• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

11   

LANDASAN TEORI

2.1. Good Corporate Governance 2.1.1 Definisi Good Corporate Governance

Menurut Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) yang dimaksud dengan good corporate governance adalah:

“Struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja”.

Definisi corporate governance menurut FCGI, adalah:

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan”.

Jika kondisi good corporate governance dapat dicapai dengan baik, maka akan terwujud negara yang bersih dan responsif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan seperti, kreditur, supplier, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas (Hidayah: 2008).

(2)

2.1.2. Tujuan Good Corporate Governance

Tujuan good corporate governance yang dinyatakan oleh Aldridge dan Sutojo (2005:5) adalah :

1. Melidungi hak dan kepentingan pemegang saham.

The Indonesian Code for Good Corporate Governance (ICGCG) menetapkan ketentuan bahwa hak dan kepentingan para pemegang saham perusahaan wajib dilindungi. Termasuk dalam hak para pemegang saham, menurut ICGCG adalah (1) Menghadiri rapat umum pemegang saham dan mengeluarkan pendapat (vote) tentang keputusan – keputusan rapat, (2)Memperoleh informasi tentang perusahaan secara regular dan tepat waktu, (3) Secara proposional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki, menerima deviden.

2. Melindungi hak dan kepentingan para stakeholder non – pemegang saham.

ICGCG juga menganjurkan perusahaan melindungi hak dan kepentingan stakeholders. Dalam rangka melindungi hak dan kepentingan stakeholders, perusahaan wajib menyampaikan informasi penting perusahaan bekerjasama dengan stakeholders demi tercapainya manfaat yang dikehendaki bersama.

3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

Tujuan ketiga good corporate governance adalah meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang sahamnya. Peningkatan nilai perusahaan antara lain dinilai oleh peningkatan nilai modal sendiri. Modal sendiri adalah sumber dana perusahaan yang dimiliki para pemegang sahamnya.

(3)

4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus (Board of Directors) dan manajemen perusahaan.

Dengan penerapan good corporate governance, Chairman dan para anggota Board of Directors secara kolektif maupun individual mempunyai pengetahuan yang dalam tentang bidang usaha perusahaannya. Dengan demikian mereka dapat membimbing anggota manajemen perusahaan lebih efektif.

5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

Good corporate governance mendorong para anggota Board of Directors dan manajemen perusahaan untuk selalu mengetengahkan etika bisnis dan moral, ketentuan hukum yang berlaku dan kepetingan masyarakat dalam setiap tindakan dan keputusan penting dalam suatu perusahaan.

2.1.3. Penelitian Terdahulu

1. McConomy dan Bujaki (2002) melakukan penelitian di Kanada tentang corporate governance. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan sistem tata kelola perusahaan yang baik dapat disebut sebagai proses dan struktur yang digunakan secara langsung oleh perusahaan bisnis. Praktik tata kelola perusahaan yang baik memberikan manfaat baik bagi perusahaan maupun pemegang saham.

(4)

2. Johnson dkk (2000) melakukan penelitian dengan menggunakan sample penelitian sebanyak 25 negara yang sedang berkembang pasar modalnya (emerging market), termasuk Indonesia didalamnya memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan pada masa krisis Asia.

3. Drobetz et al. (2003) melakukan penelitian terhadap perusahaan- perusahaan yang listing di pasar modal Jerman, yang melaksanakan good corporate governance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh 23 penerapan good corporate governance terhadap kinerja saham yang diukur dengan menggunakan expected stock return. Perusahaan sampel yang dilibatkan dalam penelitian tersebut sebanyak 91 perusahaan, dengan periode pengamatan selama 50 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap expected return. Selain itu, dalam penelitian ini juga diketahui bahwa good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap firm value, sales growth, dan price earnings ratio.

4. Alexakis et al. (2006) melakukan penelitian terhadap perusahaan- perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan corporate governance secara baik mengalami peningkatan rata-rata return saham, dan mengalami penurunan risiko yang signifikan.

