seperti otot, fasia tendon dan ligamen, meningkatkan lingkup gerak sendi serta terjadi gerakan yang fleksibel saat melakukan vertical jump (Wiguna, 2015). Penelitian Juliantine (2000) pada 120 siswa sekolah dasar membandingkan metode peregangan dinamis, statis, pasif, dan contrax relax

stretching (PNF) dengan perlakuan diberikan sebanyak 24 kali dengan frekuensi 3

kali seminggu. Didapatkan hasil bahwa metode peregangan contrax relax stretching

(PNF) merupakan metode peregangan yang paling efektif dalam meningkatkan

fleksibilitas. Pada penelitian Jayanto (2014) menyimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian latihan contrax relax stretching terhadap vertical jump dengan perlakuan yang diberikan dalam 1 bulan, frekuensi latihan 2 kali dalam satu minggu.

(21)

5

Stretching Lebih Efektif Daripada Ballistic Stretching Pada Latihan Depth Jump

Terhadap Peningkatan Vertical Jump Atlet Basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar”

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah penambahan ballistic stretching pada latihan depth jump efektif terhadap peningkatkan vertical jump pada atlet basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar ?

2. Apakah penambahan contrax relax stretching pada latihan depth jump efektif terhadap peningkatkan vertical jump pada atlet basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar ?

3. Apakah penambahan contrax relax stretching lebih efektif daripada ballistic stretching pada latihan depth jump terhadap peningkatkan vertical

jump pada atlet basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar?

1.3Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas pelatihan contrax relax stretching dan depth jump dalam meningkatkan vertical jump dibandingkan ballistic stretching

(22)

6

2. Tujuan Khusus

a. Untuk membuktikan bahwa latihan contrax relax stretching dan depth jump dapat meningkatkan vertical jump pada atlet basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar.

b. Untuk membuktikan bahwa latihan ballistic stretching dan depth jump dapat meningkatkan vertical jump pada atlet basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar.

c. Untuk membuktikan bahwa penambahan contrax relax stretching lebih efektif daripada ballistic stretching pada latihan depth jump terhadap peningkatkan vertical jump pada atlet basket SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a. Diharapkan penelitian ini menambah pengetahuan bagi para pembaca terutama mahasiswa tentang pengaruh latihan contrax relax stretching dan depth jump dengan latihan ballistic stretching dan depth jump terhadap peningkatan vertical jump pada atlet basket.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para pembaca terutama mahasiswa dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

(23)

7

(24)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Vertical Jump

2.1.1 Pengertian Vertical Jump

Vertical jump adalah suatu kemampuan untuk naik ke atas melawan gravitasi dengan menggunakan kemampuan otot (Ostijic, 2010). Vertical jump juga bisa diartikan gerakan meloncat setinggi-tingginya dengan fokus kekuatan otot tungkai untuk mencapai loncatan lurus keatas dengan maksimal. Vertical jump ini biasanya banyak digunakan oleh beberapa cabang olahraga misalnya: bola voli, basket, dan lain sebagainya. Peningkatan vertical jump yaitu proses yang komplit di mana dilihat pada berapa aspek yang berbeda, diperlukan berapa komponen yang mendukung di antaranya fleksibilitas komponen sendi, kekuatan tendon, keseimbangan dan kontrol motor, kekuatan otot, fleksibilitas otot serta ketahanan otot (Irwansyah, 2012).

Pada vertical jump terdiri dari beberapa fase yaitu: countermovement, propulsion, flight, dan landing. Mekanisme dari gerak vertical jump diawali

dengan gerakan countermovement merupakan awal gerakan dimana pada fase ini diawali dengan berdiri tegak lalu melakukan fleksi hip, knee, dan ankle joint, propulsion merupakan lanjutan dari gerakan countermovement dimana gerakan ini

(25)

9

Otot adalah salah satu komponen pendukung dalam melakukan vertical jump yang dapat menghasilkan gerakan serta kekuatan. Otot yang maksimal sangatlah penting bagi peningkatan pada vertical jump. Otot skelet merupakan suatu jaringan yang kegiatannya berupa kontraksi, sehingga otot mempunyai kemampuan ekstensibilitas, elastisitas, dan kontraktilitas. Pada tungkai terdapat beberapa macam otot dan salah satunya adalah quadriceps yang berfungsi sebagai penopang, pada saat berjalan, berlari, menendang, melompat, naik turun tangga maupun stabilisasi pada saat melakukan aktifitas ataupun latihan (Hermakulata, 2011).

Otot quadriceps merupakan salah satu otot pada sendi lutut atau knee joint yang mempunyai fungsi sebagai stabilisator aktif sendi lutut dan juga berperan sebagai penggerak sendi yaitu gerakan saat ekstensi lutut. Dimana otot quadriceps berperan dalam aktifitas sehari-hari seperti berjalan, berlari, menendang, melompat, dan naik turun tangga. Terkait dengan fungsi dari otot quadriceps yaitu berperan dalam ekstensi knee maka otot ini merupakan otot yang berperan penting dalam menghasilkan gerakan vertical jump. Agar dapat melakukan gerakan vertical jump secara maksimal maka memerlukan kekuatan otot quadriceps yang maksimal pula, agar menghasilkan performance otot yang optimal sehingga resiko cedera saat beraktifitas dapat diminimalisir (Hermakulata, 2011).

