• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya.

2.1 Matriks

Matriks adalah susunan elemen-elemen yang disusun menurut baris dan kolom se- hingga berbentuk persegi panjang dengan panjang dan lebar menunjukkan banyak baris dan banyak kolom. Matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks berukuran m × n. Matriks yang memiliki banyak baris dan banyak kolom sama disebut matriks bujur sangkar.

Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

A =

a11 a12 · · · a1n a21 a22 · · · a2n

... ... . .. ... an1 an2 · · · ann

← baris ke − i

↑ kolom ke − j

Elemen yang menempati baris ke-i dan kolom ke-j disebut entri (i, j) dan ditulis sebagai A = [aij]. Matriks yang terdiri dari 1 baris dan n kolom ditulis 1 × n disebut dengan matriks baris atau vektor baris dan yang terdiri atas n baris dan 1 kolom disebut matriks kolom atau vektor kolom.

2.2 Perkalian Matriks

Definisi 2.2.1 Diberikan matriks A = [aij] berukuran n × p dan matriks B = [ij]

berukuran p × n, maka perkalian matriks A dan B yaitu AB adalah matriks

(2)

yang berukuran n × n. Anggap perkalian matriks AB sebagai matriks C = [cij] didefinisikan sebagai :

cij = ai1b1j + ai2b2j+ ... + aipbpj

Perkalian A dan B terdefinisi hanya jika banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B.

2.3 Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss-Jordan

Pada dasarnya eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss-Jordan digunakan dalam men- cari solusi persamaan linier. Tetapi dalam tulisan ini eliminasi Gauss dan eliminasi Gauss-Jordan digunakan dalam aturan perkalian determinan.

Definisi 2.3.1 Operasi berikut disebut dengan operasi baris elementer, antara lain (1) Pertukaran dua baris.

(2) Perkalian suatu baris dengan skalar tak nol.

(3) Penjumlahan baris yang dikalikan dengan skalar tak nol dengan baris yang lain.

Definisi 2.3.2 Suatu matriks dikatakan dalam bentuk eshelon baris (dan akan disebut row-echelon form atau ref ) bila memenuhi hal-hal berikut :

(1) Jika suatu baris tidak terdapat entri nol, maka entri tak nol pertama baris tersebut adalah 1 (entri 1 ini disebut sebagai leading entry atau pivot).

(2) Jika terdapat baris yang semua entrinya nol maka baris tersebut diletakkan dibagian bawah matriks.

(3) Setiap leading entri 1 terletak disebelah kanan leading entri 1 yang terletak di bagian atas.

Definisi 2.3.3 Row-echelon form dikatakan reduced row-echelon form atau rref jika memenuhi kondisi row-echelon form dengan setiap kolom terdiri atas leading entri 1 dan nol untuk entri yang lain.

(3)

2.4 Determinan

Diberikan sutu matriks A berukuran 2 × 2 sebagai berikut :

A = a b

c d

!

Skalar ad − bc disebut determinan dari A yang dinotasikan dengan det(A) atau |A|. Determinan matriks adalah berupa skalar yang hanya terdefinisi untuk matriks bujur sangkar.

Berikut diberikan definisi determinan secara umum.

Definisi 2.4.1 Diberikan matriks A = [aij] berukuran n × n dan determinan dari A dinyatakan dengan skalar yaitu sebagai berikut

det(A) =P

p

σ(p)a1p1a2p2...anpn

penjumlahan dilakukan sampai n! permutasi p = (p1, p2, ..., pn) dari (1, 2, ..., n).

Setiap a1p1a2p2...anpn memuat tepat satu entri dari setiap baris dan setiap kolom dari A. Jika σ(p) = +1 dikatakan permutasi genap yaitu jumlah inversi seluruh- nya adalah sebuah bilangan bulat yang genap dan σ(p) = −1 dikatakan permutasi ganjil yaitu jumlah inversi seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.

Contoh 1 : Diberikan matriks

A =

1 2 3

4 5 6

7 8 9

Carilah det(A) dengan menggunakan Definisi determinan.

