• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Validasi Data

Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta tabulasi konstanta harmonik pasut, baik pada musim barat maupun musim timur.

4.1.1 Validasi Musim Barat

Hasil pengolahan data pasang surut bulan Januari 2005 menunjukkan tipe pasang surut perairan tersebut adalah campuran dominasi ganda (mixed tide mainly semidiurnal). Hasil validasi data pasang surut Januari 2005 menunjukkan

terdapat perbedaan amplitudo yang dihasilkan baik saat pasang maupun surut.

Hasil validasi bulan Januari (musim barat) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil validasi data pasang surut bulan Januari 2005

Berdasarkan grafik pasang surut tersebut, diperoleh tabulasi dari konstanta harmonik utama sebagai pembanding, yang dapat dilihat pada Tabel 7.

(2)

Tabel 7. Komponen pasang surut bulan Januari 2005 Komponen Pasut Sifat Data ∆H

Model Lapang

Amplitudo (cm)

O1 18,50 18,50 0,00

K1 35,10 29,10 -6,00

M2 42,10 41,60 -0,50

S2 13,50 18,10 4,60

Fase (0 Greenwich)

Model Lapang ∆ф

O1 114,11 116,49 2,38

K1 185,09 183,74 -1,35

M2 14,02 13,33 -0,69

S2 145,30 146,97 1,67

Berdasarkan Tabel 7 dapat kita lihat bahwa perbandingan nilai konstanta harmonik kedua data tersebut tidak signifikan. Selisih amplitudo maksimum sebesar 6,00 cm, menunjukkan terdapat selisih nilai elevasi mencapai 6,00 cm pada kedua data pasut. Nilai tersebut tergolong rendah mengingat model yang baik biasanya memiliki selisih amplitudo tidak lebih dari 10,00 cm. Hasil validasi juga menunjukkan terdapat selisih fase yang tidak signifikan, dimana untuk O1 dan K1 (tunggal utama) tidak lebih dari 150 (1 jam) dan untuk M2 dan S2 (ganda utama) tidak lebih dari 300 (1 jam). Beda fase maksimum untuk faktor tunggal utama sebesar 2,380 (9,52 menit) dan untuk faktor ganda utama sebesar 1,670 (3,34 menit). Model yang baik biasanya memiliki beda fase tidak lebih dari 1 jam.

Variabel amplitude (cm) dari konstanta harmonik tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai dari bilangan Formzal (F). Wyrtki (1961) serta Pond and Pickard (1983) menyatakan bahwa tipe pasang surut suatu perairan dapat

ditentukan dengan mengetahui nilai Formzalnya. Data model memiliki nilai Formzal 0,96 sedangkan data lapangan memiliki nilai Formzal 0,80. Kedua

(3)

kisaran nilai tersebut termasuk dalam kategori tipe pasang surut campuran cenderung ganda (mixed tide mainly semidiurnal).

4.1.2 Validasi Musim Timur

Hasil pengolahan data pasut bulan Juli 2005 menunjukkan hasil serupa, dimana tipe pasang surut perairan tersebut adalah campuran cenderung ganda (mixed tide mainly semidiurnal). Hasil validasi dan konstanta harmonik pasut bulan Juli dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 8.

Gambar 9. Hasil validasi data pasang surut bulan Juli 2005

Tabel 8. Komponen pasang surut bulan Juli 2005 Komponen Pasut Sifat Data

Model Lapang ∆H

Amplitudo (m)

O1 18,70 18,50 -0,20

K1 35,50 29,10 -6,40

M2 41,70 41,60 -0,10

S2 13,30 18,10 4,80

Fase (0 Greenwich)

Model Lapang ∆ф O1 118,10 116,49 -1,61 K1 182,25 183,74 1,49

M2 12,90 13,33 0,43

S2 145,50 146,97 1,47

(4)

Selisih amplitudo maksimum sebesar 6,40 cm, menunjukkan terdapat selisih nilai elevasi mencapai 6,40 cm pada kedua data pasut. Validasi bulan Juli juga menunjukkan terdapat selisih fase yang tidak signifikan. Beda fase maksimum untuk faktor tunggal utama sebesar 1,610 (6,44 menit) dan untuk faktor ganda utama sebesar 1,670 (2,94 menit). Data model memiliki nilai Formzal 0,99 sedangkan data lapangan memiliki nilai Formzal 0,80. Kedua range nilai tersebut termasuk dalam kategori tipe pasang surut campuran cenderung ganda (mixed tide mainly semidiurnal).