(26)

10

otot-otot quadriceps yang berkontraksi secara eksplosive, dalam kondisi ini terjadi proses peregangan secara mendadak pada otot hamstring. Pada aktivitas olahraga didapatkan bahwa energi elastik mampu meningkatkan 20% beban maksimum yang diangkat dari energi konsentrik, ini berlaku pada otot quadriceps yang berkontraksi secara kuat memaksa otot hamstring yang merupakan otot tipe II untuk melakukan peregangan secara cepat. Kemampuan otot hamstring dapat membantu meningkatkan kemampuan dalam jumping jika mampu melakukan gerakan sefleksibel mungkin dalam mengikuti gerak otot quadriceps yang berlawanan (Radcliffe, 2000).

2.1.2 Vertical Jump pada Basket

Vertical jump dalam permainan adalah kebutuhan mutlak yang harus dimiliki oleh setiap pemain bola basket, karena vertical jump sangat dibutuhkan oleh setiap pemain untuk melakukan shooting ke keranjang lawan agar bisa mendapatkan point (Hermakulata, 2011). Ada beberapa teknik bola basket yang menggunakan gerakan vertical jump yaitu jump shot, lay up, runner, set and jump shoot, free throw,three point shoot, hook shoot (Nugraha, 2012).

Gerakan saat melakukan jump shoot saat shooting pada awal lompatan otot-otot yang bekerja adalah seluruh komponen otot-otot tungkai seperti gerakan fleksi knee dilakukan oleh kelompok hamstrings, dan gastronocnemius (Sohiron, 2009). Pada saat melompat, terjadi tolakan ke atas dengan kedua otot-otot ekstensor kaki secara eksplosif melakukan kontraksi serta mengayunkan kedua

(27)

otot-11

otot pada metatarsal menciptakan ekstensi sendi hip, knee dan ankle (Sohiron, 2009). Puncak lompatan pada gerakan ini otot gluteus maximus dan minimus, kelompok quadriceps ekstensor, tibia anterior dan otot-otot pada metatarsal bertahan dalam posisinya, otot fleksor tungkai mengalami relaksasi (Sohiron, 2009). Pengaruh dari kecepatan dan dorongan pada saat melakukan awalan memberikan gaya yang menyebabkan atlet berubah kecepatannya dan pada titik tolaknya mengubah arah gerakannya dari horisontal menjadi vertikal (Lubis, 2009).

Gambar 2.1 Jump Shoot Sumber : Setiadi, 2014

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Vertical Jump

(28)

12

1. Faktor Internal a) Umur

Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau diameter otot dan kematangan seksual (Astrand dan Ronald, 1986). Kekuatan lebih rendah pada anak-anak dan meningkat pada usia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun, pengembangan fleksibilitas yang baik pada usia remaja antara 16-18 tahun, puncak prestasi atletik dapat dicapai antara umur 18-23 tahun (Nala, 2002).

b) Jenis Kelamin

Kekuatan otot laki-laki sedikit lebih kuat daripada kekuatan otot perempuan pada usia 10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang signifikan terjadi seiring pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki jauh lebih kuat daripada wanita (Bompa, 2005). Pengaruh hormon testosteron memacu pertumbuhan tulang dan otot pada laki-laki, ditambah perbedaan pertumbuhan fisik dan aktivitas fisik wanita yang kurang juga menyebabkan kekuatan otot wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada umur 18 tahun ke atas, kekuatan otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat daripada perempuan, sedangkan kekuatan otot tubuh bagian bawah berbeda sepertiganya (Nala, 2011).

c) Indeks Masa Tubuh

(29)

13

(tinggi kurus) lebih banyak dan lebih sedikit yang memiliki sifat endomorphy (pendek gemuk) (Harjanto dkk, 2013). Berat badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat gravitasi yang nantinya akan menentukan keseimbangan statik dan keseimbangan dinamik. Keseimbangan akan mentukan besarnya daya ledak saat terjadi gerakan melompat (take off) saat di udara dan mendarat (Hairy, 2005).

d) Kebugaran Fisik

Kebugaran fisik berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang. Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya (Sukanan, 1986). Kebugaran fisik dari aspek ilmu faal menunjukan kesanggupan atau kempuan dari tubuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapinya tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Griwijoyo and Muchtamaji, 2005).

e) Genetik

Pengaruh genetik terhadap kecepatan, kekuatan dan daya tahan pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot merah. Atlet yang memiliki lebih banyak serabut otot putih lebih mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat anaerobic, sedangkan atlet yang lebih banyak serabut otot merah lebih tepat

(30)

14

2. Faktor Eksternal a) Cuaca

Cuaca hujan memudahkan pemain jatuh terpeleset karena kondisi lapangan yang becek dan licin, sehingga dapat menimbulkan cedera pada atlet (Setiawan, 2011). Hujan juga menyebabkan suhu menjadi lebih dingin sehingga sangat mempengaruhi kinerja otot, (1) sel-sel otot menjadi lemah karena terjadi perlambatan laju metabolisme, (2) kemampuan pemendekan otot pada vasokonstriksi dan power otot menurun signifikan, (3) kelelahan otot terjadi lebih cepat, karena mekanisme kontraksi yang terjadi harus dapat memenuhi dua kebutuhan fisiologis dalam waktu yang bersamaan, yaitu untuk menghasilkan energi dan menampilkan performa latihan yang baik, dan pemenuhan kebutuhan energi untuk mempertahankan suhu tubuh (Jhon, 2015).