Jawab:

Karena n = 3 dan 3! = 6, berarti ada 6 permutasi dari (1,2,3) dengan ketentuan ekspansi dari det(A) ditunjukkan sebagai berikut:

(4)

p = (p1, p2, p3) σ(p) a1p1a2p2...anpn (1,2,3) + 1 × 5 × 9 = 45 (1,3,2) - 1 × 6 × 8 = 48 (2,1,3) - 2 × 4 × 9 = 72 (2,3,1) + 2 × 6 × 7 = 84 (3,1,2) + 3 × 4 × 8 = 96 (3,2,1) - 3 × 5 × 7 = 105 Sehingga diperoleh:

det(A) =P

p

σ(p)a1p1a2p2...anpn = 45 − 48 − 72 + 84 + 96 − 105 = 0.

Untuk matriks A berukuran n × n dengan det(A) = 0 maka matriks A dikatakan singular, selain itu dikatakan nonsingular.

Berikut diberikan beberapa sifat-sifat dari determinan :

Teorema 2.1 Diberikan matriks A dan B berukuran n × n, dan berlaku det (AB) =det(A) det (B).

Bukti.

Asumsikan satu dari matriks A atau B mempunyai det = 0, berakibat det(A) det(B) = 0. Jika det(B) = 0 maka Bx = 0, untuk x 6= 0. Persamaan ini mempunyai tak berhingga banyaknya solusi. Kalikan Bx = 0 dengan matriks A di ruas kiri sehingga ABx = 0 menunjukkan bahwa perkalian matriks AB tidak invertible. Oleh karena itu dipenuhi det(AB) = det(A) det(B). Jika det(B) 6= 0 dan det(A) = 0, maka ada suatu vektor y 6= 0 memenuhi per- samaan Ay = 0. Ambil x = B−1y maka ABx = Ay. Karena Ay = 0 berar- ti perkalian matriks AB tidak invertible. Asumsikan matriks A dan B berupa matriks invertible berakibat C = AB adalah invertible. Dengan cara reduced row-echelon form (rref) didapat rref(A) = rref(B) = I. Denngan menggunakan matriks elementer I = rref(A) = E1E2...EkA−1 dan I = rref(B) = F1F2...FlB−1. Maka A B = E1E2...EkF1F2...Fl. Karena det(EX) = det(E) det(X) untuk E matriks elementer dan X sebarang matriks bujur sangkar. Sehingga diperoleh : det(A) = det(E1) det(E2)...det(Ek) dan det(B) = det(F1) det(F2)...det(Fk). Jadi det(AB) = det(A) det (B).

(5)

Teorema 2.2 Diberikan matriks A berukuran n × n non-singular.

Untuk matriks c dan d berukuran n × 1, pernyataan berikut dipenuhi : (1) det(I + cdt) = 1 + dtc

(2) det(A + cdt) = det(A)(1 + dtA−1c)

Bukti.

(1) Dengan mengaplikasikan perkalian matriks berikut diperoleh

I 0

dt 1

! I + cdt c

0 1

! I 0

−dt 1

!

= I c

0 1 + dtc

!

Apabila dideterminankan matriks ruas kiri dan kanan diperoleh :

I 0

dt 1

I + cdt c

0 1

I 0

−dt 1

=

I c

0 1 + dtc sehingga didapat:

det(I) det(I + cdt) det (I) = det I(1 + dtc) 1× det(I + cdt) × 1 = (1 + dtc) det(I) atau det(I + cdt) = 1 + dtc.

(2) Dari bentuk matriks A + cdt = A(I + A−1cdt). Karena untuk sebarang matriks A dan B berukuran n × n berlaku det(AB ) = det (A) det (B ), sehingga

det(A + cdt) = det (A) det (I + A−1cdt)

= det (A)(1 + dtA−1c) Contoh 2 : Diberikan matriks

A =

1 + λ1 1 ... 1

1 1 + λ2 ... 1

... ... . .. ...

1 1 . . . 1 + λn

 Untuk λi 6= 0, tentukanlah det (A).

