• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA BERBASIS PROBLEM SOLVING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA BERBASIS PROBLEM SOLVING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS

EDUCATION (RME) DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA BERBASIS PROBLEM SOLVING

D.Yuliana Sinaga*dan Edy Surya**Edy Syaputra*** *Mahasiswa Pascasarjana UNIMED Prodi Pendidikan Dasar **Dosen Tetap Pascasarjana UNIMED Prodi Pendidikan Matematika

Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate Kota Medan e-mail: debbyyuliana91@gmail.com

Mahasiswi PPs Universitas Negeri Medan

Abstrak:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan Realistic Mathematic

Education (RME) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pemberian

masalah open ended. Penelitian ini adalah kajian literatur kepustakaan sehingga metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang berisi berbagai tema dan topik yang dibahas. Jenis penelitian ini berupa data kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan menghubungkan ciri khas dan indikator kemampuan komunikasi matematis siswa dengan masalah berbasis pemecahan masalah serta karakteristik dari pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berbasis problem solving.

Kata Kunci:

Realistic Mathematic Education (RME), komunikasi matematik, problem solving

A. PENDAHULUAN

Peran matematika sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Besarnya peran ilmu matematika membutuhkan siswa harus mampu menguasai konsep-konsep matematika dan menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika, tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Hal senada menurut Depdiknas (dalam Risqi & Surya, 2017) bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk melatih pola pikir dan penalaran dalam mengambil kesimpulan, mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan untuk memberikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan melalui lisan, tertulis, gambar, grafik, peta , diagram, dll.

(2)

Djamilah Bondan (2009) menyatakan jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut. Hal ini memberikan gambaran bahwa dalam matematika ada katagori soal-soal yaitu mudah, sedang dan sulit. Dalam proses menjawab soal siswa harus dapat menyelesaikan dengan baik menggunakan beberapa teknik matematika. Soal yang berkatagori sulit merupakan salah satu upaya merangsang kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematika.

Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan pemecahan masalah adalah suatu cara atau stategi untuk mewujudkan harapan sesuai dengan prosedur yang baik dan benar. Mampu mengatasai soal-soal yang sulit dengan cara mengerahkan segala kemampuan yang dimilki sehingga menuntut siswa untuk dapat berpikir kritis, keatif dan efisien.

Mengacu pada tujuan pembelajaran matematika tersebut, matematika mempunyai peranan penting dalam proses berpikir dan membentuk pola pikir. Begitu pula dengan keterkaitan antar konsep serta aplikasinya. Matematika tersusun secara sederhana dan sistematis. Baik dalam hal proses maupun dari bahasanya. Hal tersebut akan mengasah kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara matematis. Peran seorang guru yang menjadi fasilitator dalam pembelajaran sebaiknya memperkenalkan konsep dan menyajikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Penyajian fakta-fakta saja tidak akan membuat pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna. Pembelajaran yang bermakna mengaitkan pengalaman atau kehidupan sehari-hari yang ada di sekitar siswa dengan pembelajaran. Hal tersebut secara tidak langung siswa lebih optimal dalam mengkonstruksi pemahaman sendiri. Guru hanya mengarahkan siswa dalam penemuan konsep, ide ataupun pemecahan masalah.

Di antara kemampuan matematika yang sangat penting untuk dikembangkan adalah kemampuan komunikasi. Komunikasi merupakan bagian integral dari proses bernalar baik pada saat bekerja atau belajar secara individu maupun kelompok (Brodie dalam Abdullah dan Suratno, 2015). Dalam pembelajaran matematika, komunikasi juga memiliki peranan yang sangat penting karena agar siswa dapat terampil dalam memecahkan masalah matematis, siswa harus dapat juga berkomunikasi secara matematis (Romberg dalam Abdullah, H. I. & Suratno J., 2015). Komunikasi matematis memiliki tiga aspek yaitu komunikasi tentang matematika (communication about mathematics), komunikasi di dalam matematika (communication in mathematics), dan komunikasi dengan matematika (communication with

mathematics). Komunikasi tentang matematika memerlukan seseorang untuk mendeskripsikan proses pemecahan masalah dan pikiran mereka tentang proses tersebut, komunikasi dalam matematika berarti penggunaan bahasa dan simbol - simbol kaidah matematis, sedangkan komunikasi dengan matematika berhubungan dengan penggunaan matematika untuk memfasilitasi siswa dalam memecahkan masalah (Brenner dalam Abdullah dan Suratno, 2015).