2.1.4 Pengukuran Vertical Jump dengan Vertical Jump Test

Vertical jump test dikenal juga dengan nama sargent test. Test ini dikembangkan oleh Dr. Dudley Allen Sargent yang bertujuan untuk mengukur power otot-otot tungkai dengan mengukur perbedaan jangkauan maksimal pada

saat berdiri dan pada saat melompat dengan menggunakan dinding yang berskala centimeter (Quinn, 2013). Vertical jump test didukung oleh peran utama dari otot penggerak tubuh, yaitu kelompok otot quadriceps femoris. Karena itu peningkatan vertical jump harus bertahap dan diperlukan adaptasi dari otot quadriceps femoris

(31)

15

[image:31.595.117.512.444.623.2]

Pada pengukuran vertical jump alat yang di sediakan berupa penghapus papan, penggaris kayu dalam ukuran cm atau meteran dan kapur papan tulis (Sudewa, 2015). Pelaksanaan loncat tegak (vertical jump), atlet berdiri di samping dinding atau tembok dengan jari-jari tangan meraih ke atas setinggi mungkin. Tetap di tempat yang sama atlet mengerahkan tenaga dan meloncat ke atas dengan kedua kaki dan kemudian tangan menyentuh dinding setinggi mungkin. Sebelum meloncat atlet memegang kapur untuk memberi bekas pada meteran atau penggaris kayu agar memperjelas tinggi lompatan yang dicapai. Setiap individu melakukan vertical jump sebanyak 3 kali, dari 3 kali vertical jump tersebut diambil lompatan yang paling tinggi kemudian di catat. Skor vertical jump adalah selisih antara tinggi raihan pada waktu meloncat dengan tinggi raihan pada waktu berdiri (Hasanah, 2013).

Gambar 2.2 Vertical Jump Test Sumber : (Quinn, 2013) 2.2 Kajian Anatomi Otot Tungkai

2.2.1 Anatomi Otot Tungkai

(32)

16

1. Group Otot Ekstensor Knee dan Fleksor Hip (Quadriceps Femoris)

[image:32.595.228.401.223.386.2]

Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada knee (Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu

Gambar 2.3 Grup otot quadriceps femoris Sumber : Watson, 2002

a) Otot Rectus Femoris

Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina

Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium di cranialis acetabulum

(caput obliquum) dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia dengan

perantaran ligamentum patellae. Otot ini digolongkan ke dalam otot tipe 1 (Watson, 2002).

b) Otot Vastus Lateralis

(33)

17

c) Otot Vastus Medial

Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah) dan termasuk otot tipe II (Watson, 2002).

d) Otot Vastus Intermedius

Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga merupakan otot tipe II (Watson, 2002).

2. Grup Otot Fleksor Knee dan Ekstensor Hip (Hamstring)

Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut otot

[image:33.595.213.411.393.583.2]

tipe II. Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu (Watson, 2002) :

Gambar 2.4 Grup otot hamstring Sumber : Watson, 2002 a) Otot Biceps Femoris

(34)

18

caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris, insersio otot ini pada capitulum fibula.

b) Otot Semitendinosus

Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada facies medialis ujung proximal tibia.

c) Otot Semimembranosus

Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus medialis tibia.

3. Grup Otot Plantar Fleksor Ankle

[image:34.595.238.394.461.626.2]

Otot plantar fleksor ankle adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada bagian belakang betis manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan fleksi kaki pada ankle joint (Watson, 2002).

Gambar 2.5 Grup otot plantar fleksor ankle Sumber : Watson, 2002

a) Otot Gastrocnemius

Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling

(35)

19

Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae. Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh memanjang ke bawah pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton, 2002).

b) Otot Soleus

Otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali di sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus terletak pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke dalam tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki serabut slow-twitch (Hamilton, 2002).

4. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle

[image:35.595.225.368.527.673.2]

Otot dorsi fleksor ankle adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada bagian depan betis. Otot ini mempunyai fungsi untuk dorso fleksi ankle (Watson, 2002).

(36)

20

a) Tibialis Anterior

Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai 2/3 ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan malleolus medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam gerakan dorsi fleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada ½ orang yang

berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean (Hamilton, 2002). b) Extensor Digitorum Longus

Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi dan abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat tendon pada masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2002).

c) Extensor Hallucis Longus

Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki. Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle dan tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada bagian

(37)

21

arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung ibu jari kaki (Hamilton, 2012).

Otot yang berperan dalam puncak vertical jump selain otot tungkai adalah otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai pembentuk bokong (Lestari, 2015).

a. Gluteus maximus

Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan pinggul ke posisi yang tepat (Lestari, 2015).

Gambar 2.7 otot gluteus maximus Sumber : Watson, 2002

b. Gluteus medius dan minimus

Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius

(38)

22

Gambar 2.8 otot gluteus medius dan minimus Sumber : Watson, 2002

2.3 Pelatihan Fisik

2.3.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008). Menurut Bompa (1990), pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari pengulangan, suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal, secara fisiologis pelatihan fisik merupakan suatu proses pembentukan reflex bersyarat, proses belajar bergerak serta menghafal gerak.

(39)

23

sesi atau sekali pelatihan; (4) progresif adalah peningkatan atau penambahan beban pelatihan yang dilakukan secara bertahap yang diawali dengan pemberian beban yang ringan kemudian ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atlet atau dimulai dengan pelatihan yang mudah (sederhana) kemudian secara bertahap diberikan pelatihan yang semakin berat (Lestari, 2015).

