• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PRAGMATIK SIBER TUTURAN SINDIRAN PADA KOLOM KOMENTAR TIK TOK PERIODE FEBRUARI-JUNI 2020 SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PRAGMATIK SIBER TUTURAN SINDIRAN PADA KOLOM KOMENTAR TIK TOK PERIODE FEBRUARI-JUNI 2020 SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PRAGMATIK SIBER TUTURAN SINDIRAN PADA KOLOM KOMENTAR TIK TOK

PERIODE FEBRUARI-JUNI 2020 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Heribertus Loka Sanoin 171224054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

ii SKRIPSI

KAJIAN PRAGMATIK SIBER TUTURAN SINDIRAN PADA KOLOM KOMENTAR TIK TOK

PERIODE FEBRUARI-JUNI 2020

Oleh:

Heribertus Loka Sanoin 171224054

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Tanggal: 14 Juni 2021

(3)

iii SKRIPSI

KAJIAN PRAGMATIK SIBER TUTURAN SINDIRAN PADA KOLOM KOMENTAR TIK TOK

PERIODE FEBRUARI-JUNI 2020

Dipersiapkan dan ditulis oleh Heribertus Loka Sanoin

171224054

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal 19 Juli 2021

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ...

Sekretaris : Danang Satria Nugraha, S.S., M.A. ...

Anggota 1 : Prof. Pranowo, M.Pd. ...

Anggota 2 : Dr. B. Widharyanto,M.Pd. ...

Anggota 3 : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ...

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.

Yogyakarta, 19 Juli 2021

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, saya mempersembahkan karya kecil ini untuk:

Kongregasiku Kongregasi Hamba Hamba Kristus

Kedua orang tua saya, Ayah Yakubus Sanoin (alm) dan Ibu Martina Nahak

Teman-teman PBSI B 2017

Almamater saya Universitas Sanata Dharma

(5)

v

HALAMAN MOTO

“Ad Omne Opus Bonum Paratus”

Siap sedia untuk melaksanakan segala pekerjaan yang baik (Tit 3:1)

“Aku bersyukur kepada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai,

tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” (Mat 11:25)

“Tuhan, Engkau tahu bila jalanku serong, maka tuntunlah aku di jalan-Mu yang benar.” (Maz 139:24)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yogyakarta, 19 Juli 2021 Penulis

Heribertus Loka Sanoin Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagaian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustakan, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

(7)

vii

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Heribertus Loka Sanoin

NIM : 171224054

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, skripsi saya berjudul

Kajian Pragmatik Siber Tuturan Sindiran

pada Kolom Komentar Tik Tok Periode Februari-Juni 2020

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolannya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 19 Juli 2021 Yang menyatakan

Heribertus Loka Sanoin

(8)

viii

ABSTRAK

Sanoin, Heribertus Loka. 2021. Kajian Pragmatik Siber Tuturan Sindiran pada Kolom Komentar Tik Tok Periode Februari-Juni 2020. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.

Penelitian ini memaparkan mengenai tuturan sindiran yang digunakan oleh pengguna akun tik tok pada kolom komentar. Tuturan sindiran oleh pengguna akun media sosial tik tok pada kolom komentar. Tuturan sindiran tersebut diperoleh pada periode Februari-Juni 2020. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk tuturan sindiran pada kolom komentar tik tok pada periode Februari-Juni 2020 dan (2) mendeskripsikan makna pragmatik tuturan sindiran pada kolom komentar tik tok periode Februari-Juni 2020.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian yakni Tik Tok dan data penelitian berupa unggahan dan tututran sindiran pada kolom komentar. Peneliti menggunakan teknik simak bebas libat cakap dan pencatatan. Peneliti mengumpulkan, mengidentifikasi, dan mengelompokan data- data tuturan yang mengandung tuturan sindiran. Kemudian peneliti menganalisis data-data tersebut menggunakan kajian pragmatik siber, bentuk tuturan sindiran, dan makna pragmatik tuturan sindiran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti mendapatkan data berupa bentuk dan makna tuturan sindiran. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan empat (4) bentuk tuturan sindiran. Bentuk-bentuk tuturan sindiran meliputi: (1) data berupa kata adjektiva; (2) data berupa frasa; (3) data berupa klausa; (4) data berupa kalimat. Selain itu, peneliti juga menemukan lima (5) makna tuturan sindiran.

Makna tuturan sindiran yang ditemukan yakni (1) penghinaan; (2) pencemaran nama baik; (3) mencemooh; (4) memfitnah; (5) provokasi.

Kata Kunci: pragmatik siber, konteks virtual, bentuk sindiran, makna sindiran, Tik Tok.

(9)

ix

ABSTRACT

Sanoin, Heribert Loka. 2021. Study of Cyber Pragmatics Satire Speech in the Tik Tok Comment Column for the February-June 2020 Period. Thesis. Yogyakarta:

PBSI, FKIP, USD.

This study describes the satire speech used by Tik Tok account users in the comments column. Satire speech by Tik Tok social media account users in the comments column. The satire utterances were obtained in the period February-June 2020. The purposes of this study are (1) to describe the form of satire speech in the tik tok comment column in the February-June 2020 period and (2) to describe the pragmatic meaning of satire speech in the tik tok comment column for the February period. -June 2020.

This research is a qualitative descriptive study. The source of research data is Tik Tok and research data in the form of uploads and satire in the comments column. The researcher used the technique of free listening, conversation, and recording.

Researchers collect, identify, and classify speech data containing satire speech. Then the researcher analyzed the data using cyber pragmatic studies, the form of satire speech, and the pragmatic meaning of satire speech.

Based on the research conducted, the researcher obtained data in the form and meaning of satire speech. In this study, the researcher found four (4) forms of satire speech. The forms of satire speech include: (1) data in the form of adjective words;

(2) data in the form of phrases; (3) data in the form of clauses; (4) data in the form of sentences. In addition, the researcher also found five (5) meanings of satire speech. The meaning of the satire utterances found were (1) insults; (2) defamation;

(3) ridicule; (4) slandering; (5) provocation.

Keywords: cyber pragmatics, virtual context, satire form, satire meaning, Tik Tok.

(10)

x

KATA PENGANTAR

“Jika bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah para pembangaun bekerja; jika bukan Tuhan yang menjaga kota, sia-sialah para pengawal berjaga” dan jika bukan Tuhan yang memberikan rahmat-Nya melalui sesama saudara, tidak mungkin penelitian skripsi ini dapat terselesaikan. Berkat rahmat Tuhan dan bantuan sesama sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Pragmatik Siber Tuturan Sindiran pada Kolom Komentar Tik Tok Periode Februari-Juni 2020,” dapat penulis selesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa rahmat Tuhan dan tanpa bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmi Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Rishe Purna Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, nasihat, arahan dan motivasi kepada peneliti.

4. Prof. Pranowo, M.Pd., yang telah bersedia menjadi triangulator data penelitian tugas akhir.

(11)

xi

5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada peneliti.

6. Theresia Rusmiyati, selaku karyawati sekretariat PBSI yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

7. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu peneliti dalam penyediaan referensi.