Sumarmo (2000) mengidentifikasi beberapa indikator kemampuan komunikasi matematika yaitu: a) untuk mengekspresikan situasi, angka, diagram, atau situasi nyata ke dalam bahasa matematika, simbol, ide, atau model; b) untuk menjelaskan atau mengklarifikasi ide-ide matematika, situasi, dan hubungan baik lisan atau tertulis; c) untuk mendengarkan, untuk membahas, dan menulis tentang matematika; dan d) untuk membaca ditulis representasi matematis bermakna.

Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa, Pugalee (2001) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa harus didorong untuk menjawab pertanyaan disertai dengan alasan yang relevan, dan untuk mengomentari pernyataan matematika dalam bahasa mereka sendiri, sehingga siswa menjadi untuk memahami konsep-konsep matematika dan argumen penuh arti.

(3)

Brenner (1998), dan Palincsar dan Brown (1984) menyarankan strategi pengajaran timbal balik untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa. mengajar resiprokal strategi filsafat konstruktivisme diikuti siswa harus didorong dan termotivasi untuk mengeksplorasi ide-ide matematika, untuk meminta penjelasan dari teman atau guru mereka tentang konsep-konsep matematika yang sulit tanpa ragu-ragu atau merasa malu. Selanjutnya, Palinscar (1986) menyatakan bahwa pengajaran timbal balik tertutup beberapa kegiatan belajar yaitu: membaca materi pembelajaran yang ditulis dengan hati-hati, untuk meringkas mereka, untuk menimbulkan beberapa pertanyaan yang relevan, untuk membangun sebuah penjelasan dan atau prediksi. Kegiatan tersebut terjadi di koperasi situasi belajar kelompok kecil, dimana guru mengambil peran sebagai fasilitator dan membantu siswa dengan menggunakan menyelidik dan perancah. Mirip dengan Palinsar (1986), Brener (1998) menyatakan bahwa selama diskusi dalam kelompok kecil, siswa termotivasi dan didorong untuk mengusulkan beberapa pertanyaan dan opini dan kemudian secara tidak langsung kegiatan akan meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran matematika. Adapun keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh NCTM (2000: 29) adalah: (1) pemecahan masalah; (2) penalaran dan pembuktian; (3) komunikasi; (4) koneksi; (5) representasi. Keterampilan-keterampilan tersebut termasuk pada berpikir matematis tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang sangat penting dan menjadi fokus utama untuk dikembangkan dan dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran matematika di sekolah.

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis ditunjukkan dalam penelitian Rohaeti (dalam Nashtawid, dkk. 2016) yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Demikian juga Purniati (dalam Nashtawid, dkk. 2016) menyebutkan bahwa respons siswa terhadap soal-soal komunikasi matematis umumnya kurang. Hal ini dikarenakan soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis masih merupakan hal-hal yang baru, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.

