• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "A. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6 KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) a. Definisi Pendekatan RME

RME merupakan teori pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan matematika. RME pertama kali diperkenalkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Fruedenthal (Soviawati, 2011). RME adalah pendekatan yang menekankan pada konseptual pengajaran serta memiliki kecenderungan peserta didik yang aktif (Afriansyah, 2016). Sa’dijah (2013) menyebutkan bahwa pembelajaran konseptual merupakan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun pengetahuan yang dibutuhkan. Aktivitas siswa tersebut menuntut berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Menurut Soviawati (2011) Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya merupakan pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami oleh siswa untuk membantu dalam proses pembelajaran matematika sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan lebih baik dari sebelumnya. Pembelajaran matematika realistik berkaitan erat dengan beberapa hal diantaranya konsep- konsep matematika, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir untuk menyelesaikan soal-soal sehari-hari (Anisa, 2014). Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu hal yang ditekankan oleh pembelajaran RME. Hal tersebut dikarenakan matematika merupakan ilmu yang mempelajari banyak bidang dalam kehidupan sehari-hari yang mana tidak luput dari masalah.

b. Karakteristik Pendekatan RME

Konsep pendekatan RME adalah pembelajaran yang diawali dari bahan kontekstual yang nyata dari segi pengalaman siswa. Karakteristik dari pembelajaran realistik adalah siswa lebih aktif berpikir, konteks dan bahan ajar terkait langsung dengan lingkungan sekolah maupun siswa, peran guru lebih aktif dalam merancang bahan ajar dan kegiatan kelas (Sembiring, 2010). Saefudin (2012) menyebutkan bahwa Van en Heuvel-Panhuizen merumuskan prinsip dari

(2)

7

pendekatan RME (1) prinsip aktifitas yaitu siswa harus aktif dalam mental maupun fisik, (2) prinsip realita yakni pelajaran dimulai dengan masalah realistik atau yang dapat dibayangkan siswa. (3) prinsip berjenjang dimana dalam melakukan penyelesaian masalah secara metamatis horizontal dan dilanjut ke vertikal. (4) prinsip jalinan, maksudnya aspek dalam matematika tidak dipandang dan dipelajari secara terpisah. (5) prinsip interaksi adalah matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Siswa perlu dan harus diberikan kesempatan untuk dapat mengkomunikasikan strategi penyelesaian masalah yang diperoleh kepada siswa lainnya.

c. Langkah-langkah Pendekatan RME

Pendekatan realistik sangat cocok digunakan pada pembelajaran matematika, pasalnya memiliki karakteristik dan prinsip yang memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimum dengan kebebasan berpikir dan mengungkapkan pendapat penyelesaian masalah. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari langkah-langkah penerapan pada pendekatan RME. A. Lestari (2012) menyatakan penerapan pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan langkah-langkah seperti (1) memahami masalah kontekstual, (2) menyelesaikan masalah, (3) mendiskusikan jawaban dan (4) menyimpulkan.

Pendekatan RME merupakan pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah kontekstual dengan melibatkan pengalaman pengetahuan informal siswa, dalam melakukan hal tersebut siswa melalui proses matematika formal dan informal yang dikontruksi oleh siswa.

Melalui pendekatan RME, pembelajaran memberikan kesempatan seluas- luasnya kepada siswa untuk membangun pengetahuan sendiri dan memecahkan permasalahan yang dihadapi (Sarbiyono, 2016). Asikin & Junaedi (2013) menyebutkan komponen kunci dalam pembelajaran berbasis masalah kontekstual adalah (1) peserta didik bekerja dalam kelompok kecil, (2) pembelajaran berpusat pada siswa, (3) guru berperan sebagai fasilitator, (4) penggunaan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran RME adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengontrol

(3)

8

pembelajaran siswa dengan mengarah pada proses. Hal tersebut membuat siswa tidak mudah lupa dengan penyelesaian sebuah masalah karena siswa diajarkan untuk berpikir kreatif tidak hanya sekadar mengingat.

d. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan RME

Setiap pendekatan pembelajaran memliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, hal tersebut menjadi pertimbangan untuk pendekatan tersebut layak digunakan. Adapun kelebihan dari pendekatan RME menurut Latipah &

Afriansyah (2018) yaitu (1) siswa lebih aktif dan mandiri dalam mencari konsep pembelajaran, dimana siswa mampu membayangkan dan mengkoneksikan sendiri ke dalam dunia nyata, (2) siswa yang biasanya gaduh menjadi lebih semangat saat pembelajaran, hal itu karena siswa tidak memiliki batasan dalam menemukan konsep sehingga siswa lebih kreatif. Selain itu, kekurangan dari pendekatan RME diantaranya adalah (1) karena pembelajaran tidak diawali dengan penjelasan materi, guru harus bekerja lebih ekstra untuk mendorong siswa menemukan konsep matematika yang akan dipelajari. (2) karena berkaitan dengan masalah kontekstual maka diperlukan benda nyata yang dapat mendukung karena membayangkan masalah nyata tidak semua siswa mampu melakukan.