8. Teman-teman seperjuangan di kelas B PBSI 2017 yang selalu kompak dan ceria.

9. Semua orang yang tidak bisa peneliti sebut satu per satu, terima kasih atas dukungan dan kegembiraan kalian.

Yogyakarta,19 Juli 2021 Penulis

Heribertus Loka Sanoin

(12)

xii

DAFTRA ISI

HALAMAN JUDUL ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PESETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Batasan Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Penelitian Terdahulu ... 10

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Pragmatik ... 11

2.2.2 Tindak Tutur ... 14

2.2.3 Pragmatik Siber ... 18 i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

(13)

xiii

2.2.4 Konteks ... 21

2.2.5 Konteks Virtual ... 26

2.2.6 Komunitas Virtual ... 27

2.2.7 Media Sosial ... 29

2.2.8 Tuturan Sindiran ... 33

2.2.9 Bentuk Tuturan Sindiran ... 33

2.2.10 Makna Pragmatik Tuturan Sindiran ... 38

2.3 Kerangka Berpikir ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Sumber Data ... 44

3.3 Data dan Objek Penelitian ... 44

3.4 Instrumen Penelitian ... 44

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 47

3.7 Triangulasi ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Deskripsi Data ... 49

4.2 Hasil Penelitian ... 50

4.2.1 Bentuk Tuturan Sindiran ... 51

4.2.1.1 Bentuk Berupa Kata ... 52

4.2.1.2 Bentuk Berupa Frasa ... 54

4.2.1.3 Bentuk Berupa Klausa ... 57

4.2.1.4 Bentuk Berupa Kalimat ... 59

(14)

xiv

4.2.2 Makna Tuturan Sindiran ... 61

4.2.2.1 Makna Pragmatik Ungkapan Penghinaan ... 63

4.2.2.2 Makna Pragmatik Ungkapan Mencemooh ... 65

4.2.2.3 Makna Pragmatik Ungkapan Pencemaran Nama Baik ... 67

4.2.2.4 Makna Pragmatik Ungkapan Provokasi ... 70

4.2.2.5 Makna Pragmatik Ungkapan Memfitnah ... 72

4.3 Pembahasan ... 75

BAB V KESIMPULAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... 81

BIOGRAFI PENELITI ... 109

(15)

xv

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Berpikir 42

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Lampiran Permohonan Triangulator 80 Lampiran 2 Triangulasi Data 82

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan mengenai: a) latar belakang, b) identifikasi masalah, c) rumusan masalah, d) tujuan penelitian, e) manfaat penelitian, dan (f) batasan istilah.

1.1 Latar Belakang

Manusia selalu membutuhkan manusia lain dalam hidup bermasyarakat.

Untuk menyampaikan apa yang diinginkan, manusia butuh berinteraksi dengan manusia lain. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, interaksi sangatlah penting dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk berinteraksi manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu medianya. Dengan bahasa manusia dapat dengan mudah menyampaikan apa yang ingin disampaikan, sebagaimana fungsi bahasa yaitu sebagai fungsi sosial. Dengan kata lain, setiap masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi tersebut.

Tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat (Soeparno, 2002:5).

Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi yang digunakan oleh seluruh masyarakat di muka bumi sejak dahulu. Bahasa adalah alat manusia untuk menyampaikan pengalaman, perasaan, pikiran, kehendak, dengan perantaraan sistem yang terdiri dari lambang-lambang (Suwandi, 2008:24). Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling mudah digunakan karena bahasa sudah dimiliki manusia sejak kecil. Tanpa bahasa kita tidak bisa menyampaikan dan mengetahui berbagai informasi karena bahasa merupakan aspek sosial yang paling penting.

Bahasa merupakan satu gejala sosial dan digunakan untuk komunikasi antarsesama manusia. Sebagai satu gejala sosial yang komunikatif, perlu dibedakan penggunaan bahasa dan tujuan penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi antarmanusia (Parera, 2004:11).

Bahasa merupakan bentuk ujaran yang menjadi tanda sebuah komunikasi pada komunitas atau masyarakat tertentu. Sifat bahasa yang dinamis membuat

(18)

reproduksi bahasa (kosakata) selalu bertambah dari waktu ke waktu. Sebuah kata kadang memiliki lebih dari satu makna, bergantung konteks yang menyertainya.

Makna sebuah kata, pada suatu waktu dapat berubah, baik menyempit maupun meluas. Sebuah kata juga mungkin dapat hilang (tidak digunakan lagi) dari suatu sistem bhasa tertentu. Hal ini dapat terjadi karena kata tersebut dianggap sudah tidak dapat mewakili konsep yang dimaksud (Hardiyanto,2008:5).

Bahasa merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk berkommunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Rafiek (2010:21), bahasa adalalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk lain. Di samping itu, bahasa juga merupakan salah satu aspek terpenting dalam kebudayaan. Leech (dalam Ismail, 2013:23) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan);

menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa, kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana.

Seorang filosof dan ahli logika, Carnap (1938:27) menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak. Pragmatik mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda. Selanjutnya Montague mengatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai “idexical “ atau “deicti”. Dalam pengertian ini pragmatik berkaitan dengan teori rujukan atau deiksis, yaitu pemakain bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakaiannya.

Nababan (dalam Sarwiji dkk, 1996:1) mengartikan pragmatik sebagai pengguna bahasa untuk mengkomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan sehubungan dengan konteks dan situasi pemakainya. Pragmatik memiliki banyak kajian di antaranya deiksis, praanggapan, implikatur percakapan, tindak bahasa dan analisis wacana.

Pragmatik yang diterapkan sering digunakan untuk menyegarkan suasana, untun menyindir secara halus, dan sebagainya tetapi menimbulkan kesan yang menyenagkan.

Satu diantara konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan paling mrnonjolkan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa adalah konsep implikatur percakapan (Nababan, 1987:28). Implikatur percakapan diajukan H.P. Grice

(19)

dalam “Ceramah William James” di Universitas Harvard pada tahun 1967 untuk menanggulangi persoalan makna habasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Grice (dalam Soeseno, 1993: 30) mengemukakan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapakan. Sesutu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicaraan yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau pun ungkapan-ungkapan hati yang tersebunyi. Implikatur juga diartikan sebagai maksud yang tersebunyi di balik tuturan (Pranowo dalam Pengesti Wiedarti, 2005:178). Dengan kata lain, ketika seseorang berbicara atau menulis, sesuatu yang dikatakan atau yang dituliskan tidak sama dengan yang dimaksud.

Dewasa ini, perkebangan media sosial semakin meningkat, tahun 1997 awalnya sosial media ini lahir berbasiskan kepercayaan, namun mulai dari tahun 2000-an hingga tahun-tahun berikutnya sosial sosial media mulai diminati semua orang hingga mencapai masa kejayaannya. Perkembangan dan kemajuan zaman tidak terlepas dari perkembangan srana komunikasi yang semakin canggih. Salah satu sarana komunikasi yang paling populer saat ini yakni media sosial (Nasrullah, 2016:9). Media sosial adalah sebuah media online di mana para peggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan sebuah isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, dan forum. Jejaring sosial (facebook, instagram, WhatsApp,twitter, path, tik tok) merupakan media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di dunia. Media sosial telah menjadi salah satu bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini yang tidak terlepaskan. Di sisi lain, media sosial kini menjadi salah satu sarana komunikasi yang semakin memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dengan berbagai fungsi, seperti untuk bersosialisasi, mendapatkan berita, berdiskusi, sampai berdagang bahkan tidak jarang kita temukan banyakknya tulisan yang saling menyindir, mengolok, dan mempermalukan satu sama lain. Penggunaan media sosial bertumbuh dan berkembang seiring dengan merambahnya jaringan internet ke berbagai wilayah. Semakin pentingnya penggunaan media sosial bagi kehidupan

(20)

sehari-hari juga berpeluang terhadap semakin banyaknya jumlah tuturan yang dihasilkan oleh pengguna melalui media ini.

Internet telah merubah pola kehidupan sehari-hari manusia, karena melalui internet bumi seakan menjadi desa kecil yang tidak pernah tidur dan swmua jenis kegiatan dapat difasilitasi oleh teknologi internet (Oetomo dalam Nasrullah, 2016:15).

Tik tok merupakan sebuah aplikasi yang memberikan efek spesial yang unik dan menarik yang dapat digunakan oleh pengguna untuk membuat video pendek yang keren dan dapat menarik perhatian banyak orang banyak orang. Aplikasi tik tok yang juga bisa melihat video-video yang dengan berbagai ekspresi masing- masing pembuat, namun dibatasi durasinya.

Aplikasi tik tok menjadi media sosial yang yang digunakan oleh peneliti untuk mencari data tuturan sindiri pada kolom komentar.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahasa tentang kajian tuturan sindiran pada kolom komentar tik tok, yakni berupa bentuk, dan makna tuturan yang terdapat pada kolom komentar tik tok. Aplikasi tik tok merupakan media yang digunakan oleh masyaratat terutama kaum muda untuk berkreasi dan berinovatif membuat konten-konten yang dapat memberikan inspirasi bagi para penikmat tik tok.

