• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI POHON"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI

POHON Agathis dammara L.C.Richard DENGAN

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI RPH GAMBUNG PETAK

27 AREA PHBM, KPH BANDUNG SELATAN

NOVI RIZAL UMAM

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan Model Arsitektur Massart dari Pohon Agathis dammara L.C.Richard dengan Konservasi Tanah dan Air di RPH Gambung Petak 27 Area PHBM, KPH Bandung Selatan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Novi Rizal Umam NRP. G353090331

(3)
(4)

ABSTRACT

NOVI RIZAL UMAM. Correlation of Massart Architecture Model for Agathis dammara L.C.Richard with Soil and Water Conservation at 27th plot RPH Gambung PHBM’s Area, KPH Bandung Selatan. Under supervision of DEDE SETIADI and LIES BAHUNTA.

Agathis dammara L.C. Richard is plant that shaded Coffea arabica L. in the Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHMB)'s ecosystem in South Bandung. Agathis dammara L.C. Richard with Massart's architecture has the contribution toward the soil and water conservation within its ecosystem. The purposes of this research are: 1) Determining the parameter’s scale of soil and water conservation (rain fall, stem flow, through fall, surface run-off and erosion) in the PHBM’s ecosystem, 2) determining the correlation between the parameter of soil and water conservation in PHMB's ecosystem, 3) determining the role of plant architecture model Massart of Agathis dammara L.C. Richard toward soil and water conservation in PHBM’s ecosystem. The results shows the scale of rain fall, stem flow, through fall, surface run-off, and erosion of Massart architecture model of Agathis dammara L.C.Richard in a row are 981.6 mm, 17.905 mm, 515.86 mm, 45.49 mm, and 5.314 ton/ha/year. Biplot Analysis shows the positive correlation among the parameter of rain fall, stem flow, through fall, surface run-off and erosion. Therefore, it can be concluded that the Massart’s Architecture model for Agathis dammara L.C. Richard is good for supporting the soil and water conservation of PHBM’s ecosystem where stem flow is the most closely related to the erosion.

Key words: Massart, Agathis dammara L.C. Richard, erosion, stem flow, through fall, surface run off

(5)
(6)

RINGKASAN

NOVI RIZAL UMAM. Hubungan Model Arsitektur Massart dari Pohon Agathis dammara L.C.Richard dengan Konservasi Tanah dan Air di RPH Gambung Petak 27 Area PHBM, KPH Bandung Selatan. Dibawah bimbingan DEDE SETIADI dan LIES BAHUNTA.

Model arsitektur pohon merupakan bentuk tiga dimensi dari bangunan suatu pohon. Bentuk/model arsitektur ini disusun berdasarkan bagian-bagian tanaman yang berada di atas tanah seperti pola pertumbuhan batang, percabangan, ukuran, bentuk serta posisi daun dan bunga. Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi nilai aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (through fall), selanjutnya aliran batang dan curahan tajuk menentukan besarnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah yang akan menimbulkan kerusakan pada tanah tersebut. Erosi tanah, sejauh ini merupakan bentuk yang paling banyak menyebabkan degradasi atau kerusakan tanah. Pada daerah tropis seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Model arsitektur pohon diperkirakan memiliki peranan yang sangat penting terkait dengan keberadaan pohon tersebut dalam konservasi tanah dan air pada suatu ekositem di daerah tropis.

Agathis dammara L.C Richard merupakan tegakan utama yang menaungi Coffea arabica L. pada ekosistem program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Model arsitektur Agathis dammara L.C Richard adalah Massart. Model arsitektur ini memiliki peran yang dominan dalam mempengaruhi konservasi tanah dan air pada ekosistem tersebut. Model arsitektur biasanya diterapkan pada vegetasi berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon. Pada ekosistem program PHBM di Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Bandung Selatan, fungsi konservasi tanah dan air masih belum diperhatikan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang mengkaji peran model arsitektur pohon terhadap konservasi tanah dan air di ekosistem PHBM, KPH Bandung Selatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan peran model arsitektur pohon terhadap konservasi tanah dan air pada ekosistem program PHBM di KPH Bandung Selatan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk tingkat pohon dan tiang di ekosistem program PHBM terdapat satu jenis vegetasi, yaitu Agathis dammara L.C.Richard dengan model arsitektur Massart yang juga merupakan vegetasi dominan dengan nilai INP sebesar 300%. Sedangkan untuk ekosistem hutan lindung, pada tingkat pohon terdapat 7 jenis vegetasi dimana Altingia excelsa Noronha dengan model arsitektur Rauh merupakan pohon dominan dengan nilai INP sebesar 104.58%, tingkat tiang terdapat 5 jenis vegetasi dimana Piper aduncum L. merupakan jenis vegetasi tingkat tiang dengan nilai INP sebesar 80.81%, tingkat pancang terdapat 10 jenis vegetasi dengan vegetasi yang memiliki nilai INP tertinggi adalah Agathis dammara L.C.Richard yaitu sebesar 91.00%. Untuk tumbuhan bawah, pada ekosistem program PHBM terdapat 21 jenis tumbuhan bawah dimana Oplismenus composites (L.) P. Beauv merupakan jenis dominan dengan INP sebesar 36.64 %, pada ekosistem hutan lindung terdapat 25