Hasil validasi menunjukkan bahwa model hidrodinamika ini termasuk model yang baik. Selisih nilai amplitude dan fase saat validasi diakibatkan oleh perbedaan nilai konstanta harmonik pasut model pada kedua musim. Hal tersebut dapat terjadi akibat variasi kontur bathimetri di stasiun pengamatan. Nilai model elevasi muka air laut dipengaruhi oleh nilai kedalaman. Semakin ke arah pantai kontur bathimetri semakin bervariasi, variasi nilai kedalaman tersebut

mengakibatkan kontur bathimetri semakin rumit. Perbedaan yang terjadi pada validasi data ini tergolong sangat kecil dan tidak banyak berpengaruh pada model dispersi termal.

4.2. Hasil Simulasi Pola Arus

Arus merupakan fenomena naik turunnya massa air laut yang dapat dibangkitkan oleh berbagai gaya baik secara eksternal maupun internal.

Pergerakan massa air atau arus ini merupakan media yang mampu memindahkan bahang dari sumbernya ke tempat lain (Nurjaya dan Surbakti, 2010). Model pola arus dibuat menggunakan persamaan matematika dengan bantuan software komputer melalui pemahaman karakteristik fisika air laut dan faktor-faktor

(5)

pembangkitnya (Nurjaya dan Surbakti, 2010). Pola arus yang terjadi di perairan Laut Bali dipengaruhi oleh pasang surut dan angin musim yang terjadi di

Indonesia (Wyrtki, 1961).

4.2.1 Pola Arus Musim Barat

Simulasi pola arus musim barat diwakili oleh bulan Januari yang merupakan puncak musim barat di Indonesia. Pola arus disimulasikan berdasarkan skenario kondisi ekstrim pasang surut. Gambar 10 sampai 13 merupakan hasil cuplikan pola arus berdasarkan skenario tersebut.

Gambar 10. Plot arus hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 02:30

(6)

Gambar 11. Plot arus hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 05:00

Gambar 10 dan 11 menunjukkan cuplikan pola arus saat siklus surut (menuju surut hingga surut terendah) pada musim barat. Saat kondisi menuju surut (Gambar 10) dapat kita lihat terdapat percabangan arus (split) dari laut bali bergerak ke arah barat dan timur pesisir pantai. Secara umum, massa air pada siklus surut bergerak meninggalkan pantai. Arus siklus surut cenderung bergerak menuju arah barat laut dengan kisaran kecepatan 0,20 m/s hingga 0,50 m/s.

Gambar 12. Plot arus hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 15:00

(7)

Gambar 13. Plot arus hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 22:30

Gambar 12 dan 13 menunjukkan cuplikan pola arus saat siklus pasang (menuju pasang hingga pasang tertinggi) pada musim barat. Split arus dengan intensitas rendah masih dapat diamati saat kondisi menuju pasang (Gambar 12).

Secara umum, massa air pada siklus surut bergerak meninggalkan pantai. Arus siklus surut cenderung bergerak menuju arah tenggara dengan kisaran kecepatan 0,10 m/s hingga 0,20 m/s.

Hasil simulasi pola arus pada musim barat menunjukkan fenomena yang sesuai dengan pola sirkulasi pasang surut air laut. Saat siklus surut massa air bergerak meninggalkan pantai, sedangkan saat siklus pasang massa air bergerak menuju pantai. Pola arus yang terjadi di pesisir pantai Pemaron tersebut dominan di pengaruhi oleh desakan massa air dari laut Bali akibat fenomena pasang surut air laut. Pada perairan sempit seperti teluk dan estuaria, pergerakan massa air cenderung dipengaruhi oleh siklus pasang surut serta kontur bathimetri dasar perairan (Supangkat dan Susana, 2001).

