PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Benturan di masyarakat seringkali terjadi dalam proses interaksi sosial
sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan
sengketa perdata. Ada kalanya dalam suatu sengketa perdata kedua belah pihak
baik tergugat maupun penggugat sama-sama mempunyai hubungan hukum
sehingga diantara para pihak dapat saling menggugat untuk dipenuhinya suatu
perhubungan hukum tersebut, misalnya dalam hal Penggugat juga melakukan
wanprestasi terhadap Tergugat, sehingga Tergugat dapat mengajukan gugatan
terhadap Penggugat sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan yang ada.
Gugatan dari pihak Tergugat ini disebut gugat balik atau Rekonvensi. Gugat
rekonvensi merupakan gugatan yang diajukan oleh Tergugat terhadap
Penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan diantara mereka. Rekonvensi
bersifat insidentil sehingga tidak setiap gugatan Penggugat dapat dibalas
dengan rekonvensi oleh Tergugat. Tergugat baru dapat melakukan rekonvensi
apabila secara kebetulan Penggugat juga pernah melakukan wanprestasi.
HIR tidak menentukan keharusan tentang adanya hubungan antara
gugatan konvensi dan rekonvensi. Tetapi di dalam praktek apabila keduanya
tidak ada hubungan hukum dirasakan amat janggal sehingga dalam hal ini
hakim dapat memisahkan antara kedua gugatan tersebut dan akan diperiksa
sendiri-sendiri sebagai gugatan biasa. Menurut ketentuan Pasal 132 b ayat 1
HIR, rekonvensi yang diajukan Tergugat sebenarnya merupakan jawaban
Tergugat terhadap gugatan Penggugat atas perkara yang sedang diperiksa, oleh
karena itu rekonvensi diajukan bersama-sama dengan jawaban Tergugat baik
tertulis atau lisan. Tuntutan rekonvensi pada hakekatnya merupakan komulasi
atau gabungan dua tuntutan yang saling berhubungan. Hubungan ini dapat
terjadi apabila antara pokok perkara gugatan konvensi dan pokok perkara
gugatan rekonvensi menjadi kewenangan absolut Pengadilan Negeri disamping
itu penggugat masih mempunyai hubungan hukum dengan tergugat dalam
rekonvensi.
Pengajuan gugat balasan merupakan suatu hak istimewa yang
diberikan oleh hukum acara perdata kepada tergugat untuk mengajukan suatu
kehendak untuk menggugat dari pihak tergugat terhadap pihak penggugat
secara bersama-sama dengan gugat asal. Suatu hak istimewa, oleh karena
sesungguhhnya pihak tergugat yang hendak menggugat pihak penggugat asal,
disebut pula penggugat dalam rekonvensi, dapat pula menempuh jalan lain,
yaitu dengan mengajukan gugat baru tersendiri, lepas dari gugat asal.1
Menurut ketentuan Pasal 132 a Ayat (1) HIR yang menyatakan
tergugat dapat mengajukan gugat balas dalam segala perkara, yaitu:
1. Semula dalam perkara itu bukan bertindak untuk dirinya, sedang gugat
balas ditunjukkan kepada dirinya sendiri dan sebaliknya.
1
2. Jika pengadilan negeri kepada siapa gugat balasan itu dimasukkan tidak
berwenang berhubungan dengan pokok perselisihan memeriksa gugat
balasan (wewenang mutlak).
3. Dalam hal perselisihan tentang pelaksanaan putusan hakim. Misalnya
hakim memerintahkan tergugat yang kalah supaya menyerahkan sebidang
tanah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi
supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah
tersebut. Hakim akan menolak rekonvensi tersebut.2
Jika dalam pemeriksaan tingkat perta tidak diajukan gugat balas, maka
dalam tingkat banding tidak dapat diajukan lagi, hal ini seperti diatur dalam
Pasal 132 a Ayat (2) HIR. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 132 b Ayat (1)
menyatakan bahwa tergugat harus mengajukan gugat balas bersama-sama
dengan jawabannya, baik dengan tertulis maupun lisan.