Pemberian beban pelatihan tidak dapat disamaratakan untuk setiap atlet, walaupun mereka dalam satu regu cabang olahraga (Nala, 1998). Secara garis besar pelatihan dapat dibagi atas : (1) Pelatihan fisik (physical training); (2) Pelatihan teknik (technical training); (3) Pelatihan taktik atau

strategi (tactical training); (4) Pelatihan mental atau psikis termasuk rohani (psychological training) (Nala, 2002).

2.3.2 Tujuan Pelatihan Fisik

(40)

24

Tujuan pelatihan fisik meliputi tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan pelatihan jangka panjang adalah agar tercapainya status juara, sedangkan tujuan pelatihan jangka pendek berisi aspek yang terkait dengan kinerja olahraga seperti peningkatan kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, kelentukan, reaksi, kelincahan dan sebagainya termasuk keterampilan (Pamungkas, 2015).

Pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga dicapai kinerja yang tinggi. Sukadiyanto (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa sasaran dan tujuan pelatihan secara garis besar antara lain: (a) meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh, (b) mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang khusus, (c) menambah dan menyempurnakan tehnik, (d) mengembangkan dan menyempurnakan strategi, tehnik dan pola bermain, (e) meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam bertanding.

2.3.3 Prinsip Pelatihan Fisik

Pada dasarnya latihan yang dilakukan pada setiap cabang olahraga harus mengacu dan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan. Proses latihan yang menyimpang sering kali mengakibatkan kerugian bagi atlet maupun pelatih. Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis dan psikologis olahragawan, dengan memahami prinsip-prinsip latihan akan mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas latihan (Pamungkas, 2015).

(41)

25

a. Prinsip beban berlebih (the overload principle). Prinsip latihan ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh latihan yang baik, organ tubuh harus mendapat beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari. Beban yang diterima bersifat individual, tetapi pada prinsipnya diberi beban sampai mendekati maksimal.

b. Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance). Prinsip latihan ini adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan fisiologi dan psikologi setiap atlet.

c. Prinsip latihan beraturan (the principle of arrangement of exercise). Dalam setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu : pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Latihan hendaknya dimulai dari kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot yang kecil.

d. Prinsip khusus (the principle of specificity). Kekhususan adalah latihan satu cabang olahraga, mengarah pada perubahan morfologi dan fungsional yang berkaitan dengan kekhususan cabang olahraga tersebut. Kekhususan tersebut meliputi kelompok otot yang dilatih dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan keterampilan khusus.

(42)

26

f. Prinsip kembali asal (reversible principle). Kualitas yang diperoleh dari latihan akan dapat menurun apabila tidak melakukan latihan dalam waktu tertentu, demikian harus berkesinambungan.

g. Prinsip beragam (variety principle). Latihan memerlukan proses panjang yang dilakukan berulang-ulang hal ini sering menimbulkan kebosanan, untuk mengatasinya pelatih harus mampu menciptakan suasana yang menyenangkan serta membuat aneka macam bentuk latihan.

Melakukan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, yaitu sebelum melakukan pelatihan inti perlu dilakukan pemanasan yang berupa gerakan-gerakan ringan selama 5-10 menit termasuk peregangan otot-otot (Nala, 1986 dalam Lestari, 2015). Pemanasan adalah suatu latihan yang sangat bersifat fisiologis yang telah secara luas diterima dalam program olahraga. Pemanasan menghasilkan penampilan berupa latihan dengan intensitas ringan sampai sedang sebelum pertandingan dengan intensitas yang lebih tinggi. Pemanasan sangat menguntungkan penampilan karena meningkatkan suhu otot aktif. Kenaikan suhu otot memungkinkan otot berkontraksi dan mengendor lebih (Lestari, 2015).

(43)

27

Mengembalikan kondisi tubuh setelah melakukan pelatihan perlu dilakukan pendingan. Pendinginan merupakan kegiatan penutupan berisi kegiatan yang tujuannya untuk menyesuaikan keadaan tubuh secara bertahap agar kembali ke kondisi normal. Kegiatan pendinginan ini bermanfaat untuk mencegah otot terasa pegal dan kaku. Kegiatannya seperti dengan berbaring, duduk dengan kaki lebih tinggi. Bisa juga diakhiri dengan jalan kaki lamban selama 3-5 menit, atau hingga denyut jantung kembali normal (Lutan, 2002). Arti fisiologis yang dapat ditelusuri dari latihan penutupan ini ialah gerakan-gerakan ringan itu akan membantu memperlancar sirkulasi (mengaktifkan pompa vena), sehingga akan membantu mempercepat pembuangan sampah-sampah sisa olahdaya dari otot-otot yang aktif pada waktu melakukan olahraga sebelumnya (Lestari, 2015).

(44)

28

2.3.4 Takaran Pelatihan

Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011).

1. Intensitas

Intensitas pelatihan menunjukan komponen kualitatif yang harus ditetapkan sebelum menentukan volume dan frekuensi suatu pelatihan. Derajat intensitas diukur sesuai dengan tipe pelatihan atau aktivitas yang dilakukan (Nala, 2002). Takaran pelatihan yang digunakan adalah intensitas sub-maksimum sampai maksimum.