Pemecahan masalah merupakan bagian integral dari semua pembelajaran matematika, dan sehingga tidak harus diisolasi dari program matematika (NCTM, 2000). Schoenfeld (1992) menyatakan bahwa ada banyak masalah belum terselesaikan berurusan dengan instruksi pemecahan masalah dan penilaian. Kebutuhan berusaha untuk menjawab pertanyaan menyangkut apa yang sebenarnya terjadi di masalah-berpusat ruang kelas (Lester, 1994). Siswa encourageds setelah proses pemecahan masalah karena pemecahan masalah kontribusi untuk penggunaan solusi dan pengembangan strategi yang menggunakan siswa yang berbeda. Polya (1945) menjelaskan proses pemecahan masalah di empat tahap, termasuk memahami masalah, menentukan strategi, pelaksanaan strategi dan penilaian yang dipilih. Pada tahap memahami masalah, siswa diharapkan untuk menyatakan apa yang dipahami dari masalah dan untuk menentukan apa yang diberikan dan tidak dikenal dalam masalah dan juga menyarankan jelas kondisi masalah. Pada tahap penentuan strategi, siswa diharapkan untuk menentukan langkah seperti perhitungan, gambar, dll untuk mengikuti untuk mencapai diminta. guru, dalam proses ini, dapat mempromosikan penggunaan strategi pemecahan masalah yang berbeda dengan menulis semua strategi di papan dan dapat memungkinkan siswa untuk memilih strategi yang tepat (Miller, 2000). Tahap berikut mencakup penerapan strategi yang dipilih oleh siswa.

(4)

Kemampuan pemecahan masalah diperlukan dalam memahami dan menyelesaikan masalah. Cooney et. al. (Hudojo, 2003: 152) menyatakan bahwa mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Selanjutnya Selanjutnya, Hudojo juga menyatakan bahwa bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

Pemecahan masalah adalah bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Wahyudin (2008: 520) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah bagian integral dari semua belajar matematika. Oleh sebab itu, pemecahan tidak bisa diberikan secara terpisah dalam pembelajaran matematika. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis untuk dimiliki oleh siswa juga dinyatakan oleh Sumarmo (1993), yaitu pemilikan kemampuan pemecahan masalah pada siswa adalah penting, karena kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika.

Salah satu cara yang dapat digunakan guru untuk mengatasi permasalahan siswa dalam pembelajaran matematika adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai, salah satunya yaitu pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Menurut Çakır. P (dalam Karaca Y.S. & Ozkaya A., 2017) Realistic Mathematics Education (RME) adalah pendekatan pendidikan matematika dikembangkan di bawah tubuh Utrecht University, Freudenthal Institute di Belanda oleh seorang ahli matematika dan instruktur Belanda, Hans Freudenthal pada tahun 1971 . Menurut Gravemeijer dan Jan D. L. (dalam Lestari L. & Surya E., 2017) Realistic Mathematics Education (RME) tampaknya menjadi pendekatan instruksional yang menjanjikan yang memenuhi Indonesia perlu untuk meningkatkan pengajaran matematika. Dalam konsep RME, matematika adalah aktivitas manusia dan harus dihubungkan dengan realitas. Konsep RME ditandai dengan aktivitas siswa untuk menemukan kembali matematika di bawah bimbingan orang dewasa, dan situasi ‘dunia nyata’.

Pendidikan matematika realistis (RME) (dalam Syahfitri A., dkk, 2017) merupakan sebuah pendekatan yang berasal dari masalah kontekstual, dalam hal ini mahasiswa harus memiliki peran aktif dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. Guru dan siswa memiliki peran yang berbeda. Siswa dapat mengekspresikan dan mengkomunikasikan ide untuk satu sama lain dan guru akan membantu dan mendukung untuk membandingkan ide dan juga untuk membuat keputusan. Idenya adalah yang terbaik di antara lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soviawati, E. (dalam Ginting M. & Surya E., 2017) menyatakan bahwa belajar matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan peserta didik untuk memahami dan

memfasilitasi proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik daripada masa lalu.