Gugat rekonvensi yang diajukan bersama dengan jawaban tergugat
dan tidak diajukan secara tersendiri dalam proses persidangan yang lain
mempunyai beberapa keuntunganantara lain apabila gugat balasan atau
rekonvensi ini diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat akan dapat
menghemat ongkos perkara karena pemeriksaan dilakukan bersamaan dengan
perkara pokok sehingga tidak lagi membayar ongkos perkara. Keuntungan
selanjutnya adalah mempermudah prosedur karena secara tidak langsung
memotong rangkaian proses mulai dari pengajuan gugatan sampai dengan
pemanggilan para pihak untuk melakukan persidangan lagi. Rekonvensi yang
2
diajukan bersamaan dengan jawaban tergugat juga dapat menghindarkan
putusan-putusan yang saling bertentangan, karena gugatan konvensi dan
rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu surat putusan, kecuali
kalau pengadilan berpendapat bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan
lebih dahulu daripada yang lain. Dalam hal terjadi perkara yang satu dapat
diselesaikan lebih dahulu daripada yang lain maka pemeriksaan perkaranya
yang dapat didahulukan akan diperiksa terlebih dahulu aman tetapi gugatan
semula dan rekonvensi yang belum diputuskan tetap diperiksa oleh hakim
yang sama sampai dijatuhkan putusan terakhir.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam HIR, rekonvensi yang
dilakukan Tergugat terhadap Penggugat sebagai tindakan yang bertujuan
memperoleh perlindungan hak Tergugat yang juga dilanggar oleh Penggugat.
Pengajuan gugat rekonvensi harus berdasarkan peraturan yang berlaku dan
memperhatikan larangan-larangan dalam mengajukan tuntutan rekonvensi,
agar gugatan rekonvensi dapat diterima oleh Pengadilan Negeri. Oleh sebab
itu Tergugat hendaknya mengajukan gugat rekonvensi dengan mematuhi
ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan masalah-masalah yang baru
dan menghabiskan waktu dan biaya. Atas dasar uraian tersebut penulis tertarik
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan gugatan rekonvensi
dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta melalui penulisa skripsi yang
berjudul “GUGATAN REKONVENSI DALAM PERKARA UTANG
PIUTANG ANTARA PT.BANK MAYAPADA DENGAN NASABAH (Studi
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, dapat diuraikan
suatu permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini.
Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pemeriksaan rekonvensi dalam perkara hutang
piutang di Pengadilan Negeri Surakarta ?
2. Apakah permasalahan yang timbul dalam pemeriksaan rekonvensi dan
bagaimanakah cara mengatasinya ?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan hukum ini mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai
berikut:
1. Tujuan Obyektif
Tujuan obyektif dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pelaksanaan pemeriksaan rekonvensi dalam perkara
hutang piutang di Pengadilan Negeri Surakarta.
b. Mengetahui permasalahan yang timbul dalam pemeriksaan
rekonvensi dan cara mengatasinya.
2. Tujuan Subyektif
a. Memberi sumbangan pemikiran dan mengembangkan ilmu
pengetahuan yang telah ada untuk menunjang mata kuliah Hukum
b. Menyusun Skripsi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan dalam ilmu hukum di Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran
di bidang ilmu hukum khususnya hukum perdata yakni tentang
gugatan rekonvensi dalam perkara perdata utang piutang dalam
persidangan di Pengadilan Negeri.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara
realistis solusi yang dapat dilakukan apabila terjadi permasalahan
dalam gugatan rekonvensi dalam perkara perdata utang piutang dalam
persidangan di Pengadilan Negeri.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
manfaat bagi semua pihak terutama sumbangan pemikiran dan
pertimbangan dalam gugatan rekonvensi perkara utang piutang oleh
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan pedoman cara pandang seorang
ilmuwan dalam mempelajari, menganalisa, dan memahami
lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.3
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah
pendekatan yuridis sosiologis, bahwasanya penulisan skripsi ini mengenai
gugatan rekonvensi dalam perkara perdata utang piutang yang didasar atas
suatu kajian aspek hukum, dari aspek sosilogis dalam penelitian ini adalah
mengkaji gejala-gejala sosial dalam masyarakat yaitu untuk mengetahui
pelaksanaan gugatan rekonvensi perkara utang piutang dalam masyarakat.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif,
yaitu penelitian yang ditujukan untuk memberikan data seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala. Dan sesuai dengan jenis
penelitian dekriptif maka dalam penelitianini peneliti ingin memperoleh
data yang seteliti mungkin tentang gugatan rekonvensi dalam perkara
perdata utang piutang pada persidangan di Pengadilan Negeri.