2. Volume

Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi atau jumlah suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari atas : durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah repetisi dan set (Lestari, 2015). Dalam penelitian ini volume yang digunakan adalah sebagai berikut :

a) Repetisi dan Set

(45)

29

kegiatan dari suatu repetisi, penggunaan set amat penting dalam meningkatkan kemampuan komponen biomotorik (Sajoto, 2002)

b) Istirahat

Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan. Waktu istirahat yang dianjurkan adalah selama 1-2 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya waktu istirahat (Nala, 2011).

c) Frekuensi

Pelatihan paling sedikit 3 kali perminggu, diselingi dengan satu hari istirahat untuk memberikan kesempatan kepada otot untuk berkembang dan beradaptasi pada hari istirahat tersebut ( Harsono,1988). Hal ini disebabkan karena ketahanan seseorang akan menurun setelah 48 jam tidak melakukan pelatihan. Jadi sebelum ketahanan menurun harus sudah berlatih lagi (Sadoso, 1988). Untuk meningkatkan kapasitas anaerobic frekuensi pelatihan minimal dilakukan 3 kali dalam seminggu dan lama pelatihan 6 minggu atau lebih (Fox, 1993).

2.4 Depth Jump

2.4.1 Pengertian Depth Jump

Depth jump merupakan bentuk latihan dari pliometrik dengan cara melompat

(46)

30

sesuai dengan tujuan menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-gerakan eksplosif (Johansyah, 2010).

Depth jumps adalah tipe pelatihan dinamis dimana individu melangkah dari

box setinggi 20-80 cm dan melakukan loncatan eksplosif ke atas (Wilson, Murphy, dan Giorgi, 1996 dalam Andrew dkk, 2010).. Setelah di tanah atlet harus melakukan vertical jump dengan upaya yang maksimal dengan waktu yang singkat di tanah, dalam latihan depth jump fokus latihan dengan 60% kekuatan dan 40% kecepatan (Faidlullah dan Kuswandari, 2009).

Latihan akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan teknik yang benar saat melakukan pelatihan depth jump. Yessis dan Hatfield (2007) menjelaskan cara melakukan depth jump, pertama melangkah dari box yang telah ditetapkan pada ketinggian tertentu sehingga jatuh lurus ke bawah (bukan menyudut). Setelah itu melakukan tolakan ke lantai dan meloncat ke atas atau ke atas depan dengan sedikit menekukkan kaki jika dimungkinkan. Semua pendaratan harus vertical sehingga dapat membuat beban maksimal pada otot (Dau, 2013).

(47)

31

Penelitian sebelumnya telah ditemukan kontribusi relatif rata-rata dari otot pada vertical jump yang merupakan bagian dari depth jump sebesar 23% pada sendi pergelangan kaki, 28% pada sendi pinggul, dan 49% pada sendi lutut (Hubley, 1983). Sendi lutut berkontribusi terbesar dalam vertical jump dan sendi pergelangan kaki berkontribusi paling kecil dalam vertical jump, jika sendi lutut diberi penekanan lebih besar maka hasil vertical jump akan lebih besar karena kontribusi sendi lutut dalam vertical jump paling besar daripada kontribusi sendi-sendi yang lain (Dau, 2013).

Efek dalam pelatihan plyometrik depth jump sangat spesifik untuk meningkatkan daya ledak eksplosif. Reilly (1992 dalam Abass, 2009) menemukan bahwa depth jump mampu meningkatkan daya dan kekuatan ledakan. Disimpulkan juga bahwa latihan pliometrik dapat dimasukkan dalam program pelatihan kekuatan karena menekankan sifat elastis otot dalam pelatihannya dan cenderung mengembangkan kekuatan otot. Peningkatan sederhana dalam kekuatan maksimal isometrik dan konsentris setelah pelatihan pliometrik depth jump, disimpulkan bahwa efek dari latihan pliometrik sangat spesifik (Klausen,

1990 dalam Abass, 2009)

(48)

32

reflek rengang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif. Furgon & Doewes (2002) menyatakan latihan plyometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pemberian dinamik atau rengangan yang cepat dari otot-otot terlibat, menghasilkan pergerakan otot isometrik dan menyebabkan refleks rengangan otot dalam otot. Latihan plyometrik dilakukan serangkaian gerakan latihan power yang didesain secara khusus untuk membantu otot mencapai tingkat potensial maksimalnya dalam waktu yang singkat. Plyometrik juga disebut dengan reflek rengangan atau reflek miotatik atau reflek pilinan otot (Furgon & Doewes, 2002).

Definisi diatas dapat disimpulkan latihan plyometrik adalah latihan untuk meningkatkan daya ledak otot dengan bentuk kombinasi latihan isometric dan isotonic (eksentrik-konsentrik) yang mengunakan pembebanan dinamik.

Renggangan itu terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya (Dau, 2013).

Keuntungan dan Kelemahan Latihan Pliometrik Depth Jump menurut Hasanah 2013 :

1. Keuntungan latihan pliometrik depth jump: a. Latihan ini mudah dilaksanakan

b. Secara psikologis latihan ini lebih ringan. Karena tidak ada perubahan ketinggian

(49)

33

2. Kelemahan latihan pliometrik depth jump:

a. Faktor eksentrik (memanjang) dan konsentrik (memendek) untuk kontraksi otot kurang banyak mengalami peningkatan karena gerakan yang nain turun

b. Atlet cepat jenuh karena gerak maupun tempatnya tetap sehingga motivasi seseorang kurang

2.4.2 Mekanisme Depth Jump Meningkatkan Vertical Jump

Pada latihan ini otot yang dikembangkan adalah fleksor pinggul dan paha, gastrocnemius, gluteus, quadriceps dan hamstring (Radiclife dan Farentinous, 2002). Pada saat memulai fase melompat atau fase take off dari kotak terjadi kontraksi isotonic konsentric rectus femoris, eksentrik hamstring dan konsentrik gastrocnemius. Kontraksi tersebut akan bertahan hingga gerakan melompat

dilakukan dengan gerak stretch reflex untuk mengirim impuls neuromuscular ke spinal cord agar mampu melakukan lompatan dengan baik. Kemudian pada saat

gerakan melompat dilakukan terjadi kontraksi isotonic eksentrik rectus femoris, konsentrik hamstring dan eksentrik gastrocnemius (Meisatama, 2015).

