• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantau Utara Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2012"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemandirian Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Kemandirian

Menurut Chaplin (2004) dalam kamus Psikologi mengartikan kata autonomy

sebagai keadaan pengaturan diri, atau kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Lerner (dalam Budiman, 2000) mengemukakan kemandirian (autonomy) mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif. Seseorang lanjut usia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (Maryam, 2008).

(2)

terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya.

Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendiri. Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.

Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat ciri-ciri sebagai berikut : (1) dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas,

walau realitas tadi buruk (2) memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5) berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6) menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7) menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8) mempunyai daya kasih sayang yang besar.

2.1.2 Tingkat Kemandirian Lanjut Usia

(3)

unsur “sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak

memiliki anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha.

Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya

Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 (Hardywinoto, 1999) yang menyatakan bahwa mental yang sehat (mental health) mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : (1) dapat menyesuaikan diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk (2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk memberi

daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5) berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan

(4)

Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000) ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil dan mandi. Sedangkan AKS instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti memasak, mencuci, mengenakan pakaian dan menggunakan uang.

Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya (self actualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau frustasi (2) kemampuan mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka (5) aktif dan (6) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.

(5)

Lanjut usia yang mandiri adalah lanjut usia yang kondisinya sehat dalam arti luas masih mampu unutk menjalankan kehidupan pribadinya (Setiati, 2000). Kemadirian pada lanjut usia meliputi kemampuan lanjut usia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol BAK atau BAB, serta dapat makan sendiri (Setiati, 2000).

Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, 2008).

2.1.3 Pengukuran Kemandirian Lanjut Usia

Pengkajian status fungsional adalah pengukuran untuk melihat kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) dan aktivitas instrumental sehari-hari (IADLs) (Lueckenotte, 1998). ADLs adalah merupakan aktivitas pokok dalam perawatan diri sedangkan IADLs adalah aktivitas yang lebih kompleks namun mendasar bagi situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi (Tamher, 2009).

Pengkajian status fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari-harinya. Dari hasil penelitian tentang gangguan status fungsional (baik fisik maupun psikososial) pengkajian status fungsional merupakan indikator penting tentang adanya penyakit pada lansia. ADL adalah merupakan aktifitas pokok (dasar) dalam perawatan diri.

(6)

serta untuk menyusun rencana perawatan jangka panjang (Tamher, 2009). Indeks Katz adalah instrumen untuk menilai status fungsional sebagai ukuran kemampuan individu untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) secara mandiri. Dokter dan perawat biasanya menggunakan instrumen ini untuk mendeteksi masalah dalam melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) dan untuk merencanakan rehabilitasi yang sesuai bagi individu.

Pengkajian ADL menggunakan indeks Katz (Wallace dan Shelkey, 2008) berdasarkan pada evaluasi 6 pertanyaan seperti : makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur dan mengontrol buang air besar/buang air kecil. Indeks Katz adalah instrumen yang menggambarkan tingkat kemampuan atau ketergantungan individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.2 Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemandirian pada Lanjut Usia

Menurut Suhartini (2004) kemandirian lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

a. Faktor Kesehatan

(7)

(1) Kesehatan Fisik

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan mental lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, panca indera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo, 1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.

Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.

(2) Kesehatan Mental

(8)

menurunnya kesehatan mental adalah menurunnya pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.