Soedjadi (2014) mengemukakan bahwa Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan inovasi pendidikan matematika disebut juga inovasi pendekatan pembelajaran matematika yang sejalan dengan teori kunstruktivis. Dalam PMR lebih diperhatikan adanya potensi pada diri anak atau siswa yang justru harus dikembangkan. Keyakinan guru akan adanya potensi itu akan mempunyai dampak kepada bagaimana guru harus mengelola pembelajaran matematika.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian ini adalah jenis penelitian yang mencoba mengumpulkan data dari literatur. Dan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian sinkronis. Ini akan dilakukan dengan melihat dan menghubungkan ciri khas dan indikator kemampuan komunikasi matematis dengan karakteristik dari Pendekatan Realistic Mathematic Education. Penelitian ini adalah literatur perpustakaan sehingga metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang berisi berbagai tema dan topik yang dibahas. Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dengan metode deskriptif menggambarkan apa yang sedang diselidiki. Langkah awal dari penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian dan mempelajari hasil yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dalam satu studi, peneliti

(5)

harus memberikan prioritas untuk sumber data primer. Karena penulis menemukan kesulitan untuk menemukan sumber data primer, penulis menggunakan referensi yang ada dan sadar karena penelitian ini sangat penting. Sumber data yang digunakan adalah jurnal-jurnal karya Edy Surya sebagai dosen PPS UNIMED Pendidikan Matematika sekaligus dosen pendamping Edi Syahputra sebagai dosen PPS UNIMED Pendidikan Matematika, karya dari alumni PPS UNIMED Pendidikan Matematika, serta jurnal-jurnal lain yang mendukung penulisan ini. Selain itu untuk menambahkan data pendukung penelitian ini juga dilakukan pencarian melalui internet dan buku. Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data. Kemudian melakukan analisis data dengan analisis deskriptif. Kontribusi ini diharapkan untuk mengetahui Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berbasis PBL.

C. HASIL PENELITIAN

Pada hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME) memiliki pengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berbasis PBL . Hal ini dapat ditunjukkan dengan beberapa kelebihan yang diperoleh terkait karakteristik pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang dapat mempengaruhi standar kemampuan komunikasi matematis menurut NCTM berbasis masalah problem solving PBL) yaitu:

Pertama, proses pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Pada saat proses pembelajaran berpusat kepada siswa, guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar. Hal ini dapat mmembuat siswa mampu dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mereka dalam menyelesaikan permasalahan. Pada proses belajar ini, menuntut siswa untuk dapat berperan aktif dalam menyelesaikan masalah dan mengekspresikan ide matematis mereka kepada teman atau guru.

Kedua, pada pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ini menggunakan masalah yang berkaitan dengan konteks nyata/kehidupan sehari-hari berbasis problem solving. Dalam hal ini, dengan adanya permasalahan yang berkaitan dengan konteks nyata dapat lebih mudah mengembangkan pola pikir siswa dalam memahami dan memaknai isi dari masalah matematika yang diberikan sehingga siswa dapat menyusun pemikiran mereka antara satu dengan yang lain dan dapat menyampaikan kepada teman dari apa yang telah mereka ketahui dari permasalahan yang ada.

Ketiga, pada pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ini menggunakan model matematisasi. Dalam hal ini, istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri. Siswa mampu mengubah dari masalah yang berbentuk konteks nyata menjadi bentuk matematika. Pada kegiatan ini dapat mengembangkan indikator kemampuan komunikasi siswa, dimana siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematika mereka berdasarkan permasalahan yang berbentuk konteks nyata secara koheren dan jelas kepada teman atau guru.

Keempat, pada pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) menggunakan produksi dan konstruksi. Hal ini dapat mengembangkan ide matematika siswa dalam membuat dan membangun pengetahuan matematika yang mereka miliki dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan konteks nyata.

Kelima, pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) menggunakan interaktif. Hal ini merupakan dasar dalam pengembangan kemampuan komunikasi matematis siswa. Siswa dituntut mampu dalam menggunakan bahasa matematika dan mengkomunikasikan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar kepada teman, guru, atau orang lain.

