• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tim Editorial E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tim Editorial E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Tim Editorial E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika

Penganggung Jawab : Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S.

Pengarah : Dr. Ir. Ni Made Trigunasih, M.P.

Ketua Dewan Editor : Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, M.S.

Anggota : Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, M.S.

Ketua Editor Pelaksana : I Putu Sudiarta, S.P., M.Si., Ph.D.

Anggota : 1. Dr. Ir. Ni Nyoman Ari Mayadewi, M.P.

2. Dr. Ir. Anak Agung Istri Kesumadewi, M.Si.

Jurnal diterbitkan setahun 4 (empat) kali: Januari April, Juli, dan Oktober.

Email : [email protected]

Penerbit : Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

(3)

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium oxysporum f.sp.

capsici pada Tanaman Cabai Rawit Capsicum frutescens di Rumah Kaca dengan Trichoderma sp yang Ditambahkan

pada Kompos

I MADE TEDI MAHADI PUTRA TRISNA AGUNG PHABIOLA

*)

NI WAYAN SUNITI

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jalan P.B. Sudirman, Denpasar, 80232 Bali

*)

Email: [email protected]

ABSTRACT

The utilize of Trichoderma sp Compost Formulation to Control wilt disease of

Fusarium oxysporum f.sp.capsici in cayenne pepper

Fusarium oxysporum f.sp.capsici is a disease that attacks cayenne pepper. This disease can be suppressed by an infectious pathogen called Trichoderma sp. This study was done at laboratory UPT BPTPH Bali Province started from April 2018 to September 2018. This study was done in order to fine the best dose of Trichoderma sp. that used to control Fusarium oxysporum f.sp.capsici on cayenne pepper The experimental design is randomized block design (RBD) with six treatments and each treatment is replicated 4 times. The result of this study show that application of Tricoderma sp. on cayenne pepper could decrease wilt disease of Fusarium oxysporum f.sp. capsici with minimum percentage of wilt symptoms is T5 only 30%

in 16 WAT compare with control 67,5%. The best treatment that can decrease symptoms of wilt desease and increasing the yield of cayenne pepper is the T5 (25 gr/plant) but not significantly affect with T3 (12 gr/plant).

Keyword: Fusarium oxysporum f.sp.capsici, Cayenne pepper, Trichoderma sp

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L.) berasal dari Meksiko kemudian menyebar ke

daerah Amerika Selatan dan Amerika Tengah serta ke Eropa. Produksi cabai di

Indonesia sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhancabai nasional sehingga

pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari16.000 ton per tahun

(DJBPH, 2009). Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan

tanaman agar mendapat hasil yang optimum dan mutu yang baik, diantaranya adalah

faktor pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) karena salah satu

(4)

kendala penyebab rendahnya hasil adalah gangguan penyakit yang dapat menyerang sejak tanaman di persemaian sampai hasil panennya (Suharja, 2009).

Kerugian akibat penyakit layu Fusarium f.sp pada tanaman cabai cukup besar karena menyerang tanaman dari masaperkecambahan sampai dewasa. Penyakit ini bisa mengakibatkan kerugian dan gagal panen hingga 50 % (Rostini, 2011). Patogen Fusarium f.sp mempunyai variasi spesies yang tinggi, yaitu sekitar 100 jenis dan menyebabkan kerusakan secara luas dalam waktu singkat dengan intensitas serangan mencapai 35%. Jamur Fusarium f.sp ini adalah salah satu jenis patogen tular tanah yang mematikan.

Namun, kebiasaan petani dalam pengendaliannya masih menggunakan pestisida kimia sebagai pengendalian utama yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Dilaporkan bahwa penggunaan pestisida/fungisida berlebih selain tidak efisien juga dapat menimbulkan berbagai masalah serius seperti akumulasi residu pestisida, patogen menjadi resisten, epidemi penyakit, terbunuhnya musuh alami dan pencemaran lingkungan (Duriat dkk., 2007).

Menurut Tronsmo (1996) isolat jamur Trichoderma sp yang dikenal sebagai agen antagonis yang dapat menekan berbagai penyakit tular tanah termasuk penyakit rebah kecambah dan layu fusarium. Trichoderma sp juga diketahui dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan auksin. Marwan (2004) mengatakan bahwa pemberian kompos Trichoderma sp dapat menekan intensitas serangan penyakit oleh fungi patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah.

