• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PAM 252 Metode Numerik Bab 3 Sistem Persamaan Linier

Mahdhivan Syafwan

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas

Semester Genap 2016/2017

(2)

Bentuk-bentuk khusus matriks persegi

Matriks simetrik Matriks diagonal Matriks identitas Matriks segitiga atas Matriks segitiga bawah Matriks tridiagonal

Matriks Hessenberg (pentadiagonal)

(3)

Bentuk umum dari SPL:

a 11 x 1 + a 12 x 2 + · · · + a 1n x n = b 1

a 21 x 1 + a 22 x 2 + · · · + a 2n x n = b 2

.. . .. . .. . .. .

a n1 x 1 + a n2 x 2 + · · · + a nn x n = b n

Dalam bentuk matriks, SPL di atas dapat ditulis dengan Ax = b,

dimana

A =

a 11 a 12 · · · a 1n

a 21 a 22 · · · a 2n

.. . .. . .. . a n1 a n2 · · · a nn

 , x =

 x 1

x 2

.. . x n

 , b =

 b 1

b 2

.. . b n

 .

Bagaimana menentukan solusi untuk x = [x 1 x 2 ... x n ] T ?

(4)

Tentang solusi SPL

Ada tiga kemungkinan mengenai solusi SPL:

(a) Tidak ada solusi

(b) Tak-hingga solusi

(c) Solusi tunggal

Tafsiran geometris:

(5)

Pada persamaan sebelumnya, A disebut matriks koefisien.

Matriks yang dibentuk oleh matriks A dengan penambahan vektor kolom b disebut matriks lengkap dari SPL, yaitu

a 11 a 12 · · · a 1n b 1 a 21 a 22 · · · a 2n b 2 .. . .. . .. . .. . a n1 a n2 · · · a nn b n

 .

Operasi baris elementer (OBE):

Menukarkan dua buah baris

Mengalikan suatu baris dengan suatu konstanta tak-nol Menambahkan k kali baris ke-i pada baris ke-j

Sifat: OBE tidak mengubah penyelesaian SPL.

(6)

SPL segitiga atas

Bentuk umum dari SPL segitiga atas:

a 11 x 1 + a 12 x 2 + · · · + a 1n x 1 = b 1

a 22 x 2 + · · · + a 2n x 2 = b 2

. .. .. . .. . a nn x n = b n

Matriks lengkap dari SPL segitiga atas:

a 11 a 12 · · · a 1n b 1

a 22 · · · a 2n b 2

. .. ... .. . a nn b n

 .

Sifat: SPL segitiga atas mempunyai solusi tunggal jika dan hanya

jika setiap elemen diagonal dari matriks koefisiennya tidak nol, yaitu

a kk 6= 0, k = 1, 2, ..., n.

(7)

Selesaikan SPL segitiga atas berikut:

4x 1 − x 2 + 2x 3 + 3x 4 = 20

−2x 2 + 7x 3 − 4x 4 = −7

6x 3 + 5x 4 = 4

3x 4 = 60

(8)

SPL segitiga atas - substitusi mundur

Solusi dari SPL segitiga atas secara umum dapat dihitung sebagai berikut:

x n = b n /a nn

x n−1 = (b n−1 − a n−1,n x n )/a n−1,n−1

x n−2 = (b n−2 − (a n−2,n−1 x n−1 + a n−2,n x n ))/a n−2,n−2

.. .

x k = b k −

n

X

i=k+1

a ki x i

! /a kk

.. .

x 1 = b 1 −

n

X

i=2

a 1i x i

! /a 11

Proses perhitungan di atas dinamakan substitusi mundur, karena ...

(9)

Apa saja yang harus diperhatikan?

Dalam setiap iterasi, sebelum nilai x k dihitung, dilakukan

pemeriksaan terlebih dahulu terhadap elemen diagonal a kk (proses dihentikan jika ...)

Misalkan ˜ A adalah matriks lengkap. Maka vektor b berada pada

kolom ke ... dari matriks ˜ A.

