• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITHA SEPTIANI KHAIR Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Haris Retno Susmiyati, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MITHA SEPTIANI KHAIR Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Haris Retno Susmiyati, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Mulawarman"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA

(PPAT SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH

(Studi Kasus Di Kecamatan Balikpapan Selatan Dan Balikpapan Timur Di Kota Balikpapan)

MITHA SEPTIANI KHAIR Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Haris Retno Susmiyati, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Poppilea Erwinta, SH

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

ABSTRAK

Mitha Septiani Khair. 2013, Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan (di bawah bimbingan Dosen Pembimbing I Ibu Haris Retno Susmiyati, SH, MH dan Dosen Pembimbing II Ibu Poppilea Erwinta, SH).

Dengan adanya ketentuan UUPA, jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa secara bawah tangan, melainkan dihadapan seorang PPAT atau PPAT Sementara apabila suatu daerah Kecamatan belum diangkat seorang PPAT. Keharusan jual beli tanah dihadapan PPAT atau PPAT Sementara, telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kesatuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penerbitan peraturan tersebut dilakukan dalam rangka program pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta PPAT.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan dan untuk mengetahui faktor- faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kewajiban PPAT dan PPAT sementara dalam pemeriksaan status tanah sebagai persiapan pembuatan akta jual beli tanah meliputi lima kegiatan, yaitu pemeriksaan tanah, penelitian tanah, pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Setiap sengketa tanah mengenai jual beli, kemungkinan besar PPAT atau PPAT Sementara

dipanggil untuk menjadi saksi di Pengadilan. PPAT atau PPAT Sementara tidak bertanggung jawab atas

data-data palsu yang disampaikan para pihak atau salah satu pihak dalam jual beli tanah. Apabila PPAT

atau PPAT Sementara tahu kalau para pihak menyampaikan data-data yang palsu kepadanya, PPAT atau

PPAT Sementara dapat dikenakan sanksi pidana, sanksi administratif, bahkan tidak tertutup kemungkinan

dituntut ganti rugi oleh pihak yang dirugikan secara perdata. Namun dalam praktiknya, PPAT maupun

PPAT Sementara tidak mau terlibat lebih jauh, apabila terjadi kasus mengenai akta yang dibuatnya,

(2)

disampaikan kepada PPAT atau PPAT Sementara palsu, adalah dapat dibatalkan. Demikian pula sertifikat tanah yang diterbitkan berdasarkan akta jual beli yang tidak sah, tentunya tidak sah pula sehingga dapat dibatalkan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dengan adanya ketentuan UUPA, jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa secara bawah tangan, melainkan dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) apabila suatu daerah Kecamatan belum diangkat seorang PPAT. Dan mereka diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, berdasarkan syarat-syarat tertentu. Keharusan jual beli tanah dihadapan PPAT atau PPAT Sementara, telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kesatuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penerbitan peraturan tersebut dilakukan dalam rangka program pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta PPAT.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli juga harus dilakukan para pihak dihadapan PPAT yang bertugas membuat akta. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Untuk dibuatkan akta jual beli tanah tersebut, pihak yang memindahkan hak, harus memenuhi syarat, yaitu berwenang memindahkan hak tersebut, sedangkan pihak yang menerima harus memenuhi syarat subyek dari tanah yang akan dibelinya itu serta harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.

Apapun yang terjadi, seorang PPAT atau PPAT Sementara dalam menjalankan tugas jabatannya harus disertai dengan tanggung jawab dan kepercayaan diri yang penuh, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar serta siap untuk bertanggungjawab jika terjadi kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam setiap tindakannya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan kewajiban PPAT dan PPAT Sementara dalam pemeriksaan status tanah sebagai persiapan pembuatan akta jual beli tanah, kewajiban PPAT dan PPAT Sementara dalam meneliti persyaratan jual beli tanah, dan tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara beserta tinjauan yuridis terhadap akta jual beli tanah di Kota Balikpapan tersebut apabila terdapat cacat hukum. Oleh karena itu, penulis membuat penulisan hukum dengan judul, sebagai berikut: “Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah (Studi Kasus Di Kecamatan Balikpapan Selatan Dan Balikpapan Timur Di Kota Balikpapan)”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat

tanah?

(3)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam memilih judul yang menyangkut masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah.

II. TINJUAN PUSTAKA

2.1. Pembuatan Akta Jual Beli Yang Tidak Sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Dalam menjalankan prakteknya sehari-hari, seringkali PPAT dalam membuat akta peralihan hak atas tanah terjadi kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan akta jual beli yang dibuatnya dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan.