Peneliti mengambil salah satu contoh komentar sindiran pada kolom akun tik tok miliknya @@Qyla83 08-02-2020 Katanya diriku tercipta dari tulang rusukmu....kok malah jadi tulang punggung...

Komentar netizen tersebut mengandung makna sindiran yakni mengejek para pria yang tidak bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Dari contoh tuturan sindiriran di atas, peneliti akan mendeskripsikan kajian cyberpragmatics yakni tuturan sindiran yang terdapat pada kolom komentar tik tik periode Februari-Juni 2020.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan berbagai komentar yang bermunculan pada kolom komentar yang saling menyindir yang secara tidak langsung tuturan pada kolom komentar mengandung tuturan sindiran. Oleh karena itu, peneliti

(21)

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Kajian Pragmatik Cyber Tuturan Sindiran pada Kolom Komentar Tik Tok Periode Februari-Juni 2020”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mengidentifikasi masalah yang muncul. Permasalahan tersebut timbul dari munculnya tuturan sindiran yang ditutupi dengan dalih berpendapat. Masyarakat pun menerima tuturan tersebut sebagai bentuk dari pendapat yang disampaikan. Jika dianalisis lebih mendalam lagi, fenomnena tuturan sindiran di masyarakat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang tuturan sindiran. Tuturan sindiran yang disampaikan masyarakat menunjukan bahwa akal budi masyarakat mulai menurun. Hal ini ditunjukan dengan mudahnya masyarakat mengeluarkan sindiran yang kasar. Selain itu, tuturan sindiran menibulkan keadaan di masyarakat semakin tidak stabil karena saling menyidir dan menyinggung perasaan antarorang.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa fokus permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk dikaji dalam pembahasan dan batasan fokus penelitian yakni;

a. Apa sajakah bentuk-bentuk lokutif tuturan yang bernuasa sindiran pada kolom komentar tik tok ditinjau secara pragmatik ?

b. Apa sajakah makna tuturan sindiran dalam kolom komentar tik tok ditinjau secara pragmatik?

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan bentuk-bentuk lokutif tuturan yang bernuansa sindiran pada kolom komentar tik tok ditinjau secara pragmatik.

b. Mendeskripsikan makna tuturan sindiran dalam kolom komentar tik tok ditinjau secara pragmatik.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian tuturan sindiran pada kolom komentar tik tok ini diharapkan dapat menjadi tujuan yang baik dan menghasilkan laporan yang sistematis yang memiliki manfaat secara umum. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoris, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang analisis tuturan sindiran seperti bentuk-bentuk dan makna tuturan sindiran, terutama pada media sosial Tik Tok, ditinjau dengan kajian cyberpragmatics.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada para pembaca dan membantu para pengguna media sosial agar bijak memberikan komentar di media sosial terkhusus tik tok. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada peneliti lain untuk melalukan penelitian mengenai cyberpragmatics karena penelitian mengenai tuturan pada media sosial masih minim sekali.

(23)

1.6 Batasan Istilah

Untuk memberikan gambaran mengenai judul dan keseluruhan isi penelitian ini, berikut ini akan dideskripsikan pengertian istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini yakni pragmatik, tindak tutur, pragmatik siber, konteks, konteks virtual, tuturan sindiran, dan Tik tok.

a. Pragmatik

Menurut Yule (2006:3-4) Pragmatik adalah bidang yang mengkaji makna pembicara atau maksud penutur yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) sehingga maksud dalam komunikasi dapat tersampaikan. Studi ini lebih difokuskan pada analisis tentang apa yang dimaksud oleh penutur dengan tuturan-tuturannya daripada makna yang terpisah dari frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada pengertian pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna bahasa.

b. Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian dari interaksi sosial. Hal ini disampaikan Sumarsono (2009:323). Sedangkan hal serupa juga disampaikan oleh Chaer dan Austin (2004:50) yang mendefenisikan tindak tutur sebagai gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur ini lebih menekankan pada makna atau arti tindakan dalam suatu tuturan.

c. Pragmatik siber

Cyberpragmatics is an analysis of internet –mediaterd communication from the the perspective of cognitive pragmatics. It addresse a whole range of interactions that can be found on the net:the web page, chat rooms, instant messaging, social networking sites, 3Dvirtual words, blogs, videoconference, e- mail, twitter, acc.

(24)

`Cyberpragmatics adalah analisis komunikasi yang dimediasi Internet dari perspektif pragmatik kognitif. Ini membahas berbagai macam interaksi yang dapat ditemukan di Internet.: halaman web, ruang obrolan, pesan instan, situs jejaring sosial, dunia virtual 3D, blog, koferensi video, email, Twitter, dll. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada cuberpragmatics adalah analisis komunikasi yang tedapat di media sosial terutama aplikasi tik tok.

d. Konteks

Yan Huang (Rahardi, 2015:2) mendefinisikan konteks sebagai “a set of background assumtions shared by the speaker and the addressee”. Serangkaian latar belakang yang dibagikan oleh peembicara dan penerima. Artinya latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur dan mitra tutur yang mendukung intrepretasi tuturan yang dimaksud penutur dalam proses bertutur. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada pengertian konteks adalah latar belakang pengetahuan bersama yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur agar tercipta berkomunikasi yang baik.

Menurut Leech (1983) konteks adalah latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur atau lawan tutur sehingga alawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tersebut.

e. Bentuk Tuturan Sindiran

Tuturan dapat bentuk kata, frasa, kalusa dan kalimat. Kata dalah dua macam satuan, yakitu satuan fonologis dan satuan gramatis (Ramlan, 1980:10). Menurut Ramlan(1980:137), frasa adalah satuan gramtik yang terdir dari dua kata atau lebih yang tidak melampui batas fungsi. Menurut Ramlan (1983: 78), klausa adalah satuan gramtik yang terdiri atas beberapa fungsi. Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 1983:22). Terkait dengan tuturan sindiran, bentuk-bentuk tersebut tentu memiliki makna sindiran di dalamnya.

(25)

f. Makna Tuturan Sindiran

Menurut KBBI (2005:493) definisi sindiran ialah mengatakan sesuatu seperti mencela, mengejek, dan sebagainya tetapi secara tidak langsung atau tidak dengan terus terang. Menurut kamus bahasa Ingris (2000:581) sindiran adalah ucapan tidak langsung yang meliputi ejekan, olokan, gangguan dan sebagainya. Sindiran juga dapat dikatakan menertawakan, mengkrtik seseorang, menghina, mencemooh seseorang secara kasar atau hanya untuk bercanda.

g. Aplikasi Tik Tok

Tik tok merupakan sebuah aplikasi yang memberikan efek spesial yang unik dan menarik yang dapat digunakan oleh pengguna untuk membuat video pendek yang keren dan dapat menarik perhatian banyak orang banyak orang. Aplikasi tik tok yang juga bisa melihat video-video yang dengan berbagai ekspresi masing- masing pembuat, namun dibatasi durasinya. merupakan sebuah aplikasi yang dipakai untuk merekam, mengedit, dan mengunggahnya sosial media, sehingga dapat dilihat oleh teman-teman.

.

(26)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan landasan teori yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.

Sistematika pada bab ini meliputi (1) penelitian yang relevan, dan (2) kajian teori, dan (3) kerangka berpikir. Ketiga hal ini akan dipaparkan subbab berikut ini.

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berfungsi sebagai gambaran dan panduan peneliti untuk mengembangkan penelitiannya. Terdapat tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Untari, Dewi (2018) Gaya bahasa dalam meme di media sosial. Hal ini dikarenakan objek kajian (berupa meme) banyak menggunakan bahasa sindiran yang mengandung kritik sosial.

Fenomena disfemisme kebahasaan dalam kolom komentar akun instagram

@lambe_Turah sebagai bahan ajar bahasa Indonesia siswa SMP.

Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang diajukan oleh peneliti, yakni membahas mengenai sindiran dalam media sosial. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Untari dengan penelitian yang dilakukan peneliti yakni topik pembahasannya dan sumber data yakni penelitian terdahulu membahas mengenai Fenomena disfemisne kebahasaan paada kolom komentar akun instagram sedangkan peneliti membahasan tentang tuturan sindiran pada kolom komentar Tik Tok periode Februari-Juni 2020 dengan kajian cyberpragmatics.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh R.Saleh dan Marnetti (2020) sindiran dan makian dalam unggahan di facebook pascadebat I PILPRES 2019). Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang diajukan oleh peneliti, yakni membahas tentang sindiran pada media sosial. Perbedaannya yakni penelitian yang dilakukan oleh R. Saleh dan Marnetti dengan peneliti yakni topik pembahasannya, jika penelitian terdahulu membahas sindiran dan makian dalam media sosial sedangkan peneliti membahas mengenai tutran sindriran pada kolom komentar Tik Tok periode Februari-Juni 2020 dengan kajian cyberpragmatics.

(27)

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Nurul Arifiyani dan Umi Hartati (2015) Gaya bahasa sindiran dan perbandingan pada status Twitter Sujiwo Tejo.

Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana sama-sama membahasa sindiran dalam media sosial. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Nururl Arifiyani dan Umi Hartati dengan penelitian yang dilakukan topik pembahasannya yakni penelitian terdahulu membahas mengenai gaya bahasa sindirian dan perbandingan pada status Twitter Sujiwo Tejo, sedangkan peneliti membahas mengenai tuturan sindiran pada kolom komentar Tik Tok periode Februari-Juni 2020 dengan kajian cyberpragmatics.

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam pnelitian ini meliputi (1) pragmatik, (2) tindak tutur, (3) pragmatik siber, (4) konteks, (5) konteks virtual, (6) komunitas virtual, dan (7) media sosial virtual. Teori-teori tersebut sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Adapun uraian teori-teori di atas dijabarkan sebagai berikut.

2.2.1 Pragmatik

Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Manusia dapat berinteraksi untuk memperoleh informasi dengan memanfaatkan alat komunikasi, yakni bahasa. Pentingnya penggunaan bahasa maka kemudian dikembangkan dalam ilmu linguistik yang yang berkaitan dengan interaksi sehari-hari, yakni kajian pragmatik.

Pragmatik sebagai salah satu ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antar bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:12) mendefinisikan pragmatik bahwa “pragmatic is is the study of the cinditions of human language uses as there determined by the context

(28)

of society”, ‘pragmatik adalah studi mengenai kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat’.

Levinson (dalam Rahardi, 2003: 12) berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya.

Menurut Tarigan (1985:34) pragmatik merupakan telaah ilmu mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan kalimat.

Pendapat lainnya disampaikan Leech (1993:1) bahwa seseorang tidak dapat mengerti benar-benar sifat manusia bila tidak mengerti pragmatik, yaitu bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. pernyataan ini menunjukan bahwa pragmatik tidak lepas dari penggunaan bahasa.

Parker (dalam Rahardi, 2003:15) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik memelajari makna eksternal, yaitu memelajari penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Rahardi mengungkapkan pragmatik secara singkat namun jelas.

Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari makna dan terikat dengan konteks.

Hal yang dimaksud penutur sering kali tidak diungkapkan secara langsung. Untuk memahami makna penutur, mitra tutur tentu harus mengerti konteks tuturan yang sedang terjadi. Apabila penutur dan mitra tutur tidak sepaham, tidak akan terjadi pemerolehan makna yang dimaksud.

Berdasarkanpendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan penutur dan mitra tutur dalam menafsirkan pesan-pesan komunikasi dengan memerhatikan situasi dan konteks. Secara garis besar defenisi pragmatik sangat berkaitan erat dengan bahasa dan konteks. Selain itu, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penutur untuk menyesuaikan kalimat yang diujarkan sesuai dengan konteksnya sehingga menciptakan komunikasi yang baik. Dalam hal ini, perlu

(29)

dipahami bahwa kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya terletak pada kesesuaian aturan gramtikal tetapi juga aturan secara pragmatik.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, peneliti memberikan beberapa contoh kalimat.

(a) Joni memiliki tangan kanan.

(b) Tangan Suharyo panjang.

(c) Tanpa disadari, Romi selalu ringan tangan terhadap temannya.

Ketiga kalimat di atas, dapat kita maknai secara langsung. Pemaknaan secara langsung itulah yang dinamakan makna semantik. Akan tetapi, kalimat tersebut akan berunag makna apabila diberik konteks.

(a) Joni memiliki tangan kanan.

Penjelasannya: secara langsung, pembaca atau pendengar akan menafsirkan bahwa Joni memiliki bagian tubuh yakni tangan kiri. Tetapi, jika kalimat tersebut diberi konteks tentang pembicaraan mengenai kepercayaan, kalimat tersebut akan berubah makna. Terkait dengan konteks tersebut, maka makna “tangan kanan” merujuk pada “orang kepercayaan”. Oleh karena itu, secara pragmatik, kalimat (a) memiliki makna Joni memiliki seseorang yang dia percayai.

(b) Tangan Suharyo panjang

Penjelasannya: secara semantik, pembaca tau pendengar akan menafsirkan bahwa Suharyo memiliki ukuran tangan yang pamjang. Tetapi, kalimat tersebut akan berubah maknanya apabila diberi konteks. Misalnya di lokasi tempat tinggalnya, Suharyo disukai oleh para tetangganya. Ada saja barang-barang milik tetangganya yang hilang(panci,kompor, dll). Secara pragmatik, kalimat tersebut memiliki makna bahwa Suharyo seorang pencuri. Panjang tangan memiliki makna pencuri. Tentu makna ini akan berbeda jika dilihat dari makna aslinya.

(c) Tanpa disadari, Romi selalu ringan tangan terhadap teman-temannya.

Penjelasannya: kalimat tersebut memiliki makna sematik yakni Romi memiliki tangan yang kecil dan ringan sehingga mudah diangkat atau digerakan. Akan tetapi, secara pragmatik, pada kalimat (c) memiliki

(30)

makna pragmatik yakni Romi selalu memukul teman-temannya jika teman-temannya berselisih pendapat dengannya. Kalimat (c) dapat memiliki arti lain jika konteks kalimat berbeda. Misalnya Romi selalu ringan tangan kepada teman-temannya yang mengalami musibah. Makna pragmatiknya yakni Romi selalu membantu teman-temanya yang mengalami bencana.

Berdasarkan pendapat para ahli dan contoh kalimat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa prgmatik merupakan ilmu yang mengkaji makna tuturan berdasarkan konteks. Dalam menginterpretasi tuturan, mitra tutur memerlukan pengetahuan yang luas terkait dengan konteks sehingga makna tuturannya dapat dimengerti dan tersampaikan dengan benar kepada mitra tutur. Konteks inilah yang membuat makna tuturan menjadi berbeda-beda.

2.2.2 Tindak Tutur

Menurut Wiyatasari (2015: 46) tindak tutur merupakan salah satu bagian yang penting yang mendukung situasi tutur. Teori tindak tutur pertama kali dicetus oleh Austin (1962) yang kemudian dikembangkan oleh Searle (1969).

Austin mengatakan bahwa pada dasarnya saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Defenisi lainnya mengenai tindak tutur dinyatakan oleh Yule dalam Wiyatasari (2015:46) tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan.

Cunningsworth (dalam Tarigan, 1990:41) teori tindak tutur merupakan teori yang memusatkan perhatian pada cara penggunaan bahasa dalam mengkomunikasikan maksud dan tujuan sang pembicara dan juga dengan maksud penggunaan bahasa yang dilaksanakannya. Lebih jauh lagi tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala berbahasa yang terjadi pada suatu proses komunikasi.

Tindak tutur merupakan sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian dari interaksi sosial. Hal ini disampaikan Sumarsono (2009:323). Sedangkan hal serupa juga disampaikan oleh Chaer dan Austin (2004:50) yang mendefenisikan

(31)

tindak tutur sebagai gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur ini lebih menekankan pada makna atau arti tindakan dalam suatu tuturan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur yang digunakan oleh seseorrang sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor bahasa, lawan bicara, situasi, dan struktur bahasa yang digunakan. Denagan kata lain, tindak tutur merupakan kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia untuk menyampaikan makna dan tujuan penggunaan bahasa guna menghadapi situasi tertentu.

