• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dituliskan beberapa aspek teoritis berupa definisi, teorema dan sifat-sifat yang berhubungan dengan aljabar linear, struktur aljabar dan teori koding yang digunakan sebagai landasan teori untuk penulisan tesis ini.

2.1 Struktur Aljabar

Definisi 2.1.1 Operasi Biner

Operasi biner pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi dari S S yang membawa setiap (a,b) S S ke a b S yang unik. Jadi (a,b) a b. Karena a b juga berada dalam S maka dikatakan S tertutup di bawah operasi .

( Aliatiningtyas 2002) Definisi 2.1.2 Grup

Struktur aljabar G dengan operasi biner disebut grup jika memenuhi aksioma- aksioma berikut ini:

1. operasi bersifat assosiatif (x z = x y , , , . 2. ada unsur iden t e ti as , sehingga berlaku e , . 3. untuk setiap x ada unsur x-1 sehingga x x-1 = x-1 x = e.

(Aliatiningtyas 2002) Definisi 2.1.3 Subgrup

Misalkan G grup dan H . Maka H disebut subgrup dari G jika H grup di bawah operasi biner yang sama dengan G.( notasi: H ).

(Aliatiningtyas 2002) Teorema 2.1.4 ( teorema Langrange)

Jika G grup hingga dan H adalah subgrup G, maka order dari H membagi order dari G.

(Aliatiningtyas 2002) Definisi 2.1.4 Field

Suatu himpunan yang padanya didefinisikan operasi jumlah (+) dan operasi kali (.) disebut eld, notasi ( , +, . ), jika memenuhi sifat-sifat berikut:

   

fi

1. ( , + ) merupakan grup komutatif terhadap +, yaitu memenuhi sifat-sifat:

(2)

a. Assosiatif: ( , , ,

b. mempunyai unsur identitas: ( ! 0 0 0 ,

c. Setiap unsur dari mempunyai invers: ! , 0, 0, dalam hal ini

d. Komutatif: , .

2. ( , . ), dimana = \ 0 merupakan gru, p komutatif terhadap ., bersifat:

a. Assosiatif: , , ,

b. mempunyai uns identitas: (ur ! 1 1. . 1

c. Setiap unsur dari mempunyai invers:( ) ( ! ) 1, dalam hal ini dan

d. : ( , , .

3. Berlaku sifat distributif . terhadap + : , ,

atau .

(Guritman 2005) 2.1.5 Definisi Finite Field

Suatu field dikatakan berhingga (finite field) jika himpunannya memiliki banyak elemen yang berhingga. Order adalah banyaknya anggota .

(Menezes et al. 1997)

2.2. Aljabar linear

Definisi 2.2.1: Ruang Vektor

Misalkan merupakan field hingga dengan order . Himpunan tak kosong V (dengan penjumlahan vektor dan perkalian skalar oleh elemen ) merupakan ruang vektor dari jika untuk semua

Fq

Fq

q

Fq

,

u v V∈ dan untuk semua λ μ, ∈Fq, maka berlaku:

1. u v V+ ∈

2. (u v+ + = + + )) w u (v w

3. unsur 0 V dimana 0+ = = + ∀ ∈v v v 0, v V

4. ∀ ∈u V, ∃ − ∈u V dimana 0u+ − = = − +

( )

u

( )

u u

5. u v v u+ = + 6. λ⋅ ∈v V

(3)

   

7. λ⋅ +

(

u v

)

= ⋅ + ⋅λ u λ v

8.

(

λ μ+

)

⋅ =u λu+μ u

9.