Penyimpangan terhadap tata cara pembuatan akta yang dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan, yaitu:

1. Penyimpangan terhadap syarat materil

Penyimpangan terhadap syarat materil dapat terjadi dikarenakan:

a. Salah satu penghadap dalam akta jual beli adalah anak di bawah umur atau belum genap berusia 21 tahun

b. Penghadap bertindak berdasarkan kuasa, namun pemberi kuasa yang disebutkan dalam akta kuasa telah meninggal dunia.

c. Penghadap bertindak berdasarkan kuasa subsitusi, akan tetap dicantumkan dalam akta pemberian kuasa mengenai hak subsitusi.

d. Pihak penjual dalam akta PPAT tidak disertai dengan adanya persetujuan dari pihak-pihak yang berhak memberi persetujuan terhadap perbuatan hukum dalam suatu akta

2. Penyimpangan terhadap syarat formil

Penyimpangan terhadap syarat formil dapat terjadi dikarenakan:

a. PPAT tidak membacakan isi akta jual beli secara terperinci, namun hanya menerangkan para pihak tentang perbuatan hukum dalam akta tersebut.

b. Pada saat penandatanganan akta jual beli belum membayar pajak.

c. Penandatanganan akta jual beli tidak dihadapan PPAT.

d. Sertipikat belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku tanah di Kantor Pertanahan pada saat akta jual beli ditandatangani.

e. Pembuatan Akta Jual Beli dilakukan di luar wilayah daerah kerja PPAT.

f. Nilai harga transaksi dalam akta jual beli berbeda dengan yang sebenarnya.

2.2. Tinjauan Umum Tentang PPAT 1. Pengertian PPAT

Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dimuat dalam beberapa peraturan perundang undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) Pasal 1 Ayat 4 menyatakan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 1 Ayat 5 yang menyatakan bahwa:

(4)

untuk membuat akta-akta tanah”.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 Ayat 24 yang menyatakan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.

Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara seperti dikutip oleh Boedi Harsono, definisi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai berikut:

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga ketentuan-ketentuan Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan yang diambil Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan”.

Berdasarkan kelima peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum, namun dalam peraturan perundang undangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat umum. Boedi Harsono mendefinisikan pejabat umum adalah sebagai berikut: “Pejabat umum adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu”.

2. Penggolongan PPAT

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 1-3 dan Pasal 31 ayat 2 menyatakan bahwa: “PPAT dibedakan menjadi empat macam, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara), Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti)”.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan masing-masing penggolongan PPAT yang telah dikemukakan di atas, yaitu:

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 ayat 1).

b. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara)

Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 1 ayat 2).

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus)

Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannnya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus) hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukkannya (Pasal 1 ayat 3).

d. Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti)

Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti) yaitu yang menggantikan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) yang berhalangan sementara, misalnya karena cuti (Pasal 31 ayat (2)).

(5)

2.3. Tinjauan Tentang PPAT Sementara

Effendi Perangin menyatakan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ini adalah

Kepala Kecamatan”.

Sebelum melaksanakan jabatan, PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat dan didampingi Rohaniawan. Jika tidak mengangkat sumpah, maka akta yang dibuat tidak sah (Pasal 33 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah).

Effendi Perangin menyatakan bahwa: “Jika untuk kecamatan itu telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi Camat dari kecamatan itu. Jika karena sesuatu sebab (sakit atau cuti) tidak dapat menjalankan tugasnya, maka yang bertindak selaku PPAT Sementara ialah pegawai yang secara sah mewakilinya sebagai Camat”.

1

A.P. Parlindungan menyatakan bahwa: “PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugasnya

sebagai PPAT apabila tidak lagi memegang jabatannya atau diberhentikan oleh Pejabat di bidang pertanahan yang sesuai dengan kewenangannya. Kalau Camat berhenti atau dipindahkan, maka dengan sendirinya penggantinya yang akan menggantikannya sebagai PPAT Sementara”.

2

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Notaris PPAT Yenny Wuryandari, S.H. yang beralamat di Jalan Mayjen Sutoyo RT 37 No. 14 Balikpapan Selatan dan Kantor Kecamatan Balikpapan Timur selaku Kantor PPAT Sementara yang beralamat di Jalan Mulawarman RT 39 No. 01 Kelurahan Manggar Balikpapan Timur serta dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan yang beralamat di Jalan Marsma R. Iswahyudi Nomor 40 Balikpapan.

Pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan wilayah Kota Balikpapan yang cukup luas, yaitu 50.330,57 Ha atau sekitar 20,52% dari seluruh luas wilayah Propinsi Kalimantan Timur, sedangkan pengambilan lokasi di Kantor Notaris PPAT Yenny Wuryandari, S.H. di Kota Balikpapan karena di kantor tersebut banyak transaksi jual beli tanah. Pengambilan lokasi di Kantor Kecamatan Balikpapan Timur selaku Kantor PPAT Sementara di Kota Balikpapan dikarenakan wilayah tersebut belum ada Kantor PPAT dan tanah di Kecamatan Balikpapan Timur cukup luas, yaitu 13.217,84 atau 26,26% dari luas wilayah Kota Balikpapan, serta sering terjadi transaksi jual beli tanah. Sedangkan pengambilan lokasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan karena Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku pengawas PPAT.