(10)

Algoritma substitusi maju ? (pada SPL segitiga bawah)

(11)

Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss, selesaikan SPL berikut ini:

−x 1 + x 2 + 2x 3 = 1, 3x 1 − x 2 + x 3 = 1,

−x 1 + 3x 2 + 4x 3 = 1.

(12)

Dua tahap besar pada metode eliminasi Gauss

1

Tahap eliminasi (maju), yaitu mengubah SPL semula menjadi SPL segitiga atas melalui serangkaian OBE (operasi ini tidak mengubah solusi dari SPL semula).

2

Tahap substitusi mundur,

yaitu menyelesaikan SPL

segitiga atas yang terbentuk.

(13)

Langkah pertama:

membuat agar elemen-elemen kolom pertama mulai baris ke-2, 3, ..., n (yaitu a 21 , a 31 , ..., a n1 ) menjadi nol.

a 11 a 12 · · · a 1n a 1,n+1

a 21 a 22 · · · a 2n a 2,n+1

.. . .. . .. . .. . a n1 a n2 · · · a nn a n,n+1

a 11 a 12 · · · a 1n a 1,n+1

0 a 22 · · · a 2n a 2,n+1

.. . .. . .. . .. . 0 a n2 · · · a nn a n,n+1

 Catatan:

Notasi ∼ menyatakan bahwa proses yang dilakukan adalah melalui serangkaian OBE.

Elemen-elemen pada kedua matriks lengkap di atas menggunakan

notasi yang sama, yaitu a ij . Hal ini tidak berarti bahwa nilainya juga

sama. Pemakaian notasi yang sama ini ditujukan untuk keperluan

pada pemrograman komputer.

(14)

Metode eliminasi Gauss - tahap eliminasi

Langkah pertama - ilustrasi

a11 a12 · · · a1n a1,n+1 a21 a22 · · · a2n a2,n+1 a31 a32 · · · a3n a3,n+1

.. .

.. .

.. .

.. . an1 an2 · · · ann an,n+1

(b)2←(b)2−a21 a11(b)1

a11 a12 · · · a1n a1,n+1 0 a22 · · · a2n a2,n+1 a31 a32 · · · a3n a3,n+1

.. .

.. .

.. .

.. . an1 an2 · · · ann an,n+1

a11 a12 · · · a1n a1,n+1 a21 a22 · · · a2n a2,n+1 a31 a32 · · · a3n a3,n+1

.. .

.. .

.. .

.. . an1 an2 · · · ann an,n+1

(b)3←(b)3−a31 a11(b)1

a11 a12 · · · a1n a1,n+1 0 a22 · · · a2n a2,n+1 0 a32 · · · a3n a3,n+1 ..

. .. .

.. .

.. . an1 an2 · · · ann an,n+1

.. .

a11 a12 · · · a1n a1,n+1 a21 a22 · · · a2n a2,n+1 a31 a32 · · · a3n a3,n+1

.. .

.. .

.. .

.. . an1 an2 · · · ann an,n+1

(b)n ←(b)n −an1 a11(b)1

a11 a12 · · · a1n a1,n+1 0 a22 · · · a2n a2,n+1 0 a32 · · · a3n a3,n+1 ..

. .. .

.. .

.. . 0 an2 · · · ann an,n+1

(15)

Langkah pertama - algoritma (b) 2 ← (b) 2 − a a

21

11

(b) 1

(b) 3 ← (b) 3 − a a

31

11

(b) 1

.. .

(b) n ← (b) n − a a

n111

(b) 1

(16)

Metode eliminasi Gauss - tahap eliminasi

Langkah kedua: mengeliminasi kolom kedua dari matriks lengkap SPL.

a11 a12 a13 · · · a1n a1,n+1 0 a22 a23 · · · a2n a2,n+1 0 a32 a33 · · · a3n a3,n+1 ..

. .. .

.. .

