• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri serta berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagi cara, salah satunya dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). PHBS mempunyai tatanan sehat yang terdiri di lima tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum, tatanan sekolah, dan tatanan sarana kesehatan. Tatanan yang lain Menurut (Dinas Kesehatan) Dinkes Provinsi Jatim (2007, dalam Efendi & Makhfudli 2009: 322) Terdapat tatanan PHBS yang lain yaitu PHBS di tatanan Pondok Pesantren.

Tantanan Pondok Pesantren mempunyai Indikator PHBS yaitu kebersihan perorangan; penggunaan air bersih; kebersihan tempat wudhu; pengunaan jamban;

kebersihan asrama, halaman dan ruang belajar; ada kader atau santri husada dan

kegiatan poskestren; bak penampungan air bebas dari jentik nyamuk; Penggunaan

garam beryodium; makanan gizi seimbang; pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan;

(2)

gaya hidup tidak merokok dan bebas napza; gaya hidup sadar acquired immune deficiency syndrome (AIDS); peserta jamiman pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM), dana

sehat, atau asuransi kesehatan lainnya (Dinkes Provinsi Jatim, 2007)

Pondok Pesantren dapat didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung sarana sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. (Tuanaya et al, 2007). Pondok Pesantren selain dikenal sebagai wahana tempat belajar santri dalam mendalami ilmu agama Islam, namun Pondok Pesantren sampai saat ini masih bermasalah tentang PHBS seperti kepadatan hunian kamar, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar, 2009), santri sering menggantung pakaian di kamar, saling bertukar pakaian benda pribadi seperti pakaian, sisir dan handuk (Nugraheni, 2008). Selain itu program pemerintah yang diluncurkan pada sejak tahun 2006 yaitu unit kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) Posko kesehatan Pesantren (Poskestren) kurang berjalan lancar karena poskestren di Jawa Timur yang terbentuk 1089 dari 2573 Pondok Pesantren (Dinkes Prov Jatim, 2012). Sedangkan di Kabupaten Malang sendiri, Poskestren yang telah terbentuk 55 dari 315 Pondok Pesantren (Dinkes Kab Malang, 2012).

Masalah-masalah tersebut menjadikan Pondok Pesantren masih tetap ada penyakit menular yaitu budukan/gatal agogo/gudik (scabies) pada santri. Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hoonis dan produknya. Gejala utama adalah gatal pada malam hari, lesi kulit berupa terowongan, papula, vesikula, terutama pada tempat dengan stratu korneu yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat ketiak, pusar, genetalia eksterna pria, areola mamae, telapak kaki dan telapak tangan.

Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya

(3)

berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Selain itu scabies dapat ditularkan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2010). Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di tempat yang kurang terjaga kebersihannya dan padatnya populasi seperti asrama, panti asuhan, rumah, penjara dan Pondok Pesantren. Sampai saat ini stempel sahnya santri apabila terkena scabies masih menjadi fenomena dalam suatu Pondok Pesantren.

Prevalensi scabies di seluruh dunia ± 300 juta kasus per tahun (Setyaningrum, 2013). Di Asia prevalensi scabies sebesar 20,4% (Baur, 2013). Currie & Carapetis (2000 dalam April, Joses & Tolibin, 2008) mengatakan bahwa prevalensi scabies pada anak- anak Aborigin-Australia di daerah terpencil mencapai 50% dan umumnya mereka mengalami reinfestasi tungau dari penderita lain yang belum sembuh. Penelitian yang dilakukan oleh Ma’rufi tahun 2003 di Pondok Pesantren kabupaten Lamongan didapatkan prevalensi 64,20% dari 338 santri, prevalensi tersebut lebih rendah dibanding prevalensi dari Pondok Pesantren Pasuruan sebesar 66,70% (Kuspriyanto, 2000). Hasil Penelitian lain oleh Nugroho (2012) didapatkan santri mukim yang berPHBS positif yang menderita scabies sebanyak 41,1% sedangkan yang tidak menderita scabies 35,5%, Santri mukim yang berPHBS negatif yang menderita scabies sebanyak 20% sedangkan yang tidak menderita scabies 3,4%, data tersebut mempunyai prevalensi scabies 61,1% dari 90 Santri mukim.

Dalam hubungannya santri dengan karakteristik scabies, Santri sering terkena

dan tertular scabies karena PHBS pada umumnya kurang mendapatkan di perhatian

dari santri (Depkes 2007), serta PHBS Pondok Pesantren buruk, seringnya saling

menukar pelaratan pribadi dan tidur bersama di tempat yang sempit. Hal tersebut

yang menjadikan santri mukim beresiko lebih besar timbulnya scabies dan penularan

(4)

karena santri mukim selalu berinterkasi dengan santri melalui saling bertukar pakaian, handuk, perlengkapan pribadi, dan tidur bersama (Nugraheni, 2008).