Intensitas serangan penyakit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan tanpa kompos Trichoderma sp (kontrol) yaitu sebesar 100%, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan dosis 10 ton kompos Trichoderma sp/Ha sebesar 66,7%, dosis 20 ton kompos Trichoderma sp/Ha sebesar 60,0%, dosis 30 ton kompos Trichoderma sp/Ha dan dosis 40 ton kompos Trichoderma sp/Ha tidak menunjukkan adanya intensitas serangan penyakit.

Hasil penelitian Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Jateng (2015) menyimpulkan bahwa Trichoderma sp ternyata juga memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan vegetatif dan perkembangan generatif tanaman serta hasil panen.

Hasil tersebut menjadi sebuah fenomena tersendiri yang menunjukkan kemampuan Trichoderma sp untuk merangsang pertumbuhan tanaman, akan tetapi saat ini belum diketahui dosis yang efektif untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. pada tanaman cabai.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian dosis terbaik Trichoderma sp. dalam

mengendalikan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai

rawit (Capsicum frutescens.)?

(5)

1.3 Tujuan

Mengetahui dosis efektif terbaik Trichoderma sp untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens.)?

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah semakin tinggi dosis Tricoderma sp yang digunakan sampai batas tertentu semakin efektif dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens.).

2. Metodologi

2.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium UPT Balai Pengendalian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan yaitu mulai bulan April sampai dengan September 2018.

2.2 Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat jamur Trichoderma sp., isolat jamur Fusarium sp., media Potato Dextrose Agar (PDA), media Potato Dextrose Broth (PDB), alkohol 70%, aquades, kapas, aluminum foil, kloramfenicol, jagung, dedak, tanah, dan bibitcabai.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Erlenmeyer, tabung reaksi, piring Petri, gelas ukur, pipet mikro, cover glass, autoclave, jarum oose, timbangan digital, mikroskop, laminar flow cabinet, komporgas, sendok pengaduk, lampu bunsen, pisau, pipet mikro, Max Mixer, panci, tissue,penggaris, pulpen/pensil, kantong plastik, polibag 10 kg, ajir dan kamera.

2.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan enam (6) perlakuan dan diulang empat (4) kali, setiap perlakuan tersebut berisi 5 polybag sehingga jumlah seluruhnya menjadi 24 x 5 = 120 polybag.. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(1) K : kontrol ( kompos + F. oxysporum f.sp. capsici)

(2) T1 : Tricoderma sp 4 gr / pohon + kompos + 5 gr F. oxysporum f.sp. capsici, (3) T2 : Trichoderma sp 8 gr / pohon + kompos + 5 gr F. oxysporum f.sp. capsici (4) T3 :Trichodermasp. 12 gr / pohon + kompos + 5 gr F. oxysporum f.sp. capsici, (5) T4 :Trichoderma sp. 16 gr/ pohon + kompos + 5 gr F. oxysporum f.sp. capsici.

(6) T5 :Trichoderma sp. 20 gr/ pohon + kompos + 5 gr F. oxysporum f.sp. capsici

(6)

2.4 Metode Pelaksanaan

2.4.1 Penyiapan inokulum Patogen F. oxysporum f.sp. capsici.

Penyiapan inokulum F. oxysporum f.sp. capsici. diperoleh dari tanaman cabai yang menunjukkan gejala layu Fusarium oxysporum f.sp di lapangan. Bagian tanaman yang di ambil adalah perakaran tanaman cabai yang menunjukkan busuk/terserang penyakit layu. Bagian akar yang terserang diisolasi dengan metode penanaman jaringan pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Hasil isolasi kemudian diinkubasikan selama 3 x 24 jam, lalu miselianya diisolasi berulang sampai di dapatkan isolat murni. Isolat murni fusarium sp lalu dibiakkan pada media beras setengah matang sampai mencapai kepadatan spora 10

6

/g.

2.4.2 Penyiapan Inokulum Trichoderma sp.

Penyiapan inokulum jamur Trichoderma sp diperoleh dari koleksi laboratorium Agensi Hayati UPT Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultur Provinsi Bali. Biakan Trichoderma sp di kolonisasikan pada media Satroud Dextrose Agar (SDA). Biakan isolasi jamur Trichoderma sp selanjutnya diperbanyak lagi pada media padat (beras) setengah matang sampai media beras tersebut penuh dengan koloni jamur Trichoderma sp yang selanjutnya disebut starter. Starter jamur Trichoderma sp selanjutnya diperbanyak pada media pupuk organik steril dengan perbandingan 1 : 10 ( 1 bagian Trichoderma sp : 10 bagian pupuk organik kotoran hewan ), dan diinkubasikan pada ruangan selama 7 hari. kepadatan spora dihitung sampai mencapai 10

6

/gr.