.. . 0 an2 an3 · · · ann an,n+1

(b)3←(b)3−a32 a22(b)2 (b)4←(b)4−a42

a22(b)2 .. . (b)n ←(b)n −an2

a22(b)2

a11 a12 a13 · · · a1n a1,n+1 0 a22 a23 · · · a2n a2,n+1 0 0 a33 · · · a3n a3,n+1 ..

. .. .

.. .

.. . 0 0 an3 · · · ann an,n+1

Langkah ke-3, 4, ..., n − 1: mengeliminasi kolom ke-3, 4, ..., n − 1 dari matriks lengkap SPL.

Hasil akhir dari tahap eliminasi adalah suatu SPL segitiga atas. Solusi

SPL dapat diperoleh dengan menjalankan algoritma substitusi mundur.

(17)

Catatan: elemen pembagi pada tahap eliminasi, yaitu a[k, k]

dinamakan elemen penumpu (pivot).

(18)

Algoritma metode eliminasi Gauss

(19)

Kelemahan metode eliminasi Gauss:

Proses eliminasi tidak dapat dilakukan jika elemen penumpu (pivot) bernilai nol.

Jika nilai mutlak dari elemen pivot sangat kecil, maka pada realisasi komputer akan menimbulkan perambatan galat pembulatan yang besar.

Cara memperbaikinya?

Perlu dipilih elemen penumpu yang nilai mutlaknya besar.

Hal ini direalisasikan dengan melakukan pertukaran baris dan/atau kolom pada matriks lengkap.

Pertukaran baris tidak mengubah solusi SPL.

Pertukaran kolom bagaimana?

Teknik pemilihan elemen penumpu ini dinamakan teknik penumpuan

(pivoting).

(20)

Beberapa macam teknik penumpuan

Penumpuan total

Elemen penumpu diambil dari max

k≤i ,j≤n |a ij | Memerlukan pertukaran baris dan/atau kolom Penumpuan parsial

Elemen penumpu diambil dari max

k≤i ≤n |a ik | Hanya memerlukan pertukaran baris saja Penumpuan parsial terskala

Elemen penumpu diambil dari max

k≤i ≤n |a ik /a kk | Hanya memerlukan pertukaran baris saja

Elemen penumpu yang dipilih kemudian ditempatkan pada posisi

(k, k) dari matriks lengkap SPL.

(21)
(22)

Eliminasi Gauss dengan penumpuan parsial - algoritma?

(23)
(24)

Beberapa SPL dengan matriks koefisien sama

Pandang dua SPL berikut:

 

 

x

1

+ 2x

2

+ x

3

+ 4x

4

= 13

2x

1

+ 4x

3

+ 3x

4

= 28

4x

1

+ 2x

2

+ 2x

3

+ x

4

= 20

−3x

1

+ x

2

+ 3x

3

+ 2x

4

= 0

 

 

x

1

+ 2x

2

+ x

3

+ 4x

4

= 8

2x

1

+ 4x

3

+ 3x

4

= 9

4x

1

+ 2x

2

+ 2x

3

+ x

4

= 9

−3x

1

+ x

2

+ 3x

3

+ 2x

4

= 3 Matriks lengkap dari dua SPL tersebut dapat ditulis:

1 2 1 4 13 8

2 0 4 3 28 9

4 2 2 1 20 9

−3 1 3 2 6 3

 .

Solusi dari masing-masing SPL dapat ditentukan dengan metode eliminasi Gauss.

(25)
(26)

Perhitungan determinan - dasar teori

Teorema (determinan matriks segitiga atas)

Jika A matriks segitiga atas berukuran n × n, maka det(A) = Y

n i=1

a

ii

.

Bukti. Lakukan ekspansi kofaktor berkali-kali sepanjang baris terakhir.  Teorema (pengaruh OBE terhadap nilai determinan suatu matriks) Misalkan A matriks berukuran n × n.

Jika B adalah matriks hasil dari perkalian suatu baris (kolom) matriks A dengan konstanta k, maka det(B) = k det(A).

Jika B adalah matriks hasil dari pertukaran dua baris (kolom) matriks A, maka det(B) = − det(A).