(5)

5. Arcay dan Va´zquez (2005) melakukan penelitian untuk menguji keterkaitan antara good corporate governance dengan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) pada 117 perusahaan yang terdaftar di Actualidad Eco'nomica Index di Spanyol. Hasil penelitian mereka menunjukkan denganadopsi sejumlah praktek tata kelola yang baik seperti penunjukkan direktur independen, pembentukan komite audit, partisipasi dewan direksi didalam perusahaan, dan pembentukan rencana opsi saham sebagai sarana remunerasi direktur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) perusahaan. Seperti yang diharapkan, direksi independen dan komite audit melakukan fungsi pengawasan terhadap dewan direksi, sehingga perusahaan menjadi lebih responsif terhadap tuntutan stakeholder untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Hasil penelitian mereka memberi kesan bahwa kedua mekanisme good corporate governance tersebut memberikan kontribusi pada keselarasan antara manajer dan kepentingan pemegang saham, karena keduanya dapat mengurangi keengganan manajemen untuk mengungkapkan informasi secara sukarela.

6. Baek, Kang, Park (2001) dalam penelitian mereka yang berjudul

“Corporate governance and firm value: evidence from the Korean financial crisis”, dengan menggunakan sample sebanyak 644 perusahaan nonfinansial Bursa Efek Korea (KSE) antara November 1997 dan Desember 1998. Perusahaan dengan kepemilikan saham investor asing lebih besar mengalami penurunan lebih kecil dalam nilai saham mereka.

(6)

Perusahaan yang lebih tinggi kualitas pengungkapan dan alternatif sumber pembiayaan eksternal juga tidak terlalu kesulitan pada saat terjadi krisis.

Sebaliknya, perusahaan dengan kepemilikan saham terkonsentrasi menunjukkan penurunan lebih besar dalam nilai saham mereka. Sejauh mana nilai perusahaan dipengaruhi oleh tata kelola perusahaan, tergantung bagaiman praktek corporate governance di dalam perusahaan selama krisis yang terjadi di Korea.

2.2. Kinerja Perusahaan

Menurut Newel dan Wilson (2002) dalam artikelnya yang berjudul “A Premium for Good Governance” menyatakan bahwa secara teoritis praktek good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan diantaranya meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang merugikan akibat tindakan pengelola yang cenderung menguntungkan diri sendiri dan umumnya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Pendapat lain juga menyatakan salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Brigham dan Houston: 2001).

Kinerja merupakan cerminan dan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(7)

(1995), kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kinerja suatu perusahaan.

Penilaian kinerja merupakan suatu usaha untuk mengukur (secara kuantitatif) efektifitas dan efisiensi operasi/kegiatan sebuah unit usaha selama periode tertentu.

Karena dengan hal tersebut dapat diperoleh informasi yang dapat mengarahkan kepentingan manajemen di masa depan untuk bertindak korektif dan melaksanakan perbaikan sistem perusahaan guna tercapainya visi dan misi perusahaan.

Keuangan suatu perusahaan ditentukan melalui sejauh mana keseriusan perusahaan didalam menerapkan good corporate governance. Secara teoritis praktik good corporate governance dapat meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan dirinya sendiri, umumnya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerjanya.

Penelitian yang menguji good corporate governance dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan, antara lain:

1. Bauer et al. (2003) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan di Eropa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan good corporate governance terhadap firm valuation yang diproksi dengan Tobins' Q dan kinerja perusahaan yang diproxy dengan ROE dan NPM.

Sampel yang dgunakan dalam penelitian tersebut adalah perusahaan- perusahaan yang termasuk dalam FTSE Eurotop 300 selama periode 2000 sampai dengan 2001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan

(8)

good corporate governance berpengaruh signifikan terhadap Tobins' Q, ROE dan NPM.

2. Brown dan Caylor (2004) melakukan penelitian terhadap perusahaan- perusahaan yang listing di New York Stock Exchange dan menerapkan good corporate governance. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance terhadap kinerja perusahaan (yang diproxy dengan ROE, Net Profit Margin, Sales Growth, dan Tobins’ Q). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

3. Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan data dari laporan Credit Lyonnals 25 Securities Asia (CLSA) yang berupa pemeringkatan penerapan corporate governance untuk 495 perusahaan di 25 negara, dalam penelitian ini kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan Tobins’Q sebagai ukuran penilaian pasar dan Return On Assets (ROA) sebagai ukuran kinerja operasional perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan corporate governance yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di negara-negara yang lingkungan hukumnya buruk.

(9)

2.3. Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Menurut Egon Zehnder International (2000), Dewan Komisaris - merupakan inti dari corporate governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan memberikan petunjuk serta arahan pada pengelola perusahaan.