Solusi :

Anggap bentuk matriks A = D + eet, dengan D = diag(λ1, λ2, ..., λn) dan et= (1 1 ... 1), sehingga

det (D + eet) = det (D )(1 + etD−1e) =

 n Q

i=1

λi

 

1 +

n

P

i=1 1 λi



(6)

Himpunan yang beranggotakan matriks berukuran n × n atas lapangan dino- tasikan dengan Mn(F). Salah satu contoh himpunan matriks atas lapangan adalah matriks yang entrinya atas himpunan bilangan kompleks (C) dan matriks yang en- trinya atas himpunan bilangan riil (R), dengan kata lain

Mn(F) = {An×n|A = [aij], aij ∈ F, i, j = 1, 2, ..., n}

Untuk suatu A matriks berukuran m × n yang entrinya atas himpunan bi- langan kompleks atau A ∈ Mm×n(C) dengan α ⊆ {1, 2, ..., m} dan β ⊆ {1, 2, ..., n}, dapat dibuat matriks baru dengan indeks α menyatakan baris dan indeks β meny- atakan kolom sehingga [α, β] ditentukan dari baris α dan kolom β yang saling bersesuaian atau saling berpotongan. Matriks baru yang terbentuk ini disebut submatriks dari A yang dinotasikan dengan A[α, β].

Contoh 3 : Diberikan matriks

A =

1 i i+1

i 3 -i

1-i -i 4

jika α = {1, 3} dan β = {1, 2, 3} maka α = {1, 3} menyatakan baris dan β = {1, 2, 3} menyatakan kolom sehingga dari baris α dan kolom β yang saling berpotongan diperoleh submatriks berikut :

A[α, β] =

1 i 1 + i

i 3 −i

1 − i -i 4

[{1, 3}, {1, 2, 3}] = 1 i 1 + i 1 − i -i 4

!

Jika α = β maka A[α, β] = A[α], submatriks A[α] disebut submatriks utama dari A. Determinan dari submatriks utama A disebut minor utama A.

Dari contoh di atas untuk α = β = {1, 3} diperoleh :

A[α] =

1 i 1 + i

i 3 −i

1 − i -i 4

[{1, 3}] = 1 1 + i 1 − i 4

!

(7)

2.5 Invers Matriks

Suatu matriks A mempunyai invers atau tidak mempunyai invers dapat dilakukan dengan memperlihatkan determinan dari matriks A tersebut tidak nol. Dengan kata lain det(A) 6= 0 berarti matriks A invertible.

Definisi 2.5.1 Diberikan matriks A dan B berukuran n × n, sehingga berlaku AB = BA = I, maka A dikatakan invertibel atau nonsingular dan B dikatakan invers dari A. Karena A adalah invers dari A maka B = A−1. Jadi AA−1 = A−1A = I.

Sifat-sifat dari invers matriks diberikan pada teorema-teorema berikut ini :

Teorema 2.3 Untuk matriks A dan B berukuran n × n non-singular maka di- peroleh :

(1) (A−1)−1 = A

(2) Perkalian AB juga nonsingular dan (AB)−1 = B−1A−1 (3) (A−1)t = (At)−1

Bukti.

(1) Dari Definisi, A−1 adalah invers dari A sehingga A−1A = AA−1 = I. Ber- akibat (A−1)−1 adalah invers dari A−1 sehingga A−1(A−1)−1 = I . Karena A−1(A−1)−1 = A−1A = In maka (A−1)−1 = A.

(2) Anggap X = B−1A−1 dan menunjukkan bahwa (AB )X = In. Diperoleh (AB )X = (AB )B−1A−1 = A(BB−1)A−1 = A(In)A−1 = AA−1 = In. (3) Anggap X = (A−1)t dan menunjukkan bahwa AtX = In.

Dengan membentuk AtX = At(A−1)t = (A−1A)t= Int= In. Oleh karena itu,(At)−1 = X = (A−1)t.

Teorema 2.4 Untuk matriks A yang nonsingular, berlaku det (A−1) = 1/det(A).

(8)

Bukti.

Karena AA−1 = In, jika dideterminankan ruas kiri dan kanan maka det(A A−1)

= det (In). Dari sifat determinan diperoleh det(AA−1) = det(A) det (A−1).

Karena det(In) = 1 berakibat det(A) det (A−1) = 1. Kemudian bagi kedua sisi dengan det(A), maka det(A−1) = 1/det(A).