Jika B adalah matriks hasil penambahan k kali baris (kolom) ke baris (kolom) lain dari matriks A, maka det(B) = det(A).

Bukti. ...

(27)

Untuk menghitung determinan suatu matriks, lakukan serangkaian OBE terhadap matriks tersebut sedemikian sehingga menjadi matriks segitiga atas. Perhatikan perubahan nilai determinan selama melakukan OBE.

Contoh. Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss dengan penumpuan parsial, tentukan determinan dari

1 2 1 4

2 0 4 3

4 2 2 1

−3 1 3 2

 .

Algoritmanya?

(28)

Perhitungan determinan - algoritma

Masukan: n ukuran matriks

a[i,j] i=1,2,…,n; j=1,2,…,n elemen-elemen matriks Keluaran: d nilai determinan matriks

Langkah-Langkah:

1. f:=0 2. d:=1

3. (*tahap eliminasi dengan pivoting*) untuk k=2,3,…,n

jika abs(a[k-1,k-1])<1e-15 maka “proses gagal”, stop untuk i=k,k+1,…,n

p:=a[i,k-1]/a[k-1,k-1]

untuk j=k-1,k,…,n

a[i,j]:=a[i,j]-p*a[k-1,j]

d:=d*a[k-1,k-1];

4. d:=(-1)^f*d*a[n,n];

m:=k-1

untuk i=k,k+1,…,n

jika abs(a[i,k-1])>abs(a[m,k-1]) maka m:=i jika m~=k-1

maka f:=f+1

untuk j=k-1,k,…,n s:=a[k-1,j]

a[k-1,j]:=a[m,j]

a[m,j]:=s

(29)

Gunakan metode eliminasi Gauss-Jordan (eliminasi maju dan mundur):

A I  ∼ · · · ∼ I A −1  . [justifikasi!]

Contoh.

Algoritmanya?

(30)

Perhitungan invers - algoritma

Masukan: n ukuran matriks

a[i,j] i=1,2,…,n; j=1,2,…,n elemen matriks Keluaran: b[i,j] i=1,2,…,n; j=1,2,…,n elemen invers matriks Langkah-Langkah:

1. (*tahap menggandengkan matriks identitas*)

untuk i=1,2,…,n untuk j=n+1,n+2,…,2*n

jika i=j+n maka a[i,j]:=1 jikatidak a[i,j]:=0

2. (*tahap eliminasi maju dengan pivoting*)

untuk k=2,3,…,n

jika abs(a[k-1,k-1])<1e-15 maka “proses gagal”, stop untuk i=k,k+1,…,n

p:=a[i,k-1]/a[k-1,k-1]

untuk j=k-1,k,…,2*n a[i,j]:=a[i,j]-p*a[k-1,j]

3. (*tahap eliminasi mundur*) untuk k=n-1,n-2,…,1

jika abs(a[k+1,k+1])<1e-15 maka “proses gagal”, stop untuk i=k,k-1,…,1

p:=a[i,k+1]/a[k+1,k+1]

untuk j=1,2,…,k+1

a[i,j]:=a[i,j]-p*a[k+1,j]

untuk j=n+1,n+2,…,2*n a[i,j]:=a[i,j]-p*a[k+1,j]

4. (*tahap mendapatkan invers matriks*) untuk i=1,2,…,n

untuk j=n+1,n+2,…,2*n b[i,j-n]:=a[i,j]/a[i,i]

m:=k-1 untuk i=k,k+1,…,n

jika abs(a[i,k-1])>abs(a[m,k-1]) maka m:=i jika m~=k-1

untuk j=k-1,k,…,2*n s:=a[k-1,j]

a[k-1,j]:=a[m,j]

a[m,j]:=s

(31)

Perhatikan matriks SPL tridiagonal berikut:

 b 1 c 1 a 2 b 2 c 2

a 3 b 3 . ..

. .. ... c n−1 a n b n

 x 1 x 2 x 3 .. . x n

=

 d 1 d 2 d 3 .. . d n

 .

Pada SPL tersebut, banyak sekali koefisiennya yang bernilai nol.