Mengingat manajemen yang bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan.

Penelitian mengenai hubungan antara independensi dewan komisaris dengan kinerja perusahaan sudah banyak dilakukan, salah satunya hasil penelitian Daily dan Dalton (1994) yang menyatakan dengan memilki jumlah komisaris independen yang cukup akan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja perusahaan. Dewan komisaris diharapkan dapat bertindak independen dan kritis, baik antara satu sama lain, maupun terhadap direksi. Independen disini berarti komisaris bukan sekedar rubberstamp dari direksi tetapi aktif dalam mempertimbangkan (review) bahkan mengkritisi (challenge) kebijakan strategik direksi, dengan kata lain komisaris harus mampu untuk memberikan pandangan yang bersifat independen terhadap direksi (Daniri: 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Barnhart & Rosenstein (1998)

(10)

mengenai “Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance”

membuktikan bahwa semakin tinggi perwakilan dari outside director (komisaris independen) maka semakin tinggi independensi dan efektifitas corporate board sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Definisi komisaris independen menurut ketentuan Bapepam No. Kep- 29/PM/2004, adalah:

“Anggota Komisaris yang berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik, tidak mempunyai saham, baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik, tidak mempunyai afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik serta tidak memiliki hubungan usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.”

2.3.1. Kriteria Dewan Komisaris Independen

Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia melalui peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai berikut:

1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) Perusahaan Tercatat yang bersangkutan.

2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan.

(11)

3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan.

4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2.3.2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris Independen

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance terdapat beberapa tanggung jawab dewan komisaris independen, diantaranya:

1. Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

2. Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka komisaris independen harus secara proaktif mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

(12)

a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut.

b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer- manajer profesional.

c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik.

d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.

e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik.

f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik.

3. Tugas Komisaris independen sebagaimana yang dimaksud pada butir 2.f diatas antara lain berupa:

a. Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan perusahaan.

b. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder yang lain.

c. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan adil.

(13)

d. Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku.

e. Menjamin akuntabilitas organ perseroan.

2.3.3. Penelitian Terdahulu

1. Weir dan Laing (2001) berpendapat bahwa di Inggris struktur governance yang terdiri dari sejumlah komisaris independen dan komisaris non executive pada perusahaan yang tidak berafiliasi mempunyai hubungan dengan kinerja perusahaan.

2. Lefort dan Urzúa (2007), penelitian mereka terhadap perusahaan- perusahaan yang ada di Chile menunjukkan, proporsi direktur independen mempengaruhi nilai perusahaan. Ketika menganalisis secara terpisah proporsi direksi di luar dan profesional, hanya proporsi direksi di luar tampaknya mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan untuk menguranngi konflik keagenan, dengan memperhatikan arus kas dan hak suara di pemegang saham pengendali, dan memiliki direksi independen di perusahaan, dalam upaya untuk meningkatkan tata kelola perusahaan dan memperbaiki masalah keagenan. Direktur independen dibutuhkan dalam hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

3. Mayangsari dan Sudibyo (2005) melakukan penelitian pada perusahaan- perusahaan yang ada di Indonesia dan menemukan bahwa kecurangan dapat berupa manipulasi pendapatan oleh manajer. Sehingga dalam hal ini peran komisaris independen sangat penting karena dapat mengurangi resiko

(14)

audit. Semakin rendah resiko audit, semakin rendah resiko auditor terkena tuntutan hukum. Dan semakin tinggi resiko audit maka semakin tinggi resiko auditor terkena tuntutan hukum.

Berdasarkan hasil diskusi diatas, maka hipotesa pertama yaitu:

HA1: Terdapat keterkaitan antara dewan komisaris independen dengan nilai perusahaan.

2.4. Komite Audit

Komite audit di perusahaan publik memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan good corporate governance. Komite audit merupakan "mata" dan

"telinga" dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan.

Keberadaan komite audit yang efektif merupakan salah satu aspek penilaian dalam implementasi good corporate governance. Untuk mewujudkan prinsip good corporate governance di suatu perusahaan publik, diharapkan prinsip independensi (independency), transparansi dan pengungkapan (transparency & disclosure), akuntabilitas (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility), serta kewajaran (fairness) menjadi landasan utama dalam aktivitas komite. Kehadiran komite audit telah mendapat respon yang cukup positif dari berbagai pihak, antara lain pemerintah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), Bursa Efek Indonesia (BEI), para investor, profesi penasehat

(15)

hukum (advokat), profesi akuntan serta perusahaan penilai independen (independent appraisal company) (Effendi:2008).