2.4.3 Persiapan Media Tanam Jamur Trichoderma sp.

Media tanam yang digunakan untuk menanam cabai dipersiapkan dan dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 4/5 bagian yang berisi tanah kurang lebih 7 kg. Selajutnya diinfestasikan jamur Trichoderma sp sesuai dengan perlakuan yaitu pada T

1

sebanyak 4 gr, T

2

sebanyak 8 gr, T

3

sebanyak 12 gr, T

4

sebanyak 16 gr, T

5

sebanyak 20 gr/polybag, dan kontrol tidak diaplikaskan jamur Trichoderma sp, masing-masing polybag disiram untuk menjaga kelembaban. Setelah menunggu 10 hari bibit langsung di tanam pada polybag.

2.4.4 Penanaman

Bibit cabai yang sehat dan berumur 21 hari setelah semai dari tray di pindahkan ke dalam polybag. Setiap polybag di tanam 1 bibit cabai, bersamaan dengan waktu tanam juga diaplikasikan formulasi jamur F. oxysporum f.sp. capsici pada semua perlakuan termasuk kontrol masing – masing sebnayak 5gr/polybag

.

Dilakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban supaya bibit dan jamur F.

oxysporum f.sp. capsici dapat berkembang.

Pemeliharaa tanaman dilakukan setiap hari dari penyiraman dan menjaga suhu

kelembaban pada rumah kaca dan melakukan pencabutan gulma yang menganggu

tanaman cabai pada polybag.

(7)

2.5 Variabel yang diamati

a. Tinggi tanaman diamati, yaitu pada saat tanaman mulai umur 1 minggu setelah tanam, sampai tanaman memasuki fase generative.Pengamatan tinggi tanaman dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan jamur Trichoderma sp.

b. Jumlah daun yang diamati dilakukan dengan menghitung daun tanaman yang sudah membuka secara sempurna.Jumlah daun sangat mempengaruhi hasil fotosintesis yang sangat berpengaruh terhadap produksi.Jumlah daun diamati sampai umur 60 hari.

c. Persentase Penyakit Layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici. pengamatan terhadap persentase serangan penyakit layu dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang sudah menunjukkan gejala serangan layu fusarium dibandingkan dengan jumlah tanaman yang diamati. Perhitungan persentase serangan penyakit layu fusarium tergolong pada persentase serangan mutlak dan dapat digunakan rumus :

P = x 100%

P = Persentase serangan penyakit (%)

A = Jumlah tanaman yang sakit tiap perlakuan

N = Jumlah tanaman yang diamati pada tiap perlakuan

d. Saat muncul gejala pertama serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan gejala layu pada tanaman cabai dihitung secara intensif pada semua perlakuan ( harian ).

e. Hasil panen tanaman cabai yang diperoleh dihitung, untuk tanaman cabai yang mampu berproduksi hasil produksinya dihitung pertanaman pada masing – masing perlakuan dan dilakukan pada 3x hasil panen. Panen dilakukan setiap 5 hari sekali setelah itu hasil panen dihitung dengan menimbang buahsegar yang dihasilkan.

f. Populasi Jamur F. oxysporum f.sp. capsici dan Jamur Trichoderma sp, perhitungan populasi kedua jamur tersebut dilakukan secara mikroskop yaitu dengan mengambil masing - masing 1 gr tanah pada polybag setelah selesai panen.Pada masing – masing perlakuan diambil 1 gr tanah di lakukan pengenceran berseri yaitu 10

-1

sampai 10

-5

.Jumlah koloni jamur yang tumbuh diamati dan dihitung 3 hari setelah inokulasi (HSI).

2.6 Analisis Data

Data yang didapat kemudian dianalisis dengan analisis varian (sidik ragam) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji BNT α0,05.

A N

(8)

3. Hasil Dan Pembahasan

3.1 Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis dengan sidik ragam, menunjukkan bahwa pemberian pelakuan Trichoderma sp, terhadap pengendalian penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, yaitu pada variabel tinggi tanaman maksimum, jumlah daun maksimum, persentase layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici, Saat muncul gejala pertama serangan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici, populasi jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici, populasi Tricoderma sp dan hasil panen( Tabel 1).

Tabel 1. Signifikansi perlakuan Trichoderma sp terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai

No Variabel Signifikansi

1 2 3 4 5 6 7

Tinggi tanaman maksimum Jumlah daun maksimum

Persentase penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp.

capsici.