( )

λμ ⋅ =u λ μ

(

u

)

10. Jika 1 merupakan unsur identitas untuk perkalian di Fq maka 1u =u.

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.2: Penjumlahan Vektor dan Perkalian Skalar di F qn

Misalkan F merupakan himpunan dari vektor-vektor dengan panjang yang qn unsur-unsurnya merupakan elemen dari , yaitu:

n

Fq Fqn =

{

u u u1, , , ,2 3 K un

}

;uiFq. Misalkan pula v=

(

v v1, , ,2 K vn

)

Fqn

{

v v1, ,K,2 v ,r

}

w=

(

w w1, 2, ,K wn

)

F , dan qn

Fq

λ∈ .

maka penjumlahan vektor di F didefinisikan sebagaiqn , sedangkan perkalian skalar didefinisikan sebagai

(

1 1, 2 2, , n n u w+ = v +w v +w K v +wF

(

1, 2, , n

)

qn.

v v v v F

λ⋅ = λ λ K λ ∈

)

q

q

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.3: Subruang (Subspace)

Suatu himpunan tak kosong dari ruang vektor V merupakan subruang (ruang bagian) dari V jika merupakan ruang vektor dan memiliki sifat penjumlahan vektor dan perkalian vektor yang sama dengan V .

C C

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.4: Kombinasi Linear

Misalkan V merupakan ruang vektor atas Fq, λiF sembarang, maka

1 1u 2 2u r ru

λ +λ +K+λ merupakan kombinasi linear dariu u K,1, ,2 ur.elemen V.

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.5: Bebas Linear

Misalkan V merupakan ruang vektor terhadap Fq, himpunan vektor

{

v v1, , ,2 K vr

}

dalam V dikatakan saling bebas linear jika

1 1v 2v2 r rv 0 1 2 r 0

λ +λ +K+λ = →λ λ= =K=λ = , tak bebas linear jika,

1 1v 2 2v r rv 0 i 0

λ +λ + +K λ = ∧ ∃ ≠λ .

(4)

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.6: Rentang Linear

Misalkan V merupakan ruang vektor atas Fq dan S =

{

v v1, , ,2 K vk

}

S

merupakan himpunan tak kosong dari V . Rentang linear dari didefinisikan sebagai

{

λ1 1 λ

}

= + 2 2 k k; q

S v v +K+λ v λiF . Jika S = ∅ maka didefinisikan S =

{ }

0 .

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.7: Basis

Misalkan V merupakan ruang vektor dari Fq. Himpunan tak kosong

{

1, ,2 k

}

B= v v K,v dari V dikatakan basis untuk V jika V = B dan B bebas linear Misalkan B=

{

v v1, , ,2 K vk

}

basis untuk V , maka sembarang vektor v dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor secara unik.

V

B

Teorema 2.2.1

Misalkan V merupakan ruang vektor atas Fq. Jika dim V

( )

= , maka: k

i. memiliki V qk elemen ii. memiliki V 1

(

0

1

!

k k i

i

q q

k

=

)

basis yang berbeda

(Ling & Xing 2004) Definisi 2.2.8: Hasil Kali Skalar

Misalkan V =

(

v v1, , ,2 K vn

)

Fqn, ,W =

(

w w1 2, ,K wn

)

F dan

V W V W v w1 1

n

q

. Hasil kali skalar (dot product) dari didefinisikan sebagai ⋅ = +v w2 2+ +K v wn nFq. Definisi 2.2.9: Komplemen Orthogonal

Misalkan V =

(

v v1, , ,2 K vn

)

Fqn, ,W =

(

w w1 2, ,K wn

)

Fqn

W

.

i. Vektor V dan dikatakan saling tegak lurus (orthogonal) jika V W⋅ = 0

ii. Misalkan merupakan himpunan bagian dari S F . Komplemen orthogonal dari qn , yaitu didefinisikan sebagai

S S S = ∈

{

v Fqn|v s⋅ = ∀ ∈0, s S

}

. Jika , maka didefinisikan . Jika merupakan subruang dari ruang vektor

S = ∅

n q n

S =Fq S F ,

maka S merupakan subruang dari ruang vektor F dan qn S =S

(Ling & Xing 2004)

(5)

   

Teorema 2.2.2

Diberikan ruang vektor F . Misalkan himpunan bagian dari qn S F . Maka qn

( ) ( )

dim S +dim S = n

(Ling S, Xing C. 2004)

2.3 Model Aljabar Kode Linear

Misalkan menotasikan vektor berdimensi n atas field biner 2= {0,1}.