Konsep komite audit mulai diperkenalkan kepada dunia usaha di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, New York Stock Exchange (NYSE) mulai mewajibkan keberadaan komite audit sebagai persyaratan pencatatan, sejak itu banyak negara yang membuat ketentuan mengenai komite audit diantaranya dalam Code of Best Practices, peraturan perundangan, maupun persyaratan pencatatan di Bursa. Sejalan dengan kecendrungan internasional ini di Indonesia juga telah ditetapkan melalui Pedoman Good Corporate Governance yang diterbitkan pada bulan Mei 2002 (Toha:2004).

Menurut peraturan BAPEPAM-LK (Nomor:SE/03PM/2000) yang dimaksud dengan komite audit adalah:

“Komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang tugasnya membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat professional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan”.

Price Waterhouse (1980) menyatakan bahwa investor, analis dan regulator menganggap komite audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan keuangan. Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi secara umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi

(16)

yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan ilegal.

2.4.1. Ketentuan Pembentukan Komite Audit

Berdasarkan Surat Edaran dari Direksi PT. Bursa Efek Indonesia No. SE- 008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit, disebutkan bahwa:

1. Jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, termasuk ketua komite audit.

2. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris hanya sebanyak 1 (satu) orang. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus menjadi ketua komite audit.

3. Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal yang independen. Yang dimaksud pihak eksternal adalah pihak diluar Perusahaan Tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi dan karyawan Perusahaan Tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak diluar Perusahaan Tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan Perusahaan Tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham utama Perusahaan Tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun

(17)

3.4.2. Peranan dan Tanggung Jawab Komite Audit

1. Pelaporan Keuangan

a) Pengawasan atas proses penyusunan laporan keuangan dengan menekankan agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku telah terpenuhi.

b) Menelaah laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar dan konsisten dengan informasi lainnya yang telah diketahui oleh anggota komite audit.

c) Mengawasi pelaksanaan audit laporan keuangan oleh auditor eksternal dan menilai mutu pekerjaan dan kewajaran biaya audit (auditor’s fee) yang diajukan oleh pihal auditor eksternal.

2. Corporate Governance

Tanggung jawab komite audit dibidang corporate governance adalah memberikan kepastian, bahwa perusahaan telah melaksanakan secara layak seluruh undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan urusan dengan pantas dan mempertahankan kontrol yang efektif terhadap benturan kepentingan dan manipulasi terhadap pegawai. Dalam hal corporate governance peran dan tanggung jawab komite audit juga termasuk:

a) Mengawasi proses penerapan corporate governance.

b) Memastikan bahwa manajemen senior secara aktif mensosialisasikan budaya corporate governance.

c) Memonitor bahwa Code of Conduct telah dilaksanakan secara konsekuen.

(18)

d) Memahami semua pokok persoalan maupun isu-isu yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja finansial maupun non-finansial dari perusahaan.

e) Membantu perusahaan mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.

f) Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi pelaksanaan corporate governance dan temuan lainnya.

2.4.3. Penelitian Terdahulu

1. Park, Choi, dan Jeon (2004) menunjukkan bahwa keberadaan komite audit dapat mencegah perusahaan untuk melakukan manipulasi pendapatan yang dapat berakibat pada pengungkapan laporan keuangan yang tidak wajar.

Jadi secara tidak langsung keberadaan komite audit dapat mengurangi resiko audit.

2. Korn & Ferry International (1989) melakukan penelitian pada perusahaan- perusahaan yang ada di Amerika, ternyata 98% perusahaan Amerika yang disurvei telah memiliki komite audit. Di Amerika Serikat eksistensi komite audit selain membawa dampak internal juga membawa dampak eksternal bagi perusahaan. Harga saham perusahaan yang telah memiliki komite auditnya cenderung lebih diminati oleh para investor. Pada saat ini hampir semua perusahaan di Amerika Serikat terdapat komite audit, padahal tidak terdapat satu pun ketentuan hukum yang mengikat bahwa keberadaan tersebut merupakan suatu keharusan (mandatory). Rekomendasi dari kongres di Amerika Serikat, SEC dan AICPA, maupun persyaratan yang

(19)

ditetapkan oleh New York Stock Exchange, bukan sebagai produk hukum (required by law) karena sifatnya hanya sebatas anjuran saja. Oleh karena itu dengan dibentuk komite audit di perusahaan dapat dipandang sebagai persyaratan mekanisme pasar (required by the market) dalam rangka mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi, auditing, serta sistem pengendalian yang lain, sehingga unsur-unsur pengendalian tersebut tetap berjalan secara optimal dalam sistem ekonomi pasar.

