• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga diistilakan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang secara optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan menggangu tumbuh kembang bayi dan anak pada masa ini maupun masa selanjutnya (Depkes, 2006).

ASI eksklusif adalah Bayi tidak diberikan makanan selain ASI termasuk air putih, kecuali vitamin, mineral dan obat dalam bentuk oralit, tetes dan sirup, ASI perah juga dibolehkan (WHO, 2010). Sedangkan air susu ibu adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu, air susu ibu eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (Kemenkes, 2012).

Tujuan pemberian ASI eksklusif adalah menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu untuk memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dan meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah Daerah dan pemerintah pusat terhadap pemberian ASI eksklusif (Kemenkes, 2012).

Dampak tidak terpenuhinya ASI eksklusif di 6 bulan awal kehidupan bayi salah satunya adalah risiko terjadinya gizi buruk. Kebutuhan gizi bayi lebih sedikit dari kebutuhan orang dewasa, namun jika dibandingkan perunit berat badan maka kebutuhan gizi bayi jauh lebih besar dari usia perkembangan lainnya.

(2)

2 Makanan bergizi menjadi kebutuhan utama bayi pada proses tumbuh kembangnya (Grober and Uwe, 2013).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan terjadi pada fenomena dikalangan masyarakat saat ini, masalah gizi di Indonesia adalah gizi kurang (underweight), kurus (wasting), pendek (stunting), dan kegemukan (obesitas). Masalah ini menjadi sangat penting untuk ditindak lanjuti karena merupakan periode masa kritis pada masa balita. Masa ini merupakan periode optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan otak. Balita dengan gizi buruk akan mudah menderita penyakit infeksi yang ujungnya memperparah kurang gizi serta berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian anak. Balita yang kurang gizi akan mempengaruhi perkembangan otak atau menurunkan IQ (Sri Roswati, 2015).

Data Riskesdas menunjukkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia hanya 42%. Hasil tersebut menunujukkan bahwa Indonesia berada diperingkat 49 dari 51 negara yang mendukung pemberian ASI eksklusif. Sedangkan prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari tahun 2007 sebesar 18,4% menurun menjadi 17,9% tahun 2010 kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

Persentase cakupan ASI eksklusif di Sulawesi Barat tahun 2012 yaitu 32,1%.

Sedangkan kejadian gizi buruk dan kurang di Sulawesi Barat cukup tinggi merupakan urutan ke-3 dari 33 provinsi di Indonesia yaitu pada tahun 2007 (26%), tahun 2010 (22%), tahun 2013 (28%) (Riskesdas, 2013). Prevalensi keadaan gizi balita di Kabupaten Polewali Mandar yaitu gizi buruk 153 (0,37%), gizi kurang 1.250 (3,44%), gizi lebih 204 (0,57%), BGM 870 (2,44%) (Dinkes Polman, 2014).

Penilaian status gizi diperlukan berbagai jenis parameter. Parameter tersebut antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan jaringan lunak. Pengukuran tersebut tergantung dari tujuan pengukuran status gizi, apakah pengukuran status gizi sekarang atau mengukur status gizi yang berhubungan dengan masa lampau (Supariasa et al., 2002) .

(3)

3 Banyak perempuan dari daerah pegunungan harus berjalan selama berjam- jam dari desa-desa terpencil ke Puskesmas. Hal ini mempersulit mereka dalam memeriksakan kehamilan secara rutin dan dalam mencari layanan kesehatan bagi bayi serta kesempatan untuk mendapatkan pengetahun tentang praktik menyusui dan perawatan yang baik untuk bayi mereka sangat kurang. Salah satu inisiatif untuk mengatasi masalah gizi di pegunungan Jaya Wijaya dengan mendirikan rumah tunggu (Unicef, 2015).

Kondisi geografis secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi pola makan suatu masyarakat. Di daerah pantai yang panas, sayur dan buah adalah makanan langka yang sulit ditemui sedangkan di daerah pegunungan, aneka ikan adalah makanan yang tidak biasa dikonsumsi. Kondisi ini diperparah dengan sulitnya transportasi untuk membawa bahan makanan lain yang tidak ada di wilayah pegunungan yang transportasinya terbatas. Akibatnya masyarakat akan mengkonsumsi makanan yang seadanya, monoton tanpa variasi gizi (Wigati, 2013).

Secara geografis Kabupaten Polewali Mandar terdiri dari wilayah pantai dan pegunungan. Puskesmas yang berada di wilayah pegunungan adalah Puskesmas Matanga, Puskesmas Bulo, Puskesmas Tubbi Taramanu dan Puskesmas Allu, secara geografis memiliki akses jalan yang tidak memadai yakni tidak semua desanya bisa dilalui kendaraan roda empat maupun roda dua dan memiliki jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten yang cukup lama sekitar 3-6 jam perjalanan dengan medan yang berat sehingga akses ke fasilitas kesehatan, sekolah maupun pasar sangat sulit (Dinkes Polman, 2013).

Dengan adanya berbagai permasalah tentang ASI eksklusif dan status gizi di atas maka kami bermaksud untuk melakukan penelitian hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 4-6 bulan di Daerah pegunungan Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Untuk mengetahui apakah rendahnya cakupan ASI eksklusif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masalah status gizi.

(4)

4 B. Rumusan Masalah

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Polewali Mandar masih di atas angka nasional dan cakupan ASI eksklusif masih rendah. Masyarakat di daerah pegunungan sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan, pasar dan sarana pendidikan. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi usia 4-6 bulan di daerah pegunungan Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat?”

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui cakupan pemberian ASI eksklusif bayi 4-6 bulan di Daerah pegunungan Kabupaten Polewali Mandar.

2. Mengetahui prevalensi status gizi bayi 4-6 bulan di daerah pegunungan Kabupaten Polewali Mandar.

3. Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dan status gizi bayi 4-6 bulan dengan mempertimbangkan variabel luar antara lain berat badan dan panjang badan lahir, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan orang tua, status pekerjaan orang tua.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam kebijakan program gizi dan mencegah terjadinya masalah gizi dan meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Polewali Mandar.

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

a. Menjadi bahan masukan bagi ilmu pengetahuan yang dapat memberikan sumbangan informasi tentang peningkatan cakupan ASI eksklusif dan penurunan kejadian masalah gizi buruk. Menjadi bahan referensi rujukan bagi peneliti selanjutnya khususnya berkaitan dengan ASI eksklusif dan status gizi.

(5)

5 b. Meningkatkan wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan sebuah penelitian ilmiah tentang ASI eksklusif dan status gizi bayi di Polewali Mandar.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kejadian gizi kurang dan riwayat ASI eksklusif di daerah pegunungan Kabupaten Polewali Mandar belum pernah diteliti oleh peneliti lain, berdasarkan penelusuran literatur didapatkan hasil penelitian yang sejenis dengan penelitian ini diantaranya:

1. “Pertumbuhan bayi usia 0-4 bulan yang mendapat ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI”. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan bayi usia 0-4 bulan yang mendapat ASI eksklusif dan makanan pendamping nampak bahwa pertumbuhan bayi berdasarkan total pertambahan berat badan dan panjang badan pada bayi yang diberi ASI eksklusif secara statistik lebih besar daripada bayi yang diberi ASI tidak eksklusif (Widodo and Rianto, 2004).

2. “Hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi 6-12 bulan di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2007”. Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah bayi 6-12 bulan di Provinsi NTB tahun 2007 untuk menderita gizi buruk dan seorang bayi dapat terhindar dari gizi kurang jika mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 28,57%. Promosi ASI eksklusif perlu dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan sebagai salah satu metode untuk mendapatkan status gizi bayi yang lebih baik (Endang Widyastuti, 2009).

3. “Relationship between breastfeeding practices and nutritional status of children aged 0-24 months in Nairobi, Kenya”. Hasilnya didapatkan bahwa ada hubungan antara ASI eksklusif dengan status gizi. Pada kejadian gizi kurang dengan riwayat ASI eksklusif didapatkan OR sebesar 2,5. Sedangkan pada kejadian stunting dengan riwayat ASI eksklusif didapatkan OR sebesar 1,1. Petugas kesehatan harus menekankan pentingnya ASI eksklusif selama

enam bulan pertama serta bahaya awal pemberian MP-ASI lebih awal (Muchina and Waithaka, 2010).

(6)

6 4. “Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita usia 6-24 Bulan di Kampung Kajanan, Buleleng”. Diperoleh data bahwa 9% ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif memiliki balita dengan status gizi diatas garis merah dan 1,3% memiliki status gizi bawah garis merah, sedangkan 74,4% ibu yang memberikan ASI Eksklusif memiliki balita dengan status gizi di atas garis merah dan 15,4% memiliki status gizi di bawah garis merah. Hasil uji korelasi nilai signifikansi p = 0,000 (p< 0,05), sehingga disimpulkan ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi balita usia 6-24 bulan (Giri, 2013).