Keenam, pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) menggunakan keterkaitan (Intertwinment). Dalam hal ini, pendekatan ini juga mengaitkan matematika dengan disiplin ilmu yang lainnya untuk mengembangkan pengetahuan siswa yang tidak terbatas hanya pada matematika saja melaikan kepada disiplin ilmu yang lainnya memiliki keterkaitan.

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, membuktikan bahwa ada pengaruh pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berbasis

problem solving. Hasil penelitian diatas relevan dengan hasil penelitian dari Fahrudin. (2017) dengan judul penelitian Effect of Realistic Mathematics Education (RME) Approach and Initial Ability Of Students to Ploblem Solving Ability of Class 4th Student . Penelitian ini

(6)

menyatakan bahwa untuk mengetahui pengaruh pendekatan dan pendekatan konvensional dan kemampuan awal siswa dengan kemampuan pemecahan masalah siswa dari Sekolah Dasar.

Kemudian penelitian selanjutnya Oleh Ayu Handayani, dkk (2014) berjudul Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Bagi Siswa Kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang. Penelitian ini menyatakan bahwa menganalisis kemampuan komunikasi matematis selama implementasi Realistic Mathematic Education (RME) dan membandingkan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan menggunakan RME dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya Yosmarniati, dkk.( 2013) yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Hasil yang diperoleh bahwa penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik mampu meningkatkan Kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VII SMP Negeri 10 Padang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Melati E. A., dkk. (2017) dengan judul Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa, menyatakan bahwa ada pengaruh pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

Selain dari hasil penelitian diatas, ada beberapa teori yang mendukung hasil tersebut yaitu: Pertama teori perkembangan Piaget. Teori perkembangan ini beranggapan bahwa semakin manusia bertambah umur, maka susunan syaraf manusia semakin kompleks, dan kemampuannya semakin meningkat. Menurut Piaget (Budiningsih dalam Bunga N., dkk., 2016), proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Kedua, teori belajar bermakna Ausubel. Teori belajar ini menegaskan bahwa belajar bukan sekedar menghafal, lebih luas lagi seharusnya belajar merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Pengetahuan baru yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Dalam teori ini dikenal istilah skemata, di mana menurut Budiningsih (dalam Bunga N., dkk., 2016), skemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah sebagai tempat untuk mengaitkan pengetahuan baru. Dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan intertwining. Oleh karena itu, dengan menggunakan pendekatan RME diharapkan akan menciptakan proses pembelajaran yang lebih bermakna.

Ketiga, teori Vygotsky. Vygotsky merupakan salah satu tokoh aliran konstruktivisme yang

menganggap bahwa pengetahuan tidak hanya berasal dari dalam diri siswa, tetapi juga diperoleh dari pengalaman-pengalaman siswa ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam teori Vygotsky dikenal istilah scaffolding yaitu bantuan-bantuan yang diberikan guru dalam proses pembelajaran. Misalnya, bantuan dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur melakukan tugas, pemberian stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan yang membangun, dan masih banyak lagi. Pendekatan RME sangat memfasilitasi siswa untuk memberikan pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar Vygotsky. Oleh karena itu, dalam penelitian ini siswa akan diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri secara berkelompok dengan teman-teman sekelasnya. Dalam proses pembelajaran pun, siswa akan melakukan berbagai aktivitas belajar yang dapat membantu siswa menemukan (kembali) ide/konsep matematika yang sedang dipelajari, sedangkan guru berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator yang akan melakukan kegiatan scaffolding.

Berdasarkan pendapat dari pakar teori belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa berbasis problem solving (PBL)

(7)

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Terdapat pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berbasis problem solving.

Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Kepada guru, khususnya guru matematika hendaknya menggunakan pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya

mengembangkan cara siswa secara aktif dalam menyelesaikan masalah dan mengekspresikan ide matematis mereka kepada teman atau guru, sehingga hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak akan mudah dilupakan oleh siswa. Selain itu anak juga bisa berlatih berpikir analisis, kritis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. 2. Kepada peneliti selanjutnya agar lebih menyempurnakan penelitian dan mengefektifkan waktu, sehingga memperoleh hasil yang lebih maksimal.