3. Puri, Trehan, Kakkar (2009) dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa komite audit merupakan alat yang efektif untuk memastikan tata kelola perusahaan yang baik berjalan dengan baik dan diikuti oleh sektor korporasi India. Baik dalam bidang pelaporan keuangan atau internal/eksternal audit, memastikan transparansi total di semua bagian di semua tingkatan sehingga berpotensi untuk memuaskan investor yang ada. Semua perusahaan yang diteliti telah membentuk komite audit dengan memiliki representasi utama dari direktur non-eksekutif independen. Hal ini menunjukkan bahwa ada perwakilan independen dari komite audit.

Berdasarkan diskusi diatas, maka hipotesa kedua adalah:

HA2: Terdapat keterkaitan antara komite audit dengan nilai perusahaan.

(20)

2.5. Kualitas Audit

Audit merupakan salah satu elemen yang penting dalam menciptakan efisiensi pasar modal, karena audit dapat meningkatkan kredibilitas informasi keuangan yang secara langsung dapat menciptakan tata kelola perusahaan yang lebih baik melalui pelaporan keuangan yang lebih transparan (Francis et al.,2003; Sloan,2001).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap kualitas audit. Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan kualitas auditor berdasarkan perbedaan Big 4 dan Non-Big 4, ada juga yang menggunakan spesialisasi industri auditor untuk memberi nilai bagi kualitas audit ini seperti penelitian Mayangsari (2003). Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox:2002) hal ini didukung dengan hasil penelitian DeAngelo (1981) yang dikutip dari penelitian Lennox (2002) mengemukakan bahwa KAP yang besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang kecil.

De Angelo (1981) mendefinisikan audit quality (kualitas audit) sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas penemuan suatu pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi auditor tersebut.

Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang

(21)

dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar auditing. Standar auditing mencakup mutu profesional (profesional qualities) auditor independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan auditor.

1. Standar Umum: auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independepensi dalam sikap mental dan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama.

2. Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan: perencanaan dan supervisi audit, pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern, dan bukti audit yang cukup dan kompeten.

3. Standar pelaporan: pernyataan apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai ketidakkonsistensian penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pengungkapan informatif dalam laporan keuangan, dan pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa adanya hubungan antara kualitas audit dengan ukuran perusahaan audit. Hubungan tersebut terjadi dalam kaitannya dengan reputasi perusahaan audit tersebut. Beberapa penelitian tersebut menyebutkan bahwa:

1. DeAngelo (1981) berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung berhubungan dengan ukuran dari perusahaan audit, dengan proksi untuk

(22)

ukuran perusahaan audit adalah jumlah klien. Perusahaan audit yang besar adalah dengan jumlah klien yang lebih banyak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan audit yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan audit yang kecil. Karena jika perusahaan audit yang besar tidak memberikan kualitas audit yang tinggi maka perusahaan akan kehilangan reputasinya, dan jika ini terjadi maka perusahaan akan mengalami kerugian yang lebih besar dengan kehilangan klien.

2. Shockley (1982) mengindikasikan bahwa persepsi dari independen auditor secara signifikan berbeda antara perusahaan audit yang besar dan kecil.

3. Lennox (2002), menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar lebih mampu menangkap signal akan penyelewengan keuangan yang terjadi dan mengungkapkannya dalam pendapat audit mereka.

4. Dye (1993) Auditor yang mempunyai kekayaan atau asset yang lebih besar mempunyai dorongan untuk menghasilkan laporan audit yang lebih akurat dibandingkan dengan auditor dengan kekayaan yang lebih sedikit. Auditor yang memiliki kekayaan lebih besar (deeper pockets) adalah audit size firms yang besar.

