• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMETAAN DAN EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMETAAN DAN EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA TANGERANG SELATAN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMETAAN DAN EVALUASI RUANG TERBUKA HIJAU

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmuu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh : Qori Aini 11160150000054

PROGRAM STUDI

TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Qori Aini

NIM : 11160150000054

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Alamat : Desa Waru Jaya Gg Dadang 2 RT003/005 Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul : Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Pemetaan dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen :

Nama Pembimbing 1 : Dr. Sodikin, S.Pd, M.Si

NIDN : 2022028704

Nama Pembimbing 2 : Anissa Windarti, M.Sc

NIP : 198208022011012005

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi saya ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 29 Maret 2021

Qori Aini

NIM. 11160150000054

(7)

i ABSTRAK

Qori Aini (11160150000054) Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “ Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Pemetaan dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan tahun 2020, mengetahui ketersedian ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan, serta mengetahui luas wilayah ruang terbuka hijau pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) tahun 2011-2031 dan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan tahun 2020.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan pendekatan keruangan atau spasial. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diambil dengan cara ground check, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan Aplikasi sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi ini berguna untuk menganalisis citra satelit Google Engine tahun 2020 dan peta RTRW tahun 2011- 2031 yang selanjutnya di satukan menggunakan metode overlay.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ruang terbuka hijau di Kota Tangerang selatan belum mencukupi standar kriteria ruang terbuka hijau yang harus tersedia di wilayah perkotaan. Luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan Tahun 2020 hanya sebesar 3.563,6 Ha atau 24% dari jumlah luas wilayah. Sedangkan luas ruang terbuka RTRW tahun 2011-2031 sebesar 645,978 Ha atau 4%. Pada tahun 2020 ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan masih mengalami kekurangan sebesar 852,075 Ha atau 6% dari luas yang dibutuhkan berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007.

Kata kunci: ruang terbuka hijau, luas wilayah, sistem informasi geografis,

metode overlay.

(8)

ii ABSTRACT

Qori Aini (11160150000054), Tadris Social Sciences Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Thesis title. “Geographical Information System (GIS) Application for Mapping and Evaluation of Green Open Space in South Tangerang City”

This study aims to determine the distribution of green open space in South Tangerang City in 2020, to determine the availability of green open space in the city of South Tangerang, and to determine the area of green open space in the RTRW (Regional Spatial Plan) 2011-2031 and green open space in South Tangerang City in 2020.

The method used in this research is descriptive quantitative with a spatial or spatial approach. Data collection techniques in this study were taken by means of ground checks, interviews, and documentation. This study uses a Geographic Information System (GIS) application. This application is useful for analyzing the 2020 Google Engine satellite imagery and the 2011-2031 RTRW map which will then be combined using the overlay method.

The results of this study indicate that the green open space in the city of South Tangerang has not met the criteria for green open space that must be available in urban areas. The area of green open space in South Tangerang City in 2020 is only 3,563.6 hectares or 24% of the total area. Meanwhile, the open space area of the RTRW in 2011-2031 is 645.978 Ha or 4%. In 2020 green open space in South Tangerang City is still experiencing a shortage of 852,075 Ha or 6% of the area required based on the Spatial Planning Law Number 26 of 2007.

Keywords: green open space, area size, geographic information system, overlay

method.

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, rahmat dan kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.

Skripsi dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Pemetaan dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan.” ini disusun untuk melengkapi salah satu prasyarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Penulis menyadari banyak kesulitan dan hambatan daam proses penulisan skripsi ini. Namun, berkat dorongan dan bantuan dari banyak pihak, pada akhirnya penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis Lc, Ma, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Sururin, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas lmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si, selaku Sekertaris Jurusan Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Syaripulloh, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi masukan selama perkuliahan.

6. Bapak Dr. Sodikin, S.Pd, M.Si dan Anissa Windarti, M.Sc, selaku dosen

pembimbing skripsi yang seantiasa selalu memberikan arahan, dukungan,

(10)

iv

serta bimbingan dengan penuh kesabaran. Semoga selalu dimuliakan oleh Allah SWT.

7. Seluruh dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga.

8. Kedua orang tua tercinta Bapak Suyanto dan Ibu Susmiarti, yang tiada hentinya memberikan doa, kasih sayang serta nasihat. Juga kepada kedua kakak saya Tais Khuron dan Dwy Fardhani Sutardi yang selalu memberikan semangat dan doa.

9. Kepada teman-teman Pendidikan IPS 2016, khususnya kelas Geografi.

Terimakasih telah memberikan banyak pelajaran, kenangan, semangat dan dukungan selama ini.

10. Teman-teman Kosan, (Sandi L, Asnah Robiah, Bella Anissa). Terimakasih Telah membantu dan mengajarkan saya.

11. Teman-teman Halaqoh (Bunda Oryansih, Tika, Eli, Shelina, Kiki, Nawal).

Terimakasih karena selalu memberikan semangat dan dukungan.

12. Semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah memberikan masukan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan skripsi ini yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, waktu serta pemahaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca serta pihak-pihak yang memerlukan.

Jakarta, 29 Maret 2021

( Qori Aini )

(11)

v DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI UJI REFERENSI

SURAT PERNYATAAN ILMIAH

ABSTRAK i

ABSTRACK ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR Ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Identifikasi Masalah ………... 9

C. Pembatasan Masalah ………... 9

D. Rumusan Masalah ………... 9

E. Tujuan Penelitian ………... 9

F. Manfaat Penelitian ………... 10

BAB II KAJIAN TEORI …………...………... 11

A. Kajian Teoritis………... 11

1. Ruang Terbuka Hijau ………... 11

2. Penghijauan Kota ………... 12 a. Kebijakan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Wilayah Perkotaan………...

12

(12)

vi

b. Definisi RTH………..…………... 14 c. Kategorisasi RTH………... 14 3. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau……….………...

4. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau………...

a. Fungsi RTH sebagai Infrastruktur Hijau………...

b. Fungsi dan manfaat RTH………...

c. Pola dan Struktur Fungsional………...

5. Pengembangan Ruang Tebuka Hijau………...

6. Macam-Macam Ruang Terbuka Hijau………...

a. Ruang Terbuka Hijau Publik………...

b. Ruang Terbuka Hijau Privat………...

7. Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau………...

a. Pengelompokan tanaman berdasarkan aspek arsitektural dan artistic visual………...

b. Beberapa Karakteristik Tanaman dalam Membentuk Ruang………...

c. Pengelompokan Berdasarkan Pembentuk dan Ornamental Space………...

d. Pengelompokan Tanaman Berdasarkan Aspek

Horikultural………...

e. Kriteria Tanaman untuk RTH………...

8. Sistem Informasi Geografi………...

a. Pengertian ………...

b. Komponen SIG………...

c. Struktur Data Digital………...

9. Pemetaan Digital di dalam Sistem Informasi Geografis 10. Teori Evaluasi Ruang Terbuka Hijau………...

11. Hasil Penelitian Relevan………...

15 17 17 21 22 23 25 25 26 27

27

30

32

34

35

37

37

38

40

40

42

43

(13)

vii

12. Kerangka Berpikir………... 46

BAB III METODE PENELITIAN ………..………... 47

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... a. Lokasi Penelitian………... b. Waktu Penelitian………... 47 47 48 B. Metode Penelitian ………... 48

C. Bahan dan Alat ………... 49

D. Populasi dan Sampel ………... 49

E. Variabel ……….………... 50

F. Jenis dan Sumber Data ………... 50

G. Teknik Pengumpulan Data ………... 51

H. Teknik Ppengolahan Data ………... I. Teknik Analisis Data………... 53 56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 58

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ………...

1. Letak Geografis………...

2. Kondisi Fisik………...

3. Kondisi Sosial………...

58 58 60 70 B. Hasil Penelitian…..………...

1. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang

Selatan………...

a. Analisis Sebaran RTH di Kota Tangerang Selatan Tahun 2020………...

b. Sebaran Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peta

RTRW………...

c. Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau……...

d. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau………...

e. Wawancara Kondisi Ruang Terbuka Hijau Tahun

73

73

73

80

83

84

(14)

viii

2020………...

f. Pembahasan Hasil Penelitian………...

g. Keterbatasan Penelitian………...

89 93 98

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …………... 91

A. Kesimpulan ..………... 99

B. Implikasi ………..………... 99

C. Saran ………..………... 100

DAFTAR PUSTAKA... 101

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 105

(15)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir………..……… 46 Gambar 3.1

Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7

Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10

Peta Lokasi Penelitian ………..

Bagan cropping citra RTH………

Bagan analisis evaluasi RTH……….

Peta Administrasi Kota Tangerang Selatan………...

Peta Kemiringan Lereng Kota Tangerang Selatan…………

Peta Geologi Kota Tangerang Selatan………..

Peta Curah Hujan Kota Tangerang Selatan………...

Peta Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan………….

Peta Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Selatan……….

Peta Sebaran Titik Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Selatan………..

Peta Sebaran Titik Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Selatan ……….

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan……….

Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang Selatan tahun 2011- 2031 dan tahun 2020...

47 54 57 59 61 65 66 69 72

78

78 82

86

(16)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota

Tangerang Selatan 2010………...

6

Tabel 2.1 Penelitian Relevan……… 43 Tabel 3.1 Waktu Penelitian ….………...…….. 48 Tabel 4.1 Luas Kota Tangerang Selatan……….…….. 60 Tabel 4.2 Suhu Udara di Kota Tangerang Selatan…………..………. 63 Tabel 4.3 Curah Hujan di Kota Tangerang Selatan………. 64 Tabel 4.4 Luas Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan …... 68 Tabel 4.5 Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan……….. 71 Tabel 4.6 Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi

Citra……….

74

Tabel 4.7 Luas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan RTRW…………. 81 Tabel 4.8 Luas RTH Existing dan RTH RTRW Kota Tangerang

Selatan ……….

87

(17)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 70 Titik Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan………

106

Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5

Transkip Wawancara ………...

Form Wawancara………...

Lembar Uji Referensi……….

CV………..

113

125

132

137

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam perencanaan pembangunan perkotaan dapat diartikan bahwa pemenuhan kebutuhan pembangunan berkelanjutan harus memenuhi syarat pada kebijakan penataan ruang wilayah kota, yang mana kebijakan tersebut merupakan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang telah diatur dalam Undang-Undang Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007 1 , bahwa pada ketetapan yang diatur oleh undang-undang tersebut pada dasarnya penyediaan ruang terbuka hijau memiliki dua jenis ruang yaitu ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

Adapun ruang terbuka hijau harus memiliki syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu pembentukan penataan ruang, yang mana pada ruang terbuka hijau pada dasarnya diharuskan minimal memiliki 30% dari luas wilayah, yang membagi pada ruang terbuka hijau publik dengan presentasi minimal 20% dari luas wilayah, dan ruang terbuka hijau privat dengan presentasi minimal 10% dari luas wilayah tersebut hal ini telah disebutkan dalam Undang- undang Nomor 26 Tahun 2007 pada pasal 29. Maka dalam penentuan penataan ruang perkotaan yang memiliki kriteria sebagai kota hijau bisa dilihat pada presentase ketetapan tersebut. Bila mana pada ruang terbuka hijau di suatu perkotaan tidak mencapai kriteria minimum yaitu 30%, maka suatu wilayah perkotaan belum bisa dikatakan sebagai kota hijau. 2

Ruang terbuka hijau memiliki fungsi yang sangat baik bagi suatu wilayah, ruang terbuka hijau menjadi penyubang terbesar ruang udara yang segar dan sejuk. Hal ini yang menjadikan ruang terbuka hijau sebagai penyeimbang lingkungan atau sebagai paru-paru kota, dan juga menjaga keseimbangan

1 Undang-Undang Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007

2 Kiki Hidayat, Analisis Ruang Terbuka Hijau Publik di Kabupaten Pringsewu Tahun 2014,

Skripsi pada Universitas Lampung, 2016.

(19)

ekosistem. Dengan adanya ruang terbuka hijau oksigen menjadi lebih banyak, udara menjadi segar, dapat menyerap karbon dioksida dan menjadi lebih segar dan sejuk. Untuk mewujudkan keseimbangan tersebut dapat dilakukan dengan cara melaksanakan keseimbangan alam dan lingkungan buatan di perkotaan, serta meningkatkan kualitas hidup pada setiap lingkungan perkotaan agar menjadi lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman. RTH juga memiliki berfungsi sebagai pengendali pencemaran, kerusakan air, tanah, udara dan menjadi pelindung bagi keanekaragaman hayati, menjadi pengendali air tanah dan memiliki fungsi sosial, dan ekonomi yaitu sebagai tempat rekreasi di Kawasan perkotaan.

