• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2.2 Komponen Biaya Produksi Kapal Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2.2 Komponen Biaya Produksi Kapal Perikanan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Perikanan

Kapal adalah suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang, yang sifat geraknya dapat menggunakan dayung, angin dan mesin (Soekarsono, 1995). Menurut Ayodhyoa (1972), kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumber daya perairan, pekerjaan-pekerjaan riset,

guidance, training, kontrol, dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha

tersebut diatas. Sementara DKP (2002) menjelaskan bahwa perahu atau kapal yang digunakan untuk mengangkut nelayan, alat-alat penangkap dan hasil tangkapan dalam rangka penangkapan dengan bagan, sero, kelong, dan lain-lain termasuk perahu atau kapal penangkap ikan.

Material yang dapat digunakan dalam pembuatan kapal perikanan yaitu besi, kayu, fiberglass dan alumunium. Fyson (1985) menjelaskan bahwa pemilihan material kapal perikanan sangat dipengaruhi oleh:

1) Keahlian galangan kapal, termasuk kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi atau peralatan yang tersedia di galangan;

2) Kemudahan dalam memperoleh bahan; 3) Keuntungan teknis dari tiap material; dan 4) Biaya pembelian bahan material.

2.2 Komponen Biaya Produksi Kapal Perikanan

Sukirno (2005) menjelaskan bahwa biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempermudah faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut. Biaya dalam pembuatan kapal perikanan dihitung berdasarkan komponen-komponen yang mendukungnya, Komponen biaya tersebut meliputi biaya material utama, biaya material pendukung, dan biaya tenaga kerja (Ayuningsari, 2007).

(2)

(1) Biaya material utama

Biaya material utama adalah biaya bahan baku dasar dalam pembuatan kapal perikanan. Biaya material utama ini seperti kayu, baja dan fiberglass yang merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan suatu kapal perikanan, sehingga keberadaan bahan baku tersebut sangat mempengaruhi usaha galangan kapal.

(2) Biaya material pendukung

Biaya material pendukung adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendukung proses pembuatan kapal perikanan selain bahan baku utama. Pada kapal kayu material pendukung ini seperti paku, lem, baut. Material pendukung memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu pembuatan kapal di galangan. Penggunaan material pembantu yang optimal (tidak berlebihan) akan berpengaruh sangat baik bagi kualitas kapal (kekuatan dan ketahanan kapal menjadi tinggi) dan pengeluaran biaya tidak terlalu besar.

(3) Biaya tenaga kerja

Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja dalam pembuatan suatu kapal perikanan. Sistem upah tenaga kerja ada dua jenis, yaitu borongan dan harian. Upah sistem borongan pembangunan kapal sama halnya dengan upah borongan pembangunan suatu rumah atau bangunan.

2.3 Material Utama Kapal Perikanan 2.3.1 Kayu

Menurut KBBI (1999), kayu adalah pohon yang batangnya keras, bagian batang (cabang, dahan, dsb) pokok yang keras (yang biasa dipakai untuk bahan bangunan, dsb). Maruhun (1985) mengemukakan bahwa untuk keperluan bahan bangunan struktural sifat utama yang menjadi ukuran kegunaan kayu adalah kekuatan dan kekakuannya. Selanjutnya, dijelaskan sifat-sifat ini sangat dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti cacat yang ada pada kayu dan juga sifat serta kondisi fisik kayu seperti berat jenis, kadar air dan bentuk penampangnya.

BKI (1996) menjelaskan bahwa pemilihan jenis kayu untuk keperluan bahan bangunan struktural didasarkan pada sifat-sifatnya. Umumnya sifat-sifat

(3)

yang diperhatikan adalah keawetan, kekuatan, massa jenis, dan kelembapan kayu. Selain itu, cacat-cacat serta kemudahan dibentuk juga menjadi pertimbangan.

Kelemahan kayu sebagai material kapal perikanan antara lain kurangnya kekuatan kapal dan konstruksinya berat. Kurangnya kekuatan kapal disebabkan oleh banyaknya sambungan, sedangkan keunggulan-keungulan kayu sebagai material kapal perikanan adalah mudah diperoleh serta mudah dalam pengerjaannya. Penggunaan lebih dari satu jenis dan tepat penempatannya pada konstruksi sebuah kapal kayu akan saling melengkapi antara kekurangan dan kelebihan satu jenis kayu dengan jenis lainnya (Anonymous, 1988).