Selain itu, pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan waktu dan jarak lokasi penelitian yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti, sehingga akan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang lengkap dan valid.

1

Effendi Perangin, Op. Cit., halaman 5

(6)

3.2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif kualitatif.

Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992:15-20), deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan data yang diperoleh secara lengkap kemudian di analisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, yaitu data pertama/data mentah yang dikumpulkan dalam suatu penelitian.

2. Reduksi/penyederhanaan proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan dan membuat abstraksi.

Mengubah data mentah yang dikumpulkan dari penelitian kedalam catatan yang telah disortir atau diperiksa.

3. Penyajian data adalah menyusun informasi dengan cara tertentu sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan atau pengambilan data ini membantu untuk memahami peristiwa yang terjadi dan mengarah pada analisa atau tindakan lebih lanjut berdasarkan pemahaman

4. Penarikan Kesimpulan-kesimpulan atau verifikasi adalah sebagai langkah terakhir yang meliputi pemberian makna data yang telah disederhanakan dan disajikan kedalam penyajian data dengan cara logis dan metodelogi konfigurasi yang memungkinkan untuk diprediksi hubungan sebab akibat melalui hukum empiris.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanggung jawab PPAT dan PPAT sementara dalam pemeriksaan status tanah sebagai persiapan pembuatan akta jual beli tanah meliputi lima kegiatan, yaitu pemeriksaan tanah, penelitian tanah, pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah, yaitu:

1. Proses pemeriksaan tanah, kendala yang dihadapi adalah sulitnya menghadirkan para saksi yang menyebabkan pemeriksaan tanah berulang kali dilakukan sehingga waktu pengurusan pembuatan sertipikat semakin lama.

2. Penelitian tanah, kendala yang dihadapi adalah mencari saksi lama yang lama bermukim didaerah tersebut.

3. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah, kendala yang dihadapi adalah cuaca, selain hujan cuaca panas juga mempengaruhi alat pada alat ukurnya.

4. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, kendala yang dihadapi adalah kurangnya persyaratan pendaftaran dan peralihan hak-hak tersebut.

5. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, kendala yang dihadapi adalah surat-surat tanda bukti hak tersebut hanya ditanda tangani camat, sehingga harus diurus kembali ke kecamatan.

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis kemukakan dari uraian-uraian dari hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut:

1. Tanggung jawab PPAT dan PPAT sementara dalam pemeriksaan status tanah sebagai persiapan pembuatan akta jual beli tanah meliputi lima kegiatan, yaitu pemeriksaan tanah, penelitian tanah, pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

2. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah, yaitu:

a. Proses pemeriksaan tanah, kendala yang dihadapi adalah sulitnya menghadirkan para saksi yang

menyebabkan pemeriksaan tanah berulang kali dilakukan sehingga waktu pengurusan pembuatan

sertipikat semakin lama.

(7)

b. Penelitian tanah, kendala yang dihadapi adalah mencari saksi lama yang lama bermukim didaerah tersebut.

c. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah, kendala yang dihadapi adalah cuaca, selain hujan cuaca panas juga mempengaruhi alat pada alat ukurnya.

d. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, kendala yang dihadapi adalah kurangnya persyaratan pendaftaran dan peralihan hak-hak tersebut.

e. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, kendala yang dihadapi adalah surat-surat tanda bukti hak tersebut hanya ditanda tangani camat, sehingga harus diurus kembali ke kecamatan.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Badan Pertanahan Nasional sebaiknya lebih meningkatkan pembinaan formal maupun informal kepada PPAT maupun PPAT Sementara, dalam suatu forum komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melaksanakan tugas di bidang pertanahan khususnya mengenai PPAT, serta meningkatkan kesadaran PPAT dan PPAT Sementara agar dalam melaksanakan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak melanggar sumpah jabatannya, sehingga timbulnya kasus pada akta dapat dihindari.

2. Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam membuat akta jual

beli tanah harus teliti, cermat, hati-hati, dan tidak boleh ceroboh. Kemampuan meneliti dan memeriksa

sangat diperlukan sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi Camat selaku PPAT Sementara

yang tugasnya sangat kompleks sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Camat kebanyakan bukan dari Sarjana

Hukum jadi harus teliti serta harus mempunyai pengalaman dan penguasaan materi di bidang hukum

perjanjian/perikatan serta hukum pertanahan supaya benar-benar menguasai masalah tanah, demi

kesempurnaan dalam pembuatan akta. Kepatuhan dan kesadaran hukum dari masyarakat harus

ditingkatkan antara lain melalui penyuluhan- penyuluhan hukum, penyebaran pamflet-pamflet yang

berkaitan dengan masalah hukum tanah dengan bahasanya yang komunikatif agar dapat dimengerti oleh

masyarakat awam, atau melalui bahan- bahan bacaan lainnya, dan juga melalui mass media sehingga

dengan melalui berbagai macam cara tersebut diharapkan masyarakat yang tadinya buta hukum dapat

mengetahui dan mengerti hukum dan apabila sudah mengetahui dan mengerti hukum, maka hal ini akan

dapat meningkatkan derajat kepatuhan dan kesadaran hukum dari masyarakat dibidang hukum

pertanahan.