Perkalian dua matriks yang berukuran sama biasanya tidak komutatif. Tetapi pernyataan berikut selalu memperlihatkan sifat komutatif berlaku.

Teorema 2.5 Jika A adalah matriks berukuran n × n sedemikian hingga matriks (I − A) non-singular maka A(I − A)−1 = (I − A)−1A.

Bukti. Untuk matriks A yang berukuran n×n sedemikian hingga matriks (I −A) nonsingular berarti (I − A)−1 ada.

Akan ditunjukkan bahwa : A(I − A) = (I − A)A A(I − A) = AI − AA

= I A − A A = (I − A)A

Karena A(I − A) = (I − A)A maka dengan mengalikan kedua persamaan di sebe- lah kanan dengan (I − A)−1 diperoleh A = (I − A)A(I − A)−1. Kalikan kembali kedua persamaan di sebelah kiri dengan (I − A)−1 dan diperoleh (I − A)−1A = A(I − A)−1.

2.6 Matriks Uniter dan Hermite

Untuk suatu matriks dengan entri berupa bilangan kompleks atau a + bi memiliki sekawan atau konjugat a + bi = a − bi maka suatu matriks A memiliki sekawan dinotasikan dengan A dan transpos sekawan yang didefinisikan sebagai berikut :

A = At.

(9)

Contoh 4 :Diberikan matriks A = 1 + i −i 0

2 3 − 2i i

!

sehingga transpos sekawan A diperoleh sebagai berikut :

A = 1 − i i 0

2 3 + 2i −i

!

Definisi 2.6.1 Suatu matriks bujur sangkar A dengan entri-entri berupa bilangan kompleks dikatakan uniter jika A−1 = A atau berlaku sifat AA = AA = I.

Definisi 2.6.2 Matriks bujur sangkar A dengan entri-entri berupa bilangan kom- pleks dikatakan hermite jika A = A.

Contoh 5 : Diberikan matriks

A =

1 i 1 + i

−i −5 2 − i 1 − i 2 + i 3

diperoleh sekawan atau konjugat A sebagai berikut :

A =

1 −i 1 − i i −5 2 + i 1 + i 2 − i 3

 sehingga diperoleh :

A = At =

1 i 1 + i

−i −5 2 − i 1 − i 2 + i 3

 yang berarti bahwa A adalah hermite.

Untuk mengenali suatu matriks hermit merupakan suatu hal yang tidak sulit yaitu dengan pemeriksaan entri-entri pada diagonal utama berupa bilangan riil dan entri-entri di atas dan di bawah diagonal utama matriks tersebut berupa kom- plek sekawanannya.

(10)

2.7 Matriks Similar atau Serupa

Dalam teori matriks ada yang dikenal dengan matriks similar. Suatu matriks A dikatakan similar dengan B jika dan hanya jika matriks A dan B similar.

Definisi 2.7.1 Diberikan matriks A dan B berupa matriks bujur sangkar, ma- ka disebut bahwa B similar dengan A jika terdapat suatu matriks R yang dapat diinvertible sehingga A = R−1BR

Dari Definisi persamaan A = R−1BR dapat juga ditulis B = RAR−1 atau B = (R−1)−1AR−1. Dengan mengasumsikan Q = R−1 maka diperoleh B = Q−1AQ yang menyatkan bahwa A similar dengan B.

Contoh 6 : Diberikan matriks

A = 1 1

−2 4

!

Tentukanlah matriks similar dari A.

Jawab:

Anggap λ eigenvalue dari matriks A yang bersesuaian dengan vektor x 6= 0 memenuhi persamaan Ax = λx atau (A − λI)x = 0. Karena x 6= 0 maka (A − λI) = 0 adalah singular yaitu det(A − λI) = 0.

|(A − λI)| =

1 − λ 1

−2 4 − λ

= (1 − λ)(4 − λ) + 2 = λ2− 5λ + 6 = 0.

atau (λ − 2)(λ − 3) = 0, diperoleh λ1 = 2 dan λ2 = 3.

Untuk λ1 = 2 maka dari persamaan (A − λ)x = 0 diperoleh : (A − 2I)x = −1 1

−2 2

! x1 x2

!

= 0

0

!