Searle di dalam bukunya Speech Acts Essay in The Philosophy of Language (1969, 23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).

2.2.2.1 Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Sayaing Something (Wijaya, 1996:17). Tindak tutur lokusi merupakan tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer dan Agustina, 2004:53).

Selanjutnya menurut Yule (2006:83) tindak lokusi merupakan tindakan dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Lebih jauh lagi Searle (dalam Rahardi, 2005:35) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam bentuk lokusi ini tidak dipermasalahkan lagi fungsi tuturannya karena makna yang dimaksudkan adalah memang benar makna yang terdapat pada kalimat yang diujarkan. Sebagai contoh adalah kalimat berikut:

(32)

1. Universitas Negeri Yogyakarta terletak di Yogyakarta 2. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., adalah seorang penulis buku.

Kalimat (1) dan (2) diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah di mana letak Universitas Negeri Yogyakarta dan siapa Prof.Dr. Pranowo, M.Pd.

2.2.2.2 Tindak Ilokusi

Nadar (2009:14) Ilokusi adalah tindakan apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Hal senada juga diungkapkan oleh Wijaya (1996:18) tindak ilokusi merupakan sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu disebut sebagai The Act of Doing Something.

Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan (Chaer dan Agustina, 2004:53). Selanjutnya Searle (dalam Rahardi, 2003:72) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutur itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fingsi komunikatifnya sendiri-sendiri antara lain asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa tindakan ilokusi tidak hanya bermakna untuk menginformasikan sesuatu tetapi juga mengacu untuk melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama.

Contoh: 1. Minggu depan UAS

Kalimat (1) bila diucapkan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya, tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi, tetapi untuk memberi perintah agar lawan tuturnya (mahasiswa) mempersiapkan diri.

(33)

2.2.2.3 Tindak Perlokusi

Wijaya (1996:20) tindak tutur perlokusi merupakan sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang yang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Hal sama juga disampaikan oleh Chaer dan Agustina (2004:54) tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikpa dan perilaku non-linguistic dari orang lain. pendapat yang lain mengenai tindak perlokusi menurut Darmansyah (1989:89) tindak perlokusi menyangkut konsekuensi atau efek yang mungkin ditimbulkan oleh tindak ucap pembicaraan terhadap pikiran, perasaan, dan kepercayaan pendengan.

Lebih jauh lagi, dilihat dari tujuan pengutaraannya, Rohmadi (2004:31) berpendapat bahwa perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi mitra tuturnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang yang memiliki makna untuk memengaruhi pendengarnya atau dimaksud untuk memengaruhi mitra tuturnya.

Contoh : 1. Saya kehujanan.

Kalimat (1) diutarakan oleh mahasiswi kepada dosenya karena terlambat masuk kelas, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusi (efek) yang diharapkan adalah dosen dapat memaklumi.

(34)

2.2.3 Pragmatik Siber

Pragmatik siber merupakan cabang ilmu pragmatik terbaru. Munculnya pragmatik siber tidak terlepas dari perkembangan teknologi, khususnya teknologi alat komunikasi berbasis internet. Perkembangan alat komunikasi internet memilki pengaruh yang sangat besar dalam bahasa karena banyak pengguna dari berbagai bahasa, komunitas, dan negara. Pragmatik siber merupakan ilmu baru sehingga teori-teori mengenai pragmatik siber belum terlalu banyak. Pragmatik dan pragmatik siber memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Sumber data pragmatik berasal dari tutran secara langsung, sedangkan sumber data dari pragmatik berasal dari tuturan pada media sosial internet.

Cyberpragmatics is an analysis of Internet-mediated communication from the perspective of cognitive pragmatics. It addresses a whole range if interactions that can be found on the Net: the web page, chat rooms, instant messaging, social networking sites, 3D virtual worlds, blogs, videoconference, e-mail, Twitter, etc.

Yus (2001,2010a).

Menurut Yus (2001,2010a) cyberpragmatics adalah analisis komunikasi yang dimediasi internet dari perspektif pragmatik kognitif. Ini membahas berbagai macam interaksi yang dapat ditemukan di Internet: halaman web, ruang obrolan, pesan isntan, situs jejaring sosial, dunia virtual 3D, blog, konferensi video, email, Twitter, dll.

Miriam Locher refers cyber-pragmatics. The complexity involved in understanding internet pragmatics in different from that in understanding common and culture-specific pragmatic, according to Fransisco Yus, in his article introducing cyber-pragmatics (Locher,2013a)

Locher (2013a) menyebutkan cyberpragmatics sebagai pragmatics internet.

Kompleksitas yang terlibat dalam memahami pragmatik internet berbeda dari itu dalam memahami secara umum dan budaya-pragmatis tertentu, menurut Fransisco Yus, dalam artikelnya yang memperkenalkan cyberpragmatics.

Pragmatik siber menurut Yus (2011:13) yaitu Its main interest in the analysis of how onformation is produced and interpreted within the internet environmet. Pragmatik siber menganalisis informasi yang dihasilkan dan

(35)

intepretasi. Informasi didapat dari internet. Tentu elemen dalam konteks pragmatik dan konteks pragmatik siber tidak berbeda. Hal yang membedakan adalah aspek-aspek yang terdapat di dalam elemen terebut. Konteks pragmatik siber disebut konteks virtual.

Locher mengatakan bahwa pragmatik siber disebut juga sebagai internet pragmatik (Rahardi, 2020:13). Istilah tersebut muncul karena tuturan –tuturan tersebut muncul ditemukan pada internet, khususnya pada sosial media. Sosial media digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi. Tuturan diinterpretasi dengan menggunakan konteks virtual. Dalam dunia internet, ada istilah komunikasi virtual. Komunitas inilah yang akan menghubungkan antarorang dalam dunia internet.

Ada beberapa hipotesis yang membentuk dasar dari pragmatik siber (Yus, 2011:14):

a. Penutur harus memiliki niat yang komunikatif dan menyusun ucapan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar ucapan dan maksud penutur dapat tersampaikan dengan baik ke mitra tutur.

b. Pengguna internet harus menggunakan strategi inferensial ketika menafsirkan pesan di internet. Kemampuan menginterpretasi sebenarnya sudah dimiliki manusia. Dalam menginterpretasi tuturan, tidak ada bedanya antara menginterpretasi secara konteks biasa dan konteks virtual.

c. Pengguna internet berharap mitra tutur mencari berbagai informasi kontekstual. Hal ini bertujuan agar mitra tutur dapat memahami ucapan dan makna yang disampaikan oleh pengguna internet (penutur).

d. Perbedaan media siber memengaruhi kualitas akses informasi kontekstual, jumlah informasi yang diperoleh, interpretasi terpilih, efek kognitif (pengetahuan yang diperoleh), dan upaya yang digunakan dalam mencapai efek tersebut.

(36)

Pragmatik siber menganalisis pertukaran informasi komunikatif yang terdapat diberbagai media siber. Persamaan antara pragmatik dan pragmatik siber adalah makna yang dianalisis. Kedua bidang tersebut sama-sama menganalisis makna yang sesuai dengan konteks. Perbedaannya pada sarana yang digunakan.

Pragmatik lebih berfokus pada tuturan lisan dan tulis tanpa perantara media internet, sedangkan pragmatik siber berfokus pada tuturan yang terdapat pada media sosial .

Rahardi (2020:152) megungkapkan bahwa pragmatik siber adalah bidang transdisipliner. Hal ini dikarenakan pragmatik siber memiliki cakupan dimensi atau bidang-bidang lainnya. Jika dianilisis lebih jauh, pragmatik siber menganalisis penggunaan bahasa dan diikuti dengan konteks dalam internet.

Penggunaan bahasa dan kontek tersebut tidak bisa lepas dari teknologi dan internet sebab media yang digunakan bukan lagi tuturan antarpersonal, melainkan tuturan yang dicantumkan pada internet dan teknologi. Oleh karena itu, pragmatik siber termasuk ilmu yang memiliki bidang yang sangat kompleks. Dalam menganalisisnya, seseorang tidak dapat berfokus pada satu bidang saja.