5. Jasim Al-Ajmi (2009), melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan di 41 perusahaan tercatat di Bursa Efek Bahrain menunjukkan bahwa 82,5% dari perusahaan yang diaudit oleh salah satu KAP Big 4 menunjukkan bahwa, auditor pada KAP Big 4 lebih tahan terhadap tekanan manajemen dalam konflik. Sumber daya mereka lebih besar, pengetahuan

(23)

teknis lebih baik, dan jangkauan global memungkinkan mereka untuk berurusan dengan klien lebih objektif tanpa takut terminasi. Konsisten dengan bukti-bukti di pasar negara maju, perusahaan-perusahaan audit yang lebih besar dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dan lebih independen terhadap perusahaan yg diaudit dibandingkan dengan KAP Non Big 4. Kesimpulannya adalah bahwa KAP Big 4 memiliki karakteristik yang menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik untuk menghasilkan kualitas audit yang lebih baik daripada KAP Non Big 4, pengetahuan teknis, dan jangkauan global memungkinkan mereka untuk berurusan dengan klien lebih objektif tanpa takut terminasi.

Berdasarkan diskusi diatas, maka hipotesa ketiga adalah:

HA3: Terdapat keterkaitan antara kualitas audit dengan nilai perusahaan.

2.6. Transparansi

Menurut pendapat yang dikeluarkan oleh Euromoney Institutional Investor (2001), dan Lang dan Lundholm (1999) dengan tingginya tingkat transparansi terdapat kemungkinan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, hal ini didasarkan dengan adanya perbaikan pengungkapan dan ketepatan waktu pelaporan yang dapat mengurangi biaya modal dan mengurangi asimetri informasi. Menurut hasil penelitian Loh (2002) dengan meningkatnya pengungkapan sukarela dan ketepatan waktu pelaporan (transparansi meningkat) perusahaan dapat memperoleh

(24)

lebih banyak manfaat, diantaranya pengelolaan perusahaan menjadi lebih baik, kredibilitas manajemen meningkat, lebih banyak investor jangka panjang yang tertarik untuk menanamkan modalnya, perbaikan akses untuk modal dan pengurangan biaya modal perusahaan, dan realisasi nilai perusahaan yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan perusahaan yang memiliki tingkat penggungkapan yang tinggi dan ketepatan waktu pelaporan akan mencapai kinerja pasar yang lebih baik (Haat, Rahman, Mahentiran: 2008).

Setiap tahun, perusahaan go public menerbitkan laporan tahunannya, laporan yang berisi baik data keuangan maupun non keuangan ini digunakan oleh investor, kreditur, dan pengguna lainnya dalam menganalisis kondisi perusahaan untuk keperluannya masing-masing. Apabila dihubungkan dengan peningkatan nilai perusahaan ketika terjadi asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalisasikan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) (Amalia: 2005).

Menurut Daniri (2006) transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut Indonesian Senior Executives Association (ISEA: 2005) Indonesian Senior Executives dalam

(25)

mewujudkan transparansi ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, sebagai berikut:

1. Perusahaan harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.

2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tetapi tidak terbatas pada hal- hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan resiko, sistem pengawasan dan pengendalian intern, sistem dan pelaksanaan corporate governance serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.

3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk melindungi informasi rahasia mengenai perusahaan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan dikomunikasikan kepada stakeholders yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan tersebut.

Menurut Daniri (2006) terdapat beberapa manfaat yang akan didapatkan dari penerapan prinsip transparansi ini:

(26)

1. Stakeholders dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan.

2. Karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadi efisiensi pasar.

3. Jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

Perusahaan akan segera menyampaikan informasi keuangan perusahaan kepada stakeholders untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, dan mengungkapkan informasi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Akhirnya perusahaan dapat memperbaiki citra perusahaan, dipercaya oleh investor, dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Jadi perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance dengan indeks pengungkapan wajibnya tinggi, maka kemungkinan kinerja perusahaannya menjadi lebih baik (Hidayah:2008). Hal ini didukung dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menguji prinsip transparansi:

1. Cooke (1996) melakukan penelitian terhadap dampak besar perusahaan, status pendaftaran, dan tipe industri terhadap pengungkapan wajib dan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan Jepang yang tercatat di pasar modal. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahunan 35 perusahaan, yaitu laporan keuangan tahun 1988. Cooke menggunakan

(27)

indeks pengungkapan yang terdiri atas 165 item pengungkapan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Tiap-tiap item pengungkapan diberi bobot yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar perusahaan dan status pendaftaran merupakan variabel penting yang menjelaskan luas pengungkapan dalam laporan tahunan. Perusahaan manufaktur secara signifikan mengungkapkan lebih banyak informasi kepada daripada tipe perusahaan Jepang lainnya.