Dari persamaan tersebut diperoleh x1 = x2. Ambil x1 = 1 maka X1 = x1

x2

!

= 1

1

!

Untuk λ2 = 3 maka dari persamaan (A − λ)x = 0 diperoleh :

(11)

(A − 3I)x = −2 1

−2 1

! x1 x2

!

= 0

0

!

Dari persamaan tersebut diperoleh x2 = 2x1. Ambil x1 = 1 maka X2 = x1

x2

!

= 1

2

!

Sehingga diperoleh suatu matriks R =

X1 X2



= 1 1

1 2

!

Maka R−1AR = 2 −1

−1 1

! 1 1

−2 4

! 1 1 1 2

!

= 2 0

0 3

!

= B

Jadi A = 1 1

−2 4

!

similar dengan B = 2 0 0 3

! .

Teorema 2.6 Jika matriks bujur sangkar A dan B adalah similar maka matriks A dan B mempunyai eigenvalue yang sama.

Bukti :

Dari diketahui matriks A similar dengan matriks B maka ada suatu matriks in- vertibel R sedemikian hingga B = R−1AR. Kemudian dicari eigenvalue dari kedua sisi persamaan dan diperoleh :

det(B − λI) = det(R−1AR − λI) dengan memanipulasi persamaan diperoeh : det(B−λI) = det (R−1AR−R−1(λI)R) = det(R−1(AR−(λI)R)) = det(R−1(A−

λI)R) = det(R−1) det(A − λI) det(R) = det(A − λI).

2.8 Spektrum dan Radius Spektral

Definisi 2.6.1 Untuk suatu matriks A berukuran n × n, persamaan matriks Ax = λx dengan λ skalar disebut eigenvalue dari A dan xn×1 6= 0 disebut eigen- vektor dari A dapat dibawa ke bentuk (A − λI )x = 0. Jika det (A − λI ) = 0 maka matriks (A − λI ) singular. Dari matriks (A − λI ) yang singular dapat dicari eigenvalue-eigenvalue dari A. Himpunan semua eigenvalue-eigenvalue yang berbeda dari A disebut spektrum dari A dan dinotasikan dengan σ(A) dan di-

(12)

peroleh hubungan sebagai berikut:

λ ∈ σ(A) ⇔ (A − λI )singular ⇔ det(A − λI ) = 0 Contoh 7 : Diberikan matriks

A = 2 −2i i 3

!

maka det (A − λI ) = 0 diperoleh :λ1 = 1 dan λ2 = 4

sehingga spektrum dari A atau σ(A) = {λ1, λ2} = {1, 4}

Melalui konsep spektrum matriks dapat dicari determinan matriks tersebut.

Hal ini dinyatakan melalui teorema berikut.

Teorema 2.7 Untuk matriks A berukuran n × n.

Jika λ1, λ2, ..., λn eigenvalue-eigenvalue dari A maka det (A) = λ12...λn.

Bukti.

Anggap matriks A similar dengan suatu matriks diagonal D = diag{λ1, λ2, ..., λn} sehingga A dapat dinyatakan menjadi A = R−1DR untuk R adalah suatu matriks invertibel. Kemudian kedua sisi dideterminankan dan diperoleh det(A) = det(R−1DR).

Dari sifat determinan berakibat

det(A) = det(R−1) det(D) det(R) = 1/det(R) det(A) det(R) atau detA = det(D) = λ1λ2...λn=

n

Q

i=1

λi.

Teorema 2.8 Diberikan suatu matriks bujur sangkar A nonsingular dan λ suatu eigenvalue dari A maka 1/λ eigenvalue dari A−1.

Bukti. Karena matriks A nonsingular akibatnya ada A−1. Untuk A−1 dan vektor x 6= 0 dapat ditulis A−1x = A−1(1x) = A−1(1/λ × λx) = 1/λA−1(λx). Untuk λ eigenvalue dari A yang bersesuaian dengan vektor x 6= 0 memenuhi persamaan Ax = λx maka A−1x = 1/λA−1(A)x = 1/λ(A−1A)x = 1/λx. Ini menunjukkan 1/λ adalah eigenvalue dari matriks A−1.