Tingkat kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap serangan organisme laut diharapkan dapat memperlama umur pakai kapal. Faktor yang sangat mempengaruhi umur pakai kapal diantaranya tingkat kelas kuat (KK) kayu yang digunakan dan tingkat kelas awet (KA). KK adalah pengklasifikasian kayu berdasarkan besaranya nilai berat jenis (BJ) kayu tersebut, dan KA adalah pengklasifikasian kayu berdasarkan daya tahannya terhadap serangan jamur, rayap, dan organisme perusak lainnya (Fyson, 1985).

Menurut ketentuan BKI (1989), kayu untuk lunas, linggi haluan dan buritan, wrang, gading-gading, balok buritan serta tutup dek harus mempunyai berat jenis minimal 0,7. Jenis kayu kulit luar, balok dek, galar balok, lutut balok, penumpu dek, dudukan mesin, dan kayu mati disarankan memiliki berat jenis 0,56. Bagian konstruksi yang penting harus dipergunakan kayu dengan mutu minimum KK III dan KA III.

Mandang dan Pandit (1997) dalam Betrix (2004) meneliti dan mendeskripsikan beberapa jenis kayu yang digunakan sebagai bahan konstuksi kapal terutama untuk linggi dan lunas kapal seperti di bawah ini:

1) Kayu balau (Shorea roxb)

Ciri utama jenis ini warna kayu kuning kecoklatan, memiliki corak polos atau berjalur-jalur, warna agak gelap dan terang bergnatian pad bidang radialnya. Jenis kayu ini memiliki tekstur dari halus sampai kasar dan umumnya agak halus. Kekerasan dari keras sampai sangat keras. Kayu ini memiliki berat jenis antara 0,88-1,13. Dalam konstuksi kapal kayu ini digunakan untuk lunas dan gading-gading kapal.

(4)

2) Kayu giam (Colylelobium pierre)

Teras memiliki warna kuning kecoklatan, lambat laun akan berubah menjadi coklat gelap sampai coklat kemerah-merahan. Tekstur halus dan merata. Jenis kayu ini memiliki kekerasan sangat keras. Berat jenis rata-rata antara 0,83-1,15. Dalam konstruksi kapal, kayu ini digunakan sebagai rangka-rangka konstruksi lunas.

3) Kayu gofasa (Vitex cofasus)

Teras kayu berwarna putih agak kelabu, kuning kelabu, kelabu ungu sampai kemerah-merahan. Bertekstur halus sampai agak kasar. Berat jenis rata-rata 0,74 dalam kisaran 0,57-0,93. Kayu ini dinilai sebagai bahan bangunan yang bermutu tinggi dan digunakan sebagi konstruksi lunas, dinding, balok-balok rangka dan sebagainya.

4) Kayu jati (Tectona grandis)

Jenis kayu ini berwarna kuning emas kecoklatan sampai cokalt kemerahan, memiliki corak dekoratif yang indah, bertekstur agak kasar dan tidak rata. Memiliki kekerasan agak keras. Berat jenis rata-rata 0,67 dalam kisaran 0,62-0,75. Digunakan untuk semua bagian kapal, termasuk konstruksi lunas dan linggi kapal. 5) Kayu kereta (Swintonia griffith)

Teras kayu berwarna coklat-kuning atau coklat merah pucat. Bercorak keras dan bertekstur agak keras. Permukaan mengkilap, berkesan raba licin. Kekerasan agak keras sampai keras, berat jenis antara 0,67-0,79. Digunakan sebagai bangunan kapal terutama untuk lunas dan badan kapal.

6) Kayu kempas (Kompassia malaccensis)

Berciri umum, teras berwarna merah seperti bata, bercorak garis-garis kekuningan, bertekstur kasar sampai sangat kasar. Berat jenis rata-rata 0,95 dalam kisaran 0,68-1,29. Berguna sebagai bahan konstruksi berat, dalam bidang perkapalan digunakan sebagai konstruksi lunas.

7) Kayu ulin (Eusideroxylon zwageri)

Ciri umum, teras berwarna kuning kecoklatan bila segar dan lambat laun berubah menjadi coklat tua kehitaman. Bercorak polos dan bertekstur agak kasar. Kayunya sangat keras dan termasuk kayu berat dengan rata-rata berat jenis 1,04

(5)

dengan kisaran 0,88-1,19. Digunakan sebagai bahan konstruksi berat dan bahan kosntruksi di bawah laut.

Kayu jenis merbau juga dapat digunakan sebagai bahan konstruksi pembuatan kapal kayu. Pemilik galanagan kapal kayu di daerah Palabuhantratu memakai kayu merbau sebagai material lunas kapal karena jenis kayu ini termasuk kayu dengan kelas awet II dan sesuai dengan ketentuan Biro Klasifikasi Indonesia (1989) yang mengemukakan bahwa lunas harus terbuat dari kayu yang termasuk ke dalam kelas kuat I dan kelas kuat II (Dharmawangsa, 2004).