Pada tataran makna, topik yang dapat dibahas antara lain apa yang dikomunikasikan dan apa yang dimaksud. Alat untuk mengkajinya tentu adalah semantik dan pragmatik, khususnya pragmatik siber (cyberpragmatics).

Sudarsono, Sonny (dalam Jurnal Representasi Indonesia Yang Tercermin Melalui Tujuan Dan Sasaran Tutur Meme Bertema “Keindonesiaan” Di Media Sosial 2019:30). Pragmatik siber menaruh minta pada bagian sebuah informasi diproduksi dan ditafsirkan melalui perangkat internet, bagaimana para pengguna internet menggunakan konteks informasi untuk mengisi kesenjangann anatara apa yang mereka tik di papan tik dan apa yang dimaksud.

Dari pengertian cyberpragmatics menurut para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pragmatik siber merupakan ilmu yang mengkaji makna tutran dalam internet. Makna tuturan tersebut diinterpretasi dengan menggunakan koteks-konteks yang terdapat pada internet. Selain itu, siber pragmatik juga mengkaji tentang interaksi komunikasi yang dimediasi internet berdasarkan perspektif pragmatik kognitif.

(37)

2.2.4 Konteks

Dalam pragmatik dijelaskan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang konteks dan makna. Dalam ilmu pragmatik terkhusus dalam komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, tidak dapat dipisahkan antara unsur penutur dan mitra tutur. Dalam proses komunikasi penutur dan mitra tutur tidak sebatas menyampaikan makna berupa tuturan atau kalimat yang diucapkan, tetapi berkaitan juga dengan konteks.

Konteks adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik sosial sebuah tuturan (Leech,1993). Dalam defenisi tersebut ditambahkan pula bahwa konteks adalah sesuatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur, dan konteks tersebut akan membantu mitra tutur dalam menafsirkan atau memahami maksud penutur. Pendapat yang disampaikan oleh ahli di atas bahwa konteks merupakan pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur serta lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Oleh karena itu dengan adanya konteks, mitra tutur terbantu dalam menafsirkan tuturan yang disampaikan penutur.

Menurut Rahardi (2005:51) konteks adalah semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur serta mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang disampaikan oleh penutur dalam proses bertutur. Berdasarkan pendapat Rahardi di atas, dapat dikatakan konteks merupakan latar belakang pengetahuan anatara penutur dan mitra tutur harus memiliki latar belakang yang sama, sehingga tercapai keselarasan antar kedua pihak ketika berkomunikasi. Hal tersebut dimaksud agar ketika menafsirkan makna sebuah tuturan yang diucapkan tidak terjadi kesalahan dan informasi yang disampaikandapat diterima dengan baik dan benar.

Konteks latar belakang pengetahuan berkaitan dengan budaya dan interpersonal. Kesamaan latar belakang budaya akan mempengaruhi konteks. Jika penutur dan mitra tutur berasal dari tempat yang sama, akan terjadi kesepahaman ketika membicarakan sebuah topik. Persamaan latar belakang budaya ini juga dapat ditemukan dalam komunitas tutur. Konteks latar belakang interpersonal

(38)

berkaitan dengan hubungan antarpribadi. Hubungan antarpribadi ini dapat terbentuk dari pengalaman kegiatan bersama dan komunikasi bersama, dengan adanya hubungan tersebut, akan timbul kesepahaman antarpribadi (Stockwell &

Carter, 2002:4).

Konteks ko-teks adalah konteks yang berkaitan dengan pemahaman konsep.

Konsep yang dimaksud adalah koherensi gramatikal dan leksikal. Ko-teks adalah rujukan pada kalimat sebelummnya. Kalimat tersebut tidak bisa bersiri sendiri untuk memahaminya secara utuh. Oleh sebab itu, diperlukan koherensi antarkalimat. Koherensi adalah keterpaduan makna pada kalimat-kalimat (Stockwell & Carter, 2002:6).

Pragmatik siber lebih menekankan pada atribut media sosial, hal yang paling sering ditemui, kesamaan sosial dan pandangan, kebutuhan pengguna internet, dan lain-lain (Yus, 2011:53). Kontek-kontek yang disebut oleh Stockwell dan Carter menjadi berubah ketika berada pada dunai siber. Konteks situasional dalam pragmatik siber bisa muncul tanpa harus memiliki ruang, waktu, dan situasi. Saat ini, ruang dan waktu sudah dikenal dengan dunia virtual. Dunia tersebut kemudian mengaburkan batas wilayah dan waktu. Suasana yang dibuat bisa menyesuaikan pengguna (uses).

Konteks latar belakang budaya dan interpersonal juga menjadi tidak penting dalam dunia virtual. Jika sebelumnya kita perlu menjalin komunikasi dengan komunitas tutur agar mendapat teman, saat ini kita tidak memerlukan komunitas tutur tersebut. Kita tidak perlu bertatap muka untuk berbincang-bincang. Karena kita bisa melihat dan berbicara langsung, muncullah keberanian berlebih dalam diri setiap orang. Pengguna bisa membuat gendernya sendiri dalam dunia virtual.

Mereka juga bisa berbicara dengan seorang tanpa harus takut ketahuan indentitas aslinya.

Konteks yang masih sama antara pragmatik dan pragmatik siber adalah konteks ko-teks. Pengguna perlu memahami keseluruhan kalimat agar dapat menentukan makna dari tuturan. Akan tetapi, saat ini pengguna dunia virtual sudah mulai berkurang untuk memhami keseluruhan makna sehingga sering muncul kesalahpahaman pada dunia virtual.

(39)

Pendapat dari Stocweel & Carter, serta Yus ditegaskan kembali oleh Rahardi.

Rahardi (2017:184) menyatakan bahwa konteks adalah hal yang perlu dipahami penutur dan mitra tutur, baik intrakebahasaan dan ekstrakebahasaan.

Intrakebahasaan adalah bahasa itu sendiri. Ekstrakebahasaan adalah hal-hal di luar bahasa. Konteks intrabahasa inilah yang berperan dalam penafsiran makna tuturan. Dalam penerapannya, konteks dalam pragmatik tertentu akan berbeda dengan kontek pragmatik siber. Perbedaannya terletak pada aspek yang melekat dengan elemen. Akan tetapi, secara umum elemen-elemen antara pragmatik dan pragmatik siber adalah sama.

Dalam mengintrepretasi makna dengan menggunakan konteks, ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan. Hymes (1974) mengemukakan ada delapan (8) elemen konteks sosial yang dikemukakan. Elemen-elemen tersebut disingkat menjadi SPEAKING (Rahardi, 2019:75-78). Berikut penjabaran dari elemen- elemen tersebut yakni:

(a) Speaker

Speaker atau penutur adalah orang yang membuka percakapan atau tuturan pertama kali. Biasanya aspek penutur ini berkaitan dengan usia, latar belakang budaya, gender, dan sebagainya (Rahardi,2019:75).

(b) Participant

Participat atau mitra tutur adalah orang yang menjadi lawan bicara penutur.

Selain itu, orang-orang yang terlibat dalam tuturan tersebut dapat disebut sebagai mitra tutur. Aspek mitra tutur sama dengan aspek dari penutur. Aspek mitra tutur meliputi budaya, latar belakang, gender, pendidikan, dan sebagainya (Rahardi,2019:75).

(c) Ends

End atau tujuan tuturan adalh elemen yang menentukan bentuk dari informasi yang terdapat dalam tuturan. Tujuan tuturan ini berkaitan dengan maksud dan fungsi dari tuturan tersebut. Tujuan inilah yang akan mengarahkan maksud dalam pembicaraan (Rahardi,2019:76).

(40)

(d) Act sequence

Act sequence atau urutan tuturan adalah elemen yang menjelaskan mengenai urutan tuturan. Elemen ini berisi mengenai intensitas tuturan dan kronologi tuturan. Sebagai contoh, seorang pembina upacara melakukan pidato.

Awalnya pidato tersebut sangat menarik dan menggebu-gebu. Akan tetapi, pertengahan pidato, pembina upacara mulai mendatar dalam pengucapanya. Hal ini dikarenakan intensitas tuturan mulai menurun. Pada akhir pidato. Pada akhir pidato, penutur mulai menggebu-gebu kembali untuk meraih perhatian dari mitra tutur. Hal ini yang disebut dengan urutan tuturan. Urutan tuturan dapat menentukan wujud dan maksud tuturan (Rahardi, 2019:76).