(13)

Teorema 2.9 Diberikan suatu matriks A berukuran n × n, untuk λ eigenvalue dari A dan x vektor tak nol. Jika λ 6= −1 maka matriks (I + A) invertible untuk I matriks identitas berukuran n × n.

Bukti. Asumsikan matriks (I + A) tidak invertible berarti det(I + A) = 0.

Untuk x vektor tak nol dapat dipenuhi persamaan (I + A)x = 0 atau Ax = −x yang bersesuaian dengan persamaan Ax = λx, skalar λ eigenvalue dari A. Dari persamaan tersebut, berarti λ = −1. Jadi dipenuhi untuk λ 6= −1 maka matriks (I + A) invertible.

Dari konsep spektrum matriks A yang berukuran n × n diperoleh eigenvalue- eigenvalue yang berbeda . Jika eigenvalue-eigenvalue ini didefinisikan nilai modulus- nya dan dipilih yang terbesar, maka nilai modulus eigenvalue yang terbesar disebut sebagai radius spektral dari A dan dinotasikan dengan ρ(A). Atau ditulis

ρ(A) = max

λ∈σ(A){|λ|}

2.9 Kelas-kelas Matriks yang Bersifat Positip

Berikut ini diberikan kelas dari matriks yang semua eigenvalue dan semua minor utamanya selalu positip.

2.9.1 P -matriks.

Definisi 2.9.1 Matriks berukuran n × n dikatakan P-matriks jika semua minor utama matriks A positip.

Contoh 7 : Diberikan suatu matriks :

A =

1 i 1 + i

i 3 −i

1 − i -i 4

akan ditunjukkan matriks A adalah P -matriks dengan menunjukkan semua

(14)

minor utama dari matriks A adalah positif, yakni

• Ada 3 minor utama berorde 1 dari matriks A:

|A[{1}]| = 1

= 1, A|[{2}]| = 3

= 3, A|[{3}]| = 4

= 4

• Ada 3 minor utama berorde 2 dari matriks A :

|A[{1, 2}]| =

1 i

i 3

= 3 + 1 = 4

|A[{1, 3}]| =

1 1 + i 1 − i 4

= 4 − 2 = 2

|A[{2, 3}]| =

3 −i

−i 4

= 12 + 1 = 13

• Ada 1 minor utama berorde 3 dari matriks A :

|A[{1, 2, 3}]| =

1 i 1 + i

i 3 −i

1 − i −i 4

= 13

Untuk matriks A ∈ Mn(C) yang berbentuk P-matriks diperoleh karakteristik berikut:

Teorema 2.10 Sebarang submatriks utama dari P-matriks adalah P-matriks.

Bukti. Ambil β ⊆ {1, 2, 3, ..., n} sebarang. Dibentuk A[β] submatriks utama dari A. Ambil β1 ⊆ β sebarang dan bentuk A[β1] submatriks utama dari A[β]

berarti A[β1] juga submatriks utama dari A. Karena A berupa P -matriks maka det(A[β1]) > 0. Dari β1 ⊆ β sebarang dengan det(A[β1]) > 0 berarti A[β] atau submatriks utama dari A adalah P -matriks.

(15)

Teorema 2.11 Untuk matriks A ∈ Mn(R) diperoleh pernyataan berikut ekivalen:

(1) A berbentuk P-matriks.

(2) semua minor utama matriks A positip.

(3) Semua eigenvalue riil dari submatriks utama A positip.

Bukti.

(1)⇒(2) Dari Definisi diperoleh bahwa untuk A berbentuk P -matriks berarti se- mua minor utama dari matriks A adalah positip.

(2)⇒(3) Karena semua minor utama dari A positip berarti A berupa P−matriks.

Ambil A[α] submatriks utama dari A untuk α ⊆ {1, 2, ..., n} sebarang. Karena A[α] berupa P −matriks berarti A[α] > 0. Ambil λ ∈ σ(A[α]) sebarang. Untuk x vektor taknol, bentuk A[α]x = λx atau xA[α]x = xλx. Karena perkalian x dan x nilainya merupakan perkalian entri-entri konjugatenya yang selalu berni- lai positip yaitu (a + bi) × (a − bi) = a2 + b2 benilai positip sehingga diperoleh λ = xA[α]x/xx > 0.