Seperti yang telah dijelaskan pada Al-Quran Surat Al-Hijr 15: Ayat 19-20







































"Dan Kami telah menghamparkan Bumi dan Kami pancangkan padanya gunung-gunung serta Kami tumbuhkan di sana segala sesuatu menurut ukuran.

Dan Kami telah menjadikan padanya sumber-sumber kehidupan untuk keperluanmu, dan (Kami ciptakan pula) makhluk-makhluk yang bukan kamu pemberi rezekinya." 3

Dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu menurut kadarnya. Alam membentang dengan luas dan datar, gunung, lembah, tanah, pasir, berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. 4

Dari penjelasan ayat di atas, dapat dilihat bahwa Allah SWT telah menyediakan alam untuk dimanfaatkan dengan baik oleh makhluk hidup, dan

3 Al-Quran Indonesia, Aplikasi Al-Quran Terjemah Bahasa Indonesia untuk Android & iOS

4 Nur Rahmawati Syamsiah, Konsep Arsitektur Islam Berkesinambungan dalam Membentuk

Kenyamanan Termal Taman Kota, Jurnal pada Universitas Muhamadiyah Surakarata, 2012

(20)

alam juga memiliki berbagai macam manfaat untuk kehidupan makhluknya, salah satunya berfungsi sebagai tempat penghijauan agar kesehatan mereka tetap terjaga. Oleh sebab itu, ketersediaan alam yang sudah Allah SWT sediakan harus dijaga semaksimal mungkin, karena pada dasarnya alam diperuntukan bagi kehidupan makhluk hidup untuk kehidupan yang lebih seimbang.

Ruang terbuka hijau sangatlah baik bagi kehidupan makhluk hidup.

Tetapi mayoritas pembangunan di Indonesia saat ini tidak mementingkan kondisi lingkungan. Dari data yang dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang menjelaskan bahwa baru sampai saat ini 13 dari 174 kota di Indonesia yang mengikuti program kota hijau dan memiliki tingkat presentase ruang terbuka hijau 30% atau lebih. Ketentuan agar kota tersebut dikatakan kota hijau yaitu minimal memiliki 30% dari luas wilayah tersebut. Dari 174 kota yang ikut program ruang hijau hanya 12 kota yang memiliki ruang terbuka hijau lebih dari 30%. Sisa kota tersebut hanya 6%-10%

saja. Di Indonesia masih sangat minimnya jumlah kota yang memiliki ruang

terbuka layak. Saat ini saja RTH di kota Bandung berdasarkan data Dinas

Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Pertahanan dan Pertamanan baru

mencapai 12,15% hingga 2015. Sedangkan RTH dikota besar lainnya seperti

Surabaya juga masih berada di kisaran 20%. Minimnya ruang terbuka hijau di

Indonesia yakni disebabkan oleh minimnya lahan yang di miliki oleh pemerintah

setempat untuk dikembangkan menjadi RTH. Pemerintah tidak memiliki dana

yang cukup untuk menambah ruang terbuka hijau. Hal ini yang mengakibatkan

minimnya ruang terbuka hijau di Indonesia.Kementrian PUPR juga mendorong

agar semua Pemkot mempunyai gagasan untuk mengembangkan kawasan

perkotaan yang ramah lingkungan. Dengan adanya kawasan perkotaan yang

ramah lingkungan maka Pemkot terus berusaha untuk menambah RTH dengan

membeli lahan serta memelihara lahan terbuka yang sudah ada untuk terus

dilakukan agar RTH tidak rusak atau hancur.

(21)

Penataan ruang perkotaan merupakan kewajiban bagi pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten atau kota, untuk melaksanakan kegiatan yang telah disusun. Kota Tangerang Selatan merupakan kota pemekaran dari kota Tangerang. Sampai akhirnya pada tanggal 26 November 2008, DPR RI mengeluarkan UU Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan sebagai Daerah yang dikelola oleh daerah itu sendiri. Seperti yang telah diatur dalam UndangUndang Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa ada beberapa urusan wajib yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dimana salah satunya adalah dalam aspek pekerjaan umum dan penataan ruang. 5

Dalam penataan ruang di daerah pemekaran harus memperhatikan beberapa aspek kehidupan, salah satu aspek tersebut adalah lingkungan hidup.

Maka dari itu dalam melakukan pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan adanya ruang terbuka hijau di setiap daerah. Saat pelaksaan program pembangunan tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya akan dihadapi dengan berbagai macam masalah yang dihadapi, seperti pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga membutuhkan bangunan bangunan yang baru untuk tempat tinggal mereka, sedangkan ketersediaan lahan yang kurang menjadi tantangan utama bagi pemenuhan kebutuhan tersebut.

Hal ini membuat banyaknya wilayah yang awalnya ruang terbuka hijau berubah alih fungsi menjadi lahan pemukiman. Pemerintah kota Tangerang Selatan pun telah mencantumkan rencana pembangunan RTH dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 – 2031, Dalam peraturan tersebut disebutkan tentang kebijakan pola ruang, kebijakan tersebut salah satunya meliputi tentang pengembangan kawasan lindung dengan meningkatkan kualitas kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi

5 Pasal 12 ayat (1) poin (c) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

(22)

perlindungannya sehingga terjaga kelestariannya, dan yang dijelaskan lagi lebih rinci dalam pasal 13 ayat (1) dimana salah satu strategi yang digunakan untuk mengembangkan kawasan lindung agar sesuai dengan fungsi perlindungannya sehingga tetap terjaga kelestariannya. salah satu rencananya adalah dengan meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau hingga mencapai 30% pada akhir tahun perencanaan yaitu tahun 2031.

Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan mengeklaim luasan ruang terbuka hijau (RTH) mencapai 20 persen dari total luasan wilayah Tangsel, yaitu sebesar 147,19 kilometer per segi. Klaim ini berdasarkan pemetaan citra satelit. Sedangkan pada “tahun 2017 lalu RTH Tangsel sudah 18 persen," kata Sekretaris Dinas LH Kota Tangsel, bapak Yepi Suherman. 6 Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa luasan RTH kota Tangsel termasuk luas area taman mencapai 13,6 hektare, terdiri dari 307 taman di tujuh kecamatan. Selain taman, RTH juga disumbang dari luas tutupan hijau, bantaran sungai, setu, dan area lahan pribadi warga sekitar dan pengembang.

Dari paparan ini dapat diketahui bahwa luasan daerah ruang terbuka hijau di kota Tangsel bisa mengalami peningkatan.

Pembangunan pemukiman di Kota Tangerang Selatan lebih di utamakan karena banyak warga yang bertempat tinggal di Kota Tangerang Selatan tetapi bekerja di DKI Jakarta. Dampak dari hal ini adalah semakin berkurangnya ruang terbuka hijau di karenakan tingginya kebutuhan warga untuk tempat tinggal, serta pembangunan akses dan jalan untuk mrnghubungkan jalan besar. Pada penelitian sebelumnya ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan memiliki luas RTH eksisting sebesar 39,968 Km2 atau sebesar 3996,85 Ha. Jika dilihat dari peresentasenya jumlah luas ruang terbuka hijau Kota Tangerang Selatan berada

6 Medcom.id, Tangsel klaim ruang terbuka hijau capai 20 persen (Diakses pada tanggal

03/12/2019, pukul 23,38 WIB)

(23)

pada angka 27,154%. 7 Dari data tersebut dapat di lihat bahwa ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan hampir mendekati sebagai kota ideal atau kota hijau.

Kota Tangerang Selatan memiliki 7 kecamatan yang meliputi 54 kelurahan, kecamatan dan kelurahan ini lah yang paling dekat dengan batas-batas wilayah. Seperti dapat di lihat bahwa batas wilayah Kota Tangsel di sebelah Utara ada Kota Tangerang dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, disebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor dan Kota Depok), di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan di sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Kota Depok) dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Luasan wilayah kota Tangerang Selatan adalah 147,19 KM 2 . Kota Tangerang selatan meliputi 7 kecamatan, seperti yang dapat di lihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1

Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan 2010

No Kecamatan

Jumlah Penduduk

(orang)

Luasan Wilayah

(Km 2 )

Kepadatan (Orang/

Km 2 )

1. Serpong 137,398 2.404 Ha 5.715

2. Serpong

Utara 126,291 1.784 Ha 7.079

3. Ciputat 195,900 1.838 Ha 10.658

4. Ciputat

Timur 183,330 1.543 Ha 11.881

5. Pondok Aren 307,154 2.988 Ha 10.280

7 Dzakiy Nasyith dkk, Analisis Ketersediaan Oksigen Untuk Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

di Kota Tangerang Selatan Tahun 2017, Jurnal pada Universitas Negeri Semarang, 2019

(24)

6. Pamulang 288,511 2.682 Ha 10.757

7. Setu 64,985 1.480 Ha 4.391

Jumlah 1,303,569 14.719 60.761

Sumber : Sensus Penduduk Kota Tangerang Selatan, 2010

Tangerang Selatan sendiri mempunyai slogan “Mari Menata Tangsel Rumah Kita Bersama” 8 . Dari slogan tersebut mengajak, menghimbau, mempromosikan kepada seluruh masyarakat untuk memberikan masukan, gagasan, dan perbuatan yang terbaik untuk Tangerang Selatan, karena secara simbolik daerah ini menjadi tempat tinggal dan beraktivitas bagi masyarakat kota Tangerang Selatan. Tidak hanya memiliki tapi masyarakat kota Tangsel harus mencintai daerahnya agar daerah tempat tinggalnya menjadi lebih nyaman dan damai.

Sebelumnya juga sudah ada sebuah aksi yang dilakukan oleh Masyarakat Peduli Lingkungan Kota atau disingkat menjadi (Malika), organisasi tersebut menggelar aksi teatrikal terkait minimnya ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Tangerang Selatan, Banten, dan buruknya kualitas udara di kota pemekaran Kabupaten Tangerang. 9 Masyarakat Peduli Lingkungan Kota (Malika) menggelar aksi ini untuk menujukan atau memberi tahu kepada masyarakat bahwa di kota Tangsel masih kurang akan adanya ruang terbuka hijau, hal ini lah yang mendasarkan aksi tersebut. Jika masyarakat mengetahui manfaat akan adanya ruang terbuka hijau maka hal ini dapat membantu perkembangan kota Tangsel dan kota Tangsel dapat dikatakan sebagai kota hijau.

Sebelumnya pada tanggal 3 Februari 2020 peneliti telah melakukan wawancara ke beberapa warga Kota Tangerang Selatan. Pada wawancara ini

8 tangerangnews.com, tangsel (Diakses pada tanggal 03/12/2019, pukul 23,38 WIB)

9 Medcom.id, Tangsel klaim ruang terbuka hijau capai 20 persen (Diakses pada tanggal 03/12/2019, pukul 23,38 WIB)

Lanjutan Tabel 1.1

(25)

peneliti menanyakan apakah masyarakat sudah mengetahui apa yang di maksud dengan RTH. Pada wawancara ini ada beberapa warga yang tidak mengetahui apa itu RTH. Seperti narasumber yang bernama Miftahul Mirja yang beralamat tempat tinggal di Jalan Legoso Raya, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, dalam isi wawancara narasumber menjawab bahwa beliau tidak mengetahui apa itu RTH sama halnya juga dengan narasumber yang bernama Adi Nugroho yang beralamat tempat tinggal di Jalan Mi’ih 1 RT04/03 Graha Raya, Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Dua narasumber ini masih belum mengetahui apa itu RTH. Hal inilah yang menjadi salah satu permasalahn pada penelitian ini untuk memberi tahukan kepada masyarakat tentang pentingnya ruang terbuka hijau (RTH) 10

Salah satu upaya penanggulangan kurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau di kota Tangsel adalah dengan memberikan informasi tentang daerah- daerah ruang terbuka hijau (RTH) untuk membantu memertakan RTH di Kota Tangsel berdasarkan data ruang terbuka hijau dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis dapat menentukan dimana saja letak daerah-daerah ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.

Oleh karena itu maka penelitian dengan judul “Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk pemetaan dan evaluasi ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan.” Dibuat untuk melihat persebaran dan ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.