Saat ini pasokan kayu dari hutan alam semakin berkurang. Hal ini berbanding terbalik dengan kebutuhan kayu yang semakin meningkat. Pada tahun 2008 kebutuhan kayu bulat mencapai lebih dari 46 juta m³ sementara hutan alam hanya mampu menyediakan sekitar 32 juta m³ (Departemen Kehutanan, 2009).

Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan terkait dengan kelangkaan kayu untuk keperluan industri adalah dengan membangun dan mengembangkan hutan tanaman industri (HTI) yang sudah dimulai sejak akhir tahun 1986. Usaha ini masih belum optimal karena berbagai kendala, bahkan akhir-akhir ini pasokan kayu yang ada di pasaran lebih banyak dipenuhi oleh kayu-kayu yang berasal dari hutan rakyat. Hal ini tercermin dari kontribusi hutan rakyat dalam memenuhi kebutuhan kayu nasional selama tahun 2008 yang mencapai lebih dari 2 juta m³ (Departemen Kehutanan, 2009).

2.3.2 Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP)

Fibreglass reinforcement plastic (FRP) atau yang lebih dikenal sebagai fibreglass merupakan kombinasi dari dua komponen yang mempunyai karakter

fisik berbeda, akan tetapi keduanya memiliki sifat saling melengkapi (Fyson, 1985). Bahan fiberglass dapat menjadi bahan pertimbangan yang baik bagi orang yang ingin membuat kapal. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa memilih bahan fiberglass antara lain, bahan fiberglass mudah didapat di berbagai toko kimia, selain itu bahan fiberglass lebih tahan lama dan kuat jika dibandingkan dengan kayu yang mudah lapuk, serta perawatan kapal fiberglass lebih mudah daripada kapal kayu (Yulianto, 2010).

(6)

Menurut Pasaribu (1985), hal-hal yang mendorong penggantian bahan konvensional (kayu dan besi) dengan bahan lain untuk pembuatan kapal, yaitu: 1) Stok kayu semakin berkurang;

2) Biaya produksi besi/baja semakin tinggi; dan 3) Biaya tenaga kerja semakin tinggi.

Fiberglass pada akhir-akhir ini mendapat perhatian dikalangan ahli

perkapalan sebagai material pembuat kapal, menunjukkan bahwa kapal yang terbuat dari bahan-bahan fiberglass mengalami peningkatan dalam pembuatannya. Penggunaan bahan baku fiberglass banyak dipakai pada pembuatan kapal seperti

speed boat, patrol boat, fishing boat, dan kapal pesiar (Sari, 2009).

Bermacam fiberglass tersedia dengan berbagai komposisi dan spesifikasi, sehingga cocok untuk dipakai pada berbagai proses dan kekuatan yang diinginkan. Penguatan yang paling umum digunakan pada lapisan badan kapal adalah (Djaya 2008):

1) Chopped Strand Mat

Chopped Strand Mat, dalam pemakaian di industri sering disebut Mat atau Matto, berupa potongan-potongan serat fiberglass dengan panjang sekitar 50 mm

yang disusun secara acak dan dibentuk menjadi satu lembaran. Jenis ini merupakan serat penguat dengan konfigurasi serat acak dan merupakan serat penguat tidak menerus, serat penguat yang digunakan yaitu E-glass.

2) Woven roving

Jenis woven roving merupakan serat penguat menerus berbentuk anyaman dengan arah yang saling tegak lurus. Pada proses laminasi perbandingan berat antara serat woven roving dengan resin adalah 45-50% woven roving 50-55%

resin polyester dari fraksi berat, untuk bangunan kapal umumnya sering dipakai

komposisi 50% woven roving dengan 50% resin, woven roving ini digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik maupun lengkung yang lebuh tinggi dibandingkan laminasi matto.

3) Woven cloth

Seperti pada woven roving, beberapa gulungan dari serat dipintal menjadi satu kemudian dianyam yang mana bentuknya seperti kain. Cloth menambah

(7)

ketebalan dengan sangat lambat, lebih ekonomis jika digunakan tersendiri. Cloth dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan lapisan.

4) Triaxial

Jenis Triaxial merupakan serat penguat menerus (Continuous fibrereinforced) dengan konfigurasi serat penguat terdiri dari tiga layer yaitu layer pertama 45° terhadap prinsipal axis dan arah layer kedua 0º terhadap prinsipal axis serta arah layer ketiga – 45° terhadap prinsipal axis. Perbandingan berat antara serat triaxial dengan resin yang digunakan adalah 45-50% serat triaxial dan 50-65% resin

polyester dari fraksi berat namun untuk bangunan kapal umumnya sering dipakai

50% : 50% dalam satu laminasi.

FRP woven roving lebih kuat jika dibandingkan dengan alumunium, FRP

mat dan baja lebih kaku dari mat dan baja walaupun alumunium yang paling kaku.

Dengan berat yang sama, kayu (dalam keadaan basah) lebih kaku dari FRP cloth dan juga lebih kuat dari FRP mat, tapi FRP woven roving lebih kuat dari kayu .

Serabut gelas yang biasanya digunakan dalam pembuatan kapal fiberglass adalah Matt 300 dan 450 dan Woven Roving 600. Resin yang digunakan untuk membuat kapal adalah 3.115 SHCP Unsaturated polyester resin. Selain itu bahan ini dapat dikombinasikan dengan pigmen, bahan anti api dan bahan racun tertentu untuk mencegah binatang perusak permukaan kapal (Imron, 2004).

2.5 Gambaran Umum Kapal Kayu di Indonesia

Pemilihan jenis kayu untuk keperluan pembuatan kapal perikanan harus didasarkan pada sifat kayu tersebut. Fyson (1985) menyatakan bahwa terdapat pertimbangan-pertimbangan prinsip yang harus diperhatikan dengan pemilihan kayu seperti kekuatan, daya tahan terhadap pembusukan, dan ketersediaan dalam mutu, jumlah dan ukuran yang diinginkan. Material kayu membutuhkan kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap serangan organisme laut.

Dilihat dari pengerjaannya, pembangunan kapal dari bahan kayu lebih mudah dibandingkan dengan bahan lain dan tidak membutuhkan teknologi tinggi dalam operasi penangkapan ikan. Hal inilah yang menjadikan kayu lebih unggul dalam pemilihan material dibandingkan dengan bahan lain untuk pembangunan kapal perikanan (Pasaribu, 1985).

(8)

Pembangunan kapal perikanan tradisional dengan bahan kayu di Indonesia cukup bervariasi, baik dari segi tahapan pembangunan, teknik penyambungan tiap bagian konstruksi yang dilakukan maupun tingkat teknologi pembangunannya (Iskandar dan Novita, 2000). Produksi pembuatan kapal kayu di Indonesia banyak ditemukan di daerah seperti Muara Angke, Cirebon, Serang, Pelabuahanratu, Prigi, Bungus, Sibolga, Makasar, dan Pekalongan yang masing-masing daerah tersebut pada proses pembuatannya memiliki tingkat teknologi yang berbeda-beda (Iskandar dan Novita, 2000). Jenis kayu yang digunakan pada masing-masing daerah juga bervariasi, di daerah Cirebon umumnya kayu yang digunakan adalah kayu jati sedangkan di daerah Bulukumba kayu yang digunakan umumnya kayu bungur, kayu giam, kayu jati dan kayu biti atau gofasa (Kusumanti, 2009).

Kapal kayu dipergunakan oleh hampir semua nelayan yang berada di pulau Kodingareng, Sulawesi Selatan. Kapal kayu yang dipergunakan nelayan di pulau Kodingareng memiliki umur pakai kapal berada pada kisaran 10 tahun sampai 15 tahun. Lamanya umur pakai kapal yang terdapat di pulau Kadingareng tergantung pada daya kekedapan kulit/lambung kapal terhadap air laut. Permasalahan yang dijumpai pada praktek keseharian penggunaan kapal kayu yaitu kurangnya daya kekedapan kulit kapal terhadap air laut sehingga berdampak pada kurangnya kekuatan konstruksi kayu yang berujung pada kurangnya umur pakai kapal (Talib, 2011)

2.6 Gambaran Umum Kapal Fiberglass di Indonesia

Marten dan Paranoan (1986) vide Widodo (1994) menjelaskan beberapa sifat yang menguntungkan dari kapal fiberglass jika dibandingkan dengan kapal jenis lainnya, yaitu:

1) Dilihat dari berat konstruksi, kapal fiberglass merupakan kapal yang paling ringan jika dibandingkan dengan kapal dengan bahan material kayu,

ferrocement dan terlebih lagi baja pada ukuran yang sama.

2) Dilihat dari kekuatannya maka kapal fiberglass mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup kuat.

3) Dilihat dari ketahanan materialnya pada air laut maka kapal fiberglass memberikan hasil yang sangat baik.

(9)

4) Pada kapal fiberglass pertumbuhan binatang-binatang laut pada badan kapal dapat dieliminir dengan penambahan racun-racun tertentu pada campuran

gelcoat. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan kekuatan dan umur

kapal.