(3)⇒(1) Untuk A[α] sebarang submatriks utama dari A dan λ ∈ σ(B [α]) se- barang dengan λ > 0. Berarti untuk setiap eigenvalue dari A bernilai positip, dan untuk setiap eigenvalue dari A[α] juga positip. Akibatnya det A[α] > 0, sehingga A berupa P −matriks.

2.9.2 Matriks Definit Positip.

Suatu matriks A berukuran n × n disebut definit positip jika dipenuhi xAx > 0 untuk semua x 6= 0 dan x ∈ Cn×1 dengan x = xt.

Contoh 9 : Diberikan suatu vektor dan suatu matriks

x =

−2i 4

−1 + i

, A =

5 −1 3

−1 2 −2

3 −2 3

 Sehingga :

(16)

xA x = 

2i 4 −1 − i 

5 −1 3

−1 2 −2

3 −2 3

−2i 4

−1 + i

= 54 > 0.

Berikut diberikan beberapa karakterisasi dari matriks definit positip :

Teorema 2.12 Sebarang submatriks utama dari suatu matriks definit positip meru- pakan matriks definit positip.

Bukti. Ambil β ⊆ {1, 2, .., n} sebarang. Bentuk A[β] submatriks utama dari A dan detA[β] adalah minor utama dari A. Ambil x ∈ Cn×1 vektor tak nol dengan entri sebarang dan x[β] menyatakan vektor yang diperoleh dari x yang bersesuaian dengan β diperoleh :

x[β]A[β]x[β] = xA x > 0 Karena x[β] 6= 0 sebarang, berarti A[β] definit positip.

Contoh 10 : Diberikan suatu vektor dan suatu matriks

x =

−2i 4

−1 + i

, A =

5 −1 3

−1 2 −2

3 −2 3

Ambil β = {1, 3} maka diperoleh vektor baru dan submatriks dari dari A sebagai berikut :

x[{1, 3}] = −2i

−1 + i

!

, A[{1, 3}] = 5 3

3 3

!

dan x[{1, 3}] = 

2i −1 − i  Sehingga diperoleh berikut ini : x[{1, 3}]A[{1, 3}]x[{1, 3}] =



2i −1 − i

 5 3

3 3

! −2i

−1 + i

!

= 14 > 0.

Teorema 2.13 Setiap eigenvalue dari suatu matriks definit positip berupa bi- langan riil positip.

(17)

Bukti. Untuk A berupa matriks definit positip dan λ ∈ σ(A), anggap x suatu eigenvektor dari A yang bersesuaian dengan λ sehingga diperoleh :

xAx = xλx = λxx

Karena perkalian x dan x nilainya merupakan perkalian entri-entri konjugatenya yang selalu bernilai positip yaitu (a + bi) × (a − bi) = a2+ b2 benilai positip oleh karena itu, λ = xAx / xx bernilai positip karena merupakan perbandingan dua bilangan positip.

2.10 Transformasi Cayley

Suatu fungsi C yang didefinisikan atas Mn(C) dan bernilai di Mn(C), yaitu: suatu matriks bujur sangkar A atas himpunan bilangan kompleks sedemikian hingga dapat dibuat matriks (I + A) invertible sehingga dapat dibentuk matriks baru C(A) = (I + A)−1(I − A) juga atas himpunan bilangan kompleks. Matriks C(A) seperti ini disebut sebagai transformasi Cayley pada matriks A.

Contoh 11 : Diberikan matriks

A = 1 i

i 3

!

Diperoleh :

(I + A) = 2 i i 4

!

⇒ (I + A)−1=

4

919i

19i 29

!

(I − A) = 0 −i

−i −2

!

Maka Transformasi Cayley dari matriks A adalah:

(I + A)−1(I − A) =

4

919i

19i 29

! 0 −i

−i −2

!

= −1929i

29i −59

!

Transformasi Cayley untuk suatu matriks berukuran n × n pertama kali diperkenalkan oleh Cayley, melalui matriks skew-hermite. Matriks A ∈ Mn(C) dikatakan skew-hermit jika A = −A, dan matriks A dikatakan uniter jika ter-

(18)

dapat suatu matriks kompleks U berukuran sama sehingga dari Definisi berlaku UU = UU = In.