(8)

Arah arus model memiliki pola yang tidak teratur dan sebagian besar

menyimpang dari arah angin. Secara umum dapat kita lihat pergerakan arus di laut lepas dominan menuju arah barat model saat surut serta menuju arah utara model saat pasang. Kondisi berbeda dapat kita lihat saat massa air memasuki perairan, dimana terbentuk kontur arah arus yang seolah memutar membentuk suatu sumbu.

Fenomena tersebut terjadi akibat variasi dari kontur bathimetri di perairan laut bali. Kontur bathimetri yang semakin bervariasai akan meningkatan kompleksitas perhitungan model hidrodinamika (DHI, 2007).

Kecepatan arus musim barat secara keseluruhan berkisar antara 0,10 m/s hingga 0,50 m/s dengan arah arus yang sebagian besar menyimpang dari arah angin.Model tersebut menunjukkan kecepatan arus saat siklus surut lebih tinggi daripada saat siklus pasang dengan selisih kecepatan maksimum sebesar 0,30 m/s.

Hal serupa juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Hamzah dan Wenno (1987) yang menyatakan bahwa kecepatan arus maksimum terjadi saat perairan memasuki fase surut purnama.

4.2.2 Pola Arus Musim Timur

Simulasi model musim timur diwakili oleh bulan Juli, dimana bulan tersebut merupakan puncak dari musim timur di Indonesia. Gambar 14 sampai 17

merupakan hasil cuplikan pola arus berdasarkan skenario yang sama dengan skenario pada musim barat.

(9)

Gambar 14. Plot arus hasil simulasi tanggal 6 Juli 2005 Pukul 10:00

Gambar 15. Plot arus hasil simulasi tanggal 6 Juli 2005 Pukul 17:30

Gambar 14 dan 15 menunjukkan cuplikan pola arus saat siklus surut pada musim timur. Berdasarkan gambar, saat surut terendah massa air di perairan meninggalkan pantai menuju laut lepas dengan pola sedikit berbeda dengan saat menuju surut. Waktu pencuplikan pola arus saat menuju surut sangat dekat dengan kondisi pasang tertinggi. Hal tersebut mengakibatkan sebagian arus masih bergerak menuju pantai. Pencuplikan tidak dilakukan antara pukul 10.00 hingga

(10)

pukul 17.30 karena pergerakan arus yang dihasilkan sangat kecil dan sulit untuk diamati. Arus saat menuju surut cenderung bergerak ke arah timur dengan kecepatan maksimum 0,10 m/s. Arus saat surut terendah cenderung bergerak menuju arah barat dengan kecepatan 0,05 m/s.

Gambar 16. Plot arus hasil simulasi tanggal 7 Juli 2005 Pukul 06:00

Gambar 17. Plot arus hasil simulasi tanggal 7 Juli 2005 Pukul 11:00

(11)

Gambar 16 dan 17 menunjukkan cuplikan pola arus saat siklus pasang pada musim timur. Berdasarkan gambar, saat pasang tertinggi massa air di perairan bergerak mendekati pantai pantai dengan pola sedikit berbeda dengan saat menuju pasang. Waktu pencuplikan pola arus saat menuju pasang merupakan kondisi mendekati Mean Sea Level (MSL). Hal tersebut mengakibatkan sebagian arus bergerak seolah siklus surut karena pada kondisi tersebut terjadi sedikit penurunan elevasi paras muka laut. Terjadinya penurunan elevasi saat kondisi MSL

merupakan fenomena dari pasang surut perairan yang bertipe campuran.

Pencuplikan tidak dilakukan antara pukul 06.00 hingga pukul 11.30 karena pergerakan arus yang dihasilkan sangat kecil dan sulit untuk diamati. Arus saat menuju pasang cenderung bergerak ke arah barat dengan kecepatan maksimum 0,05 m/s. Arus saat pasang tertinggi cenderung bergerak menuju arah timur dengan kecepatan 0,05 m/s.