(e) Key

Key atau kunci tuturan yaitu elemen yang menjabarkan mengenai cara bertutur, nada, dan perasaan ketika tuturan berlangsung. Dalam percakapan lisan, kita dapat langsung mengetahui nada-nada yang digunakan oleh penutur. Nada tinggi untuk mengemukakan perintah atau kemarahan. Nada datar untuk menyampaikan pernyataan dan sebagainya. Akan tetapi, dalam tuturan lisan, nada-nada terebut terdapat pada tanda baca. Tanda baca inilah yang akan membantu pembaca dalam menafsirkan nada.

Dalam tuturan, cara bertutur akan menunjukan sifat dari seseoang. Apabila penutur sering menggunakan kata-kata kasar dalam tuturanya, kita dapat menyimpulkan bahwa sifat penutur tersebut tidak santun. Sebaliknya, jika penutur menggunakan kata-kata yang santun dalam berbicara, penutur tersebut memiliki sifat yang santun. Selain itu, dalam tuturan lisan dan tulis, kita dapat mengetahui perasaan yang dirasakan oleh penutur. Setiap perasaan memiliki wujud yang berbeda. Perasaan tersebut juga akan memengaruhi nada dan cara bertutur.

Misalnya, ketika seseorang sedang gembira, biasanya nada tutrannya akan terasa lebih riang dan naik. Cara tuturannya pun akan mencerminkan bahwa dia sedang gembira. Begitu pula dengan perasaan-perasaan yang lain. Oleh karenanya, nada tuturan, cara bertutur, dan perasaan akan membentuk wujud dan makna tuturan yang berbeda (Rahardi,2019:77)

(41)

(f) Instrumentalities

Instrumentalities disebut juga dengan saluran tutur. Elemen ini menjelaskan mengenai peranti yang digunakan saat tuturan sedang terjadi. Tentu dalam pragmatik siber, peranti tersebut berbeda dengan peranti pragmatik. Pragmatik siber menggunakan peranti internet untuk menyampaikan informasi, sedangkan pragmatik menggunakan peranti yang tidak terhubung dengan internet (Rahardi, 2019:77).

(g) Norms

Norms atau norma adalah elemen mengenai aturan atau kaidah. Dalam bertutur, penutur dan mitra tutur perlu memenuhi atau menggunakan norma yang berlaku di masyarakat. Ada beberapa norma yang digunakan dalam masyarakat yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesantunan, norma hukum. Norma ini perlu diperhatiak oleh penutur dan mitra tutur karena norma tersebut akan memengaruhi makna dan wujud tuturan. Oleh karenanya, terdapat dua dimenensi norma yaitu norma ketika berinteraksi dan norma ketika menafsirkan makna tuturan (Rahardi,2019: 77).

(h) Gendre

Gendre disebut juga dengan ragam tutur. Ragam tutur yang digunakan disesuaikan dengan situasi atau suasana dalam tuturan sedang berlangsung.

Ragam tutur yang digunakan perlu diperhatikan agar penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar (Rahardi, 2019: 77-79)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa konteks merupakan latar belakang pengetahuan yang harus dimiliki oleh penutur dan mitra tutur sehingga dapat menciptakan suatu komunikasi yang intens.

Konteks juga memengaruhi keberhasilan dari sebuah percakapan antara penutur dan mitra tutur. Ada bebrapa elemen yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan makna tuturan yakni speaker, participant, ends, sequence, key, instrumentalities,norms, dan gendre.

(42)

2.2.5. Konteks Virtual

Pragmatik siber memiliki perbedaan konteks dengan pragmatik. Terdapat pergeseran konteks dalam pragmatik siber. Pragmatik berfokus pada konteks kultur, gender, umur, ras, kebangsaan, dan lain-lain. Ada beberapa konteks yang mencakup konteks individual yaitu terkait gendre, umur, status sosial, kebangsaan dan sebagainya. Konteks yang mencakup kelompok adalah kelompok tutur.

Konteks ini berbeda dengan konteks virtual. Yus (2011:23) menyebutkan bahwa dalam konteks pragmatik siber, konteks tersebut dikenal dengan konteks virtual. Hal yang membedakan adalah aspek-aspek dalam konteks pragmatik biasa. Pada konteks pragmatik, seseorang harus memerhatikan gender, umur, dan sebagainya. Tetapi, konteks virtual tidak lagi memandang gender, umur, dan kebangsaan. Hal ini disebabkan oleh munculnya globalisasi. Globalisasi mengamburkan atau menutupi realita. Oleh sebab itu, sering kali di media sosial, seorang pria menggunakan akun dengan nama wanita. Sebaliknya, seorang wanita menggunakan akun dengan nama pria. Tidak hanya terkait nama, umur pun sering dipalsukan oleh pengguna internet.

Pada era digital, seseorang dapat dengan mudah mengganti identitasnya.

Lawan bicara belum tentu dapat mnegetahui identitas asli dari pembuat akun (Yus,2011:23). Hal tersebut akhirnya mengaburkan fakta dan membuat identitas menjadi tidak penting. Akhirnya, pengguna media sosial merasa bebas untuk mengganti identitas tanpa harus takut ketahuan identitas aslinya.

Rahardi (2020:145) mengatakan bahwa konteks virtual memiliki elemen yang mirip dengan konteks eksternal pragmatik. Yang membedakan konteks virtual dengan konteks eksternal pragmatik adalah unsur-unsur di dalam elemen.

Pada elemen penutur dan mitra tutur, konteks eksternal pragmatik memperhatikan gender, umur, kebudayaan, status sosial, dan sebagainya. Akan tetapi, aspek- aspek tersebut tidak berlaku pada konteks virtual. Hal ini disebabkan karena adanya pengaburan identitas. Oleh karenanya, konteks virtual lebih berfokus pada pada pola pikir dan cara pandang seseorang terhadap postingan, komentar, atau kejadian yang terjadi di dunia maya.

(43)

Contoh lain elemen konteks pragmatik yang berbeda dengan kontek virtual yaitu elemeninstrumentalities atau saluran tuturan. Dalam konteks pragmatik, saluran yang digunakan misalnya pelantang. Hal ini akan membantu penutur dalam bertutur dengan mitra tutur yang jaraknya jauh dari mitra tutur.

Penutur tidak perlu berteriak untuk menyampaikan maksud (Rahardi, 2019:77).

Akan tetapi, dalam konteks virtual, saluran yang digunakan adalah teknologi dan internet. Selain itu, penutur dapat menggunakan gawainya untuk mengirim teks berupa SMS atau dapat menelpon mitra tutur untuk menyampaikan maksudnya. Penutur juga dapat menggunakan aplikasi yang terhubung dengan internet, misalnya Whatsapp, surel, (email) WeChat, Twitter, dan sebagainya.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks virtual adalah latar belakang pengetahuan yang terjadi pada dunia internet yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik oleh penutur dan mitra tutur. Sehingga dapat membawa penutur dan mitra tutur kepada penyampaian pesan. Oleh karen itu, penutur dan mitra tutur perlu memiliki latar belakang yang sama. Apabila tidak memiliki kesepahaman yang sama maka tuturan pada dunia virtual akan terhenti dan berubah makna.

2.2.6 Komunitas Virtual

Komunitas virtual adalah sekelompok orang yang menjalinkan interaksi dan komunikasi pada internet (Rahardi, 2020:13). Komunitas virtual muncul pada pragmatik siber. Komunitas virtual tidak lagi terbatas pada gender, usia, kebangsaan dan lain-lain. Ada bebrapa ahli yang mengungkapkan pendapatnay terkait komunitas virtual.

Del’Aquila berpendapat komunitas virtual adalah “Grups of people who gongregate electronically to discuss specific topics which range from academic research to hobbies. They are linked by a common interest or profession. There are no geographic boundaries to online communities and participants anywhere in the world can participate” (Yus,2011:27).