Saat muncul gejala pertama serangan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici.

Populasi jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici.

Populasi jamur Trichoderma sp Hasil panen

*

*

*

*

*

*

*

Ket : * : berpengaruh nyata (F hit > F tabel 5

3.1.1 Tinggi Tanaman Maksimum (Cm)

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian pelakuan Trichoderma sp,

terhadap pengendalian penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada

tanaman cabai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman maksimum (F hit > F

Tabel 5 %). Tanaman yang paling tinggi didapat dari perlakuan T5 (59,5 cm), tidak

berbeda nyata dengan T4 (57,4 cm) dan T3 (56,4 cm). Namun T5 maupun T4

berbeda nyata dengan perlakuan K(48,5 cm) dan T1 (53,9 cm) serta perlakuan T1,

T2 maupun T3 berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (Tabel 2).

(9)

Tabel 2. Tinggi tanaman maksimum dan jumlah daun maksimum Perlakuan Tinggi tanaman

maksimum

Jumlah daun maksimum

… cm … … helai …

K 48,5 a 67,5 a

T1 53,9 b 73,4 b

T2 55,5 bc 74, 1 b

T3 56,4 bc 74,8 b

T4 57,4 c 75,3 b

T5 59,8 c 78,6 b

Ket : nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT (P<0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang ditambahkan Trichoderma sp dengan dosis 4gr, 8gr, 12gr, 16gr serta 20gr per tanaman terhadap pengendalian penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai rawit menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Aplikasi beberapa dosis pupuk organik ditambahkan Trichoderma sp terhadap pengendalian penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif pada tanaman cabai rawit dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1).

Gambar 1. Perbandingan tanaman cabai rawit pada umur 56 hari setelah tanaman; A Kontrol, B Perlakuan T1, C Perlakuan T2, D Perlakuan T3, E Perlakuan T4. F Perlakuan T5

Pemberian perlakuan Trichoderma sp terbaik terhadap tinggi tanaman terdapat pada perlakuan T5 dengan dosis 20 g per tanaman. Hal tersebut terlihat dari grafik pertumbuhan tinggi tanaman cabai yang diberikan perlakuan Trichoderma sp lebih baik dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1). Meningkatnya pertumbuhan tinggi tanaman cabai pada perlakuan dosis Trichoderma sp, dikarenakan jamur ini selain dapat digunakan sebagai biokontrol terhadap serangan patogen Fusarium oxysporum f.sp. capsici juga dapat berperan sebagai pupuk biologis yang dikenal “Plant Growth

A B C D E F

(10)

Promoting Fungi” (Hersanti, 2000). Pertumbuhan tanaman cabai rawit yang diberikan perlakuan beberapa dosis Trichoderma sp. dalam menanggulangi penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Novizan (2002), teknik pengendalian dapat dilakukan dengan memanfaatkan agen hayati yang bersifat antagonis seperti Trichoderma sp. Selain bersifat hiperparasit terhadap jamur patogen tular tanah, jamur antagonis ini juga bersifat dekomposer dalam mempercepat proses pembuatan kompos. Hal ini juga didukung oleh Tronsmo (1996) yang menyatakan bahwa Trichoderma sp. diketahui dapat menghasilkan hormone pertumbuhan seperti sitokinin dan auksin.

3.1.2 Jumlah Daun Maksimum (Helai)

Jumlah daun maksimum dipengaruhi nyata oleh pelakuan Trichoderma sp, terhadap pengendalian penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai (Tabel 2). Semua perlakuan (T1, T2, T3, T4, dan T5) memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah tetapiberbeda nyata dengan kontrol.

Tanaman dengan perlakuan T5 memiliki daun terbanyak yaitu 78,6 helai.

Marianah (2013) menyatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan jamur tular tanah yang berperan dalam menguraikan bahan organik tanah, dimana bahan organik tanah ini mengandung beberapa komponen zat seperti N, P, S dan Mg dan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Trichoderma sp. berfungsi untuk memecah bahan-bahan organik seperti nitrogen yang terdapat dalam senyawa kompeks, Nitrogen dimanfaatkan tanaman dalam merangsang pertumbuhan tanaman dan memberikan warna hijau pada daun. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa populasi Trichoderma sp. yang tinggi dikarenakan adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi lain yang mendukung bagi pertumbuhan dan hasil tanaman.