Pola arus pada musim barat tidak memperlihatkan terjadinya split arus seperti yang terjadi pada musim barat. Pada musim timur arus bergerak konstan menuju satu arah. Pola arus pada musim barat maupun musim timur secara umum memiliki karakteristik yang serupa. Pola arus pada musim timur juga dominan dipengaruhi oleh pasang surut. Cuplikan pola arus musim timur menunjukkan sedikit perbedaan saat memasuki fase menuju surut serta menuju pasang. Arah arus yang terbentuk pada dua skenario tersebut berlawanan dengan kondisi yang seharusnya terjadi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh karakteristik dari pasang surut perairan bertipe campuran serta interval waktu pencuplikan yang cukul panjang. Perbedaan tersebut mengakibatkan pergerakan massa air yang terjadi saat menuju pasang maupun menuju surut masih dipengaruhi oleh karakteristik

(12)

pasang surut sebelumnya, sehingga terjadi sedikit perbedaan pada saat pencuplikan pola arus. Perbedaan tersebut tidak terjadi pada seluruh domain model karena pola arus yang terbentuk pantai Pemaron menunjukkan kesesuaian dengan sirkulasi pasang surut sesungguhnya.

Simulasi pola arus sangat mempengaruhi hasil simulasi sebaran dispersi termal di perairan. Buangan limbah air pendingan (cooling water) di perairan akan terdispersi berdasarkan pola pergerakan hidrodinamika. Kecepatan dan arah sebaran dispersi termal pada setiap musimnya akan mengikuti pola arus hasil simulasi. Keberhasilan melakukan simulasi hidrodinamika merupakan kunci keberhasilan simulasi dispersi termal di perairan.

4.3. Hasil Simulasi Dispersi Termal

Dispersi termal merupakan proses penyebahan bahang secara horizontal di perairan akibat adanya suatu sumber buangan panas (thermal point) yang masuk ke perairan secara adveksi dan difusi. Difusi disebabkan karena adanya gradien suhu antara yang dibuang dengan suhu ambien air laut yang lebih rendah. Adveksi adalah pemindahan massa air yang disebabkan oleh arus yang dapat dibangkitkan oleh pasang-surut, gelombang dan angin.

4.3.1 Dispersi Termal Musim Barat

Hasil simulasi sebaran dispersi termal di perairan Pantai Pemaron menunjukkan rencana pembangunan PTLGU tersebut akan memberikan perubahan suhu lingkungan dalam radius jarak tertentu. Hasil pencuplikan dispersi termal air buangan (cooling water) berdasarkan skenario kondisi pasang surut musim barat akan ditampilkan pada Gambar 18 sampai 21.

(13)

Gambar 18. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 02:30

Gambar 19. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 05:00

(14)

Gambar 20. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 15:00

Gambar 21. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 22:30

(15)

Selanjutnya, hasil pencuplikan sebaran termal maksimum hasil simulasi ditampilkan pada Gambar 22.

Gambar 22. Dispersi termal maksimum pada musim barat

Hasil cuplikan model dispersi termal pada siklus surut menunjukkan pola sebaran air buangan bergerak menuju arah timur laut. Jarak sebar maksimum sejauh 1 km, namun terdapat outlayer pada jarak 3,40 km dari kanal pembuangan.

Outlayer tersebut disebabkan oleh adanya split arus pada siklus surut (Gambar 10

dan 11). Pada siklus pasang sebaran termal cenderung bergerak menuju arah timur laut dengan jarak sebaran sejauh 1,50 km.

Sebaran termal maksimum musim barat terjadi pada tanggal 10 januari 2005 pukul 14.00 WITA saat kondisi perairan pada fase pasang (flood). Hal tersebut sesuai dengan hasil pencuplikan dimana jarak sebar terjauh terjadi saat siklus pasang. Berdasarkan Gambar 22 dapat kita lihat bahwa panas menyebar secara

Radius max : 3.4 Km dT max : 1.28 0C

: Terumbu karang

(16)

horizontal dengan radius penyebaran maksimum 3,40 km dari kanal pembuangan air pendingin (cooling water) PLTGU. Gradasi warna merah menunjukkan terdapat perbedaan suhu limbah air buangan. Saat terjadi sebaran maksimum, suhu air buangan maksimum mencapai 1,35 0C. Pada jarak 0,40 km, 0,80 km, dan 3,40 km dari kanal pembuangan, masih terdapat perbedaan suhu yang signifikan.

Selanjutnya diatas jarak 3,40 km dari kanal pembuangan, suhu perairan sudah kembali mendekati suhu alaminya.