5) Permukaan luar kapal fiberglass lebih licin dibandingkan dengan kapal jenis lain, yang berarti koefisien gesek dengan air akan lebih kecil. Hal ini menyebabkan pada model/bentuk kapal, ukuran dan daya mesin yang sama tentunya kapal fiberglass akan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi.

6) Dilihat dari bentuk akhir yang mewah, menawan dan warna yang menarik untuk jenis kapal yang sama, dan akan mengundang minat untuk memilikinya dibandingkan dengan kapal dari material lain.

Sedangkan kelemahan kapal fiberglass antara lain:

1) Stabilitas terlihat lebih buruk daripada kapal dengan material lain; 2) Kapal mudah terbawa oleh angin;

3) Pada kapal ikan, tenaga untuk menarik peralatan penangkapan terlihat lebih lemah daripada kapal dengan material lain;

4) Teknik khusus dikehendaki dalam membangun kapal FRP;

5) Material tidak cukup kuat bila bergesekan dengan peralatan penangkapan; dan 6) Material mudah terbakar semudah kayu.

Menurut Pasaribu (1985), karakteristik kapal ikan yang dibuat dari bahan FRP memiliki ciri:

1) Konstruksi tidak memerlukan sambungan-sambungan; 2) Daya tahan pemakaian lebih lama;

3) Kapal lebih ringan; 4) Mengapung lebih cepat;

5) Memiliki nilai stabilitas yang rendah; dan 6) Mudah mengalami defleksi.

Di Indonesia perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi kapal

fiberglass dapat ditemukan hampir di setiap daerah di Indonesia, di bawah ini

beberapa daftar perusahaan yang memproduksi kapal fiberglass di Indonesia : 1) PT. Sirabu Primajaya di Bekasi Utara;

(10)

3) CV. Javanese Indonesia di Surabaya;

4) CV. Putera Indonesia Marine Division di Sidoarjo; dan 5) CV. Wahana Fiberglass di Ambon, Maluku;

Jenis kapal fiberglass yang diproduksi tidak hanya kapal perikanan, melainkan jenis kapal lain seperti, speed boat, kapal pesiar, kapal penumpang, kapal pemadam dan kapal patroli (Indonetwork, 2011).

Kapal berbahan fiberglass memiliki memiliki banyak keunggulan, selain biaya perawatan yang lebih kecil, umur pakai kapal fiberglass bisa mencapai 20 tahun dibandingkan kapal kayu yang hanya sampai 10 tahun. Hal tersebut dapat menjadikan solusi alternatif bagi nelayan tradisional yang semakin kesulitan dalam memperoleh bahan baku kayu dalam pembuatan kapal kayu. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengadakan pelatihan pembuatan kapal fiberglass di kabupaten kota di Sulawesi Tenggara yakni di Kabupaten Kolaka, Bombana, Konawe Selatan dan Buton. Hal ini dilakukan bertujuan agar nelayan memiliki ketrampilan dalam memproduksi kapal/perahu berbahan

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dasar alat tangkap jaring lingkar adalah menutup jalan renang ikan baik horizontal maupun vertikal (pada jenis jaring lingkar dengan kolor) sehingga ikan terperangkap

Fyson (1985) mengemukakan bahwa kapal purse seine diperuntukkan menangkap jenis kelompok ikan yang berenang bebas, hasil tangkapan umumnya dalam jumlah banyak, untuk itu

Tebal pasir berkisar antara 5 sampai 6 cm dan setelah dipadatkan tidak boleh lebih 5 cm; untuk mendapatkan ketebalan yang seragam, agar menggunakan alat perata yaitu jidar kayu

Dari hasil penelitian di Perairan Pantai Desa Passo dan hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat dilihat pada Tabel 4.7 diperoleh hasil perhitungan

Pada kursus Electric Guitar ini sebaiknya dimulai pada usia 11 dan 12 tahun, dimana pada awalnya disesuaikan dengan kemampuan jari pada siswa tersebut dan

Penyusunan materi yang terdapat pada modul disesuaikan dengan KD yang akan dicapai. Materi yang digunakan dalam modul matematika berbasis Teori Van Hiele ini adalah

Diskon atau potongan harga merupakan sesuatu yang umum digunakan yang dapat berguna daya tarik bagi pembeli untuk membeli dalam jumlah besar. Manfat yang diperoleh bagi penjual

Metode pengumpulan data berupa dokumentasi, observasi, tes, dan angket/kuisioner.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perencanaan pembelajaran dan Modul Praktis dengan