3. Kepada siswa disarankan dapat menerima pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika, sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik.

(8)

F. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. I, & Suratno, J. , 2015. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal Pengajaran

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (JPMIPA). Vol. 20. 2

Bunga N., 2016. Pendekatan Realistic Mathematics Education Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal Pena Ilmiah : Vol. 1, No.1 (2016)

Husnah, U., N., & Surya, E., 2017. The Development of Learning Material Using Problem Based to ImproveMathematical Communication Ability of Secondary School Students. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (ISJBAR).Vol.33, No.3

Fatma, & Surya, E., 2017. Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berbasis Masalah Open Ended. https://www.researchgate.net/publication/320716998_Pengaruh _ Pendekatan_Realistic_Education(RME)_Terhadap_Kemampuan_Komunikasi_

Matematis_ Siswa_Berbasis_Masalah_Open_Ended.

Nisa, K & Surya, E., 2017. Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Komunikasi MatematikSiswa.https://www.researchgate.net/publication/320718907_Pengaruh

Model_Problem_Based_Learning(PBL)_Terhadap_Komunikasi_Matematika_Siswa.

Maryam Sajadi., 2013. The Examining Mathematical Word Problems Solving Ability Under Effecient Represention Aspect. Internasional Scientific Publication and Counsulting Services(ISPACS).Vol.2013

Lestari, I., Prahmana, I.,C.,R., Wiyanti, W., 2016. Peningkatan Kemampuan

PenalaranMatematis Siswa Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik.The Journal of Innovation in Primary Education, ISSN Online: 2477-3581. Vol.1, Issue 2.

Gravemeijer, K.P. E. (1994). Develpoing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudental Institute.

Ayu Handayani, 2014. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR).Vol 3.No.2

Yunisha R., 2016. Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Elemen .Vol.2, No. 2, hal. 136 – 145. Lestari, L. & Surya, E., 2017. The Effectiveness Of Realistic Mathematics EducationApproach On

Ability Of Students’ Mathematical Concept Understanding. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). Vol.34, No.1.

Melati E. A. 2017. Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal Universitas Negeri Jember. Vol. 8, No.1, hal 161-171

Lestari, I., Prahmana, I.,C.,R., Wiyanti, W., 2016. Peningkatan Kemampuan PenalaranMatematis Siswa Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik.The Journal of Innovation in Primary Education, ISSN Online: 2477-3581. Vol.1, Issue 2.

Juanda, M., Johar, R., & Ikhsan, M., 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Meansends Analysis (MeA). Jurnal Kreano, ISSN : 2086-2334. Volume 5 Nomor 2.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil akhir dari penelitian ini adalah terciptanya sebuah media pembelajaran pengenalan warna, bentuk, angka, huruf dan tangga nada berbasis multimedia interaktif

Endoskopi sering dilakukan pada pasien dengan polip kolorektal, tetapi apa yang ditemukan dari endoskopi tidak bisa membedakan tipe dari polip tersebut, sehingga

Penunjang Pelaksanaan Pengelolaan Sistem Resi Gudang (SRG) Industri Kecil APBD Kabupaten Musi Banyuasin TA 2014 pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Musi

In contrast to the optimistic models of the traditional economic approach, a complex adaptive systems view is presented below in which the scale of economic activity, resilience of

Jadi diharapkan guru dapat dengan kreatif membuat media pembelajaran di kelas agar siswa lebih memahami apa yang disampaikan oleh guru tersebut, terutama guru sekolah dasar

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada organisasi masyarakat, organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan

mengenai ruang lingkup motivasi menurut para ahli dan indikator motivasi menurut Makmun (2009) yang diteliti sebagai variabel terikat dalam penelitian ini,

[r]