4.3.2 Dispersi Termal Musim Timur

Seperti skenario pada musim barat, sebaran termal musim timur juga akan dicuplik berdasarkan kondisi pasang surut. Hasil cuplikan dispersi termal tersebut ditunjukkan pada Gambar 23 sampai 26. Selanjutnya hasil pencuplikan sebaran termal maksimum ditampilkan pada Gambar 27.

Gambar 23. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 6 Juli 2005 Pukul 06:00

(17)

Gambar 24. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 6 Juli 2005 Pukul 10:00

Gambar 25. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 7 Juli 2005 Pukul 17:30

(18)

Gambar 26. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 7 Juli 2005 Pukul 11:00

Gambar. 27.Dispersi termal maksimum pada musim timur Radius max : 2.6 Km

dT max : 1.35 0C

: Terumbu karang

(19)

Hasil cuplikan model dispersi termal saat menuju surut menunjukkan pola sebaran air buangan bergerak menuju arah timur laut sejauh 1,60 km dari kanal pembuangan. Saat kondisi surut tetrendah, termal juga menyebar ke arah timur laut sejauh 1 km. Hasil serupa juga ditunjukkan saat siklus pasang, dimana sebaran termal cenderung bergerak menuju arah timur laut dengan jarak sebaran sejauh 1,50 km.

Hasil simulasi termal terjauh musim timur terjadi pada tanggal 12 Juli 2005 pukul 13.30 WITA saat kondisi perairan pada fase pasang (flood). Berdasarkan Gambar 27 air panas menyebar secara horizontal dengan radius penyebaran maksimum 2,60 km dari kanal pembuangan air pendingin (cooling water)

PLTGU. Saat terjadi penyebaran maksimum, suhu pada kanal sebesar 1.28 0C dari suhu ambient. Pada jarak 0,40 km, 1,80 km, dan 2,60 km dari kanal pembuangan, masih terdapat perbedaan suhu yang signifikan. Selanjutnya diatas jarak 2,60 km dari kanal pembuangan, suhu perairan sudah kembali mendekati suhu alaminya.

Hasil simulasi sebaran dispersi termal pada musim barat dan musim timur tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut dapat terlihat dari pola sebaran terjauh yang sama-sama terjadi saat siklus pasang. Suhu di outlet pembuangan limbah panas, serta arah sebaran buangan panas menuju arah timur laut.

Berdasarkan data primer rencana pembangunan PLTGU tahun 2005 disebutkan suhu yang dibuang mencapai 3,20 0C dari suhu ambient (Tabel 6). Hal tersebut tidak terlihat pada hasil simulasi model karena secara keseluruhan, suhu

maksimum yang terjadi sebesar 1.35 0C. Hal tersebut dikarenakan saat memasuki perairan, suhu air panas tersebut bercampur dengan suhu perairan. Akibatnya

(20)

terjadi percampuran bahang dimana suhu air buangan menjadi turun karena peristiwa penguapan.

Sebagian besar pembangkit listrik tenaga gas dan uap di dunia memproduksi listrik dan melepaskan air buangan (cooling water) ke perairan pantai sekitarnya.

Cooling water apabila tidak diolah (treatment) terlebih dahulu maka panas yang

ditimbulkan dapat membunuh terumbu karang sampai jarak 1-2 km dari muara pembuangan air pendingin (Sorokin, 1995). Cooling water yang panas tersebut akan berbahaya bagi terumbu karang dan fauna bentik disekitarnya (Nudebecker, 1981 in Sorokin, 1995). Cooling water yang telah digunakan dalam proses

pendinginan selain suhunya meningkat, juga mengandung chlorine sebagai bahan antifouling dan antiseptik. Chlorine digunakan agar di sepanjang kanal tidak

terjadi penyumbatan akibat menempelnya organisme laut di permukaan kanal.

Konsentrasi chlorine sebesar 1 mg/l akan meracuni hewan benthik, terutama larvanya (Best et al., 1981 in Sorokin, 1995).