Poerwidodo (1993) menyatakan bahwa tanaman membutuhkan nitrogen, fosfor dan kalium dalam jumlah besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman khususnya pada saat pertumbuhan vegetatif seperti batang dan daun tanaman.T. harzianum juga mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama terhadap pertumbuhan akar, daun yang lebih banyak (Novandini, 2007)

3.1.3 Persentase Penyakit Layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici (%)

Perlakuan Trichoderma sp. (T1, T2, T3, T4, T5) berpengaruh tidak nyata terhadap persentase penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici yang menyerang tanaman cabai rawit. Tanaman dengan perlakuan kontrol (K) memiliki persentase layu tertinggi yaitu sebesar 67,5% berbeda nyata dengan perlakuan T1 ( 47,5%), T2 (42,5%) , T3 (40%), T4 (37,5%) dan T5 (30%). Persentase penyakit layu yang paling rendah yaitu pada perlakuan T5 (30%) berbeda nyata dengan perlakuan K dan T1 serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2,T3, dan T4 (Tabel 3)

.

(11)

Gambar 2. Perbandingan tanaman cabai rawit yang diserang penyakit layu F.oxysforum sp.

dengan perlakuan Trichoderma sp. dan tanpa perlakuan; A Kontrol, B Perlakuan T5

Pertumbuhan tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh populasi jamur Trichoderma sp dan jamur patogen Fusarium oxysporum f.sp. capsici di dalam tanah. Semakin tinggi populasi jamur antagonis di dalam tanah semakin lambat jamur patogen menyerang tanaman cabai. Hal ini dikarenakan jumlah populasi jamur Trichoderma sp. yang lebih banyak di daerah perakaran tanaman cabai rawit sehingga menghambat jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici melakukan infeksi.

Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan persentase tanaman layu akibat dari penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai rawit.

Persentase penyakit layu yang diakibatkan oleh penyakit layu patogen Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada beberapa perlakuan Trichoderma sp. lebih sedikit dibandingkan dengan kontrol. Karena munculnya gejala tanaman layu yang diakibatkan oleh patogen Fusarium oxysporum f.sp. capsici terlihat pada 4 MST pada perlakuan kontrol sedangkan perlakuan Trichoderma sp.munculnya gejala layu yang diakibatkan oleh patogen Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada 5 MST (Gambar 3). Berdasarkan hasil grafik (Gambar 3) menunjukkan bahwa dengan adanya aplikasi Trichoderma sp. pada masing-masing perlakuan Trichoderma sp mampu memberi efek penundaan terhadap timbulnya serangan penyakit layu Fusarium, hal ini dapat dilihat pada pengamatan 16 MST pada tabel 3, dimana rendahnya persentase penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada perlakuan Trichoderma (T1, T2, T3, T4, dan T5) dibandingkan dengan kontrol.

A B

(12)

Gambar 3. Grafik persentase serangan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada umur 1 MST - 16 MST

3.1.4 Saat Muncul Gejala Pertama Serangan Penyakit Layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici (hst)

Perlakuan Trichoderma sp berpengaruh tidak nyata terhadap saat munculnya gejala awal penyakit Layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici yang menyerang tanaman cabai rawit. Tanaman dengan perlakuan kontrol (K) memiliki gejala layu yang diakibatkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici tercepat yaitu 22 hst berbeda nyata dengan perlakuan T1 ( 29 hst), T2 (31,5 hst) , T3 (31,5 hst), T4 (35,5 hst) dan T5 (36,25 hst). Munculnya gejala serangan pnyakit layu paling lama yaitu pada perlakuan T5 (36,25 hst) berbeda nyata dengan perlakuan K dan T1 serta berbeda tidak nyata dengan perlakuan T2,T3, dan T4 (Tabel 3).

Suryanti et al. (2003) mengungkapkan bahwa perkembangan penyakit sangat berkaitan dengan masa inkubasi, kevirulenan patogen, kondisi lingkungan, dan tanaman inang yang rentan. Pada penelitian ini, penundaan munculnya gejala terjadi karena berlangsungnya persaingan antara patogen dengan agen antagonis, sehingga patogen membutuhkan waktu lebih lama untuk menginfeksi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (1993), yang menyatakan bahwa apabila agen antagonis mendominasi perakaran tanaman maka patogen di hambat pertumbuhannya sehingga tidak tumbuh dengan subur.