(44)

Ia menjelaskan bahwa komunitas virtual hadir karen adanya kelompok orang yang terhubung di dunia elektronik (internet). Mereka membicarakan berbagai topik dan tidak dibatasi oleh keadaan geografis. Seluruh orang di dunia boleh bergabung di komunitas tersebut. Pendapat ini tentu mematahkan penjelasan terkait komunitas tutur. Pada komunitas fisik, sering kali orang melihat dari gender, usia, ras, daerah, dan sebagainya. Akan tetapi, pada komunitas virtual, aspek-aspek pada komunitas tutur tidak lagi menjadi hal yang diperhatikan.

Rheingold mengatatakan bahwa komunitas virtual adaah “Social aggregations that emerge from the Net when enough people caary on those public discussioms long enough, with sufficient humas feeling, to from webs of personal relationships in cyberspace” (Yus, 2011:27). Rheingold mengatakan bahwa perkumpulan sosial secara fisik yang membentuk hubungan di dunia maya.

Diskusi publik sudah berlangsung sejak dulu. Diskusi tersebut melibatkan berbagai aspek, termasuk perasaan manusia. Perasaan tersebut yang menghubungkan tiap pribadi pada dunia maya.

Pendapat dari Del’Aquila dan Rheingold memiliki persamaan. Persamaan tersebut terletak pada keterhubungan seseorang dengan yang lain pada dunia maya. Tidak dapat diingkari bahwa dunia maya memiliki cakupakan wilayah yang sangat luas. Seseorang dapat denagn leluasa berkomunikasi dengan yang lain tanpa harus bertemu secara langsung. Kedua ahli tersebut sependapat bahwa seseorang tetap dapat menjalin relasi atau hubungan di dalam dunia virtual. Akan tetapi, kedua ahli tersebut juga memiliki ciri khas pendapat masing-masing. Ciri khas tersebut yang akhirnya memberi perbedaan pada pernyataan kedua ahli tersebut. Perbedaannya terletak pada hubungan antarorang. Bagi Rheingolg, komunitas fisik membentuk hubungan yang lebih dekat di dunia maya. Akan tetapi, menurut Del’Aquila, semua bisa berhubungan baik di dunia maya dengan syarat memiliki persamaan topik pembicaraan.

(45)

Pendapat Rahardi memiliki persamaan dengan Del’Aquila. Kedua ahli tersebut berpendapat bahwa komunitas virtual adalah sekelompok orang yang menjalin komunikasi dan hubungan di dunia internet. Perbedaan dari kedua ahli tersebut adalah perluasan pengertian komunitas virtual. Rahardi mengungkapkan pengertian komunitas virtual secara umum. Del’Aquila menyampaikan pengertian komunitas virtual secara rinci. Ia mengungkapkan bahwa seluruh orang bisa ikut dalam komunitas tutur tanpa menitikberatkan unsur-unsur fisik.

Sebagai contoh, dalam Tik Tok, ada beberapa akun yang mengkhususkan diri untuk membahas topik-topik tertentu. Akun-akun tersebut memiliki banyak pengikut. Pengikut-pengikut tersebut sering membalas ungahan-unggahan yang terdapat pada akun terebut. Pengikut akun tersebut memiliki kesamaan persepsi dan kesamaan pemahaman topik dengan akuk yang membahas topik tersebut.

Apabial ditemukan aku yang menentang pernyataan si penggungah, pengikut yang lain akan menyatakan bahwa akun penantang bukanlaj bagian dari mereka.

Berdasarkan ketiga ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komunitas virtual sebagai kelompok orang yang memiliki persamaan topik diskusi di dunia maya (internet). Komunitas tersebut tidak berfokus pada unsur-unsur fisik, seperti kebangsaan, umur,gender, dan lain-lain. Selain itu, batas geografis juga tidak dapat membatasi partisipan untuk bergabung dalam komunitas virtual.

2.2.7 Media Sosial

Berikut ini adalah defenisi dari media media sosial yang beasal dari literatu peneliti:

Menurut Mandiberg, media sosial adalah media yang mewadahi kerja sama diantara pengguna yang menghasilkan koten (user-generated content).

Shirly, media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbaga (to share), bekerja sama (to coorporate) diantara pengguna dan melakukan tindakan secara kolektif yang semuanya berada di luar kerangka institusional maupun organisasi.

(46)

Body menjelaskan media sosial sebagai kumpulan perangkat lunak yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu saling berkolaborasi atau bermain.

Media sosial memiliki kekuatan pada user-generated content (UGC) dimana konten dihasilkan oleh pengguna, bukan oleh editor sebagaimana di institusi media sosial.

Menurut Eisenbwerg (Pakuningjati, 2015:16) menyimpulkan media sosial dalam defenisi yang lebih efektif dan mudah dipahami sebagai platform online untuk berinteraksi, berkolaborasi,dan menciptakan atau membagi berbagai macam konten digital.

Berbicara tentang media sosial sebenarnya tidak hanya beberapa jejaring sosial yang sedang trend seperti Facebook, Twitter, Instagram, ataupun Tik tok saja. Di dalam istilah non-teknologi, media sosial dapat didefinisikan sebagai cara orang berbagi ide, konten, pemikiran, dan hubungan secara online (Scoot, dalam Pakuingjati,2015:5)

Media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial. Sosial media menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. Beberapa situs media sosial yang populer saat ini anatara lain:

Blog, Twitter, Facebook, Instragram, Tik Tok, WhatsApp, Pat, dan Wkipedia.

Dari berbagai defenisi media sosila di atas, penliti menyimpulkan bahwa media sosial merupakan alat untuk bergabai informasi dan wawasan-wawasan yang luas dan sebagai alat perantara bagi setiap orang untuk mengekspresikan dirinya dan berkomuikasi antar sesama.

1. Fungsi Media Sosial

Media sosial memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

a. Media sosial adalah media yang didesain untuk memperluas interaksi sosial manusia menggunakan internet dan teknologi web.

b. Media sosial berhasil mentransformasi praktik komunikasi searah media siaran dari satu institusi media kebanyak audience (“one to many”) menjadi praktik komunikasi dialogis antara banyak audience (“many to many”).

(47)

c. Media sosial mendukung demokratisasi pengetahuan dan informasi.

Mentransformasi manusia dari pengguna isi pesan menjadi pembuat pesan itu sendiri.

2. Tik tok (sebagai bagian dari media sosial)

Tik tok merupakan aplikasi media sosial yang sangat populer saat ini.

Aplikasi tik tok merupakan aplikasi pembuatan video pendek dengan didukung musik, yang sangat digemari orang dewasa dan anak-anak. Hal ini yang memudahkan setiap orang membuat video pendek dengan berbagai ekspresi.

Tik tok merupakan aplikasi berbagi video yang paling populer, karena kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaannya.(Fauzi,2017:44) aplikasi tik tok telah berhasil mengabungkan aplikasi media sosial, messaging dengan teknologi berbagi video.

3. Sejarah Tik tok

Pada era digital yang semakin canggih membuat banyak perusahaan berbasis teknologi mengembangkan aplikasi-aplikasi untuk memenuhi kebutuhab masyarakat untuk berkomunikasi. Kehadiran media jejaring media sosial sanagt membantu dan mempermudah manusia untuk saling berinteraksi dan berekspresi, salah satunya adalah media sosial Tik tok. Media jejaring sosial ini dikembang oleh perusahaan teknologi ByteDance, di China. Tik tok dibuat pada maret 2012 dan secara resmi diluncurkan pada bulan september 2016 oleh Yiming.sejak diluncurkan pada tahun 2016, Tik tok mengalami perkembangan yang pesat. Dari catatan undahan di Google Play sepanjang tahun 2018 aplikasi Tik Tok merajai App Store dengan lebih dari500 juta kali unduhan.perusahaan riset Sensor Tower melaporkan bahwa media sosial asal China , Tik Tok memiliki 1,5 miliar penguna.jumlahnya melebihi unduhan aplikasi Instagram, 1 miliar secara global.

Sensor Tower mengatakan, unduhan aplikasi Tik Tok merupakan yang terbanyak ketiga untuk kategori non-gim di awal tahun 2019.

Referensi

Dokumen terkait