Hasil kajian Smith dan Buddemeier (1992) menunjukkan bahwa kepekaan karang terhadap suhu sangat adaptif, tegantung spesies dan tergantung pula pada sejarah panjang fluktuasi suhu lingkungan sekitarnya. Pada kenaikan suhu 3-4 0C di atas suhu maksimum normal dengan lama pemaparan sekitar 2-3 hari dapat menyebabkan terjadinya pemutihan atau bila terjadi kenaikan sekitar 1-2 0C di atas suhu maksimum normal dalam jangka waktu beberapa minggu juga akan menyebabkan pemutihan terumbu karang (Smith dan Buddemeier, 1992). Setelah memutih koral akan mengalami stress sampai kematian atau bila tetap hidup akan mengahsilkan lendir yang sangat banyak dan selanjutnya akan memicu

(21)

pertumbuhan jasad renik (microbial) dan kemudian akan menyebabkan kematian koral (Mitchell dan Chet, 1975 in Sorokin, 1995).

Hasil kajian Smith dan Buddemeier 1992 tersebut dipadukan dengan hasil pemodelan sebaran suhu akibat buangan air pendingin PLTGU Pemaron yang memperkirakan bahwa pada kondisi sebaran terjauh, massa air dengan kenaikan suhu 1 0C di atas suhu lingkungan (rata-rata 29 0C) akibat adanya pembuangan air pendingin akan menyebar ke utara sejauh 0,40 km (400 m) baik pada musim barat maupun pada musim timur, maka di sekitar lokasi pembuangan air pendingin masih memungkinkan untuk adanya kehidupan di dasar periaran tersebut.

Selanjutnya dari kajian pemodelan tersebut memperkirakan massa air dengan kenaikan suhu 0,50 0C akan menyebar ke arah timur laut sejauh 3,40 km (3.400 m) pada musim barat dan 2,60 km (2.600 m) pada musim timur. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut, khususnya untuk terumbu karang, suhu maksimumnya berkisar antara 28-30 0C. Suhu perairan rata-rata di pantai Pemaron adalah 29 0C, maka batas toleransi suhu air buangan tersebut masih dapat dipenuhi.

Seperti yang kita ketahui bahwa pantai utara bali memiliki daya tarik wisata yang cukup tinggi terutama karena banyaknya populasi lumba-lumba.

Peningkatan suhu perairan yang melebihi batas toleransi dapat mengancam keberadaan populasi lumba-lumba. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa suhu perairan tempat di mana hewan ini ditemukan berkisar antara 27 hingga 34 0C, dengan suhu rata-rata 29 0C. Berdasarkan model 2 dimensi

penyebaran suhu di daerah outlet buangan air pendingin, suhu yang melebihi nilai kisaran di atas ditemukan pada jarak kurang dari 1 km dari Pantai Pemaron.

(22)

Sementara lumba-lumba yang dijumpai di lokasi ini berjarak minimal 3,70 km dari garis pantai di wilayah Pemaron. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar populasi lumba-lumba terkonsentrasi pada wilayah Temukus dan Seririt yang berjarak lebih dari 7,50 km di sebelah barat lokasi air buangan

PLTGU Pemaron. Dengan demikian, pengaruh langsung dari pembuangan limbah air panas PLTGU terhadap keberadaan populasi lumba-lumba tidak signifikan.

Referensi

Dokumen terkait

Fokus penelitian ini adalah mengungkap komitmen para bekas bajingan yang terkumpul dalam wadah Pelopor di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dalam

Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan pada praktik bidan Gina Sidik, dapat peneliti ketahui bahwa dalam memberikan layanan kepada konsumen selalu mengutamakan

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the

Kegiatan Pelatihan Peningkatan Wawasan Dan Keterampilan Pengembangan Dan Penerapan TTG ini merupakan realisasi kerjasama antara Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan

no penyebab cacat total RPN %mode kegagalan %kumulatif 1 Penggunaan part non original yang lebih murah 168 21.79% 21.79% 2 Kualitas benang dari supplier yang tidak sepenuhnya baik

Jumlah perjumpaan tertinggi terdapat di Pulau Kotok Besar, karena elang bondol yang dilepasliarkan pada tanggal 7 Januari 2017 banyak melakukan aktivitas di

Preradikal adalah fungtor bagian dari fungtor identitas dengan sifat tertentu, yang dalam penelitian ini diterapkan pada kategori modul kiri atas gelanggang dengan elemen satuan..