Kode linear biner dengan panjang n didefinisikan sebagai sub ruang C dari . Anggota suatu kode disebut dengan kata kode (codeword). Kode linear C dengan panjang n dan dimensi k dinamakan kode linear dengan parameter [n, k]. Jika jarak minimum d diketahui maka C dinyatakan sebagai kode linear dengan parameter [n,k.d ]. Setiap kata kode dalam kode linear C memiliki panjang tetap n disebut blok yang terbagi menjadi dua bagian yaitu: simbol pesan dan simbol cek. Dimensi k merupakan panjang dari simbol pesan. Menurut Mac Williams dan Sloane (1981) setiap kode akan memiliki kata kode sebanyak 2k..

Definisi 2.3.1

Jarak (Hamming distance) antara dua vektor x,y , dinotasikan d(x,y), adalah banyaknya posisi digit dari x dan y dimana simbol mereka berbeda.

Jarak minimum (minimum hamming distance) dari suatu kode linear C didefinisikan: d(C) = min { d(x,y) | x,y C, x ≠ y }.

Definisi 2.3.2

Bobot (Hamming weight) dari suatu vektor x , dinotasikan , adalah banyaknya simbol taknol dalam x.

Bobot minimum (minimum hamming weight ) dari suatu kode C didefinisikan:

min { | x , ≠ 0 }.

Berdasarkan definisi 2.3.1 dan 2.3.2 maka diperoleh d(x,y)=

. ebagai ilustrasi, di dalam ruang , jika x =10011 dan y =11010, maka d(x,y) = 10011 11010 01001 2.

Proposisi 2.3.1

Jarak minimum dari suatu kode linear C adalah bobot minimum dari sembarang kata kode tak nol.

(6)

Bukti.

Perhatikan bahwa karena C linear, maka

d(C) = min { d(x,y) | x,y C, x ≠ y } = min { | x,y C, x ≠ y } = min ) | z C, z ≠ 0 } = . ( terbukti ).

Definisi 2.3.3

O ogonalrt dari C (dibaca : kode dual dari C , notasi ) , didefinisikan

= {y | x . y = 0 untuk setiap x C }. Dimana “.” adalah produk dalam standar pad a yang didefinisikan sebagai :

x . y = ∑ .   ,   = (  , , …..  ), y = ( , ,….  )  .

Dengan demikian , jika C berdimensi k , maka berdimensi r = n- k.

2.4 Matriks Cek Paritas

Suatu matriks H berukuran r x n yang semua barisnya merupakan suatu basis untuk disebut matriks cek paritas ( parity check matrix ) dari C.

Pengertian matrik paritas ini berimplikasi pada pendefinisian kode linear yang berkaitan dengan cara konstruksinya, yaitu C = { x | H = 0 }. Dengan kata lain, C adalah ker ( H).

Mengkonstruksi ( membuat ) kode linear dengan panjang n dan k sama artinya dengan mendefinisikan matriks cek paritas seperti yang dimaksud diatas.

Di samping itu matriks cek paritas berfungsi mengubah pesan menjadi katakode, dengan kata lain ia merupakan parameter didalam enkoding.

2.5 Enkoding Kode Linear

Enkoding kode linear dengan menggunakan matriks cek paritas H, diilustrasikan sebagai berikut. Diberikan blok simbol pesan dengan panjang k misalnya u =u u1 2... ,uk akan dienkode menjadi kata kode x = x x1 2...xn dimana

dengan menggunakan matriks cek paritas H yang telah didefinisikan sebelumnya. Maka, pertam kali id inis an

n k

a d ef ik

= , = , … =

dan diikuti dengan pendefinisian r= − simbol cek

(

n k

)

x xk+1 k+1...xn yang

(7)

   

n 0 x

⎜ ⎟ ⎜ ⎟

⎜ ⎟ ⎜ ⎟

⎝ ⎠ ⎝ ⎠ M M

nilainya bergantung pada nilai simbol pesan. Ketergantungan ini ditentukan oleh H dengan menyelesaikan SPL homogen berikut:

1 2

0 0 .

