TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEMENTARA
(PPAT SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH
(Studi Kasus Di Kecamatan Balikpapan Selatan Dan Balikpapan Timur Di Kota Balikpapan)
MITHA SEPTIANI KHAIR Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Haris Retno Susmiyati, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Poppilea Erwinta, SH
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
ABSTRAK
Mitha Septiani Khair. 2013, Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan (di bawah bimbingan Dosen Pembimbing I Ibu Haris Retno Susmiyati, SH, MH dan Dosen Pembimbing II Ibu Poppilea Erwinta, SH).
Dengan adanya ketentuan UUPA, jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa secara bawah tangan, melainkan dihadapan seorang PPAT atau PPAT Sementara apabila suatu daerah Kecamatan belum diangkat seorang PPAT. Keharusan jual beli tanah dihadapan PPAT atau PPAT Sementara, telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kesatuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penerbitan peraturan tersebut dilakukan dalam rangka program pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta PPAT.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan dan faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan dan untuk mengetahui faktor- faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kewajiban PPAT dan PPAT sementara dalam pemeriksaan status tanah sebagai persiapan pembuatan akta jual beli tanah meliputi lima kegiatan, yaitu pemeriksaan tanah, penelitian tanah, pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Setiap sengketa tanah mengenai jual beli, kemungkinan besar PPAT atau PPAT Sementara
dipanggil untuk menjadi saksi di Pengadilan. PPAT atau PPAT Sementara tidak bertanggung jawab atas
data-data palsu yang disampaikan para pihak atau salah satu pihak dalam jual beli tanah. Apabila PPAT
atau PPAT Sementara tahu kalau para pihak menyampaikan data-data yang palsu kepadanya, PPAT atau
PPAT Sementara dapat dikenakan sanksi pidana, sanksi administratif, bahkan tidak tertutup kemungkinan
dituntut ganti rugi oleh pihak yang dirugikan secara perdata. Namun dalam praktiknya, PPAT maupun
PPAT Sementara tidak mau terlibat lebih jauh, apabila terjadi kasus mengenai akta yang dibuatnya,
disampaikan kepada PPAT atau PPAT Sementara palsu, adalah dapat dibatalkan. Demikian pula sertifikat tanah yang diterbitkan berdasarkan akta jual beli yang tidak sah, tentunya tidak sah pula sehingga dapat dibatalkan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Dengan adanya ketentuan UUPA, jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa secara bawah tangan, melainkan dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) apabila suatu daerah Kecamatan belum diangkat seorang PPAT. Dan mereka diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, berdasarkan syarat-syarat tertentu. Keharusan jual beli tanah dihadapan PPAT atau PPAT Sementara, telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kesatuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penerbitan peraturan tersebut dilakukan dalam rangka program pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta PPAT.
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli juga harus dilakukan para pihak dihadapan PPAT yang bertugas membuat akta. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Untuk dibuatkan akta jual beli tanah tersebut, pihak yang memindahkan hak, harus memenuhi syarat, yaitu berwenang memindahkan hak tersebut, sedangkan pihak yang menerima harus memenuhi syarat subyek dari tanah yang akan dibelinya itu serta harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
Apapun yang terjadi, seorang PPAT atau PPAT Sementara dalam menjalankan tugas jabatannya harus disertai dengan tanggung jawab dan kepercayaan diri yang penuh, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar serta siap untuk bertanggungjawab jika terjadi kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam setiap tindakannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan kewajiban PPAT dan PPAT Sementara dalam pemeriksaan status tanah sebagai persiapan pembuatan akta jual beli tanah, kewajiban PPAT dan PPAT Sementara dalam meneliti persyaratan jual beli tanah, dan tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara beserta tinjauan yuridis terhadap akta jual beli tanah di Kota Balikpapan tersebut apabila terdapat cacat hukum. Oleh karena itu, penulis membuat penulisan hukum dengan judul, sebagai berikut: “Tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah (Studi Kasus Di Kecamatan Balikpapan Selatan Dan Balikpapan Timur Di Kota Balikpapan)”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana implementasi tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat
tanah?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam memilih judul yang menyangkut masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah di Kota Balikpapan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pendaftaran pembuatan sertipikat tanah.
II. TINJUAN PUSTAKA
2.1. Pembuatan Akta Jual Beli Yang Tidak Sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Dalam menjalankan prakteknya sehari-hari, seringkali PPAT dalam membuat akta peralihan hak atas tanah terjadi kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan akta jual beli yang dibuatnya dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan.