Banyaknya jumlah populasi jamur Trichoderma sp. dibandingkan dengan

jumlah populasi jamur F. oxsysporum f.sp capsici disebabkan oleh jamur

Trichoderma sp. mampu mengambil nutrisi lebih banyak dan perkembangannya bisa

cepat di daerah perakaran.Adanya jamur Trichoderma sp. pada media tanam dapat

memperlambat terjadinya kontak dan penetrasi patogen terhadap tanaman cabai

rawit, karena jamur antagonis sudah terlebih dahulu mengkolonisasi perakaran,

sehingga jamur patogen harus berkompetisi dengan jamur antagonis untuk

mendapatkan ruang dan nutrisi. Dengan demikian, jamur F. oxsysporum f.sp capsici

akan sulit ketika menginfeksi tanaman cabai rawit. Tingginya jumlah populasi jamur

(13)

Trichoderma sp. di dalam tanah menyebabkan semakin lambat munculnya gejala layu bahkan mampu menekan terjadinya serangan jamur patogen. Sebaliknya apabila semakin rendahnya jumlah populasi antagonis di dalam tanah menyebabkan semakin cepat munculnya gejala layu.

Tabel 3. Persentase serangan penyakit layu F. oxsysporum f.sp capsici dan saat muncul gejala pertama serangan penyakit layu F. oxsysporum f.sp capsici Perlakuan

Persentase serangan penyakit layu F.

oxsysporum f.sp capsici

Saat muncul gejala pertama Layu F. oxsysporum f.sp

capsici

… % … … hst …

K 67,50 a 22,00 a

T1 47,50 b 29,00 b

T2 42,50 bc 31,50 bc

T3 40,00 bc 31,50 bc

T4 37,50 bc 35,50 bc

T5 30,00 c 36,25c

Keterangan : nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT (P<0,05).

3.1.5 Populasi Jamur Fusarium oxsysporum f.sp capsici Pada Rhizosper Tanaman Cabai Rawit

Pelakuan Trichoderma sp berpengaruh nyata terhadap populasi jamur Fusarium oxsysporum f.sp capsici yang menyerang tanaman cabai (Tabel 4.1).

Tanaman dengan perlakuan kontrol (K) memiliki jumlah populasi jamur Fusarium oxsysporum f.sp capsici terbanyak yaitu sebesar 13 (10

5

CFU/g) berbeda nyata dengan perlakuan T1 8 (10

5

CFU/g), T2 7,7 (10

5

CFU/g), T3 (6,7), T4 4,5 (10

5

CFU/g) dan T5 4 (10

5

CFU/g). Jumlah Populasi jamur Fusarium oxsysporum f.sp capsici yang menyerang tanaman cabai rawit yang paling rendah yaitu pada perlakuan T5 sebanyak 4 (10

5

CFU/g) berbeda nyata dengan perlakuan K, T1 dan T2 serta berbeda tidak nyata dengan perlakuan T3, dan T4 (Tabel 4).

Menurut Agrios (1988), kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan

patogen dan kurang mendukung bagi tanaman juga akan mempercepat masa inkubasi

patogen. Kondisi lingkungan yang lembab karena musim penghujan menyebabkan

masa inkubasi lebih cepat di media persemaian dibanding di polybag persemaian

umur tanaman lebih muda lebih rentan terhadap serangan patogen. Kevarulensi yang

lebih tinggi menjadikan Fusarium oxsysporum f.sp capsici lebih cepat menginfeksi

tanaman cabai rawit sehingga agen antagonis tidak mampu menghambat serangan

pathogen (Blok dan Bollen, 1997; Steinberg et al., 1997).Kondisi ini sesuai dengan

pendapat Tronsmo (1996), bahwa jamur Trichoderma sp. mempunyai mekanisme

persaingan.

(14)

3.1.6 Populasi Jamur Trichoderma sp Pada Tanaman Cabai Rawi

Populasi Trichoderma sp pada perlakuan kontrol populasi nya 0% di bandingkan dengan perlakuan (T5) memiliki jumlah populasi jamur Trichoderma sp terbanyak yaitu sebesar 52,25 (10

5

CFU/g) berbeda nyata dengan perlakuan K 0 (10

5

CFU/g), T1 38 (10

5

CFU/g), T2 40,75 (10

5

CFU/g), T3 45 (10

5

CFU/g) dan T4 53 (10

5

CFU/g). Jumlah Populasi jamur Trichoderma sp yang paling rendah yaitu pada perlakuan K sebanyak 0 (10

5

CFU/g) berbeda nyata dengan perlakuan T1, T2, T3, dan T4 (Tabel 4).