T

x x

⎛ ⎞ ⎛ ⎞

⎜ ⎟ ⎜ ⎟

⎜ ⎟ ⎜ ⎟

⇔ =

Hx = 0 H

Untuk memudahkan penyelesaian, matriks A biasanya diberikan dalam bentuk standar, yaitu

(

| r

)

.

H = A I

Dengan A adalah matriks biner berukuran dan Ir adalah matriks identitas berukuran Jika matriks H belum berbentuk standar, maka dilakukan operasi baris / kolom elementer untuk mendapatkan matriks ekivalen standarnya.

x , r k x .

r r

Berikut ini diilustrasikan proses kalkulasi enkoding dengan menggunakan H.

Didefinisikan matriks cek paritas H berikut:

0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1

⎛ ⎞

⎜ ⎟

⎜ ⎟

⎜ ⎟

⎝ ⎠

H = .

.

Dari ukuran H diperoleh n =6, n – k =3, sehingga k = 3. Terlihat bahwa H mempunyai bentuk standar dengan

0 1 1 1 0 1 1 1 0

⎛ ⎞

⎜ ⎟

⎜ ⎟

⎜ ⎟

⎝ ⎠

A =

Pesan u =u u u1 2 3 akan dienkode menjadi x =x x x x x x1 2 3 4 5 6. Hal ini dimulai dari

1 1, , ,2 2 3 3

x =u x =u x =u

kemudian x4, x5, x6 dipilih sehingga memenuhi sehingga diperoleh Sistem Persamaan Linear (SPL)

T , Hx = 0

2 3 4

1 3 5

1 2 6

0, 0, 0.

x x x

x x x

x x x

+ + =

+ + =

+ + =

(8)

dan disebut SPL cek paritas. Misalnya pesan u =110, maka x1 =1, dan dari SPL diperoleh

2 1, x =

3 0,

x =

4 5 6

1 1, 1 1,

1 1 1 1 0.

x x x

= − =

= − =

= − − = + =

Ini berarti H mengubah pesan menjadi katakode Secara keseluruhan, karena maka ada

110

u = x =110110.

3,

k = 23 =8 pesan berbeda yang bertindak sebagai input dalam enkoding, sehingga H mendefinisikan kode C dengan anggota 8 katakode

C = {000000, 001110, 010101, 011011, 100011, 101101, 110110, 111000} 

Selain menggunakan matriks cek paritas H, untuk mengkonstruksi C juga dapat menggunakan matriks generator dari C, biasanya dinotasikan dengan G.

Semua baris dari G merupakan basis untuk C. Akibatnya G berukuran k x n dan setiap kata kode merupakan kombinasi linear dari semua vektor baris dari G, dengan kata lain

C = Span({ , , …. })

Dimana { , , …. } adalah himpunan semua baris dari G, hubungan antara H dan G dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:  

G HT = HGT 2.6 Dasar-dasar konstruksi kode

2.6.1 Penambahan pada matriks cek paritas (Adding an overall parity check/Extending a code)

Misalkan C adalah suatu kode linear biner dengan parameter

[

n k d , ,

]

yang beberapa kata kode nya berbobot ganjil. Dari kode tersebut akan dibentuk kode baru dengan menambahkan bit "0" di akhir kata kode yang berbobot genap, dan bit "1 di akhir kata kode yang berbobot ganjil.

Cˆ

"

Dengan penambahan ini, jarak tiap pasang kata kode menjadi genap. Jika jarak minimum kode ganjil, maka kode yang baru memiliki jarak minimum , sehingga memiliki parameter

C d+1

Cˆ

[

n+1, ,k d+ . Secara umum, proses 1

]

penambahan simbol pada matriks cek paritas disebut sebagai extending a code.

(Williams & Sloane 1981)

(9)

   

C

2.6.2 Pemotongan kode dengan cara menghapus koordinat tertentu (Puncturing a code by deleting coordinates)

Misalkan adalah suatu kode linear. Proses pemotongan kode (puncturing) merupakan invers/kebalikan dari proses memperluas kode (extending a code). Proses ini menghapus satu atau lebih koordinat dari setiap kata kode.