2. Cheung, Jiang, Tan (2009), dengan penelitian pada perusahaan Cina untuk menilai transparansi perusahaan publik Cina. Penelitian ini terdiri dari 56 kriteria yang diklasifikasikan menjadi lima kategori: hak-hak pemegang saham, perlakuan adil (para pemegang saham minoritas), peran pemangku kepentingan, keterbukaan dan transparansi, dan tanggung jawab dewan dan komposisi. Setiap perusahaan dinilai setiap tahun. Data waktu 4 tahun digunakan dalam efek tetap untuk model regresi data panel untuk menguji hubungan antara perusahaan dan penilaian transparansi pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara transparansi perusahaan, yang diukur dengan indeks transparansi, dan penilaian pasar. Ketika mereka lebih lanjut memisahkan indeks transparansi menjadi wajib dan pengungkapan sukarela, menurut persyaratan peraturan, ditemukan bahwa penilaian pasar hanya terkait dengan pengungkapan sukarela, tetapi tidak untuk pengungkapan wajib. Ini berarti bahwa transparansi investor menginginkan perusahaan yang terdaftar di Cina untuk memberikan pengungkapan sukarela yang lebih

(28)

besar. Namun, hubungan tidak signifikan untuk pengungkapan wajib tidak berarti bahwa persyaratan pengungkapan wajib tidak penting. Perusahaan diharapkan untuk mematuhi persyaratan pengungkapan wajib. Bagian akhir dari penelitian berusaha untuk mengidentifikasi apakah perusahaan- perusahaan cenderung lebih transparan dalam mengungkapkan informasi lebih lanjut secara sukarela. Mereka menemukan bahwa akan lebih menguntungkan jika perusahaan memiliki sub-komite karena akan lebih cenderung transparan yang dapat diukur dengan indeks transparansi. Selain itu, juga ditemukan akan lebih menguntungkan perusahaan dengan CEO dan ketua dewan yang terpisah dengan demikian cenderung lebih baik dalam memberikan informasi yang diperlukan para investor.

Berdasarkan diskusi diatas, maka hipotesa yang terakhir adalah:

HA4: Terdapat keterkaitan antara dewan komisaris independen dengan transparansi.

HA5: Terdapat keterkaitan antara komite audit dengan transparansi.

HA6: Terdapat keterkaitan antara kualitas audit dengan transparansi.

HA7: Terdapat keterkaitan antara transparansi dengan nilai perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap bahasa mempunyai khazanah (inventori) bunyi yang dipilih dari semua kemungkinan bunyi yang bisa diucapkan manusia yang berbeda dengan khazanah bunyi

Bank sebagai lembaga intermediasi dengan sumber pendapatan yang dominan dari bunga kredit, maka bank membutuhkan alokasi pem- biayaan dana yang cukup besar untuk

a. Hukum yang diterapkan oleh hakim terhadap hak asuh anak akibat perceraian dari beberapa kasus konkrit yakni hukum nasional, meskipun di Bali sangat kental

Departemen Keuangan menerima Daftar Gaji dan Slip Gaji seluruh Karyawan dari Dept HRD untuk dikoreksi secara menyeluruh baik perhitungan gaji take home pay- nya masing-masing

Banyaknya jumlah daun yangberguguran di Universitas Diponegoromerupakan potensi yang pantas diperhitungkan agar menjadi bahan yang bernilai guna, Salah satunya dengan

Apabila nasabah telah melengkapi dengan benar Profil nasabah Reksa Dana ini akan tetapi memilih Reksa Dana Indosurya Asset Management dengan karakter yang tidak sesuai dengan

bahwa dengan adanya perbaikan gaji pokok Anggota Tentara Nasional Indonesia yang berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2011 sebagaimana dimaksud dalam

Mempersiapkan alat kalibrasi wave generator dan pile scale yang berguna untuk membangkitkan gelombang dan mengukur tinggi gelombang datang dan gelombang transisi,