Jamur Trichoderma sp. diduga mampu beradaptasi dengan baik didaerah perakaran tanaman cabai rawit, karena terlebih dahulu diaplikasikan sebelum dilakukannya infestasi jamur F. oxysporum f.sp.capsici. Jamur Trichoderma sp.

dengan cepat mampu mengkoloni perakar cabai rawit sehingga F. oxysporum f.sp.capsici tidak mampu berkembang karena terjadi kompetisi ruang dan nutrisi sehingga populasi jamur F. oxysporum f.sp. capsici rendah. Menurut Oka (1995) pemberian jasad antagonis terhadap patogen ke dalam tanah menyebabkan bertambahnya populasi antagonis di dalam tanah sehingga terjadi penekanan dan penurunan populasi patogen serta menyebabkan kemampuan patogen untuk menginfeksi juga berkurang.

Kasim and Prawitno (1993) juga melaporkan bahwa kemampuan Trichoderma sp. untuk menghambat pertumbuhan F. oxysporum f.sp. capsici sangat baik karena kecepatan tumbuh hifa Trichoderma sp. sangat cepat dan kemampuan untuk bersaing dengan akar tanaman inang lebih baik dibanding Fusarium oxysporum f.sp. capsici.

3.1.7 Hasil Panen Tanaman Cabai Rawit

Perlakuan Trichoderma sp berpengruh tidak nyata terhadap hasil panen

tanaman cabai rawit. Pengaruh Trichoderma sp. terhadap hasil panen tanaman

tertinggi ditunjukkan pada perlakuan T5 sebesar yaitu sebesar 239 g berbeda tidak

nyata dengan T4, T3, T2 tapi berbeda nyata dengan kontrol dan hasil panen terendah

ditunjukkan pada perlakuan kontrol sebesar 143,5 g (Tabel 4.4) Hasil panen pada

perlakuan T5 berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan T4 ( 226 g) dan T3

(218,75 g), Namun, berbeda nyata terhadap perlakuan K (143,5 g), T1(181,5 g) dan

T2 (202,5 g) sedangkan perlakuan T1 berpengaruh nyata terhadap K dan

berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan T2 dan T3 (Tabel 4).

(15)

Tabel 4. Populasi jamur Fusarium oxysporum f.sp. capsici. jamur Trichoderma sp dan hasil panen tanaman cabai rawit

Perlakuan

Populasi spora Jamur Fusarium

oxysporum f.sp.

capsici dalam tanah

Populasi spora Jamur Trichoderma sp.

dalam tanah

Hasil panen tanaman cabai rawit

… 10

5

CFU/g … … 10

5

CFU/g … ….. g …

K 13,00 a 0.00 a 143,50 a

T1 8,00 b 38.00 b 181,50 b

T2 7,75 b 40.75 bc 202,50 bc

T3 6,75 bc 45.00 c 218,75 c

T4 4,50 c 53.00 d 226,25 c

T5 4,00 c 55.25 d 239,00 c

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata berdasarkan uji BNT (P<0,05)

Hasil panen yang tinggi kemungkinan disebabkan juga karena Trichoderma sp.

mampu mendekomposisikan senyawa organik penting dalam peningkatan ketersediaan hara (Esrita et al., 2011).Pemenuhan unsur hara bagi tanaman sangat berpengaruh terhadap hasil panen tanaman sehingga tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan patogen sesuai dengan hasil penelitian (Marsono dan Sigit, 2001).

Pengaruh Trichoderma sp. terhadap hasil panen tanaman tertinggi ditunjukkan pada perlakuan T5 yaitu sebesar 239 g dan hasil panen terendah ditunjukkan pada perlakuan kontrol sebesar 143,5 g. Hal ini terjadi karena dengan adaya perlakuan Trichoderma sp. mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa jamur Trichoderma sp. selain itu, jamur Tichoderma sp.

yang diujikan dengan kompos dan pupuk kandang pada tanaman cabai rawit dikatagorikan sebagai pengendali penyakit tular tanah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Esrita et al. (2011) menunjukkan bahwa dosis Trichoderma sp sebesar 15 g/tanaman memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik pada tanaman cabai dibandingkan aplikasi 5 g/tanaman dan 10 g/tanaman. Jadi semakin banyak Trichoderma sp yang diberikan ke dalam tanah, semakin baik pertumbuhan dan hasil tanaman, hal ini dapat dilihat dari jumlah buah dan bobot buah yang dihasilkan juga akan semakin meningkat (Esrita et al., 2011).