Bagaimana algoritma yang paling efisien untuk mencari solusi SPL

tersebut? −→ TUGAS BACA!

(32)

Definisi faktorisasi LU dan kegunaannya

Definisi (Faktorisasi LU/Segitiga)

Matriks nonsingular A dikatakan mempunyai faktorisasi LU (juga dikenal dengan faktorisasi segitiga) jika ia dapat ditulis sebagai perkalian matriks segitiga bawah L dan matriks segitiga atas U, yaitu

A = LU.

Misalkan matriks koefisien A dari SPL Ax = b mempunyai faktorisasi LU.

Maka

Ax = b ⇔ (LU)x = b ⇔ L(Ux) = b.

Sekarang misalkan d = Ux. SPL segitiga bawah Ld = b dapat

diselesaikan dengan substitusi maju. Setelah d diperoleh, solusi x dapat

dicari dari SPL segitiga atas Ux = d dengan substitusi mundur.

(33)
(34)

Beberapa jenis faktorisasi LU

Secara umum faktorisasi LU tidak tunggal.

Agar hasilnya tunggal, biasanya dilakukan dengan memilih matriks L dan U yang memiliki sifat tertentu.

Beberapa faktorisasi LU yang dikenal:

Faktorisasi/dekomposisi Doolitle, yaitu elemen diagonal utama matriks L dipilih bernilai 1.

Faktorisasi/dekomposisi Crout, yaitu elemen diagonal utama matriks U dipilih bernilai 1.

Faktorisasi/dekomposisi Cholesky, yaitu matriks U dibuat

sama dengan L T jika A matriks simetris.

(35)

Misalkan dari tahap eliminasi pada eliminasi Gauss diperoleh

A =

a

11

a

12

· · · a

1n

a

21

a

22

· · · a

2n

. .. .

.. .

..

a

n1

a

n2

· · · a

nn

∼ · · · ∼

a

11

a

12

· · · a

1n

0 a

22(1)

· · · a

(1)2n

. .. .

.. .

..

0 0 · · · a

(n−1)nn

= U,

dimana a

(k)ij

menyatakan elemen matriks A pada posisi (i , j) yang nilainya merupakan hasil dari OBE pada iterasi ke-k.

Meskipun tidak muncul secara langsung, matriks L juga dihasilkan dari proses eliminasi ini, yaitu diberikan oleh

L =

1 0 · · · 0 l

21

1 · · · 0 .. . .. . .. . l

n1

l

n2

· · · 1

 ,

dimana l

ij

= a

(j−1)ij

/a

(j−1)jj

dan a

(0)i1

= a

i1

[periksa!].

(36)

Faktorisasi LU Doolitle dengan eliminasi Gauss - algoritma

(37)

Diberikan sistem

Ax 1 =

 1 0 .. . 0

, Ax 2 =

 0 1 .. . 0

, . . . , Ax n =

 0 0 .. . 1

 ,

dimana A adalah matriks berukuran n × n dan x 1 , x 2 , ..., x n adalah vektor-vektor berukuran n × 1. Jika A dapat diinverskan, maka

A −1 = [x 1 x 2 . . . x n ] . [tunjukkan!]

Solusi x 1 , x 2 , ..., x n dapat ditentukan dengan menggunakan

faktorisasi LU. Karena sistem di atas memiliki matriks koefisien

yang sama, maka matriks L dan U cukup dihitung sekali.

(38)

Perhitungan invers matriks - algoritma

(39)

Tentukan matriks dekomposisi LU yang memenuhi

A =

1 3 6

4 8 −1

−2 3 5

 =

1 0 0

m 21 1 0 m 31 m 32 1

a 11 a 12 a 13 0 a 22 a 23 0 0 a 33

 = LU

(40)

Contoh 2

(41)

Alternatif metode untuk menyelesaikan SPL (dan juga SPNL).

Metode iteratif dimulai dengan sebuah tebakan awal, kemudian digunakan suatu metode sistematis untuk

memperoleh barisan yang diharapkan konvergen ke solusi yang ingin dicari.