Hasil Penelitian Prawira (2011) tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Makmur Tungkar Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2011”. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan analitik dan menggunakan desain Cross Sectional Study, cara pengambilan sampel dengan random sampling, penelitian dilakukan pada

santri dengan jumlah sample 59 santri. Hasil penelitian di uji dengan chi square. Hasil penelitian diketahui 49% dari responden menderita penyakit scabies, 25% memiliki tingkat pengetahuan rendah, 12% dari responden memiliki sikap negatif, 15% dari responden yang memiliki personal hygiene tidak baik, 34% dari responden memiliki sanitasi lingkungan tidak baik. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian scabies (p=0,263), tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian scabies (p=0,706), tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian scabies

(p=0,731), ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian scabies (p=0,044) Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan kejadian scabies.

Hasil Penelitian lain oleh Nugroho (2012) tentang sejauh mana “Hubungan

perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Bahrul

Maghfiroh di Kabupaten Malang” dengan membagi menjadi 2 santri yaitu santri

mukim dengan scabies dan santri mukim tanpa scabies yang ditinjau dari PHBS negatif

dan PHBS positif didapatkan santri mukim yang berPHBS positif yang menderita

scabies sebanyak 41,1% sedangkan yang tidak menderita scabies 35,5%, Santri mukim

yang berPHBS negatif yang menderita scabies sebanyak 20% sedangkan yang tidak

(5)

menderita scabies 3,4%. santri yang berPHBS negatif memiliki resiko menderita penyakit scabies 5,4 kali lebih besar dari pada santri mukim yang berPHBS positif.

Kecamatan Poncokusumo merupakan salah satu wilayah diantara 33 Kecamatan yang saat ini terdapat di Kabupaten Malang, yang secara geografis merupakan kawasan dengan kondisi lahan berupa hamparan lahan yang cenderung berbukit-bukit karena berada di sebelah barat lereng gunung Semeru yang sebagian besar merupakan lahan produktif berada pada ketinggian antara 600 sampai dengan 1200 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata antara 2300 mm sampai dengan 2500 mm per tahun dan suhu rata-rata 21,7 derajat celcius serta berjarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten kurang lebih sejauh 24 Km (Kecamatan Poncokusumo, 2013).

Pondok Pesantren AL-Ittihad adalah salah satu Pondok Pesantren terbesar di Kecamatan Poncokusumo. Pondok Pesantren tersebut terletak di desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Pondok yang memiliki luas kurang lebih 800 m

2

berada di satu area dengan sekolah Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah Al-Ittihad Belung. Sebagian besar murid yang bersekolah di Al-Ittihad adalah santri dari Pondok Pesantren Tersebut. Tempat tinggal santri mukim di Pondok Pesantren tersebut terbagi menjadi dua yaitu Pondok Pesantren Al-Ititihad putra yang berada di selatan dan Pondok Pesantren Al-Ittihad putri yang berada di utara. Jumlah santri mukim 786 santri, namun jumlah tersebut dapat bertambah dengan adanya santri kalong disekitar Pondok yang ingin menambah ilmu keagamaan. Luas kamar santri putra berukuran 4x4 meter diisi 12-15 santri sedangkan luas kamar santri putri berukuran 5x4 meter diisi 12-20 santri.

Berdasarkan Keterangan dari Ponkesdes desa Belung, di Pondok Pesantren tersebut

banyak santri yang terkena scabies dengan prosentase 37% tahun 2013. Angka

(6)

Kejadian Scabies dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Poncokusumo tahun 2014, bulan Oktober terdapat 53 kasus, November 55 kasus, bulan Desember 21 kasus. Sedangkan keterangan dari pihak unit kesehatan sekolah (UKS) Pondok Pesantren bulan Juni 2015 terdapat 34 santri yang gatal-gatal di tangan. Studi pendahuluan dengan dengan mengambil sample 4 santri mukim di Pondok Pesantren tersebut, rata-rata 3 santri sering bertukar baju dan peralatan pribadi, rata-rata 3 santri mempunyai intensitas mandi 2 kali sehari. Santri yang internsitas mandinya kurang dari 1 kali sehari beralasan udaranya dan airnya dingin, karena sesuai dengan ketinggian Pondok Pesantren tersebut di kecamatan Poncokusumo.

Intensitas mandi ini dapat di tarik kesimpulan bahwa, intensitas mandi kurang dari 1 kali sehari tergolong PHBS yang tidak baik menyebabkan resiko besar terkena scabies, karena scabies banyak di temukan di kepadatan populasi dalam ruangan seperti Pondok Pesantren dan lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya.