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Aplikasi Trichoderma sp. pada tanaman cabai rawit mampu menekan penyakit

layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici dengan persentase serangan terendah

(16)

pada perlakuan 20 gr/pot sebesar 30% pada pengamatan 16 MST dibandingkan dengan kontrol 67,5 %.

2. Perlakuan terbaik yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit terhadap serangan penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici yaitu pada pelakuan 20 g/pot tetapi tidak menunjukan perbedaan nyata pada perlakuan 12 g/pot dan 16 g/pot. Namun pada perlakuan 12 g/pot sudah seimbang dalam mengendalikan jumlah spora Fusarium oxysporum f.sp.

capsici dalam tanah, selain itu juga lebih menguntungkan secara ekonomis.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pemanfaatan Trichoderma sp.

dengan berbagai kombinasi dosis terhadap pengendalian penyakit layu Fusarium oxysporum f.sp. capsici pada tanaman cabai rawit dengan melakukan pengujian di lapangan.

Daftar Pustaka

Agrios, G. N. 1988. Plant Pathology.Third edition.Academic Press. New York, London.

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology Fifth Edition. Elsevier Aacademic Press, United States of America. 5 (18): 26-27,398-401.

Duriat, A.S., N Gunaeni, ., dan A.W. Wulandari, 2007. Penyakit penting tanaman cabai dan pengendalianya. Balai penelitian tanaman sayur. Lembang- Bandung.

56, 2-24p.

Esrita, B., Ichwan dan Irianto. 2011. Pertumbuhan dan hasil cabai pada berbagai bahan Organik dan Dosis Trichoderma. Jurnal Akta Agrosia 13(2):37-4.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Marianah L. 2013. Analisa pemberian Trichoderma sp. terhadap pertumbuhan kedelai. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. (Tidak dipublikasikan).

Marsono dan P. Sigit, 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya.

Jakarta. Novandini, A. 2007.Eksudat akar sebagai nutrisi Trichoderma harzianum DT38 serta aplikasinya terhadap pertumbuhan tanaman tomat.Skripsi. Program Studi Biokimia. Fakultas MIPA. IPB.Bogor (tidak dipublikasikan).

Novizan, R. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif.Agro Media Pustaka. Jakarta.

Cet 1.

Poerwowidodo. 1993. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Rostini, N. 2011.6 Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan Penyakit. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Suharja, S. 2009. Biomass, Chlorophyll and Nitrogen Content of Leaves of Two Chili Pepper Varieties (Capsicum annuum) in Different Fertilization Treatments. Nusantara Bioscience 1: 9-16.

Suryanti, T. Martoredjo, A-H.Tjokrosoedarmono, dan E. Sulistiyaningsih. 2003.

Pengendalian penyakit akar merah anggur pada teh dengan Trichoderma sp.p.

Pros. Kongres nasional XVII dan Seminar Nasional PFI, 6-8 Agustus 2003.

Bandung. Hal.143-146.

(17)

Tronsmo, A. 1996 Trichoderma harzianum in Biological Control of Fungal Disease, 218 p in Principle and Practice of Managing Soil Borne Plant Pathogens (R.

Hall, ed) American Phytopathology Society. St, Paul Minnesota.

Referensi

Dokumen terkait

beberapa faktor, dan faktor tersebut yang membedakan tingkat pemahaman mahasiswi yang satu dengan yang lainnya. Adapun yang membedakan tinggi rendahnya pengetahuan mereka

PENGARUH UKURAN PARTIKEL (MESH) TEPUNG TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG BUAH MULBERRY (Morus nigra. L)..

berdasarkan dari beberapa uraian permasalahan di atas maka peneliti melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asertivitas komunikasi manajer dan

Data tersebut didapat dari hasil pengujian, mulai dari pengujian material hingga menganalisis hasil uji kuat tekan mortar, modulus elastisitas dan permeabilitasa.

Pada saat komputer client akan menghubungkan diri dengan jaringan maka server Radius akan meminta identitas user (username dan password) untuk kemudian dicocokkan dengan data

Kegiatan Focus Group Discussion untuk pengenalan literasi sejak dini melalui permainan edukatif pun dimanfaatkan oleh guru PAUD yang menjadi peserta dampingan untuk

dapat hidup berdampingan.Karya ini memilih fokus untuk memvisualisasikan sebuah karakter yang memiliki kekuatan pada massing-masing anak dengan tipe tari simbolik.Karya tari

Satriagraha Sempurna, serta dapat digunakan sebagai sebagai masukan untuk pengembangan sistem informasi di PT Satriagraha Sempurna sebagai keunggulan bersaing dengan