(7)

iv

jenis tumbuhan bawah dimana Oplismenus composites (L.) P. Beauv merupakan jenis dominan dengan nilai INP sebesar 41.18 %, dan untuk ekosistem tanpa tegakan pohon terdapat 20 jenis tumbuhan bawah dimana Ageratum conyzoides L. merupakan jenis dominan dengan INP sebesar 49.97 %.

Nilai akumulasi parameter konservasi tanah dan air untuk model arsitektur Massart pada ekosistem program PHBM adalah: curah hujan 981.60 mm, aliran batang 17.91 mm, curahan tajuk 515.86 mm, aliran permukaan 45.50 mm serta erosi sebesar 5.31 ton.ha-1.tahun-1. Nilai akumulasi parameter konservasi tanah dan air untuk model Rauh pada ekosistem hutan lindung adalah: curah hujan 981.60 mm, aliran batang 0.95 mm, curahan tajuk 817.70 mm, aliran permukaan 28.57 mm dan erosi sebesar 3.35 ton.ha-1.tahun-1. Sedangkan nilai akumulasi parameter konservasi tanah dan air pada ekosistem tanpa tegakan pohon adalah: curah hujan 981.60 mm, aliran permukaan 45.37 mm dan erosi sebesar 47.18 ton.ha-1.tahun-1. Berdasarkan perhitungan dengan Analisis Komponen Utama, parameter konservasi tanah dan air (Curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi) memiliki korelasi yang positif satu dengan yang lainnya. Untuk model arsitektur pohon Massart di ekosistem program PHBM dan model arsitektur pohon Rauh di ekosistem hutan lindung, aliran batang merupakan parameter yang paling erat hubungannya dengan kejadian erosi. Sedangkan untuk ekosistem tanpa tegakan, curah hujan merupakan parameter yang paling erat hubungannya dengan kejadian erosi. Fungsi konservasi tanah dan air yang paling baik ditunjukan oleh model arsitektur Rauh di ekosistem hutan lindung dengan nilai akumulasi erosi sebesar 3.35 ton.ha-1.tahun-1 diikuti oleh model arsitektur Massart pada ekosistem program PHBM dengan nilai akumulasi erosi sebesar 5.31 ton.ha-1.tahun-1 dan yang terakhir adalah ekosistem tanpa tegakan pohon dengan nilai akumulasi erosi sebesar 47.18 ton.ha-1.tahun-1. Meskipun nilai akumulasi erosi dari model arsitektur Massart di ekosistem PHBM masih lebih besar dari nilai akumulasi erosi dari model arsitektur Rauh di ekosistem hutan lindung, namun model nilai akumulasi erosi model arsitektur Massart di ekosistem PHBM jauh lebih rendah dari ekosistem tanpa tegakan. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa model arsitektur pohon Massart cukup baik untuk menahan erosi.

Kata kunci: Massart, Agathis dammara L.C. Richard, erosi, aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(9)

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR MASSART DARI

POHON Agathis dammara L.C.Richard DENGAN

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI RPH GAMBUNG PETAK

27 AREA PHBM, KPH BANDUNG SELATAN

NOVI RIZAL UMAM

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(10)

vii

(11)

Judul : Hubungan Model Arsitektur Massart dari Pohon Agathis dammara L.C.Richard dengan Konservasi Tanah dan Air di RPH Gambung Petak 27 Area PHBM, KPH Bandung Selatan

Nama : Novi Rizal Umam

NRP : G353090331

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, M. S Ketua

Ir. Lies Bahunta, M. Sc.forest.trop Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M. Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksaknakan sejak bulan Agustus 2010 ini ialah konservasi tanah dan air, dengan judul Hubungan Model Arsitektur Massart dari pohon Agathis dammara L.C.Richard dengan Konservasi Tanah dan Air di RPH Gambung Petak 27 Area PHBM, KPH Bandung Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, M.S dan Ibu Ir. Lies Bahunta, M.Sc.forest.trop selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan. Selain itu, penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S selaku penguji dalam ujian tesis yang telah memberikan saran dan masukan berharga bagi kesempurnaan tulisan ini.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Perum Perhutani KPH Bandung Selatan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di kawasan binaannya serta kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah membiayai kuliah dan penelitian penulis. Tidak lupa, penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Ayi dan Bapak Anda yang selalu membantu penulis selama pengumpulan data.

Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada ayah dan ibunda tercinta serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, do`a serta kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011 Novi Rizal Umam

(14)
(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung tanggal 10 November 1986 dari ayah bernama Drs. H. Binbin Lutfi Khobir, M.MPd dan ibu Hj. Tuti Herawati, S. Pd. Penulis merupakan putera pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2004, penulis lulus dari SMA N 24 Bandung kemudian melanjutkan studi ke Universitas Pendidikan Indonesia jurusan Pendidikan Biologi dan lulus sebagai Sarjana Pendidikan Biologi pada tahun 2008. Tahun 2009 penulis lulus pada seleksi masuk Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa yang disponsori oleh Kementerian Agama RI dan memilih mayor Biologi Tumbuhan.

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1 Tujuan Penelitian ………. 2 Manfaat ……… 2 TINJUAN PUSTAKA Model Arsitektur Pohon ……… 3

Model arsitektur pohon Massart ……… 4

Erosi ……….. 6

Tumbuhan Bawah Penutup Tanah ……… 7

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ……….. 8

METODE Waktu dan tempat ………. 11

Metode Penelitian ……….. 11

Analisis Vegetasi ………. 11

Identifikasi Model Arsitektur Pohon 12 Pengukuran Parameter Konservasi Tanah dan Air 12 Pengukuran Curah Hujan……….. 12

Pengukuran Aliran Batang……… 13

Pengukuran Air Curahan Tajuk ………... 14

Pengukuran Aliran Permukaan ………... 15

Pengukuran Erosi ………. 15

Analisis Data 16 Diagram Alir Penelitian ……… 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi ………... 18

Identifikasi Model Arsitektur Pohon ……….. 20

Parameter Konservasi Tanah dan Air ……… 20

Curah Hujan ………….………... 20

Curahan Tajuk ………... 21

Aliran Batang ………... 21

Aliran Permukaan ………. 22

Erosi ………. 22

Hubungan antar Paremeter Konservasi Tanah dan Air ……….. 23

(17)

xii

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ……… 26

Saran ………. 26

DAFTAR PUSTAKA ………. 27

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Indeks Nilai Penting hasil analisis vegetasi di lokasi penelitian

tahun 2010……….. 18

2. Matriks korelasi antar parameter konservasi tanah dan air (A) Ekosistem PHBM; (B) ekosistem Hutan Lindung; (C) ekosistem

(19)
(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Macam-Macam Model Arsitektur Pohon (Halle et al.

1978)……….. 4

2. Model Arsitektur Massart dan Transformasi Air Hujan

(Athtorick 2000) ……….. 5

3. Ombrometer yang digunakan dalam penelitian di

daerah RPH Gambung……… 12

4. Pengukuran Aliran Batang pada pohon Agathis dammara L.C.Richard yang dilakukan dalam

penelitian di daerah RPH Gambung………... 13

5. Pengukuran curahan tajuk pohon Agathis dammara L.C.Richard yang dilakukan dalam penelitian di

daerah RPH Gambung ………. 14

6. Petak percobaan untuk mengukur aliran Permukaan dan Erosi yang dilakukan dalam penelitian di daerah

RPH Gambung………. 15

7. Poses pengukuran erosi dalam penelitian di laboratorium. A: penyaringan air sampel; B.

Penimbangan tanah tererosi………... 16

8. Diagram alir penelitian ……….. 17

9. Interaksi parameter konservasi tanah dan air. A. model Massart di ekosistem PHBM; B. Model Rauh di

(21)
(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis Vegetasi Ekosistem PHBM ……… 31

2. Analisis Vegetasi Ekosistem Hutan (Kontrol)……… 33

3. Analisis Vegetasi Ekosistem Tanpa Tegakan (kontrol)…. 37 4. Data Perbandingan nilai konservasi tanah dan air……….. 38

(23)
(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Model arsitektur pohon merupakan bentuk tiga dimensi dari bangunan suatu pohon. Bentuk/model arsitektur ini disusun berdasarkan bagian-bagian tanaman yang berada di atas tanah seperti pola pertumbuhan batang, percabangan, ukuran, bentuk serta posisi daun dan bunga (Reinhardt & Kuhlemeier 2002). Model arsitektur suatu pohon mempengaruhi nilai aliran batang (stemflow) dan curah tajuk (through fall), selanjutnya aliran batang dan curah tajuk menentukan besarnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah yang akan menimbulkan kerusakan pada tanah tempat tersebut. Erosi tanah, sejauh ini merupakan bentuk yang paling luas dari degradasi tanah (Oldeman 1994). Pada daerah tropis seperti Indonesia, air merupakan penyebab terjadinya erosi (Arsyad 2006). Oleh karena itu, model arsitektur pohon memiliki peranan yang sangat penting terkait dengan keberadaan pohon tersebut dalam konservasi tanah dan air pada suatu ekositem di daerah tropis.