Melihat masih adanya penyakit scabies sampai saat ini di Pondok Pesantren karena kurang berPHBSnya santri mukim dan scabies mudah menular antara santri, sanitasi Pondok Pesantren kurang diperhatikan oleh pengurus Pondok Pesantren, serta masalah-masalah diatas, maka penulis ingin meneliti sejauh hubungan mutu PHBS dengan kejadian scabies santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana mutu PHBS Perorangan di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung

Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?

(7)

2. Bagaimana mutu PHBS lingkungan pada santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?

3. Bagaimana kejadian scabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?

4. Bagaimana hubungan mutu PHBS perorangan dengan kejadian scabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Itihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?

5. Bagaimana hubungan mutu PHBS lingkungan di Pondok Pesantren dengan kejadian scabies pada santi mukim di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan mutu PHBS dengan kejadian scabies santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo

Kabupaten Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan mutu PHBS perorangan di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

2. Mendeskripsikan mutu PHBS lingkungan pada santri di Pondok Pesantren Al- Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

3. Mendeskripsikan kejadian scabies di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung

Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

(8)

4. Menganalisis hubungan mutu PHBS perorangan dengan kejadian scabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

5. Menganalisis hubungan mutu PHBS lingkungan di Pondok Pesantren dengan kejadian scabies pada santri mukim di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang informasi Scabies, kehidupan di Pondok Pesantren dan sebagai pengalaman proses belajar mengajar khususnya dalam melakukan penelitian.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Mendapatkan data mutu PHBS dan kejadian scabies di Pondok Pesantren pada santri mukim sehingga kedepanya dapat melakukan pembinaan, penyuluhan PHBS dan pemberian informasi tentang scabies.

1.4.3 Bagi Pondok Pesantren

Sebagai informasi penyebaran scabies sehingga kedepanya scabies di Pondok pesntren tersebut menurun dan dapat mencegah penularan scabies.

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi dengan penelitian yang serupa dan hasil penelitian ini

diharapkan dapat menambah informasi PHBS dan kejadian scabies pada santri mukim

(9)

1.4.5 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai sumber informasi, wacana kepustakaan serta dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan karya ilmiah dan skripsi khususya tentang PHBS dan kejadian scabies.

1.5 Daftar Istilah

1. PHBS adalah Sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011) 2. Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

terhadap Sarcoptes scabiei var, hoonis dan produknya (Djuanda, 2010).

3. Papula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, padat, berbatas jelas dan ukurannya tidak lebih dari 1cm (Djuanda, 2010).

4. Vesikula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, berisi cairan dan ukurannnya tidak lebih dari 1 cm (Djuanda, 2010).

5. Stratu korneu adalah lapisan terluar epidermis yang terutama terdiri dari sel-sel mati yang tidak memiliki inti (Djuanda, 2010).

6. Santri Mukim adalah putera atau puteri yang menetap dalam Pondok Pesantren.

(Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5877, 2014)

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian relevan dengan penelitian ini adalah oleh Saad (2008) dengan

mengambil judul “Pengaruh Faktor Higiene Perorangan Terhadap Angka Kejadian

scabies di Pondok Pesantren Annajach Magelang”. Tujuan penelitian ini untuk menilai

(10)

pengaruh higiene perorangan terhadap angka kejadian scabies di Pondok Pesantren An-Najach Magelang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional menggunakan metode survey.

Populasi penelitian adalah semua santri tingkat SMP/Mts yang tinggal di Pondok Pesantren An-Najach Magelang dan sampel penelitian adalah total populasi penelitian sebanyak 100 sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil dari penelitian ini adalah Dari 100 sampel ditemukan 43 orang (43%) responden yang menderita scabies, status hygiene santri 42 orang (42%) mempunyai higiene perorangan kurang, 55 orang (55%) mempunyai higiene perorangan cukup, 3 orang (3%) mempunyai hygiene perorangan baik. Analisis bivariat dengan chi-square didapatkan nilai p=0,000. Kesimpulan penelitian ini terdapat

hubungan yang bermakna antara higiene perorngan dengan angka kejadian scabies.

Perbedaan penelitian Saad dengan penelitian ini adalah penelitian ini adalah mencari mutu PHBS perorangan dan PHBS lingkungan santri mukim pada Pondok Pesantren dengan Kejadian scabies, sedangkan penelitian Saad mencari pengaruh faktor hygiene perorangan terhadap angka kejadian scabies. Persamaan penelitian Saad dengan penelitian ini adalah penentuan mutu PHBS Pondok Pesantren dikaji dengan faktor hygiene perorangan.

Penelitian kedua yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Aini (2009) tentang “Hubungan faktor lingkungan dan perilaku santri terhadap prevalensi scabies di Pondok Pesantren putra “Sidogiri” Kecamatan Kraton Kabupaten

Pasuruan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka prevalensi scabies dan hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku kesehatan santri terhadap prevalensi scabies di Pondok Pesantren Putra Sidogiri Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan.