B. Identifikasi Masalah

1. Perlu adanya evaluasi lebih lanjut tentang kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan yang mengakibatkan jumlah RTH terus berkurang 2. Penyediaan ruang terbuka hijau di Tangerang Selatan masih kurang untuk

mencapai 30% dari luas wilayah

10 Tanskip wawancara pada tanggal 3 Februari 2020

(26)

3. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat ruang terbuka hijau yang dapat menguntungkan masyarakat sekitar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan keterbatasan waktu dan biaya serta kemampuan yang di miliki, maka pembatasan masalah pada penelitian ini di maksudkan agar penelitian dan masalah yang dikaji tidak menyimpang atau melebar ke permasalahan lain. Batasan masalah dalam penelitian ini hanya mengkaji penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan didasarkan pada aspek luas wilayah sesuai dengan Undang-Undang Tata Ruang No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan idealnya memiliki luasan 30% dari luas wilayah tersebut.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan menjadi beberapa rumusan masalah yaitu

1. Bagaimana sebaran ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimana ketersediaan ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan?

E. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dibagi menjadi beberapa tujuan yaitu:

1. Dapat mengetahui sebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Tangerang Selatan

2. Dapat mengetahui ketersediaan ruang terbuka hijau di kota Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan

wawasan keilmuan pembaharu di dalam bidang geografi tentang pemetaan ruang

terbuka hijau untuk para peneliti lain.

(27)

2. Manfaat praktis a) Bagi Pendidikan

Penelitian ini bisa dijadikan bahan ajar untuk pembelajaran di sekolah khususnya pada mata pelajaran geografi materi Sistem Informasi Geografis.

b) Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat menambah jumlah koleksi peta ruang terbuka hijau yang ada di pemerintahan khususnya pada koleksi peta rencana tata ruang wilayah Kota Tangerang Selatan tahun 2020.

c) Bagi Masyarakat

Diharap masyarakat dapat mengetahui ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan sudah ideal atau belum.

d) Bagi Peneliti Lain

Diharapkan dapat memperluas wawasan berfikir sehingga dapat di

peroleh gambaran yang lebih jelas dengan kesesuaian fakta dan teori

yang dipelajari untuk melakukan penelitian selanjutnya.

(28)

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritis

1. Ruang Terbuka Hijau

Pengertian ruang terbuka hijau (RTH) dalam kajian ini adalah penempatan tumbuhan sebagai struktur ekosistem wilayah. Sebagai pembentukan struktur ekosistem wilayah, RTH mempunyai 2 parameter struktur yaitu luasan dan sebaran. RTH telah menjadi kesatuan program pembangunan dibanyak negara diintensifkan untuk mengatasi pemanasan global yang disebabkan peningkatan karbon dioksida di udara. Bahkan, dalam kerangka pelaksanaan perdagangan emisi karbon dunia maka percepatan pengadaan RTH dimaksudkan untuk meyerap karbon dioksida ke dalam jaringan tumbuhan. Beberapa program RTH juga difokuskan menggunakan tumbuhan pangan sebagai upaya untuk pengadaan bahan pangan dan pekerjaan sesuai tujuan pembangunan milennium 1

Beberapa definisi terkait RTH berdasarkan peraturan sebagai berikut:

a. Ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur yang dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan 2

b. Area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang penggunaanya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tumbuhan baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam 3

c. Bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tumbuhan dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang

1 Mangkoedihardjo, S dan Samudro, G. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

2 Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1998

3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

(29)

dihasilakn oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut 4

d. Semua lahan hijau yang terdapat pada suatu kota termasuk didalamnya jalur hijau pada jalan, taman, tempat bermain, lapangan, sepanjang sempadan sungai, lahan basah, pagar, halaman rumah, kuburan dan lainnya 5

e. Ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok dimana penggunanya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tumbuhan atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tumbuhan budidaya 6

2. Penghijauan Kota

a. Kebijakan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan

Sebagian besar materi pada sub bab ini mengacu pada tulisan yang berjudul “Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan”, makalah Lokakarya dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, diselenggarakan di Bogor 30 November 2005. Pengembangan sistem RTH di perkotan didasari atas beberapa pemikiran, antara lain:

1) Keterbatasan luasan kota versus kemajuan pembangunan kota.

Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai

4 Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005

5 Samudro, G., Mangkoedihardjo, S., Water equivalent method for city phytostructure of Indonesia. International Journal of Environmental Science and Technology. (2006).

6 Ludang Yetrie, Keragaman hayati ruang terbuka hijau berbasis pengetahuan ulayat di Kota

Palangka Raya, (Tangerang: An1image, 2017) hlm.7-8

(30)

bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan system utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidak nyamanan di lingkungan perkota-an. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan. 7

2) Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya kota dan juga efektifitas penggunaannya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya. Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.

3) RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi.

Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan

7 Alamsyah Flamin dan Winda Karmelita, Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Oksigen, Absorbsi Karbon Dioksida dan Pengendali Iklim Mikro di

Wilayah Perkotaan, Jurnal Universitas Halu Oleo Kendari, 2014

(31)

kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan, maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi dan keinginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsional ini.

4) Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsifungsi lingkungan.

5) Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya.

b. Definisi RTH

Ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur yang dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan 8

c. Kategorisasi RTH

Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi :

a. bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung)

b. bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).

8 Instruksi Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1998

(32)

Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi : a. RTH berbentuk kawasan/areal, meliputi RTH yang berbentuk

hutan (hutan kota, hutan lindung, hutan rekreasi), taman, lapangan OR, Kebun Raya, kebun Pembibitan, Kawasan Fungsional (RTH kawasan perdagangan, RTH kawasan perindustrian, RTH kawasan permukiman, RTH kawasan pertanian) RTH kawasan khusus (Hankam, perlindungan tata air, plasma nutfah, dan sebagainya).

b. RTH berbentuk jalur / koridor / linear, meliputi RTH koridor sungai, RTH sempadan danau, RTH sempadan pantai, RTH tepi jalur jalan, RTH tepi jalur kereta, RTH Sabuk hijau (green belt), dan sebagainya.