Harahap (2018) menyebutkan beberapa kelebihan dari RME, (1) Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa, (2) Kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, (3) Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian tidak harus tunggal, sehingga siswa dapat berkreasi dengan bebas. (4) Memberikan pengertian kepada siswa dalam mempelajari matematika, bahwa proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dalam menjalankan proses tersebut dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Selain itu terdapat 4 kekurangan dari RME tersebut yaitu, (1) Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar, misalnya mengenai masalah kontekstual yang dipahami melalui konsep yang ada.

(2) Pencarian soal kontekstual yang memenuhi syarat dituntut dalam pembelajaran realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika. (3) Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar dapat menemukan berbagai macam

(4)

9

cara dalam menyelesaiakn masalah. (4) Tidak mudah bagi guru untuk memberikan bantuan agar siswa dapat melakukan penemuan dan kembali ke konsep matematika yang dipelajari.

e. Penelitian RME Terdahulu

Berdasarkan penelitian sebelumnya : Kurnia, dkk (2017) pembelajaran RME diawali dengan memberikan masalah kontekstual tentang pembagian pecahan kepada siswa dan dilanjut dengan penyelesaian sesuai dengan pemahaman siswa. Penyelesaian masalah mengenai pembagian pecahan dapat dilakukan dengan sebuah benda konkrit atau melalui gambar. Siswa aktif bertanya bagaimana gambar tersebut mampu digunakan dalam pembagian pecahan.

Pertanyaan siswa mulai terlihat ketika memotong kertas dan mengumpulkan 1 lembar kertas lipatyang dibagi dengan . Melalui gambar siswa mampu menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Serta terlihat beberapa siswa memberikan pendapat mereka terkait penyelesaiannya. Pada pembelajaran tersebut siswa cukup kritis dalam mengidentifikasi masalah, namun siswa masih mengalami kesulitan dalam memberikan kesimpulan dari analisisnya.

Sedangkan, pada penelitian yang dilakukan A. Lestari (2012) pelaksanaan kegiatan inti pada setiap silkus menerapkan langkah pelaksanan pembelajaran dengan pendekatan RME yaitu (1) memahami masalah kontekstual, (2) menyelesaikan masalah, (3) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, (4) menyimpulkan. Melalui pendekatan RME siswa mampu mengidentifikasi masalah menjadi sebuah bahasa logika (himpunan) meski belum sepenuhnya tepat.

Jawaban yang seharusnya pada menemukan berapa anak [ ] [ ] tetapi siswa menjawab sehingga mengakibatkan jawaban selanjutnya salah. Namun, melalui diskusi jawaban siswa mampu menemukan kesalahannya dan dapat memperbaikinya dengan sendirinya.

(5)

10 B. Matematisasi

Kemampuan penalaran matematisasi adalah kemampuan berpikir siswa menurut alur kerangka berpikir tertentu berdasarkan konsep maupun pemahaman yang telah didapat sebelumnya (Sa’adah, 2010). Matematisasi merupakan suatu aktivitas mengorganisasikan dan menstrukturkan ide dan konsep matematika berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki untuk mendapatkan keteraturan (regularities), hubungan (relation), dan struktur-struktur (structures) yang belum diketahui (Amala & Ekawati, 2016). Fitriani & Maulana (2016) pemahaman matematis merupakan salah satu kemampuan matematis yang penting untuk dimiliki siswa. Pendekatan RME merupakan pendekatan yang memiliki dua konsep matematisasi yaitu horizontal dan vertikal.

a. Matematisasi Horizontal

Menurut Rahmawati (dalam Gravemeijer, 2013) matematisasi horizontal adalah kegiatan mengubah masalah kontekstual menjadi masalah matematika.

Upaya tersebut dapat tercapai jika pengajaran dilakukan pada situasi yang memakai konsep matematika nyata. Topik matematika disajikan atas dasar aplikasi dan perkembangan, masalah dijadikan sasaran utama untuk mengawali pembelajaran. Hal tersebut memungkinkan siswa dapat menyelesaikan dengan caranya sendiri serta dapat melangkah ke arah matematisasi horizontal dan vertikal (Simanulang, 2013). Penyelesaian masalah melalui proses matematisasi memungkinkan siswa lebih mudah memahami matematika.

Proses horizontal siswa yaitu dengan menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri dan menggunakan bahasa dan simbol mereka sendiri (Fatmawati, 2014). Matematisasi horizontal adalah proses yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah dalam realitas kehidupan sehari-hari secara informal berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya sendiri (Astuti, 2015).