(9)

a. Umur

Hubungan antara usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak penyakit meningkat seiring dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh menurunnya kemampuan lansia berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres psikologik. Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada penurunan berbagai fungsi tubuh (Pranarka, 2006). Kemandirian jika dilihat dari gambaran usia maka memberikan gambaran tren yang makin menurun seiring dengan peningkatan umur. Hal ini menunjukkan keadaan secara alami terjadi bahwa semakin meningkat usia, kecenderungan terjadi kemandirian semakin menurun (Budijanto, 2008). Diperkirakan 20% dari lansia yang berusia 70 tahun keatas dan 50% lansia berusia 85 tahun keatas mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas fisik sehari-hari. Prevalensi ketidakmandirian meningkat dengan meningkatnya usia dan pada umumnya mulai timbul pada usia 70 tahun dan memerlukan bantuan pada usia 80 tahun (Heikkinen, 2003).

b. Jenis kelamin

(10)

Demikian pula menurut Kind (1998) menyatakan bahwa wanita usia lebih dari atau sama dengan 70 tahun cenderung mempunyai problem kesehatan yang lebih tinggi dibanding laki-laki pada usia yang sama. Dalam kenyataannya, wanita yang telah berusia lima puluhan atau lebih mengalami risiko patah tulang lebih banyak, dibandingkan pria pada usia yang sama. Kejadian osteoporosis lebih tinggi pada wanita daripada pria dan merupakan masalah kesehatan utama, khususnya pada wanita masa pasca menopause (osteoporosis pasca menopause). Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa sepertiga wanita pasca menopause akan menderita patah tulang akibat osteoporosis (Myrnawati, 2003).

Wanita mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar untuk mengalami ketergantungan dibandingkan pria (Handajani, 2006). Wanita lebih mengalami disabilitas dibandingkan laki-laki. Wanita mempunyai risiko mengalami kesulitan 2 kali lebih besar dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan aktivitas instrumental sehari-hari dibandingkan dengan laki-laki (Siop, 2008).

2.3 Lanjut Usia

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Lanjut usia menurut Hardywinoto (2007) terdiri dari 3 kategori, yaitu

young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut:

(11)

b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun

Lanjut usia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60

tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.

2.3.1 Proses Penuaan

Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Proses penuaan merupakan suatu proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2000).

Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ tubuh. Kemunduran yang sering terjadi oleh lanjut usia lebih dikenal dengan istilah

(12)

kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor pada lanjut usia terkait dengan pertambahan usia (Depkes RI, 2005).

Menjadi tua merupakan suatu proses yang natural. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meski proses menjadi tua terjadi secara universal, tetapi tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda (Hardywinoto, 1999).

Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti yang dikutip oleh (Hardywinoto, 1999), menyebutkan bahwa bertambahnya umur harapan hidup seseorang merupakan hasil dari perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi modern, yaitu dengan ditemukannya teknik pengobatan terhadap penyakit ganas, teknik serta alat-alat bedah modern dan alat diagnosis.

(13)

2.3.2 Perubahan yang Terjadi Pada Lansia a. Perubahan Fisik

1). Sel

Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi dan beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar (Nugroho, 2008).

2). Kardiovaskuler

Pada sistem kardiovaskuler terjadi penebalan dan kaku pada katup jantung, penurunan kemampuan jantung untuk memompakan darah sebanyak 1% setiap tahunnya menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, hilangnya elastis pembuluh darah sehingga efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi berkurang dan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri dapat menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg yang akan mengakibatkan pusing mendadak. Tekanan darah dapat naik yang di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho, 2000).

3). Respirasi

(14)

4). Pernafasan

Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek (Maryam, 2008).

Pada sistem pernafasan terjadi pengecilan saraf panca indra yang mengakibatkan kurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa serta lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Hubungan pernafasan menurun dan lambat berespon atau bereaksi khususnya terhadap stress (Nugroho, 2000).

Menurunnya hubungan persarafan, berat otak pun menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya). Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stess. Saraf pancaindra mengecil, penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Kurang sensitif terhadap sentuhan (Nugroho, 2008).

5). Pendengaran

(15)

telinga dalam terutama terhadap suara-suara tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata-kata (Nugroho, 2000).

6). Penglihatan

Pada sistem penglihatan sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap sinar menghilang, terjadi kekeruhan pada lensa, menjadi katarak, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah bila menglihat gelap, terjadi penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopi, sulit untuk melihat dekat yang dapat di pengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapangan pandang menurun, luas pandangan berkurang, daya untuk membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau (Nugroho, 2008). Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak (Maryam, 2008).

7). Muskuloskeletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (Osteoporosis), bungkuk (Kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sclerosis (Maryam, 2008).

(16)

gangguan berjalan, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang). Atrofi serabut otot, serabut otot menjadi kecil sehingga gerakan menjadi lambat, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami). Komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan jaringan parut) (Nugroho, 2008).

8). Gastrointestinal

Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya tahan absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim (Maryam, 2008).

9). Vesika Urinaria

Otot–otot melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Prostate: Hipertrofi pada 75% lansia (Maryam, 2008)

10). Endokrin

Produksi hormon menurun. Pada kelenjar pituitary pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah. Produksi dari ACTH, TSH, FSH, LH dan Aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progesteron, esterogen dan testosterone juga mengalami penurunan (Maryam, 2008).

11). Kulit

(17)

kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk (Maryam, 2008).

Pada sistem integumen, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak dan permukaan kulit menjadi kusam, kasar, bersisi, timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau noda coklat, terjadi perubahan disekitar mata, tumbuhnya kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho, 2008).

12). Belajar dan Memori

Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun (Maryam, 2008). Lansia yang tidak memiliki demensia atau gangguan alzaimer, masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar sejak lahir sampai akhir hayat. Pelayanan kesehatan lanjut usia yang bersifat promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.

b. Perubahan Mental

(18)

mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika meninggal pun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor yang memengaruhi perubahan mental: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (herediter) dan lingkungan

Perubahan mental ketika seseorang memasuki masa lansia akan memengaruhi kesehatan badannya. Sikap hidup, perasaan, dan emosi akan memengaruhi perubahan mental lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian orang tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius akan selalu berambisi untuk lebih mau ketika memasuki masa lansia akan cenderung gelisah, mudah stress, merasa di remehkan, dan tidak siap tinggal dirumah. Sebaliknya jika kepribadian seseorang itu tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak terburu-buru, orang tersebut tidak menunjukkan perubahan mental yang negatif. Bahkan, mereka selalu mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Pandangan seseorang terhadap orang yang sudah lansia berbeda secara sosial. Sikap sosial yang kurang baik ini sering menyebabkan lansia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada budaya timur, ada tat nilai yang masih mengagungkan dan menghormati orang tua. Orang tua dianggap sebagai orang yang bijaksana dan banyak pengalaman yang selalu menjadi panutan. Perubahan mental pada lansia dapat dikurangi dengan sikap positif “orang muda” yang tidak menilai lansia sebagai orang lusuh, lemah, siap

(19)

2.4 Landasan Teori

Lanjut usia adalah orang yang telah mengalami proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan untuk hidup secara mandiri. Menurut para ahli gerontologi faktor–faktor yang memengaruhi tingkat kemandirian lanjut usia sangat kompleks, namun dapat dilihat dari tinjauan teoritis yang telah di jabarkan di atas, maka kemandirian lanjut usia dipengaruhi oleh kondisi kesehatan yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental (Suhartini, 2004) serta faktor lain : usia dan jenis kelamin (Rinajumita, 2011).

(20)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

KEMANDIRIAN LANJUT USIA

- Usia

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan Lampiran Peraturan Bupati Bantul Nomor 03 Tahun 2016 tentang Tarif Layanan pada Badan Layanan Umum Daerah Puskesmas (Berita Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2016 Nomor

bahwa sehubungan dengan huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif dan Fasilitatif di Lingkungan

bahwa Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah

(3) Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh staf Desa sesuai kebutuhan dan kemampuan desa, yang berkedudukan di

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa pertolongan manusia lain, interaksi sosial akan terjadi baik di antara individu di sebuah

Hasil uji statistik menggunakan uji chi square dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara verbal abuse yang dilakukan oleh orang tua dengan

[r]

Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimal sehingga