Berdasarkan status kepemilikan, RTH diklasifikasikan menjadi 2 kelompok:

a. RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah, dan

b. RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. 9

3. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau

Klasifikasi RTH menurut Inmendagri No.14 tahun 1988, yaitu:

taman kota, lapangan O.R, kawasan hutan kota, jalur hijau kota, perkuburan, pekarangan, dan RTH produktif. Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi perkotaan saat ini adalah kawasan hijau taman kota dan kawasan hijau lapangan olah raga. Taman kota dibutuhkan karena memiliki hampir semua fungsi RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau memiliki fungsi sebagai sarana untuk menciptakan kesehatan masyarakat

9 Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)

Hal.89- 92

(33)

selain itu bisa difungsikan sebagian dari fungsi RTH lainnya. Dinas Pertamanan mengklasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada kepentingan pengelolaannya adalah sebagai berikut :

1) Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memilikifungsi relaksasi.

2) Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi utama sebagai hutan raya.

3) Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan ruang terbuka hijau.

4) Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf.

5) Kawasan Hijau Pemakaman.

6) Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah- buahan.

7) Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.

8) Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri. 10

10 Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi

Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017, h.10, tidak dipublikasikan.

(34)

4. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau a. Fungsi RTH sebagai Infrastruktur Hijau

Fungsi RTH meliputi fungsi pelayanan fasilitas umum bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan aktif di dalamnya, seperti berinteraksi/berekreasi, berolahrga, berwisata hutan, dan lain-lain. Fungsi pengaman, peneduh, dan keindahan kota secara proporsional pada ruang- ruang kota, dan fungsi budidaya pertanian bagi kegiatan pertanian kota.

Fungsi lainnya adalah sebagai sabuk hijau (green belt) atau jalur hijau pembatas kawasan maupun pembatas wilayah. 11 Di samping itu, RTH sebagai infrastruktur hijau memiliki fungsi beragam, yaitu

1) Konservasi tanah dan air

Permukaan lahan yang tertutup perkerasan dan bangunan semakin hari semakin meluas seiring dengan perubahan lahan alami menjadi lahan terbangun. Keadaan ini menyebabkan air hujan tidak dapat meresap kedalam tanah (dangkal) terhambat, keberadaan RTH sangat penting untuk meresapkan air hujan kedalam tanah, menyuplai cadangan air tanah, dan mengaktifkan siklus hidrologi.

2) Ameliorasi iklim

Iklim di daerah perkotaan berkaitan dnegan suhu udara, kelembaban, aliran udara, dan penyinaran matahari itu mempengaruhi kenyamanan hidup manusia. Keberadaan tanaman dan unsur air ssebagai unsur utama RTH mampu menciptakan iklim mikro yang lebih baik.

3) Pengendali Pencemaran

Pencemaran di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan kota besar lainnya, pada umumnya tinggi. RTH

11 Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau, ( Jakarta, Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama, 2011) hal 101

(35)

mempunyai kemampuan mengendalikan pencemaran, baik pencemaran udara, air, maupun suara bising. Peningkatan bahan pencemar di udara, khususnya karbon dioksida akibat kegiatan industri dan kendaraan bermotor, dapat diserap tanaman dalam proses fotosintesis. Keberadaan RTH dapat mengendalikan bahan pencemar (polutan), sehingga tingkat pencemaran dapat ditekan dan konsentrasi karbon dioksida dapat berkurang.

4) Habitat satwa dan konservasi plasma nutfah

Dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat, RTH dapatdijadikan sebagai habitat satwa liar (burung, serangga), tempat konservasi plasma nutfah, dan keanekaragaman hayati. Keberadaan satwa liar di wilayah perkotaan memberi warna tersendiri bagi kehidupan warga kota dan menjadi indikator tingkat kesehatan lingkungan kota.

5) Sarana kesehatan dan olahraga

Melalui proses fotosintesis, tanaman menghasilkan oksigen, gas yang sangat dibutuhkan manusia untuk bernafas. Oleh karena itu, RTH yang dipenuhi pepohonan sering disebut sebagai paru-paru kota. Keberadaan RTH sangat berperan untuk menignkatkan kesehatan dan olahraga. 12

6) Sarana rekreasi dan wisata

Suasana kota yang sangat padat bangunannya dengan dinamika kehidupan yang serba cepat dan rutinitas pekerja sehari-hari membuat warga cepat jenuh. Warga membutuhkan suasana baru untuk bersantai dan keluar dari rutinitas sehari-hari. Mereka membutuhkan tempat rekreasi dan wisata alami. Tujuan lingkugan,

12 Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi

Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017, h 11-12, tidak dipublikasikan

(36)

taman kota, hutan kota, kebun binatang, kebun raya, maupun bentuk rekresi RTH lainnya sangat berperan mengembalikan keatifitas kehidupan waga dari rutinitas dan kejenuhan dalam bekerja. Oleh karena itu, keberadaan RTH memdukung ketersediaan RTH sebagai tempat sarana rekreasi dan interaksi sosial warga.

7) Area evakuasi bencana

Sering terjadinya bencana di Indonesia akhir-akhir ini, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, kebakaran, perlu pengembangan mitigasi bencana, dengan menyiapkan area terbuka di kawasan perkotaan yang dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi. RTH, seperti taman, halaman, lapangan bola, dapat digunakan sebagai area evaluasi warga saat terjadi bencana.

8) Pengendali tata ruang kota

RTH sebagai kawasan preservasi atau konservasi yang berbentuk jalur hijau dapat dijadikan alat pengendali tata ruang kota dengan fungsi sebagai sabuk hijau (green belt) atau jalur hijau pembatas kawasan mapun pembatas wilayah kota.