Hubungan matriks skew-hermit dengan transformasi cayley diperlihatkan pa- da pernyataan berikut ini.

Teorema 2.14 Jika A matriks skew-hermit maka transformasi Cayley C(A) uniter.

Bukti. Untuk A matriks skew-hermit dan dapat dibuat matriks (I +A) invertible sedemikian hingga dapat dibentuk transformasi cayley C(A) = (I + A)−1(I − A).

Dari Teorema 2.5 dengan mengganti matriks A dengan matriks −A, diperoleh A(I + A)−1 = (I + A)−1A, sehingga (I − A)(I + A)−1 = (I + A)−1− A(I + A)−1 = (I + A)−1(I − A). Bentuk matriks U = (I + A)−1(I − A), berarti U = (I − A)(I + A)−1∗.

Sehingga untuk A matriks skew-hermit, diperoleh perkalian matriks UU = (I − A)(I + A)−1∗(I + A)−1(I − A)

= (I − A)(I + A)∗−1(I + A)−1(I − A)

= (I + A)(I − A)−1(I + A)−1(I − A)

= (I + A)(I − A)−1(I − A)(I + A)−1 = (I + A)(I + A)−1 = In Dua pernyataan berikut merupakan pernyataan dasar yang berkenaan dengan transformasi Cayley.

Lemma 2.15 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn(C) sedemikian hingga −1 /∈ σ(A). Maka A = C(F) = (I + F)−1(I − F), untuk F = C(A).

Bukti. Karena −1 /∈ σ(A) maka matriks (I + A) non-singular artinya (I + A) invertible. Sehingga diperoleh transformasi Cayley C(A). Anggap C(A) = F se- hingga F = (I + A)−1(I − A) dan (I + F ) bukan matriks nol. Untuk persamaan F x = λx, dengan x 6= 0 dan λ = −1 maka diperoleh (I + F )x = 0 artinya x = 0,

(19)

suatu kontradiksi. Jadi, harusnya −1 /∈ σ(F ) akibatnya (I + F ) invertible dan diperoleh A = (I − F )(I + F )−1 = (I + F )−1(I − F ).

Lemma 2.16 Diberikan suatu matriks A ∈ Mn(C) sedemikian hingga −1 /∈ σ(A) dan F = C(A). Maka (I + F) = 2(I + F)−1 dalam penjumlahan, dan jika A adalah invertible maka I − F = 2(I + A−1)−1.

Bukti. Karena −1 /∈ σ(A) maka matriks (I + A) non-singular artinya (I + A) invertible. Sehingga diperoleh transformasi Cayley C(A). Anggap C(A) = F , sehingga F = (I + A)−1(I − A). Diperoleh I + F = I + (I + A)−1(I − A) = 2(I +A)−1, dengan cara yang sama I −F = I +(I +A)−1(I −A) = 2(I +A)−1A.

Jika A invertible diperoleh (I − F ) = 2(A−1(I + A))−1 = 2(I + A−1)−1

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, vektor - vektor baris yang tak nol dari sebuah matriks di dalam bentuk eselon baris selalu bebas linier sehingga vektor - vektor baris yang tak nol ini membentuk

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Danny Putra Setiawan dan Pahlawansyah Harahap dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Komimen Organisasi ,Kompensasi Dan

Sinonim merupakan relasi antara dua kata atau lebih yang berpadanan dalam hal makna.. Kata-kata yang terdapat di dalam tabel di atas adalah sinonim yang total dan

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir dengan judul “Pengukuran Nilai

d) Understanding : Peserta didik mengungkapakan tentang pemahaman permasalahan yang telah di bahas di dalam konseling kelompok. e) Comport : Peserta didik

Team Building Program adalah program yang diisi dengan jenis permainan yang umum dilakukan untuk mengisi kegiatan Outbound Training, Fun Outing, Family/Employee Gathering,

Pengisian item dalam Risalah Pembahasan, Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir telah sesuai dengan data Wajib Pajak atau

Pemahaman estetika di film dokumenter tentu berbeda yaitu kebutuhan untuk analisis estetika dilakukan sesuai dengan informasi yang diinginkan baik setting lokasi,