3. Sumber Data
a. Penelitian Kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder yang dapat
diperoleh dengan menggunakan bahan:
3
1. Bahan Hukum Primer
Data primer menurut Handari Nawawi adalah sebagai berikut :
Data primer adalah data authentik atau bahan data-data yang
diperoleh langsung dari tangan pertama tentang masalah yang
diungkap, disebut juga data asli.4
a) KUHPerdata (BW)
b) HIR dan RBG
c) Yurisprudensi
2. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan yang diperoleh dari buku-buku bacaan,
laporan-laporan, hasil penelitian hukum yang ada hubungannya dengan
gugatan rekonvensi dalam perkara perdata utang piutang di
Pengadilan Negeri Surakarta.
3. Bahan Hukum Tersier
a) Kamus Hukum
b) Kamus Bahasa Indonesia
b. Penelitian lapangan
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
sumber pertama melalui penelitian.
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yaitu di wilayah kompetensi Pengadilan Negeri
Surakarta.
4
2. Subyek Penelitian
a) Ketua Pengadilan Negeri
b) Hakim Ketua
4. Metode Pengumpulan Data
a. Penelitian Kepustakaan
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan
dan mempelajari ketiga bahan tersebut diatas untuk dipergunakan
dalam penelitian untuk mendapatkan data sekunder.
b. Penelitian Lapangan
Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang
diteliti guna mendapatkan data primer dengan cara:
1. Interview
Yaitu dengan cara memberikan pernyataan kepada responden dan
dari pernyataan-pernyataan itu kemudian penulis kembangkan
berupa pernyataan yang timbul dari pemberi keterangan. Dengan
cara ini penulis maksudnya untuk memperoleh data atau
keterangan yang subyektif mungkin dari jawaban yang diperoleh.
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mengamati dan mempelajari individu/kelompok yang dapat
memberikan keterangan tentang obyek penelitian5, yaitu
mengamati jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta.
5
3. Pengambilan Sampel
Sample adalah unit terkecil dari populasi, sedangkan populasi
adalah seluruh objek atau seluruh individu gejala atau seluruh
kejadian atau seluruh unit yang diteliti. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling yaitu dalam pengambilan
sampel tentang responden yang akan diteliti ditentukan
berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Responden dengan
kriteria tertentu yang dipilih dalam penelitian ini adalah Ketua
Pengadilan Negeri, Hakim Ketua, dan pimpinan pihak bank.
5. Metode Analisa Data
Yaitu data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan peraturan
perundang-undangan dan serta bahan atau buku bacaan yang berkaitan
dengan gugatan rekonvensi dalam perkara perdata utang piutang, yang
kemudian dipadukan dengan pendapat responden, kemudian dianalisa
secara kualitatif dan dicari pemecahannya, lalu ditarik kesimpulan yang
dipergunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.
F. Sistematika Skripsi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan Masalah
C. Perumusan Masalah
E. Manfaat Penelitian
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penelitian.
BAB II. LANDASAN TEORI/TINJAUAN UMUM
A. Pemeriksaan Sengketa Perdata
1. Pengajuan Gugatan
2. Penetapan hari Sidang dan Pemanggilan Para Pihak
3. Pemeriksaan Perkara di Persidangan
4. Perdamaian dalam Sidang Pengadilan
5. Jawaban Tergugat
B. Tinjauan Tentang Rekonvensi
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemeriksaan Rekonvensi Dalam Perkara Hutang
Piutang di Pengadilan Negeri Surakarta
B. Permasalahan yang Timbul Dalam Pemeriksaan Rekonvensi
dan Cara Mengatasinya
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran