• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI 1 BANYUNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI 1 BANYUNING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

KELAS III SD NEGERI 1 BANYUNING

Ni Wyn. Sriasih1, Syahruddin2, I G. N. Japa 3

1,2,3

Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: niwyn_sriasih@yahoo.com 1, P.syahruddin.com 2, ngrjapa_pgsd@yahoo.co.id3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hasil belajar matematika siswa kelas III SD Negeri 1 Banyuning yang mengikuti model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah, (2) hasil belajar matematika siswa kelas III SD Negeri 1 Banyuning yang mengikuti model pembelajaran konvensional, dan (3) perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang di belajarkan dengan model keterampilan pemecahan masalah dan siswa yang di belajarkan dengan model konvensional pada siswa kelas III semester I SD Negeri 1 Banyuning tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan post-test only control group design.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri 1 Banyuning tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 2 kelas dan langsung digunakan sebagai sampel.

Diperoleh siswa kelas III A sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas III B sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika, bentuk tes hasil belajar matematika yang digunakan adalah uraian. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Untuk menguji hipotesis digunakan uji-t yang berguna untuk menguji perbedaan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model keterampilan pemecahan masalah dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh (thitung = 33,75 > ttabel = 1,684) dan didukung oleh perbedaan skor rata- rata yang diperoleh antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model keterampilan pemecahan masalah yaitu 33,25 dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu 22,45. Berdasarkan temuan di atas, disimpulkan bahwa model keterampilan pemecahan masalah berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas III SD N 1 Banyuning.

Kata kunci: model keterampilan pemecahan masalah, hasil belajar Abstract

This study was aimed to know the differences of 1) result study of matchematics the students of third grade from SD Negeri 1 Banyuning who get problem solving teaching, 2) result study of matchematics the students of third grade from SD Negeri 1 Banyuning who get conventional teaching, and 3) result study of matchematics the students between the students who get problem solving teaching and those who get conventional teaching of third grade in semester 1 SD Negeri 1 Banyuning on school year 2013/2014.

This study was quasi – experimental by using post-test only control group design. The population of this study was all of the third grade students of SD Negeri 1 Banyunig on school year 2013/2014 as much as two classes and live to use to sampling. the third A grade students as experimental group and the third B grade students as control group. In this study, the result study of mathematics data were collected by test in the form of analysis. The data were analyzed by using descriptive statistics analysis and inferential

(2)

statistics. Hypothesis test in testing the differences of result study of the students was by using t-test. The result of this study showed that there were differences of study result of the students between the students who get problem solving teaching and those who get conventional teaching. It was showed by (tvalue = 33.75 > ttable = 1.684) and supported by the difference of average score got by the students who get problem solving teaching that is 33.25 and the students who get conventional teaching that is 22.45. Based on the findings above, it could be concluded that problem solving teaching influenced the study result of matchematic of the third grade students in SD Negeri 1 Banyuning.

Keywords: problem solving teaching, study result

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi sepanjang hayat.

Pengembangan potensi diri yang dimilikinya dapat ditingkatkan kualitas pendididikannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembangunan di bidang pendidikan.

Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat baik dalam pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, masyarakat, dan khususnya oleh pengelola pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk mencapai pendidikan telah dirangkumkan dalam bentuk system yang lebih khusus sehingga pelaku pendidikan memiliki tujuan secara tepat.

Dalam pembelajaran di SD, siswa diajarkan sejumlah mata pelajaran, salah satu di antaranya adalah Matematika.

Pembelajaran Matematika di SD merupakan pondasi yang kokoh untuk dapat memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan juga untuk menghadapi tantangan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Pada pembelajaran Matematika, siswa tidak hanya mengenal dan terampil melakukan operasi pada bilangan, tetapi lebih dari itu yaitu dapat memanfaatkan pengetahuan tentang bilangan untuk berbagai bidang lain tanpa melakukan operasi hitung.

Pada umumnya, sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan

khususnya Matematika, seperti 1) perubahan kurikulum, 2) berbagai program pelatihan dan pendidikan, 3) kelompok kerja guru (KKG) atau program musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), 4) program sertifikasi guru dan dosen, 5) perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan 6) peningkatan anggaran pendidikan dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sampai 20%.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan penyempurnaan undang- undang kependidikan. Adapun acuan pendidikan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berhlak mulia, sehat, berilm, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang domokratis serta bertanggung jawab.

Dalam praktek pendidikan di dunia persekolahan untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan tersebut dikelola melalui proses pembelajaran. Hal ini tentu berdampak pada perubahan perilaku sebagai hasil dari pendidikan yang menekankan pada pencapaian hasil belajar seperti diterapkan dalam kurikulum.

Mengenai kurikulum sekolah telah dikemas sebagai mata pelajaran yang harus ditempuh pada setiap jenjang tertentu.

Dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas III di Sekolah Dasar, konsep-konsep dasar Matematika sangat sulit dipahami oleh siswa secara abstrak, dan banyak hambatan yang dijumpai dalam pembelajaran. Hambatan yang dijumpai

(3)

dalam pembelajaran pada nantinya dapat menjadi suatu masalah. Dan masalah tersebut haruslah dapat dipecahkan atau diatasi. Karena jika tidak dipecahkan atau diatasi maka akan dapat menghambat proses belajar mengajar. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak menjadi masalah lagi baginya (Hudojo, 1988).

Di sisi lain, kurangnya perhatian siswa, keaktifan siswa dan daya seraf siswa terhadap bahan atau materi yang dipelajari khususnya dalam mata pelajaran Matematika, hal ini dapat dibuktikan dengan masih rendahnya nilai Matematika pada siswa kelas III di Sekolah Dasar Negeri 1 Banyuning. Hal itu dapat dilihat dari nilai rerata siswa kelas III pada Sekolah Dasar tersebut yakni hanya 55,14.

Perlu disadari bahwa, pengetahuan pemahaman konsep-konsep dasar Matematika sangat diperlukan dalam berbagai segi kehidupan manusia. Konsep- konsep dasar Matematika yang dimaksudkan adalah konsep-konsep Matematika di kelas III SD semester I yang meliputi konsep/sub konsep : penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pengerjaan hitung campuran, pecahan, bangun datar.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka sebagai seorang guru SD sudah seyogyanya memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep dasar Matematika secara lebih mendalam. Mengingat pemahaman konsep/sub konsep Matematika di kelas III SD sulit diterima oleh siswa secara abstrak, dan dengan berpedoman pada hambatan- hambatan yang telah diuraikan di atas, maka dipandang perlu melakukan penelitian tentang pengaruh Model pemecahan masalah terhadap hasil belajar Matematika pada siswa kelas III Semester I Sekolah Dasar Negeri 1 Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun ajaran 2013/2014.

Segala model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model keterampilan pemecahan masalah terhadap hasil belajar yang meliputi : benda asli (batu), tabel pembagian, kartu bilangan, kertas manila memuat cara pembagian.

Untuk mencapai hasil tersebut dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan tidaklah mudah, banyak hambatan yang dialami khususnya di dalam kegiatan pembelajaran.

Hambatan-hambatan yang dialami mengakibatkan hasil belajar siswa belum mencapai tujuan kurikulum, terutama pada mata pelajaran matematika. Salah satu hal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah pengalaman siswa, dimana pengalaman siswa belajar matematika sangat dipengaruhi oleh model yang digunakan guru dalam pembelajaran.

Sehingga guru dituntut agar mampu menyiasati dan mencermati keadaan tersebut sehingga dalam pembelajaran di kelas lebih efektif. Salah satunya dengan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas III di SD N 1 Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada hari senin, tanggal 4 Februari 2013, diperoleh beberapa informasi yaitu, 1) jumlah siswa kelas III di SD N 1 Banyuning adalah kelas 3 A berjumlah 24 dan kelas 3 B berjumlah 20 orang, 2) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika kelas III di SD N 1 Banyuning adalah 60. Proses pembelajaran matematika di SD N 1 Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng khususnya di kelas III masih tergolong tradisional. Hal ini terlihat pada melakukan observasi langsung, di peroleh beberapa informasi yaitu: 1) pada saat proses pembelajaran guru hanya mencatatkan materi pembelajaran dipapan tulis, 2) guru tidak menggunakan media atau alat bantu dalam pelajaran, 3) metode pembelajaran yang digunakan pada saat pelaksanaan pembelajaran matematika hanya menitik beratkan pada perolehan hasil tanpa mengajarkan cara memecahkan masalah, guru langsung memberikan rumus-rumus kepada siswa tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui cara mendapatkan rumus tersebut, 4) guru belum optimal mengembangkan potensi lingkungan dan potensi anak berenteraksi dalam proses pembelajaran.

(4)

Model pemecahan masalah merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar- benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan model pemecahan masalah adalah sebagai pembimbing dan fasilitator.

Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah.

Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan.

Penerapan model keterampilan pemecahan masalah ini sangat memberi manfaat bagi siswa dalam pencapain tujuan pembelajaran matematika salah satunya adalah membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin. Pengaruh model pemecahan masalah ini dapat mengkondisikan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar, karena siswa diajak untuk menemukan kembali rumus, konsep atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu untuk memecahkan suatu masalah. Jadi dengan pengaruh model pemecahan masalah ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga dari peningkatan yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil belajar siswa.

Model pemecahan masalah adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disentesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa.

Ada 6 langkah model pemecahan masalah (Problem Solving), yaitu (1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan, (2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah

secara kritis dari berbagai sudut pandang, (3) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan bebagai kemungkinan pemecahan yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, (4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, (5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengembil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan, (6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan

Dengan demikian, untuk lebih mendukung pelaksanaan model keterampilan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran di kelas, maka digunakan sintaks pembelajaran sebagai berikut.

Tahap 1 orientasi pebelajar pada masalah, pembelajar menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi pebelajar terlihat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Pembelajar mendiskusikan rubric asresmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya pebelajar.

Tahap 2 mengorganisasikan pebelajar untuk belajar, pembelajar membantu pebelajar mendifinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3 membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, pembelajar mendorong pebelajar untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya, pembelajar membantu pebelajar

dalam merencanakan dan

menyiapkankarya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5 menganalisis dan mengevaluasi proses pemechan masalah, pembelajar membantu pebelajar untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses–proses mereka gunakan dalam menyelesaikan masalah.

(5)

Mengingat masalah tersebut sangat penting, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah dan menggunakan pembelajaran konvensional di SD Negeri 1 Banyuning.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen semu (quasi experimen). Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SD Negeri 1 Banyuning pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

Rancangan eksperimen yang digunakan adalah “Post-test Only Control Group Desain” (Sugiyono, 2010: 85). Desain ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-Test

E X O1

K - O2

(Sugiyono, 2010:85)

Keterangan: E = kelompok eksperimen, K = kelompok kontrol, X = Perlakuan, yaitu penerapan model pembelajaran kuantum berbasis masalah kontekstual, – = Penerapan model pembelajaran konvensional, O1 = post–test untuk kelompok eksperimen, O2 = post–test untuk kelompok kontrol

Menurut Agung (2011:45), menyatakan “populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian”. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Banyuning pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua

siswa kelas III SD yang bersekolah di SD Negeri 1 Banyuning berjumlah 1 SD, sehingga jumlah kelas III berjumlah 2 kelas. Distribusi populasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Populasi Penelitian

No. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 III A 14 10 24

2 III B 12 8 20

Jumlah 44

Populasi berjumlah 2 kelas di SD Negeri 1 Banyuning yaitu 44 orang. Untuk menghitung kesetaraan kelompok sampel digunakan uji-t Berdasarkan hasil uji kesetaraan tersebut diperoleh hasil yang setara dan bisa dijadikan sampel penelitian.

Kelas yang sudah setara dipilih dengan teknik ”Random Sampling” bentuk undian.

Kemudian 2 kelas tersebut dirandom untuk menentukan kelas yang menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah dan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Diperoleh siswa kelas III A sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas III B sebagai kelas kontrol.

Kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

Data yang diperlukan adalah data hasil belajar matematika siswa. Untuk mengumpulkan data hasil belajar tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode tes.

Tes dilakukan pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengukur kemampuan belajar siswa.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar matematika dalam penelitian ini berupa tes uraian yang berjumlah 10 butir soal.

Instrumen penelitian tersebut terlebih

(6)

dahulu dianalisis dengan menggunakan uji:

validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukaran, dan daya beda tes.

Berdasarkan hasil validitas butir soal yang dilakukan di SD Negeri 1 Banyuning jumlah responden 41 orang diperoleh jumlah butir soal yang valid adalah 10 soal dari 10 soal yang diuji cobakan. Butir tes yang valid digunakan sebagai post-test. Berdasarkan hasil uji reliabilitas tes, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,59. Hal ini berarti, tes yang diuji termasuk ke dalam kriteria reliabilitas sedang. Berdasarkan uji tingkat kesukaran tes diperoleh Pp = 0,68, sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria sedang. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan harus memiliki kriteria daya beda mulai dari cukup baik sampai sangat baik. Berdasarkan hasil uji daya beda tes diperoleh Dp = 0,20, sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria baik.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif, yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai rata-

rata, modus, median, standar deviasi, varian, skor maksimum, dan skor minimum.

Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk grafik poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians). Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan.

Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Kedua prasyarat tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, maka untuk memenuhi hal tersebut dilakukanlah uji prasyarat analisis dengan melakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Dalam melakukan uji prasyarat digunakan uji-t (polled varians) dengan taraf signifikansi 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Data hasil belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 33,25 22,45

Median 33,80 22

Modus 34,40 20,05

Varians 13,56 10,78

Standar Deviasi 3,68 3,28

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kelompok eksperimen memilik mean

= 33,25, median = 33,80, dan modus = 34,40 yang berarti Mo > Me > M (33,25 >

33,80 > 34,40) dan termasuk ke dalam juling negatif yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi.

Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen dengan mean (M) = 33,25 tergolong kriteria sangat tinggi.

Sedangkan kelompok kontrol memiliki mean = 22,45, median = 22, dan modus = 20,05 yang berarti Mo < Me < M (20,05 <

22 < 22,45) dan termasuk ke dalam juling

positif yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah.

Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol dengan mean (M) = 22,45 tergolong kriteria sedang.

Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas terhadap data tes hasil belajar matematika siswa. Uji normalitas ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut bedistribusi normal. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-Square data hasil post-test kelompok eksperimen ( hitung) adalah 3,090 pada taraf signifikan 5% dan

(7)

db 5 – 1 = 4 diketahui tabel = 9,488, ini berarti bahwa hitung < tabel maka data hasil post-test kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan Chi- Square data hasil post-test kelompok kontrol ( hitung) adalah sebesar 3,321 pada taraf signifikan 5% dan db = 5 – 1 = 4 diketahui tabel = 9,488, ini berarti bahwa

hitung < tabel maka data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal.

Setelah melakukan uji prasyarat yang pertama yaitu uji normalitas, selanjutnya dilakuka uji prasyarat yang ke dua yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas varians data hasil belajar matematika dianalisis dengan uji F dengan kriteri kedua kelompok memiliki varians homogen jika F hitung < F

tabel. Hasil uji homogenitas varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol dengan db = 24/20 dan taraf signifikansi 5%

(α 0,05) diketahui F tabel =1,26 dan F hitung = 2,11. Hal ini berarti F hitung < F tabel dan

varians 1 = varians 2 sehingga post-test hasil belajar siswa homogen.

Hipotesis penelitian yang diuji adalah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD Negeri 1 Banyuning.

Uji hipotesis ini menggunakan uji–t independent “sampel tak berkorelasi”. Data hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah normal dan varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen. Selain itu jumlah siswa pada setiap kelas berbeda, baik itu kelas eksperimen maupun kelas kontrol, maka pada uji-t sampel tak berkorelasi ini digunakan rumus uji-t polled varians.

Adapun hasil analisis untuk uji-t dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji Hipotesis Keterampilan Berpikir

Kritis dalam Pembelajaran IPA

N X Db thitung ttabel Kesimpulan

Kelompok Eksperimen 24 33,25

42 33,75 1,684 H0 ditolak

Kelompok Kontrol 20 22,45

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung sebesar 33,75. Sedangkan ttabel dengan db = 42 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,684. Hal ini berarti thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah dan siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD Negeri 1 Banyuning.

Pembahasan hasil-hasil penelitian dan pengujian hipotesis menyangkut tentang keterampilan pemecahan masalah matematika siswa khususnya pada materi

pengukuran waktu, panjang, dan berat dalam pemecahan masalah.

Model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol, dalam penelitian ini menunjukan pengaruh yang berbeda pada keterampilan pemecahan masalah siswa dalam memecahkan masalah dalam soal cerita yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari analisis data hasil belajar dalam soal cerita matematika siswa. Analisis yang dimaksud adalah analisis deskriptif dan inferensial (uji-t).

Secara deskriptif, hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan

(8)

pada rata-rata skor hasil belajar matematika. Berdasarkan analisis data, diketahui rata-rata (mean) hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah adalah 33,25. Jika dikonversi ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Lima berada pada kategori sangat tinggi. Sedangkan berdasarkan analisis data, diketahui rata-rata (mean) hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 22,45.

Jika dikonversi ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) Skala Lima berada pada kategori sedang. Skor hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen yang digambarkan dalam grafik histogram tampak bahwa kurve sebaran data merupakan kurve juling negatif karena nilai Mo > Md > M yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung tinggi. Hal ini berarti lebih banyak siswa mendapat skor tinggi dibandingkan dengan skor rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

Skor hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol yang digambarkan dalam grafik histogram tampak bahwa kurve sebaran data merupakan kurve juling positif karena nilai Mo < Md < M yang menunjukkan bahwa sebagian besar skor cenderung rendah. Hal ini berarti lebih banyak siswa mendapat skor rendah dibandingkan dengan skor tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran konvensional tidak berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

Berdasarkan analisis inferensial menggunakan uji-t, diketahui thit = 33,75 dan ttab (db = 42 dan taraf signifikansi 5%)

= 1,684. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab

(thit> ttab) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah dengan kelompok siswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran konvensional. Besarnya pengaruh antara model keterampilan pemecahan masalah dibandingkan model pembelajaran konvensional terlihat dari analisis deskriptif yang menunjukkan bahwa pada kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah lebih banyak siswa yang mendapatkan skor tinggi di atas rata-rata, sedangkan pada kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional lebih banyak siswa yang mendapatkan skor rendah di bawah rata- rata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran keterampilan pemecahan masalah berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IIIA SD Negeri 1 Banyuning dibandingkan dengan pembelajaran dengan model konvensional pada siswa kelas IIIB SD Negeri 1 Banyuning tahun ajaran 2013/2014.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmayasa (2009), yang menunjukkan bahwa penerapan keterampilan pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika.Begitu pula Ningsih (2008), yang menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa meningkat.Penelitian ini juga didukung dengan teori (Sudirman N., Tabrani Rusyan, Zainal Arifin, Toto Fathoni, 1991:146) tentang tujuan model keterampilan pemecahan masalah adalah siswa dapat memahami cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disentesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa Berdasarkan tujuan itu, maka model keterampilan pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui menggali pengetahuan yang dimiliki lalu menerapkannya dalam kehidupan sehari- hari, sehingga siswa akan lebih mudah mengingat pelajaran yang dialaminya sendiri.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengggunakan model keterampilan pemecahan masalah lebih tinggi

(9)

dibandingkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran matematika kelas III di SD N 1 Banyuning Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini disebabkan karena model keterampilan pemecahan masalah menekankan siswa untuk mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa juga menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan matematika yang ditemui, sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih diingat oleh siswa.Selain itu, dengan mengkonstruksikan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari maka akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukmayasa (2009), yang menunjukkan bahwa penerapan keterampilan pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika.Begitu pula Ningsih (2008), yang menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa meningkat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengggunakan model keterampilan pemecahan masalah lebih tinggi dibandingkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran matematika kelas III di SD N 1 Banyuning Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini disebabkan karena model keterampilan pemecahan masalahmenekankan siswa untuk mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa juga menjadi lebih tertantang untuk belajar dan berusaha menyelesaikan semua permasalahan matematika yang ditemui, sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih diingat oleh siswa.Selain itu, dengan mengkonstruksikan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari maka akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, ditemukan sebagai berikut. Rata-rata skor hasil belajar matematika siswa yang dibelajarkan dengan model keterampilan pemecahan masalah adalah 33,25 dan rata–rata skor

hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 22,45. Berdasarkan analisis data menggunakan uji–t, diketahui thit = 33,75 dan ttab (db = 24+20-2 = 42 dan taraf signifikansi 5%) = 1,684. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model keterampilan pemecahan masalah dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas III SD N 1 Banyuning Kecamatan Buleleng pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Lebih lanjut dapat dilihat dari rata-ratanya bahwa hasil belajar matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model keterampilan pemecahan masalah lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model keterampilan pemecahan masalah terhadap hasil belajar matematika siswa kelas III SD N 1 Banyuning Kecamatan Buleleng pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

Berkenaan dengan hasil penelitian yang diperoleh maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. 1) Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model keterampilan pemecahan masalah lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Untuk itu disarankan kepada guru agar menggunakan model keterampilan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika. 2) Siswa disarankan untuk mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model keterampilan pemecahan masalah dengan sungguh- sungguh dan berkelanjutan di dalam kelas maupun di rumah untuk membantu belajar secara mandiri. 3) Penelitian lanjutan yang berkaitan dengan model keterampilan pemecahan masalah perlu dilakukan

(10)

dengan materi-materi matematika yang lain dengan melibatkan sampel yang lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan: Suatu pengantar. Singaraja: Undiksha, Singaraja.

Hudoyo, Herman. 1980. Teori Dasar Belajar Matematika. Jakarta:

Depdikbud.

Ningsih, Sari. 2008. “Penerapan Model Keterampilan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas V SD No. 2 Bongan Tahun Pelajaran 2008/2009”. Artikel (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukmayasa, I Made. 2009. “Penerapan Keterampilan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD no.

1 Penarukan Tahun Ajaran 2009/2010”. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh: (1) dari sisi makna-makna budaya maka dalam penelitian ini ditemukan bahwa setiap unsur yang terdapat dalam bangunan Masjid Jami’ Tan

Perlunya ada sistem pengendalian guru secara nasional yang pada tingkat praktisnya dapat di koordinasikan lewat LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) masing-masing propinsi agar

Dari satu stasiun GPS Singapura NTUS dapat dikembangkan model TEC ionosfer di atas Sumatra dan sekitarnya yang mana cakupan model tersebut tergantung pada sudut elevasi minimum

(1994) dinamika Cladocera dan Diptera pada sawah di Filipina dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen dan pestisida Selain itu indeks keanekaragaman (Tabel 2) juga tergolong

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena berkat penyertaan dan kekuatan-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Reservoir Karbonat: Diagenesa

Objek penelitian ini adalah evaluasi dalam layanan bimbingan klasikal sebagai salah satu bentuk strategi layanan dasar bimbingan dan konseling komprehensif di kelas XI

Dari jumlah pemakaian tahun 2008 pemanfaatan fasilitas sistem rabbit sangat rendah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, bahwa jam operasi sistem rabbit hanya

Diglosia tidak hanya menunjuk pada masyarakat yang bermacam- macam dalam mempergunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari dan bahasa kuno, namun juga masyarakat yang menggunakan