9) Estetika

Keberadaan RTH dapat meningkatkan daya tarik dan keindahan suatu kota. Tanaman memiliki bentuk, warna, dan tekstur beraneka ragam sehingga dapat menambah keindahan pemandangan lanskap kota. Disamping itu sebagai unsur yang hidup dan berkembang, tanaman dapat berubah dari waktu ke waktu (bersemi, berbunga, berbuah, rontok, dan sebagainya) sehingga menjadi daya tarik tersendiri. 13

13 Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi

Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017, h 12-13, tidak dipublikasikan

(37)

Unsur tanaman yang bersifat alami dapat memperlembut kesan keras (rigid), arsitektur bangunan di daerah perkotaan. Pemilihan jenis tanaman yang tepat dan tersedianya RTH yang memadai akan menunjang estetika kota. Unsur air diwujudkan menjadi air mancur, air terjun, kolam hias, dan benuk kolam lainnya untuk memperindah daya tarik lingkungan perkotaan 14

Adapun Fungsi ruang terbuka hijau beragam macamnya, diantaranya sebagai pendingin kota, penekanan dampak bencana, penyedia sumber energi alternative, penyedia sumber air tanah,

pemeliharaan keragaman hayati, mempertahankan estetika lingkungan dan pemulihan atau rehabilitasi lingkungan tercemar fungsi lain ruang terbuka hijau adalah:

a) Filter udara, sebagai sirkulasi daur oksigen perkotaan

b) Daerah tangkapan air, daerah resapan air yang menampung air hujan dan

c) Penyeimbang ekosistem kota, pemulihan daya dukung alam 15 Ruang terbuka hijau dapat berfungsi secara ekologi, social budaya, arsitektur dan ekonomi.

1) Secara ekologi, ruang terbuka hijau dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan menurunkan temperature kota. Contohnya sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dan lain-lain.

2) Secara social budaya, keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai tetenger kota yang berbudaya. Contohnya

14 Fachriani Nur, Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat. Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, h 13-14, tidak dipublikasikan

15 Badan Perencamaa Pembangunan Daerah Kota Blitar, 2007

(38)

seperti taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun raya, tempat pemakaman umum.

3) Secara arsitektur, ruang terbuka hijau (RTH) dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur- jalur hijau di jalan-jalan kota.

4) Secara ekonomi, ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan dna pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan lokal maupun asing 16

b. Fungsi dan manfaat RTH

RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi yang strategis.

Fungsi RTH dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan

2) fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi.

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. RTH fungsi ini merupakan perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

16 Ludang Yetrie, Keragaman hayati ruang terbuka hijau berbasis pengetahuan ulayat di

Kota Palangka Raya, (Tangerang: An1image, 2017) hlm.11-13

(39)

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas :

1) manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan, dan

2) manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

c. Pola dan Struktur Fungsional

Pola Pengamanan Ekologis Dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), implementasi infrastruktur hijau atau ... daerah 3 (flood proses- proses (catchment /GC and stormwater sehidrologis, resapan air (infilarea). Dipersungai, waduk, situ, Tujuannya adalah menyusun pola RTH pengendalian banjir, yaitu dengan menentukan daerah-daerah yang tidak boleh dibangun demi mempertahankan fungsi konservasi agar proses-proses hidrologi tetap dapat berlangsung. 17 Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya.

Pola RTH terdiri dari:

1) RTH struktural

RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris.

RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial

17 Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau, ( Jakarta, Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama, 2011) hal 111

(40)

sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman ke-camatan, taman kota, taman regional, dan seterusnya.

2) RTH non structural

RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir. 18

5. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

Pengalokasian 30% RTH ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RTRW Kota dan RTRW Kabupaten. Proporsi tersebut bertujuan untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Langkah-langkah strategi yang dapat dilakukan untuk menuju RTH 30%, diantaranya:

1) Menetapkan kawasan yang tidak boleh dibangun

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kawasan yang dipreservasi diantaranya habitat satwa liar, daerah dengan keanekaragaman hayati tinggi, daerah genangan dan penampungan air (water retention), daerah rawan longsor, tepian sungai dan tepian

18 Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)

Hal.92-94

(41)

pantai sebagai pengaman ekologis, dan daerah yang memiliki nilai pemandangan tinggi.

2) Membangun lahan hijau (hub) baru, perluasan RTH melalui pembelian lahan.

Pemerintah sebagai pemegang wewenang dalam suatu kota dapat melakukan strategi pembebasan lahan yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan taman lingkungan, taman kota, taman makam, lapangan olahraga, hutan kota, kebun raya, hutan mangrove dan situ/danau buatan 19

3) Mengembangkan koridor ruang hijau kota.

Koridor ruang hijau kota merupakan urban park connector yang menghubungkan RTH satu dengan lainnya di setiap kota. Koridor diciptakan dengan menanami pohon besar disepanjang potensi ruang hijau seperti pedestrian, sempadan sungai, tepian badan air situ dan waduk, sempadan rel kereta api dan dapat dijadikan sebagai transportasi kendaraan bermotor dan jalur wisata kota ramah lingkungan.

4) Mengakuisisi RTH privat, menjadikan bagian RTH kota.

Akuisisi dilakukan dengan menerapkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada lahan privat yang dimiliki masyarakat dan swasta pada pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah daerah 5) Peningkatan kualitas RTH kota melalui refungsi RTH eksisting.

Optimalisasi fungsi ekologis RTH eksisting diantara melalui revitalisasi kawasan hutan bakau, situ, danau maupun waduk sebagai daerah resapan air serta penanaman rumput pada taman lingkungan perumukiman yang diperkeras.

6) Menghijaukan bangunan (green roof / green wall).

19 Website P2KH, Strategi Peningkatang Ruang Terbuka Hijau (diakses pada 29/4/2020 pukul

3:51 WIB)

(42)

Keterbatasan lahan untuk dapat mengembangkan kawasan hijau dapat disiati dengan memanfaatkan ruang-ruang terbangun melalui penanaman tanaman pada atap ataupun tembok bangunan.

7) Menyusun kebijakan hijau

Pemerintah Daerah serta DPRD sebagai fungsi legislatif mendorong penyusunan dan penetapan perda terkait dengan RTH dan Rencana Induk RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum.

8) Memberdayakan komunitas hijau.

Partisipasi aktif masyarakat dalam komunitas hijau diberdayakan melalui pembuatan pemertaan komunitas hijau, penyusunan rencana tindak, dan kelembagaan peran komunitas hijau. 20

6. Macam-macam Ruang Terbuka Hijau a. Ruang Terbuka Hijau Publik

Ruang terbuka publik adalah suatu ruang luar yang terjadi dengan membatasi alam dan komponen-komponennya (bangunan) menggunakan elemen keras seperti pedestrian, jalan, plasa, pagar beton dan sebagainya., maupun elemen lunak seperti tanaman dan air sebagai unsur pelembut dalam lansekap dan merupakan wadah aktifitas masyarakat yang berbudaya dan kehidupan kota.