Berdasaran pernyataan tersebut, matematisasi horizontal merupakan proses penyelesaian masalah dengan kemampuan siswa dan menggunakan bahasa serta simbol yang mudah dipahami oleh siswa sendiri.

(6)

11

Matematisasi horizontal terjadi ketika siswa menyelesaikan masalah dengan menggunakan gambar maupun simbol yang dikreasikan sendiri (Sulastri dkk, 2017). Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menganalisis permasalahan kemudian siswa membuat sebuah gambar atau grafik dan sebagainya yang mudah untuk dipahami. Gambar yang dibuat bertujuan membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dalam konteks nyata. Beberapa kegiatan dalam melakukan matematisasi horizontal menurut Rahmawati (dalam Turmudi, 2013) yaitu :(1) Pengidentifikasian matematika dilakukan khusus dalam konteks umum. (2) Melakukan pensekemaan, (3) Perumusan dan penvisualan masalah dilakukan dengan cara yang berbeda. (4) Menemukan relasi (hubungan).

(5) Menemukan keteraturan, (6) Mengenal aspek isomorfic dalam masalah yang berbeda. (7) Melakukan transfer real word problem ke mathematical problem. (8) Melakukan transfer real word problem ke dalam model matematika yang diketahui.

b. Matematisasi Vertikal

Sulastri, dkk (2017) menyebutkan penyelesaikan masalah dengan langsung seperti menghitung secara matematis merupakan proses pematematikaan vertikal.

Sedangkan Astuti (2015) menyatakan proses matematisasi vertikal menghasilkan konsep, prinsip, model matematis baru dari pengetahuan matematika. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan jika matematisasi vertikal adalah proses generalisasi simbol atau model matematika terhadap penyelesaian masalah yang diperoleh siswa melalui proses matematisasi horizontal. Matematisasi horizontal dan vertikal yang dilakukan siswa pada dasarnya suatu re-invention atau situasi dimana siswa diarahkan untuk menemukan cara penyelesaian dari masalah yang dihadapi.

Hutagaol (2013) menyatakan bahwa proses dalam melakukan matematisasi vertikal meliputi beberapa hal seperti, representasi hubungan- hubungan dalam rumus yang ditemukan, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model yang berbeda-beda serta penggeneralisasian.

Sedangkan menurut Rahmawati (dalam Turmudi, 2013) beberapa kegiatan yang

(7)

12

dilakukan dalam matematisasi vertikal diantaranya : (1) Menyatakan hubungan ke suatu rumus, (2) Pembuktian dilakukan dengan ketaraturan, (3) Perbaikan dan penyesuaian model yang ada, (4) Menggunakan model yang berbeda, (5) Pengkombinasian dan pengintegrasian dari setiap model. (6) Merumuskan suatu konsep matematika baru, (7) Generalisasian.

c. Konseptual Matematisasi

Memahami konsep merupakan hal utama yang perlu dipahami oleh siswa sebelum melakukan penyelesaian masalah. Hal tersebut yakni ketika siswa mampu menerjemah, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan pengetahuannya bukan hanya sekedar mengahapal rumus.

Penyelesaian masalah sendiri merupakan proses pematematikaan bagi siswa, di dalam RME hal itu disebut dengan proses matematisasi. Berikut gambar dari proses matematisasi.

Gambar 1 Konsep Matematisasi (de Lange, 1996)

Pada gambar 1 menunjukkan dua proses matematisasi yang merupakan silkus dimana”real world” tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi juga sebagai area untuk mengaplikasikan matematika itu kembali. Diba, dkk (2009) mengatakan melalui proses matematisasi horizontal-vertikal diharapkan siswa mampu memahami dan menemukan konsep matematika (pengetahuan matematika formal).

Langkah dilakukannya suatu matematisasi terdapat dalam penerapan pendekatan realistik. Menurut Musdi (2013) terdapat lima fase dalam sintak pendekatan realistik yaitu (1) fase guru memberikan orientasi di kelas, (2) fase siswa mulai berdiskusi memecahkan masalah melalui matematisasi horizontal-

(8)

13

vertikal, (3) guru memberikan penegasan terkait materi dan menjawab pertanyaan yang diberikan siswa, (4) siswa membuat kesimpulan dari apa yang telah diperoleh, (5) guru memberikan evaluasi terkait pembelajaran yang dilakukan.

Mengembangkan kemampuan siswa dalam melakukan matematisasi dapat meningkatkan pemahaman dan keberhasilan dalam memecahkan masalah.

Pendekatan matematika realistik terpilih karena akan mengantarkan siswa untuk dapat menemukan konsep berdasarkan kontek yang ada berdasarkan pengetahuannya.