Penelitian ini menggunakan rancangan analitik observasional dengan cross sectional

(11)

study dengan mengambil sampel sebanyak 98 orang yang diambil secara simple

random sampling. Variabel yang diteliti meliputi faktor lingkungan (sosial-budaya) dan perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap, tindakan dan personal hygiene) terhadap scabies serta angka prevalensi scabies. Hasil yang diperoleh menunjukkan kondisi

lingkungan (sosial-budaya) (54.1%), perilaku kesehatan terhadap scabies yaitu tingkat pengetahuan (80.6%), sikap (64.3%) dan personal hygiene (53.1%) berturut-turut baik dan tindakan terhadap scabies (54.1%) buruk. Prevalensi scabies diperoleh sebesar 15.3%. Berdasarkan hasil uji korelasi kontingensi dan chi-square, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara faktor lingkungan (sosial budaya) dan perilaku kesehatan santri terhadap prevalensi scabies. Faktor resiko terbesar adalah tingkat pengetahuan terhadap scabies (PR=6,148). Semakin baik lingkungan (sosial-budaya) dan perilaku kesehatan santri, maka akan menyebabkan mereka cenderung tidak menderita scabies.

Perbedaan penelitian Aini dengan penelitian ini adalah penelitian Aini mengambil faktor lingkungan (sosial-budaya) dan perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap, tindakan dan personal hygiene) terhadap scabies serta angka prevalensi scabies.

Sedangkan penelitian ini mencari mutu PHBS santri pada Pondok Pesantren berdasarkan PHBS perorangan dan PHBS lingkungan seperti air dan sanitasi dengan terjadinya scabies, tanpa mencari prevalensi scabies tersebut. Persamaan penelitian Nur Aini dengan penelitian ini adalah pengambilan faktor perilaku kesehatan (personal hygiene).

Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Ratna

(2007) dengan mengambil judul “Hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk

dengan kejadian scabies di Pesantren Al-Karimah Sawangan Depok” didapatkan

OR=10,07 pada selang kepercayaan 95%: 3,697-27,196 dari nilai P=0,000 (P<0,05)

(12)

yang berarti ada hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk dengan kejadian scabies. secara statistik ada hubungan yang bermakna artinya ada perbedaan antara

santri yang biasa tukar menukar haduk dengan santri yang tidak tukar menukar handuk dengan kejadian scabies. Sedangkan hasil analisis, santri yang biasa tukar menukar handuk mempunyai resiko 10,027 kali terkena scabies dibanding dengan santri yang tidak tukar menukar handuk. Kesimpulan dalam penelitian ini ada hubungan perilaku santri mengenai penggunaan tempat tidur, kebersihan pakaian, kebiasaan tukar menukar handuk, kebiasaan tukar menukar tempat tidur dan kebiasaan lantai kamar dengan kejadian scabies.

Perbedaan penelitian Ratna dengan penelitian ini, penetiian Ratna hanya

mengambil faktor PHBS yaitu tukar menukar handuk dengan scabies, sedangkan

penelitian ini mengambil semua unsur PHBS. Persamaan dalam penelitian ini adalah

faktor tukar menukar baju.

Referensi

Dokumen terkait

tersebut.Tetapi, banyak santri-santri yang tidak dapat melakukan adaptasi sosial dan budaya dengan baik dalam lingkungan Pondok Pesantren Al-Ikhlas sehingga santri

Penyediaan air bersih adalah kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan dalam penularan skabies pada santri pondok pesantren, karena penyakit skabies termasuk

Dimana Faktanya Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokerejo Puger adalah pondok yang cukup besar di Mlokorejo Puger Jember, memiliki santri kurang lebih 850 santri dan

Kehidupan santri di pondok pesantren dalam bimbingan asatidz dan pengawasan pengasuh pondok pesantren mendukung pernyataan-pernyataan di atas bahwa perubahan

Penelitian dengan judul “Hubungan Penyakit Skabies Dengan status gizi Santri Di Pondok Pesantren KHA Wahid Hasyim Bangil ” belum pernah dilakukan, namun ada

Hakim Annaisabury dalam memimpin pondok pesantren tersebut maka peraturan dan pengarahan mulai dioptimalkan dalam meningkatakan kedisiplinan santri di pondok

Agar penelitian ini lebih terarah, maka diberikan pembatasan yaitu: penelitian ini hanya akan mencari sejauh mana tingkat literasi kesehatan tentang penyakit kulit scabies pada santri

Setiap pondok pesantren memerlukan strategi perekrutan santri sama halnya dengan Pondok Pesantren Salafiyah Ibnu Qasim yang merupakan sebuah lembaga yang berbasis keagamaan tempat para