5. “Hubungan pola pemberian ASI dengan status gizi anak usia 6-23 bulan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar tahun 2013”. Hasilnya menunjukkan bahwa dari hasi uji statistik diperoleh nilai p = 0,047 (p<0,05) dimana derajat kemaknaan α = 0,05, secara statistik dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola pemberian ASI berdasarkan pemberian lama pemberian ASI dengan status gizi pada anak usia 6-23 bulan (Hadju and Rochimiwati, 2013).

6. “Perbedaan kadar hemoglobin, status gizi dan prestasi belajar anak SD wilayah pantai dan pegunungan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun Ajaran 2005/2006”. Hasil analisis secara statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kadar Hb untuk prevalensi anemia (Z= -1,32 ; Z<1,96) tapi berbeda dalam hal rerata kadar Hb anak SD wilayah pantai dan pegunungan (Z= 3,06 ; Z >1,96). Tidak ada beda dalam prevalensi keadaan gizi masa kini (untuk semua kategori indeks BB/U ; Z<1,96 ) tapi hanya berbeda dalam rerata SSB indeks BB/U (Z= 2,4 ; Z> 1,96). Tidak ada beda untuk prevalensi keadaan gizi masa lalu (tinggi dan pendek Indeks TB/U) kecuali prevalensi status gizi normal (Z= 2,04; Z>1,96) dan juga tidak ada beda dalam hal rerata SSB indeks TB/U. Tidak ada beda untuk prevalensi keadaan gizi (untuk semua kategori Indeks BB/TB) maupun rerata SSB status gizinya dari perubahan yang jelas dan sensitif ( Z < 1,96). tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi prestasi belajar baik maupun kurang pada responden, demikian halnya dengan rerata nilai prestasi belajar (Z <1,96) (Ali, 2006).

(7)

7 7. “Perspectives on child diarrhoea management and health service use among ethnic minoritycaregivers in Vietnam”. Hasilnya bahwa peran gender, jarak perjalanan panjang untuk desa di dataran tinggi, kekhawatiran tentang biaya pengobatan tidak langsung dan mereka merasa tidak diperlakukan secara hormat oleh staf kesehatan menjadi penyebab keengganan untuk menggunakan fasilitas kesehatan pemerintah. Program promosi kesehatan yang lebih luas harus mengatasi masalah peran gender secara signifikan serta mendukung ibu di dataran tinggi untuk mencari layanan kesehatan serta melibatkan orang tua, keluarga dan ayah dalam program promosi kesehatan di masa depan. Praktik perawatan kesehatan anak yang ada ditingkatkan, termasuk terus menyusui selama sakit dan penggunaan solusi buatan rehidrasi juga memberikan peluang penting untuk promosi kesehatan anak di masa depan (Rheinländer et al., 2011).

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah sampel penelitian yaitu bayi usia 4-6 bulan. Design penelitian yang digunakan adalah cross sectional studi. Variabel bebas yaitu ASI eksklusif, variabel terikat gizi kurang dan variabel luarnya adalah berat badan lahir bayi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan status ekonomi keluarga. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih lanjut hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan status gizi pada bayi usia 4-6 bulan di daerah pegunungan di Kabupaten Polewali Mandar.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa setelah mengetahui pengadaan yang akan dilaksanakan oleh proyek/unit kerja , tahun anggaran .., maka dengan ini saya menyatakan

‘I just want you to pick a role and stay in it,’ said the unnaturalist as he advanced on the Doctor.. ‘You’re an overgrown university student who still wants to change

Sebaliknya, R 2 sama dengan 1, maka presentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna, atau variasi variabel

Dengan adanya perancangan sistem informasi manajemen pengendalian kualitas, diharapkan dapat memberikan solusi bagi pihak manajemen perusahaan dalam penyediaan informasi

(Analisis Isi Penerapan Sepuluh Prinsip Menulis Menurut Robert Gunning pada Berita Kekerasan Terhadap Anak dalam Koran Merapi pada Periode

Telah dapat dibangun suatu sistem pengambilan keputusan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process untuk menentukan urutan prioritas dalam penentuan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa langkah dan strategi Wilayatul Hisbah dalam mencegah lesbian, gay, biseksual dan transgender

Salah satu acara unggulan pada stasiun televisi Trans 7 dan merupakan salah satu program acara terlama, jejak petualang hadir sebagai tayangan dokumenter untuk memberikan