C. Berpikir Siswa a. Definisi Berpikir

Tujuan dari diadakannya pembelajaran matematika tidak lain adalah melatih siswa berpikir kritis, logis serta mampu mengambil kesimpulan secara dedukatif maupun induktif. Berpikir merupakan keterampilan kognitif untuk mendapatkan suatu pengetahuan (Layyina, 2018). Kemampuan seseorang untuk berhasil dalam kehidupannya antara lainnya ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama upaya menyelesaikan masalah kehidupan yang dihadapi (Zubaidah, 2010). Aktivitas berpikir yang dilakukan seseorang memuat beberapa tahapan yang dimulai dari tahap operasional konkrit sampai tahap operasional formal untuk mendapatkan suatu penyelesaian.

Terdapat empat tahap perkembangan kognitif seorang anak berdasarkan usianya, yakni 0-1,15 tahun merupakan tahap sensori-motor, 1,5-6 tahun merupakan tahap pra-operasional, 6-12 tahun merupakan tahap operasional konkrit, dan usia 12 tahun ke atas merupakan tahap operasional formal (Ibda, 2015). Tahap sensorimotor merupakan tahap yang dimulai sejak lahir, dimana seorang bayi belajar tentang dirinya sendiri dengan dunia yang dimiliki dengan indera yang mulai berkembang. Tahap pra-operasional merupakan tahap dimana seorang anak sudah dapat menunjukkan aktivitas kognitifnya dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Tahap operasional konkrit sendiri merupakan tahap dimaan anak sudah cukup matang menggunakan pemikiran logika dan operasi,

(9)

14

akan tetapi hanya untuk objek fisik yang jelas. Sedangkan tahap operasional formal adalah tahapan anak dapat menggunakan operasi-operasi konkrit untuk membentuk operasi yang lebih luas atau kompleks.

b. Indikator Berpikir Siswa dalam Melakukan Matematisasi

Dalam melakukan pemecahan masalah matematika, setiap siswa melalui proses matemastisasi masing-masing, ini artinya terdapat perbedaan cara atau fase berpikir siswa untuk memperoleh jawaban dari masalah yang diselesaikan.

Menurut Silva, dkk (2011) proses matematisasi dapat mengukur kemampuan penalaran matematis siswa, hal tersebut dikarenakan proses matematisasi adalah penerapan dari kemampuan penalaran matematis siswa. Silvi mengambil indikator penalaran matematis yaitu, (1) Mengidentifikasi pernyataan serta menentukan cara matematis yang sesuai dengan masalah. (2) Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, (3) Membuat pola hubungan antar pernyataan, (4) Membuat pernyatan yang mampu mendukung atau menyangkal argumen

Menurut Amala & Ekawati (2016) indikator matematisasi horizontal meliputi (1) Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, (2) Merepresentasikan masalah dengan cara yang berbeda, (3) Menemukan hubungan masalah dengan simbol formal matematika, supaya masalah nyata dapat dipahami secara matematis, (4) Mencari keteraturan, hubungan, dan pola yang berkaitan dengan masalah, dan (5) Menerjemah masalah ke dalam bentuk matematika yaitu model matematika. Sedangkan indikator matematisasi vertikalnya meliputi (1) Menggunakan berbagai representasi matematis yang berbeda, (2) Menggunakan simbol, bahasa, dan proses matematika formal, (3) Melakukan penyesuaian dan pengembangan model matematika, serta mengkombinasi dan menggabung berbagai model, (4) Melakukan penyesuaian dan pengembangan model matematika, serta mengkombinasi dan menggabung berbagai model, dan (5) Melakukan generalisasi dari proses matematisasi. Penelitian ini menggunakan indikator dari Amala &

Ekawati dengan mengadaptasi maupun menyederhanakan indikator, dimana

(10)

15

indkator matematisasi horizontal menjadi 4 bagian dan indikator vertikal menjadi 3 bagian.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian (1) mendiskripsikan proses pembelajaran melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) , dan (2) mendiskripsikan peningkatan pemahaman konsep

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) penggunaan pendekatan RME dengan media konkret dilaksanakan melalui lima langkah yaitu: (a) memahami masalah kontekstual

Pada matematika realistik, sesuai pendapat Bron (1998), masalah kontekstual digunakan sejak awal pembelajaran dan digunakan terus untuk membangun pemahaman siswa tentang topik

Hasil penelitian ini adalah (1) penggunaan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan media konkret terdiri dari lima langkah, yaitu: (a)

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap hasil belajar siswa (2) mengetahui seberapa besar

Berdasarkan karakteristik tersebut maka RME itu bertolak darimasalah-masalah yang kontekstual dari sana siswa membahaspematematikaan masalah tersebut kemudian

Pendekatan pembelajaran yang mungkin dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis adalah Realistic Mathematics Education (RME). Penelitian

Berkaitan dengan hal tersebut maka pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME akan sulit diterapkan dalam satu kelas yang jumlah siswanya lebih dari empat puluh