(8)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum , Cetakan Pertama, Ciitra Aditya Bakti, Bandung.

Adrian Sutedi, 2007, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya , Sinar Grafika, Jakarta.

Ali Ahmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan I, Pemberian Hak atas Tanah Negara , Prestasi Pustaka, Jakarta.

A.P. Parlindungan, 1991, Pedoman Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah , Mandar Maju, Bandung.

_______, 1999, Pendaftaran Tanah Indonesia (Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 Dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP No. 37 Tahun 1998) , Mandar Maju, Bandung.

Bachsan Mustafa, 1988, Hukum Agraria Dalam Perspektif , Remadja Karya, Bandung.

Bachtiar Efendi, 1993, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah , Alumni, Bandung.

Boedi Harsono, 2002, Hukum Agraria di Indonesia : Himpunan Peraturan- Peraturan Hukum Tanah , Djambatan, Jakarta.

_______, 2003, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria : Isi dan Pelaksanaan , Djambatan, Jakarta.

Effendi Perangin, 1994, Hukum Agraria di Indonesia : Sudut Telaah dari Sudut Pandang Praktisi

Hukum , Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(9)

Gunawan Widjaja, 2002, Jual Beli , Raja Grafindo Persada, Jakarta.

J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik , Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta.

John Salindeho, 1993, Masalah Tanah Dalam Pembangunan , Sinar Grafika, Jakarta.

Lili Rasjidi, 1988, Filsafat Hukum apakah Hukum Itu , Remaja Karya, Bandung.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif , (Terjemahan Tjetjep Rohendi), UI Press, Jakarta.

Ridwan Halim, 2005, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab , Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soemitro, 1983, Metode Penelitian Hukum , Rineka Cipta, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2003, Pengantar Penelitian Hukum , Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Subekti, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , Aka, Jakarta.

W.J.S. Poerwadarminto, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia , Pusaka Pusat Bahasa, Jakarta.

B. B . Pe P er ra at tu ur ra an n P Pe er ru un nd da an ng g- -u un nd da an ng ga an n

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

(10)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

C. C . Ar A rt ti ik ke el l I In n te t er rn ne et t

Erza Putri, Peran PPAT Dalam Peralihan Hak Atas Tanah, http://erzaputri.blogspot.com, yang diakses pada hari Jum’at, tanggal 27 Juli 2012 pukul 19.00 WITA.

Herman Teja Buwana, Wewenang Notaris Dan PPAT Masih Menyisakan Persoalan , http://herman- notary.blogspot.com/2009/06/wewenang-notaris-dan-ppat-masih.html, yang diakses pada hari Jum’at, tanggal 27 Juli 2012 pukul 19.30 WITA.

Law Community, Hukum Agraria , http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-agraria- suatu-pengantar, diakses tanggal 05 September 2012 pukul 20.00 WITA.

Mahatman Filiano Sutawan, Tanggunggugat Notaris Selaku PPAT Dalam Sengketa Perdata Jual Beli

Hak Milik Atas Tanah , Perpustakaan Universitas Airlangga, Surabaya, halaman 1, dokumen

diunduh dari http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s2-2006-utawanmah-

877&PHPSESSID=e99ecec43aeb91a73c0e368ce140cf5f yang diakses pada hari Minggu, 13

Mei 2012 pukul 17.00 WITA.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini dilaksanakan di PT Servo Lintas Raya (Titan Group), Muara Enim, Sumatera Selatan dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 07 Oktober 2019 dengan judul

[r]

(2010) melaporkan terdapat hubungan linier antara konsumsi BK dan emisi gas metana pada sapi, karena semakin meningkat konsumsi BK akan meningkatkan fermentasi BO

Dari grafik diatas pengaruh variasi panjang lengan terhadap nilai reduksi gerak translasi pada sistem utama , dapat disimpulkan pengaruh variasi panjang lengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006. tentang Forum Kewaspadaan

Hal itu juga yang mempengaruhi para wanita untuk memperoleh haknya, karena selama ini mereka menganggap bahwa haknya telah dirampas oleh kaum pria..

Karena metode ini biasanya pendidik mula-mula mengajarkan kata-kata dan kalimat- kalimat sederhana yang dapat dimengerti dan diketahui oleh peserta didik dalam bahasa