(50)

34

2.4.3 Aplikasi Depth Jump

Prosedur pelaksanaan depth jump untuk meningkatkan vertical jump sebagai berikut :

a. Berdiri di atas kotak atau platform, dengan kaki membuka selebar bahu.

b. Lompat perlahan dari kotak ke tanah dengan mendaratkan kedua kaki secara bersama.

c. Gunakan tangan untuk menarik dan mengayun yang berfungsi untuk menambah kecepatan pada saat melompat.

d. Kemudian lompat setinggi-tingginya.

Gambar 2.9 Latihan Depth Jump Sumber : Donald A. Chu (2006)

2.5 Ballistic Stretching

2.5.1 Pengertian Ballistic Stretching

(51)

35

yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif. Ciri-ciri dari peregangan balistik adalah dilakukan secara aktif dan gerakannya dipantul-pantulkan artinya, gerakan otot yang sama dan pada persendian yang sama dilakukan secara berulang-ulang. Contoh gerakan mencium lutut yang dilakukan berulang ulang, dengan posisi duduk kedua tungkai lurus kedepan, dan saat kedua tangan berusaha meraih kedua ujung kaki lutut harus tetap menempel dilantai. Gerakan mencium lutut dari perlahan menjadi cepat, dengan luas ruang gerak persendian pungung kira-kira hanya mencapai 80% saja (Heerschee dkk, 2006).

Tujuan pemberian ballistic stretching adalah meningkatkan kapasitas kerja fisik, mengurangi ketegangan pada otot dan memudahkan otot – otot berkontraksi dan rileksasi secara lebih cepat dan efisien, meningkatkan fleksibilitas dari otot dan meningkatkan nilai LGS pada otot antagonis yang berkontraksi. Hal ini sesuai dengan penilaian vertical jump yang membutuhkan kekuatan tiba – tiba secara cepat dengan power yang besar (Heerschee dkk, 2006). Gerakan-gerakan peregangan yang cepat dan kuat akan menyebabkan terjadinya refleks-regang. Refleks ini berfungsi untuk melindungi otot dari cedera akibat peregangan yang berlebihan, akan menyebabkan otot yang teregang tadi untuk berkontraksi, jadi memendek kembali. Dan kontraksi ini justru akan menghalangi otot untuk bisa meregang secara maksimal (Giyanto, 2013).

(52)

36

5 kali pengulangan, periode istirahat 3 menit durasi stretching 60 detik, dan dilakukan selama 1 bulan lebih berpengaruh terhadap peningkatan vertical jump dibandingkan dengan static stretching. Pada penelitian oleh Endy Hermawan (2013) yang membandingkan pemberian latihan ballistic stretching dan latihan depth jump terhadap hasil lompatan. Menunjukkan hasil bahwa hasil latihan ballistic stretching selama 4 minggu dengan dosis latihan dalam satu minggu dengan 2 kali dengan durasi streching yang dilakukan sampai 60 detik, dengan mendapatkan 8 kali pengulangan memiliki pengaruh terhadap hasil lompatan. Hasil dari penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan ballistic stretching dan depth jump. Dari hasil rata-rata didapatkan latihan pliometrik depth jump memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan latihan ballistic stretching (Hermawan, 2013).

2.5.2 Kajian fisiologis Ballistic Stretching

Apabila seseorang meregangkan suatu kelompok otot dengan metode peregangan ballistic, artinya dalam gerakannya ada regangan-regangan yang mendadak. Kecepatan pengulangan dari ballistic stretching mengakibatkan serabut afferent primer merangsang alpha motor neuron pada medulla spinalis dan memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal, yaitu meningkatkan ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan monosynaptic stretch reflex,

(53)

-37

nilai elastisitas pada otot yang bersambungan dengan tendon, peregangn tersebut meningkatkan nilai Lingkup Gerak Sendi (LGS) yang ada (Guccione, 2000).

Gerakan yang cepat saat melakukan ballistic stretching akan merangsang Golgi Tendon Organ (GTO) dimana GTO tersebut dekat dengan muscullotendinosus junction dari ekstrafusal muscle fibers akan merangsang alfa

motor neuron untuk menginhibisi dari kontraksi GTO tersebut. Gerakan berulang

yang terjadi memaksakan GTO untuk lebih fleksibel dari sebelumnya, sedangkan muscle fibers dari otot tidak begitu cepat dan kurang adaptif. Jadi metode

peregangan ballistic tidak memungkinkan otot untuk meregang secara maksimal, sehingga pengaruh pengembangan fleksibilitasnya sangat kecil (Giyanto, 2013).

2.5.3 Mekanisme Ballistic Stretching Meningkatkan Vertical Jump

(54)

38

menyebabkan tingginya hasil lompatan yang di capai dan prestasi yang lebih optimal (Price, 1998).

