BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Lama Pencahayaan terhadap Pertumbuhan Botryococcus braunii
Botryococcus braunii merupakan organisme fotoautotrof yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbon. Pada percobaan ini, sumber
cahaya yang digunakan adalah lampu dengan daya total sebesar 60 watt. CO2 sebagai
sumber karbon dialirkan pada laju konstan sebesar 17,8 ml/s. CO2 dan cahaya berperan
dalam proses fotosintesis. Energi cahaya diserap oleh klorofil dan diubah menjadi energi kimia (ATP). Energi yang dihasilkan ini digunakan untuk reaksi pembentukan glukosa dari CO2. Reaksi fotosintesis secara singkat dapat dinyatakan sebagai berikut:
6CO2 + 6H2O Æ C6H12O6 + 6 O2
.
Percobaan dilakukan pada laju alir CO2 konstan sehingga faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan Botryococcus braunii adalah cahaya. Variasi percobaan yang dilakukan adalah lama pencahayaan 10 jam (variasi 1) dan 5 jam terang. (variasi 2) Variasi ini disesuaikan dengan lama pencahayaan pada musim hujan dan kemarau. Percobaan dilakukan secara paralel menggunakan dua buah reaktor air-lift, sehingga konsentrasi awal sel pada kedua variasi adalah sama.
Tabel 4.1. Laju pertumbuhan pada fase logaritmik tiap run
Laju pertumbuhan (mg/L.hari) Run
Variasi I Variasi II
1 0,788 0,269
2 0,157 0,134
3 0,034 0,023
Laju pertumbuhan pada fase logaritmik tiap run ditampilkan pada Tabel 4.1. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa laju pertumbuhan semakin tinggi dengan makin lamanya waktu pencahayaan. Hal ini disebabkan cahaya merupakan faktor penting dalam proses fotosíntesis sehingga semakin lama pencahayaan, semakin tinggi laju fotosíntesis alga.
Gambar 4.1 Peranan energi cahaya pada proses fotosintesis
Pada dasarnya, proses fotosintesis berlangsung pada dua tahap reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. .Pada reaksi terang, cahaya berfungsi untuk mengeksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Fotoposposilasi mengubah energi cahaya dari eksitasi elektron menjadi ikatan pirofosfat pada molekul ADP, sehingga terbentuk ATP dan NAPDH . Carrier pembawa molekul energi inilah yang pada reaksi gelap akan digunakan untuk menghasilkan karbohidrat (glukosa). Walaupun reaksi terang ini bisa berjalan tanpa adanya sinar matahari, Namun, terdapat bukti bahwa enzim utama dari tahap ini distimulasi secara tidak langsung oleh energi cahaya (Lawrence,1981).
Melalui reaksi respirasi yang terjadi di dalam sel, glukosa diuraikan menjadi CO2 dan
air. Energi yang dilepaskan dari reaksi ini digunakan untuk pembentukan biomassa melalui reaksi:
banyak dari variasi 2, sehingga laju petumbuhannya biomassa pun akan lebih tinggi pada variasi 1.
Pengamatan pertumbuhan alga mikro Botryococcus braunii dilakukan selama 5 hari. Pengamatan setelah hari ke-5 dengan menggunakan spektrofotometri tidaklah lagi akurat, sebab pada hari ke-5 mikro alga cenderung membentuk koloni berupa flok-flok dan menempel pada dinding dan dasar dari reaktor air-lift. Kurva pertumbuhan alga mikro Botryococcus braunii ditunjukkan pada Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3. Dari kurva pertumbuhan tersebut, dapat diamati bahwa pada lama pencahayaan 10 jam jumlah sel Botryococcus braunii yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan lama pencahayaan 5 jam. Akan tetapi, perbedaan jumlah sel pada tiap variasi lama pencahayaan ini ternyata tidak signifikan (Tabel 4.1). Berdasarkan uji mean (Lampiran C) jumlah biomassa total kedua variasi sama. Hal ini sejalan dengan penelitian Jian Qin (2005) yang menyimpulkan bahwa lama pencahayaan tidak berpengaruh signifikan pada pertumbuhan biomassa, melainkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi hidrokarbon dan asam lemak pada alga mikro (Vladislay et al.,1994 dan Ohta et al.,1993). 0 0,5 1 1,5 2 2,5 0 2 4 6 Hari Ke-log B e ra t S e l K e ri ng Lama Terang 5 Jam Lama Terang 10 Jam
2 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 0 2 4 6 Hari Ke-Lo g B e ra t S e l K e ri ng Lama Terang 5 Jam Lama Terang 10 Jam
Gambar 4.3. Kurva pertumbuhan Botryococcus braunii pada tempuhan (run) 2
2,2 2,25 2,3 2,35 2,4 2,45 2,5 0 2 4 6 Hari Ke-Log B e ra t S e l K e ri ng Lama Terang 5 Jam Lama Terang 10 Jam
Gambar 4.4. Kurva pertumbuhan Botryococcus braunii pada tempuhan (run) 3
Tabel 4.2 Jumlah Biomassa Total
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa lamanya penerangan tidak berpengaruh dalam jumlah biomassa total dari alga mikro Botryococcus braunii dan dapat disimpulkan pula, fiksasi CO2 oleh alga tidak dipengaruhi oleh faktor
pencahayaan.