Adapun aktifitas yang dilakukan pada ruang terbuka publik ini bisa untuk rekreasi dan hiburan, bisa juga sebagai kegiatan industri wisata misalnya pameeran pembangunan, kegiatan promosi wisata dan kebudayaan yang dapat menarik pengunjung sebanyak mungkin seperti pemilihan ratu bunga atau kontes-kontes lain yang mengandung nuansa kepariwisataan dan pembangunan serta berbagai kegiatan lainnya. Akan tetapi pada prinsipnya ruang terbuka publik

20 Website P2KH, Strategi Peningkatang Ruang Terbuka Hijau (diakses pada 29/4/2020 pukul

3:51 WIB)

(43)

merupakan tempat dimana masyarakat dapat melakukan aktifitas sehubungan dengan kegiatan rekreasi dan hiburan bahkan dapat pula mengarah kepada jenis kegiatan hubungan sosial lainnya seperti untuk berjalan-jalan, untuk melepas lelah, duduk-duduk dengan santai, bisa juga pertemuan akbar pada saat-saat tertentu atau juga digunakan untuk upacara-upacara resmi, dapat pula dipadukan dengan tempat- tempat perdagangan 21

b. Ruang Terbuka Hijau Privat

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat atau Non Publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. Secara khusus, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial dan fungsi ekonomi.

Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. 22

7. Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau

Pada beberapa bahasan terdahulu sudah dikemukakan bahwa elemen vegetasi / tanaman merupakan unsur yang dominan dalam RTH / Ruang Hijau Kota / Urban Open Space. Vegetasi dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat

21 Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, Kota Yang Berkelanjutan, (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan), hlm. 78.

22 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html. (Diakses pada tanggal

03/12/2019, pukul 23.38 WIB).

(44)

menghadirkan estetika tertentu yang terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbukan dari daun, bunga maupun buahnya. Persyaratan umum tumbuhan untuk ditanam di wilayah perkotaan yaitu disenangi dan tidak membahayakan bagi warga kota, mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal, perakaran dalam agar tidak mudah tumbang, meningkatkan kualitas lingkungan kota dan dapat menghasilkan oksigen.

23 Guna mendapatkan keberhasilan pembangunan RTH, hendaknya dipilih tanaman berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul. Aspek hortikultural sangat penting dipertimbangkan dalam pemilihan jenis tanaman untuk RTH. Selain itu guna menunjang estetika urban design, pemilihan jenis vegetasi untuk RTH juga harus mempertimbakan aspek arsitektural dan artistik visual.

a. Pengelompokan Tanaman berdasarkan Aspek Arsitektural dan Artistik Visual

Berdasarkan fungsinya dalam lansekap secara umum, Hakim (1991) mengemukakan bahwa tanaman dapat berfungsi sebagai:

a) Pengontrol pemandangan ( Visual control ) b) Penghalang secara fisik ( Physical Bariers ) c) Pengontrol iklim ( Climate Control )

d) Pelindung dari erosi ( Erotion Control )

e) Memberikan nilai estetika ( Aesthetics Values )

Fungsi di atas dapat dipenuhi dengan melakukan pemilihan dan penataan tanaman sesuai karakter masing-masing tanaman.

23 Yetrie Ludang, Keragaman Hayati Ruang Terbuka Hijau Bebasis Pengetahuan Ulayat di

Kota Palangka Raya. (Tangerang, Penerbit An1mage : 2017)

(45)

1) Pengelompokan berdasarkan Bentuk Tajuk dan Struktur Tanaman

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengklasifikasikan tanaman secara arsitektural biasanya ditinjau dari tajuk, bentuk massa dan struktur tanaman. Menurut DPU (1996), pengertian dari beberapa istilah tersebut adalah:

a. Tajuk merupakan keseluruhan bentuk dan kelebaran maksimal tertentu dari ranting dan daun suatu tanaman.

b. Struktur Tanaman ialah bentuk tanaman yang terlihat secara keseluruhan.

Berdasarkan bentuk massa, tajuk dan struktur tanaman, Laurie (1986) dan Djuwita (2007) mengelompokkan tanaman menjadi :

a. Tanaman Pohon

Tanaman pohon adalah jenis tanaman berkayu yang biasanya mempunyai batang tunggal dan dicirikan dengan pertumbuhan yang sangat tinggi. Tanaman berkayu adalah tanaman yang membentuk batang sekunder dan jaringan xylem yang banyak. 24 Biasanya, tanaman pohon digunakan sebagai tanaman pelindung dan centre point. Flamboyan dan dadap merah termasuk jenis tanaman pohon. Namun demikian pengelompokan pohon lebih dicirikan oleh ketinggiannya yang mencapai lebih dari 8m.

b. Tanaman Perdu

Tanaman golongan perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek dengan batang yang cukup kaku dan kuat untuk menopang bagian-bagian tanaman. Golongan

24 Niniek Anggriani, Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, (Klaten: Yayasan Humaniora, 2011)

Hal.149

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua pendekatan analisis yaitu kualitatif dan kuantitatif, sesuai dengan tujuan penelitian, dalam penelitian ini terdapat

Gambar senyawa golongan flavonoid yang berhasil diisolasi dari daun genus Calophyllum yang berasal dari Malaysia, Sri Lanka dan Papua New Guinea ditunjukkan pada

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Kehadiran Ibu di Kelas Ibu Hamil dengan

Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: Uneversitas Pendidikan Indonesia, 2003. Sukardi, Metodologi

Sistem yang dibuat adalah sistem perencanaan anggaran biaya yang dapat menghitung biaya berdasarkan inputan dari user serta dapat memberikan rincian kegiatan dan semua

Tujuan Penelitian ini adalah untuk (1) Meningkatkan keterampilan poses sains mahasiswa; (2) Meningkatkan aktivitas mahasiswa; (3) Meningkatkan aktivitas dosen dengan

bagian penting di dalam pertunjukan wayang, memiliki fungsi dan makna filosofis yang tidak hanya terbatas pada pertunjukan wayang saja, tetapi juga berkaitan dengan aspek

Beberapa kajian terdahulu mendapati bahawa kurangnya pendedahan pengetahuan mengenai pengurusan baja adalah merupakan faktor yang signifikan terhadap pengeluaran BTS