Metode iteratif untuk SPL: metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel.

Metode iteratif untuk SPNL: metode substitusi berturutan dan

metode Newton-Raphson (kasus multivariat) [tidak dipelajari].

(42)

Ilustrasi

Figure : (a) Metode Gauss-Seidel, (b) Metode Jacobi

(43)

Diberikan SPL berikut:

a 11 x 1 + a 12 x 2 + · · · + a 1n x n = b 1

a 21 x 1 + a 22 x 2 + · · · + a 2n x n = b 2

.. . .. . .. . .. .

a n1 x 1 + a n2 x 2 + · · · + a nn x n = b n

Rumus iterasi dari metode Jacobi:

x i (k+1) =

b i −

n

X

j=1,j6=i

a ij x j (k)

 /a ii , i = 1, 2, ..., n.

Catatan: indeks (k) menyatakan langkah iterasi.

Ambil tebakan awal x = h

x 1 (0) x 2 (0) · · · x n (0)

i T

. Kriteria penghentian iterasi: max

1≤i ≤n

x i (k+1) − x i (k)

< ǫ.

(44)

Algoritma metode Jacobi

(45)

Diberikan SPL berikut:

a 11 x 1 + a 12 x 2 + · · · + a 1n x n = b 1

a 21 x 1 + a 22 x 2 + · · · + a 2n x n = b 2

.. . .. . .. . .. .

a n1 x 1 + a n2 x 2 + · · · + a nn x n = b n

Rumus iterasi dari metode Gauss-Seidel:

x i (k+1) =

b i −

i−1

X

j=1

a ij x j (k+1)

n

X

j=i +1

a ij x j (k)

 /a ii , i = 1, 2, ..., n.

Catatan: indeks (k) menyatakan langkah iterasi.

Ambil tebakan awal x = h

x 1 (0) x 2 (0) · · · x n (0)

i T

. Kriteria penghentian iterasi: max

1≤i ≤n

x i (k+1) − x i (k)

< ǫ.

(46)

Algoritma metode Gauss-Seidel

(47)

Metode Jacobi dan Gauss-Seidel tidak selalu konvergen.

Syarat cukup agar kedua metode tersebut konvergen adalah matriks koefisien A bersifat dominan kuat secara diagonal, yaitu

|a ii | >

n

X

j=1,j6=i

|a ij |, i = 1, 2, ..., n.

Sebelum metode Jacobi dan Gauss-Seidel digunakan, lakukan dulu pemeriksaan apakah matriks koefisien A bersifat dominan kuat secara diagonal.

Salah satu cara agar matriks koefisien A bersifat dominan kuat secara diagonal adalah dengan menukarkan baris-baris dari SPL tersebut.

Bila proses penukaran baris tidak berhasil membuat matriks

koefisien A bersifat dominan kuat secara diagonal, maka metode

Jacobi dan Gauss-Seidel biasanya tidak dapat digunakan.

Gambar

Figure : (a) Metode Gauss-Seidel, (b) Metode Jacobi

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas, maka faktor inilah yang telah melatarbelakangi penulis untuk mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisan skripsi dengan judul “PENEGAKAN

Dalam suatu sistem tenaga listrik banyak terdapat peralatan listrik yang harus dilindungi dari pengaruh surja Petir akan tetapi disini ditekankan pada suatu peralatan utama

Bagi kelompok siswa yang memiliki flexibility rendah hasil hasil belajar gerakan tiger sprong senam lantai lebih tinggi bila dilatih dengan menggunakan gaya

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis yang diajukan di atas dengan menggunakan analisis regresi, baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara parsial

Gaya kepemimpinan situasional dapat digunakan sebagai upaya untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki para karyawan serta lebih meningkatkan peran serta dari

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan gaya kepemimpinan terutama gaya kepemimpinan direktif, gaya kepernimpinan suportif, gaya kepernimpinan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan analisis regresi pada hipotesis pertama selama periode 2007- 2011 menunjukan bahwa pengaruh dari seluruh