Jumlah Biomassa Total (g) Run
Variasi I Variasi II
1 0,47 ± 0,5 0,09 ± 0,05 2 1,12 ± 0,41 0,85 ± 0,28 3 1,22 ± 0,3 1,18 ± 0,11
lebih lama memiliki ukuran sel yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh sifat alami alga yang cenderung membelah pada malam hari dan membesar pada siang hari (Richmond, 1996).
(a) (b)
Gambar 4.5 Hasil pemotretan alga dengan perbesaran 400 kali
(a) lama pencahayaan 10 jam (b) lama pencahayaan 5 jam
4.2. Pengaruh Lama Pencahayaan terhadap Produksi Hidrokarbon yang dihasilkan oleh Botryococcus braunii
Dari hasil ekstraksi mikro algae Botryococcus braunii didapatkan perolehan ekstrak sebesar 20,45 % untuk variasi 1 dan 13,48% untuk variasi 2. Sedangkan komposisi dari hidrokarbon yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis GC-MS dapat dilihat pada Tabel 4.3, Tabel 4.4, dan Tabel 4.5.
Tabel 4.3 Komposisi senyawa hidrokarbon pada lama pencahayaan 10 jam
Komponen Rumus Molekul Komposisi (%-v) 1-Hsikloprepeazulene C15H24 1,46 2-metil nonana C10H22 0,95 5-metil-1-undekena C12H24 0,92 1-tetradekena C14H28 2,01 Hexadekana C17H36 1,06 sikloeikosen C20H40 4,73 1-dokosena C22H44 7,40 1-heksadekena C16H32 0,89 4-(1,1,3,3-tetrametilbutilfenol C14H22O 1,43 dodesilfenol C18H30O 3,99 dodesilfenol C18H30O 2,73
Tabel 4.3 Komposisi senyawa hidrokarbon pada lama pencahayaan 10 jam (lanjutan)
2-tridekena-1-ol C13H26O 1,09 2-pentadesin-2-ol C15H28O 6,91 fitol C20H40O 4,65 9-oktadekena-1-ol (oleol) C18H36O 34,68 1-heksakosanol C26H54O 1,86 Asam oleat C18H34O2 20,48 Asam bezenedikarboksilat C28H38O4 2,75
Tabel 4.4 Komposisi senyawa hidrokarbon pada lama pencahayaan 5 jam
Komponen Rumus Molekul Komposisi 1,2,4,5-tetrametilbenzena C10H14 1,07 3,5 dimetil oktana C10H22 1,10 2-metil nonana C10H22 1,34 3 metiltridekana C14H30 1,10 1-undekena C11H22 1,25 1-heksadekena C16H32 3,03 dokosena C22H44 2,76 Oktadekena C18H36 6,02 siklotetrakosana C24H48 5,01 1,2 epoksitetradekana C14H28O 1,66 4-(1,1,3,3-tetrametilbutilfenol C14H22O 1,10 2-pentadesin-2-ol C15H28O 1,96 1-tricosanol C23H48O 8,69 1-tetrakosanol C24H50O 1,07 asam palmitat C16H32O2 33,23 asam oleat C18H34O2 20,39 1,2 asam benzenadikarboksilat C28H38O4 2,08
Tabel 4.5 Perbandingan Komposisi Komponen pada Kedua Variasi
Komposisi (%-v) Komponen Variasi I Variasi II Hidrokarbon 19,42 22,67 Senyawa alkohol 49,2 11,72 Senyawa fenol 8,15 1,10 Asam lemak Asam oleat 20,48 27,54 Asam palmitat - 33,23 Lain-lain 2,75 3,74 Total 100,00 100,00
algae Botryococcus braunii (Barneje et al, 2002). Pernyataan tersebut terbukti pada penelitian ini, pada saat konsentrasi asam oleat dan palmitat rendah, konsentrasi hidrokarbon rendah, terbukti pada lama pencahayaan 10 jam, zat terbentuk kebanyakan adalah senyawa karbon berupa alkohol. Sebaliknya ketika konsentrasi asam oleat dan palmitat yang tinggi, alga Botryococcus braunii menghasilkan senyawa hidrokarbon yang lebih banyak.
Dapat disimpulkan bahwa produksi hidrokarbon pada alga Botryococcus braunii paling besar terjadi pada percobaan dengan waktu pencahayaan yang lebih rendah (5 jam), karena produksi lipid, seperti asam oleat dan asam palmitat sebagai prekursor pembentukan hidrokarbon meningkat. Diduga, reaksi pembentukan senyawa hidrokarbon ini terjadi ketika reaksi gelap seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dengan demikian, kinerja enzim yang menghasilkan hidrokarbon terjadi pada saat tidak ada energi matahari.