Ballistic stretching dalam pengaplikasiannya memberikan efek terhadap

nilai fleksibilitas dari gerakan cepat suatu sendi oleh otot, pengaplikasian mekanik yang tepat saat melakukan vertical jump adalah faktor penting untuk mendapatkan hasil terbaik. Vertical jump adalah proses dimana seorang pelompat melakukan lompatan dari posisi tegak berdiri, membuat suatu gerakan awal ke bawah dengan melenturkan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki, dan segera melakukan lompatan vertikal ke atas lepas dari daratan (Brown, 2008).

Gerakan tersebut menggunakan ‘sretch shorten cycle’ atau siklus rentangan yang diperpendek dimana terlebih dahulu dilakukan ‘pre-stretched’ terhadap otot sebelum memperpendek gerakan yang diinginkan. Latihan ballistic stretching adalah latihan yang memang sengaja untuk dikondisikan kepada gerak

yang cepat dan membutuhkan fleksibilitas pada otot antagonis yang perlu reflek cepat sebagai respon adanya ledakan tiba-tiba dari otot yang berkontraksi, hal ini sesuai dengan penilaian vertical jump yang membutuhkan kekuatan tiba-tiba secara cepat dengan power yang besar, maka dapat disimpulkan bahwa ballistic stretching mampu meningkatkan nilai vertical jump dari atlet bola basket

(Heerschee dkk, 2006).

2.5.4 Aplikasi Ballistic Stretching

Prosedur pelaksanaan ballistic stretching untuk meningkatkan fleksibilitas otot tungkai terhadap vertical jump sebagai berikut (Juliantine, 2000) :

(55)

39

b. Lakukan gerakan dengan penuh konsentrasi.

c. Regangkan otot secara tersentak-sentak dengan cepat.

d. Lakukan peregangan dengan mencium lutut berulang-ulang selama 60 detik dalam 5 set.

[image:55.595.206.415.250.427.2]

e. Istirahat 1 menit tiap set.

Gambar 2.10 Latihan ballistic stretching Sumber : Irfan, 2008

2.6 Contrax Relax Stretching

2.6.1 Pengertian Contrax Relax Stretching

Contract relax stretching merupakan kombinasi dari tipe stretching isometrik dengan stretching pasif. Dikatakan demikian karena teknik contract relax stretching yang dilakukan adalah memberikan kontraksi isometrik pada otot

(56)

40

contract relax mampu memberikan peningkatan jangkauan LGS yang lebih besar

jika dibandingkan dengan tanpa latihan (Kisner et.al, 1996, dalam Jayanto, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nagarwal et al (2009) didapatkan hasil PNF (Contract Relax-Antagonist Contract) lebih efektif daripada PNF (Hold Relax) untuk meningkatkan fleksibilitas. Untuk itu contract relax adalah cara baik

untuk tetap menjaga fleksibilitas otot tungkai (Jayanto, 2014).

Secara umum contract relax stretching dilakukan untuk mendapatkan efek relaksasi dan pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat membutuhkan waktu 20 detik untuk mencapai efek relaksasi sedangkan otot membutuhkan waktu 2 menit untuk dapat mencapai efek relaksasi. Efek contract relax stretching jangka panjang pada manusia didapatkan bahwa individu yang

mendapatkan contract relax stretching dengan durasi 15-45 detik menunjukkan panjang otot yang maksimum. Contract relax stretching dengan durasi 20 dan 30 detik dapat mencapai efek yang maksimal pada minggu ke-7 dan contract relax stretching dengan durasi 10 detik mencapai efek maksimal pada minggu ke-10

sedangkan contract relax stretching yang diberikan dengan durasi 30 detik dapat menghasilkan efek maksimal pada minggu keenam dan ketujuh (Irfan, 2008).

(57)

41

membandingkan latihan contrax relax stretching dan passive stretching untuk meningkatkan fleksibilitas otot hamsting, pada 24 atlet taekwondo dengan perlakuan yang diberikan dalam 1 bulan, frekuensi latihan 2 kali dalam satu minggu. Didapatkan hasil bahwa contract relax stretching lebih efektif dalam meningkatkan fleksibilitas otot hamstring dibandingkan dengan passive stretching. Penelitian pada 120 siswa sekolah dasar membandingkan metode peregangan dinamis, statis, pasif, dan contrax relax stretching (PNF) dengan perlakuan diberikan sebanyak 24 kali dengan frekuensi 3 kali seminggu. Didapatkan hasil bahwa metode peregangan contrax relax stretching (PNF) merupakan metode peregangan yang paling efektif dalam meningkatkan fleksibilitas (Juliantine, 2000).

2.6.2 Kajian Fisiologis Contrax Relax Stretching

Kekuatan kontraksi isometrik yang dilakukan untuk mencapai initial stretch, akan menyebabkan penambahan regangan pada tendon, oleh karena itu

golgi tendon organs mendapat rangsangan lebih keras. Rangsangan pada golgi

tendon organs mencapai ambang rangsangnya sehingga makin kuat otot diregang,

maka makin kuat pula kontraksinya. Bila tegangan otot menjadi lebih kuat, maka kontraksi mendadak berhenti dan otot melemas, terjadilah relaksasi otot secara tiba-tiba (Irfan, 2008).

Reciproce inhibition merupakan hubungan dari agonis dan antagonis

(58)

42

harus mendapatkan relaksasi atau menghambat antagonis sehingga terjadi penguluran agonis muscle. Relaksasi sebagai jawaban terhadap regangan yang kuat dinamakan efek inhibisi atau autogenic inhibition reflex.