Penyimpangan terhadap tata cara pembuatan akta yang dapat dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan, yaitu:
1. Penyimpangan terhadap syarat materil
Penyimpangan terhadap syarat materil dapat terjadi dikarenakan:
a. Salah satu penghadap dalam akta jual beli adalah anak di bawah umur atau belum genap berusia 21 tahun
b. Penghadap bertindak berdasarkan kuasa, namun pemberi kuasa yang disebutkan dalam akta kuasa telah meninggal dunia.
c. Penghadap bertindak berdasarkan kuasa subsitusi, akan tetap dicantumkan dalam akta pemberian kuasa mengenai hak subsitusi.
d. Pihak penjual dalam akta PPAT tidak disertai dengan adanya persetujuan dari pihak-pihak yang berhak memberi persetujuan terhadap perbuatan hukum dalam suatu akta
2. Penyimpangan terhadap syarat formil
Penyimpangan terhadap syarat formil dapat terjadi dikarenakan:
a. PPAT tidak membacakan isi akta jual beli secara terperinci, namun hanya menerangkan para pihak tentang perbuatan hukum dalam akta tersebut.
b. Pada saat penandatanganan akta jual beli belum membayar pajak.
c. Penandatanganan akta jual beli tidak dihadapan PPAT.
d. Sertipikat belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku tanah di Kantor Pertanahan pada saat akta jual beli ditandatangani.
e. Pembuatan Akta Jual Beli dilakukan di luar wilayah daerah kerja PPAT.
f. Nilai harga transaksi dalam akta jual beli berbeda dengan yang sebenarnya.
2.2. Tinjauan Umum Tentang PPAT 1. Pengertian PPAT
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dimuat dalam beberapa peraturan perundang undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) Pasal 1 Ayat 4 menyatakan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 1 Ayat 5 yang menyatakan bahwa:
untuk membuat akta-akta tanah”.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 Ayat 24 yang menyatakan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara seperti dikutip oleh Boedi Harsono, definisi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai berikut:
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga ketentuan-ketentuan Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan yang diambil Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut dapat dijadikan obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan”.
Berdasarkan kelima peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum, namun dalam peraturan perundang undangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat umum. Boedi Harsono mendefinisikan pejabat umum adalah sebagai berikut: “Pejabat umum adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu”.
2. Penggolongan PPAT
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 1-3 dan Pasal 31 ayat 2 menyatakan bahwa: “PPAT dibedakan menjadi empat macam, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara), Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti)”.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan masing-masing penggolongan PPAT yang telah dikemukakan di atas, yaitu:
a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 ayat 1).
b. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara)
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 1 ayat 2).
c. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus)
Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannnya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus) hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukkannya (Pasal 1 ayat 3).
d. Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti)
Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti) yaitu yang menggantikan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) yang berhalangan sementara, misalnya karena cuti (Pasal 31 ayat (2)).
2.3. Tinjauan Tentang PPAT Sementara
Effendi Perangin menyatakan bahwa: “Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ini adalah
Kepala Kecamatan”.
Sebelum melaksanakan jabatan, PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat dan didampingi Rohaniawan. Jika tidak mengangkat sumpah, maka akta yang dibuat tidak sah (Pasal 33 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah).
Effendi Perangin menyatakan bahwa: “Jika untuk kecamatan itu telah diangkat seorang PPAT, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi Camat dari kecamatan itu. Jika karena sesuatu sebab (sakit atau cuti) tidak dapat menjalankan tugasnya, maka yang bertindak selaku PPAT Sementara ialah pegawai yang secara sah mewakilinya sebagai Camat”.
1
A.P. Parlindungan menyatakan bahwa: “PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugasnya
sebagai PPAT apabila tidak lagi memegang jabatannya atau diberhentikan oleh Pejabat di bidang pertanahan yang sesuai dengan kewenangannya. Kalau Camat berhenti atau dipindahkan, maka dengan sendirinya penggantinya yang akan menggantikannya sebagai PPAT Sementara”.
2III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Notaris PPAT Yenny Wuryandari, S.H. yang beralamat di Jalan Mayjen Sutoyo RT 37 No. 14 Balikpapan Selatan dan Kantor Kecamatan Balikpapan Timur selaku Kantor PPAT Sementara yang beralamat di Jalan Mulawarman RT 39 No. 01 Kelurahan Manggar Balikpapan Timur serta dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan yang beralamat di Jalan Marsma R. Iswahyudi Nomor 40 Balikpapan.
Pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan wilayah Kota Balikpapan yang cukup luas, yaitu 50.330,57 Ha atau sekitar 20,52% dari seluruh luas wilayah Propinsi Kalimantan Timur, sedangkan pengambilan lokasi di Kantor Notaris PPAT Yenny Wuryandari, S.H. di Kota Balikpapan karena di kantor tersebut banyak transaksi jual beli tanah. Pengambilan lokasi di Kantor Kecamatan Balikpapan Timur selaku Kantor PPAT Sementara di Kota Balikpapan dikarenakan wilayah tersebut belum ada Kantor PPAT dan tanah di Kecamatan Balikpapan Timur cukup luas, yaitu 13.217,84 atau 26,26% dari luas wilayah Kota Balikpapan, serta sering terjadi transaksi jual beli tanah. Sedangkan pengambilan lokasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan karena Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku pengawas PPAT.
Selain itu, pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan waktu dan jarak lokasi penelitian yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti, sehingga akan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang lengkap dan valid.
1
Effendi Perangin, Op. Cit., halaman 5