Ketika suatu koordinat dihapus, panjang dan jarak minimum dari kode akan berkurang satu (namun, pada kasus tertentu, ada kalanya jarak minimum tetap).

Dengan kata lain, jika kode awal C memiliki parameter

[

n k d , kode yang baru , ,

]

memiliki parameter

[

C* n1, ,k d− . 1

]

(Williams & Sloane 1981)

2.6.3 Penghapusan dengan cara menghilangkan beberapa kata kode (Expurgating by thowing away codewords)

Misalkan kode linear biner C memiliki parameter

[

n k d dan memiliki , ,

]

kata kode dengan bobot ganjil dan genap. Kata kode dengan bobot ganjil dapat dihapus untuk mendapatkan kode baru dengan parameter

[

n k, 1, 'd

]

. Pada

umumnya d'>d

(Williams & Sloane 1981)

2.6.4 Memperbesar suatu kode dengan cara menambahkan kata kode baru ( Augmenting by adding new codeword)

Salah satu cara untuk memperbesar suatu kode adalah dengan cara menambahkan satu baris vektor 1 pada matriks generator. Jika adalah suatu kode dengan parameter

[

C

]

n k d dan tidak memiliki kata kode 1 (vektor satu), , , kode yang telah diperbesar berbentuk C( )a = ∪ +C

(

1 C

)

(C mengandung/memiliki kata kode dari kode ( )a C beserta komplemennya).

Dengan demikian C memiliki parameter ( )a ⎡⎣n k, +1,d( )a ⎤⎦ , dengan

( ) min

{

, '

}

d a = d nd , d'=bobot terbesar dari kata kode di . C

(Williams & Sloane 1981)

(10)

C

2.6.5 Memperpanjang suatu kode dengan menambahkan simbol pesan (Lengthening by adding message symbols)

Untuk memperpanjang suatu kode linear , dapat dilakukan dengan cara menambahkan kata kode baru, yaitu vektor 1 (augmenting a code). Setelah itu, dilanjutkan dengan memperluas (extending) kode sebanyak satu bit. Proses ini akan menambah satu simbol pesan

(Williams & Sloane. 1981)

2.6.6 Memperpendek kode (Shortening a code)

Memperpendek kode merupakan invers/kebalikan dari proses memperpanjang suatu kode (length a code). Untuk memperpendek suatu kode, diambil kata kode yang dimulai dengan x1=0 (symbol pertama = 0). Selanjutnya koordinat dari x1 dihapus. Proses seperti ini disebut mengambil cross-section dari suatu kode (taking a cross-section of the code).

(Williams & Sloane 1981)

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala berkat serta segala rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas

Dari hasil penelitian pengaruh ekstrak buah mengkudu terhadap histopatologi testis tikus putih setelah menghirup asap rokok dapat disimpulkan, bahwa penggunaan ekstrak

Video dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif media yang bisa meningkatkan keterampilan mahasiswa terutama untuk memahami materi yang memerlukan skill misalnya

Dalam Bab I akan diuraikan mengenai alasan pemilihan judul yang digunakan oleh peneliti untuk mengangkat masalah perlindungan pada korban. Adanya masalah tersebut

• Pembacaan pergeseran masa karena pengaruh perubahan g dilakukan dengan menambahkan sistem optik untuk mengamati perubahan pantulan cahaya oleh cermin yang dipasang pada

Selain menggunakan ketiga aplikasi maupun situs pembuat aplikasi online di atas, Jaka juga punya beberapa situs lainnya yang bisa kamu gunakan tanpa memerlukan skill coding?. Di

Telah dilakukan penelitian tentang perbedaan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene menggunakan chlorhexidine 0,2% dibandingkan povidone iodine 1% pada

RLE ( Run Length Encoding ) adalah proses serangkaian simbol yang berurutan dikodekan menjadi suatu kode yang terdiri dari simbol tersebut dan jumlah