Akibat relaksasi yang tiba-tiba ini, maka pendorong tiba-tiba pula kehilangan tahanan, sehingga otot dapat diregangkan sampai melampaui titik fleksibilitas maksimum (rasa sakit yang kedua). Hal inilah yang menyebabkan

pemanjangan otot bisa lebih dimungkinkan lagi, selain itu efek inhibisi ini merupakan suatu mekanisme protektif untuk mencegah robeknya otot atau terlepasnya tendon dari perlekatannya ke tulang (Irfan, 2008).

2.6.3 Mekanisme Contrax Relax Stretching Meningkatkan Vertical Jump

Mekanisme peningkatan vertical jump dengan intervensi contract relax stretching adalah dengan kontraksi isometrik pada contract relax stretching akan

meningkatkan rileksasi otot. Adanya komponen stretching pada contract relax stretching maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktifasi golgi

tendon organ sehingga rileksasi dapat dicapai. Adanya kontraksi isometrik pada intervensi contract relax stretching akan membantu menggerakkan stretch reseptor dari spindel otot untuk segera menyesuaikan panjang otot maksimal.

“Rachel Poon merekomendasikan dalam penerapan contract relax stretching

(59)

43

Pada kontraksi isometrik selama 6 detik yang diikuti dengan inspirasi maksimal akan mengaktifkan motor unit maksimal yang ada pada seluruh otot. Menurut Jacobson kontraksi maksimal ini juga akan menstimulus golgi tendo organ sehingga memicu rileksasi otot setelah kontraksi (reverse innervation) yang menyebabkan terjadinya pelepasan adhesi yang terdapat di dalam intermiofibril dan tendon dengan perbandingan 2:3 (Sudarsono, 2011). Pada metode contract relax stretching relaksasi setelah kontraksi isometrik maksimal dilakukan selama

9 detik dimana dalam proses ini diperoleh rileksasi maksimal yang difasilitasi oleh reverse innervation tadi. Proses relaksasi yang diikuti ekspirasi maksimal akan memudahkan perolehan pelemasan otot. Apabila dilakukan peregangan secara bersamaan pada saat rileksasi dan ekspirasi maksimal maka diperoleh pelepasan adhesi yang optimal pada jaringan ikat otot, fasia dan tendo (Sudarsono, 2011).

Pada intervensi contract relax stretching dengan adanya kontraksi isometrik dengan inspirasi dalam dan stretching yang diikuti ekspirasi maksimal yang dilakukan dengan ritmis menyebabkan penguluran sejumlah serabut otot sehingga semakin banyak serabut otot yang terulur maka akan menyebabkan semakin besar panjang otot yang dihasilkan pada otot tersebut dan fleksibiltas otot yang maksimal dapat tercapai. Meningkatnya fleksibilitas menyebabkan hasil lompatan (vertical jump) menjadi tinggi, karena terjadinya gerakan yang fleksibel saat melakukan lompatan (Radcliffe, 2000).

(60)

44

pengimbang dari kontraksi cepat dari otot yang memiliki daya ledak untuk melompat dalam vertical jump. Otot-otot yang menjadi daya ledak adalah otot-otot yang memiliki fungsi untuk gerakan ekstensi seperti gastocnemius, quadriceps femoris dan gluteus maximus. Dalam pelaksanaannya contrax relax

stretching diberikan terlebih dahulu untuk menciptakan kelenturan dari otot

antagonis, baik berupa otot tibialis anterior, hamstring dan illiopsoas sehingga mampu memaksimalkan gerakan latihan. Selanjutnya diberikan latihan depth jump sebagai bentuk latihan agar otot antagonis yang bekerja dalam menjaga kestabilan sendi pada gerakan loncatan yang dilakukan tidak mengalami cedeera dan menambah jangkauan luas sendi yang lebih besar sehingga tinggi vertical jump dapat dicapai (Jayanto, 2014).

2.6.4 Aplikasi Contrax Relax Stretching

Prosedur pelaksanaan Contrax Relax Stretching untuk meningkatkan fleksibilitas otot tungkai terhadap vertical jump sebagai berikut (Giyanto, 2013) :

a. Pertama-tama pelaku (A) melakukan peregangan statis sampai limit rasa sakit (rasa sakit pertama) dan bukan sampai terasa sakit yang maksimal. b. Setelah itu pendorong (B) memberi dorongan atau regangan secara

perlahan-lahan kepada pelaku (A) sampai titik fleksibilitas maksimum tercapai (rasa sakit yang kedua).

(61)

45

d. Pendorong (B) terus menambah tenaga dorongannya, sementara pelaku (A) terus menambah tahanannya (menambah kekuatan kontraksinya). e. Pertahankan kontraksi isometrik ini, lalu setelah 6 detik, terjadi rileksasi,

[image:61.595.129.506.294.426.2]

sementara pendorong (B) tetap memberikan dorongan dengan cara peregangan pasif selama 20 detik, setelah itu kembalilah ke sikap semula secara perlahan-lahan. Lakukan 4 kali repetisi dalam 3 set.

Gambar

Gambar 2.2 Vertical Jump Test
Gambar 2.3  Grup otot quadriceps femoris Sumber : Watson, 2002
Gambar 2.4 Grup otot hamstring
Gambar 2.5 Grup otot plantar fleksor ankle
+4

Referensi

Dokumen terkait