Agathis dammara L.C.Richard merupakan pohon utama yang terdapat pada ekosistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di RPH Gambung petak 27, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Selatan, sehingga pohon ini memiliki pengaruh yang dominan dalam ekosistem tersebut. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dipandang cukup strategis dalam menangani pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menyelamatkan dan melestarikan fungsi kegunaan hutan bagi manusia dan makhluk lainnya (Iqbal et al. 2008). Program PHBM ini dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat desa sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatannya dan juga berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan (Yuniandra et al. 2007). Pemilihan jenis pohon yang ditanam pada ekosistem PHBM baru berdasarkan pertimbangan pada fungsi dan manfaat ekonominya saja, sedangkan fungsi konservasi tanah dan air belum dipertimbangkan. Di Indonesia, penelitian tentang model arsitektur pohon dan kaitannya dengan konservasi tanah dan air masih jarang dilakukan, sehingga aspek model arsitektur pohon belum dipertimbangkan dalam usaha pemilihan jenis pohon untuk kegiatan konservasi tanah dan air.

(25)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menentukan peran model arsitektur Massart dari pohon Agathis dammara L.C.Richard terhadap konservasi tanah dan air pada ekosistem PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan. Hal ini didasari oleh jenis model arsitektur pohon, struktur dan komposisi vegetasi, nilai parameter konservasi tanah dan air (curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan serta erosi) serta hubungan antar parameter konservasi tanah dan air terhadap kejadian erosi pada ekosistem PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Perum Perhutani dalam pemilihan jenis-jenis pohon yang sesuai dengan model arsitekturnya untuk mendukung usaha konservasi tanah dan air pada ekosistem PHBM di KPH Bandung Selatan.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Model Arsitektur Pohon

Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut model arsitektur. Elemen-elemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal (Gambar 1). Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pola pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi ditandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pola pertumbuhan kontinu berbeda dengan pola pertumbuhan ritmik karena tidak memilki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle et al. 1978).

Terkait dengan pola percabangan pohon, Halle dan Oldemen (1975) membedakan pola arsitektur pohon kedalam 4 (empat) karakteristik utama yaitu:

1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holtum dan model Corner.

2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotrophik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain.

3. Pohon bercabang dengan axix vegetatif non equivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook.

4. Pohon bercabang dengan axis vegetatif campuran, ada yang ekuivalen dan ada juga yang non ekuivalen, contohnya model Troll, Champagnat, dan model Mangenot.

Vegetasi berperan dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang yang turun akan dicegat oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfall) (Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang ditahan oleh permukaan daun akan mengalir melalui batang menuju tanah sebagai aliran batang (stemflow). Selanjutnya curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah

(27)

4

membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980).

Gambar 1. Macam-Macam Model Arsitektur Pohon (Halle et al. 1978)

Model Arsitektur Pohon Massart

Model arsitektur pohon Massart dibentuk oleh sebuah batang monopodial dan orthrotrophik dengan pertumbuhan ritmik dan secara berurutan menghasilkan percabangan bertingkat secara teratur yang berasal dari pertumbuhan meristem batang. Cabang-cabang lateral bersifat plagiotropik dan sering menampakan bentuk simetris (Gambar 2). Perbungaan akan muncul dari cabang lateral tersebut dan dari batang utama (cauliflory). Nama model ini diberikan oleh Jean Massart yang telah mendeskripsikan arsitekturnya pada spesimen Virola surinamensis di Botanical Garden, Rio de Janeiro (Halle et al. 1978). Model arsitektur pohon Massart membagi curah hujan menjadi curahan tajuk, aliran batang yang kemudian akan terakumulasi menjadi surface run-off yang dapat mengakibatkan erosi (Gambar 2).

(28)

5

Gambar 2. Model Arsitektur Massart dan Transformasi Air Hujan (Athtorick 2000)

Agathis dammara L.C.Richard (damar) merupakan salah satu contoh pohon dengan arsitektur pohon Massart (Aththorick 2000). Jenis ini memiliki batang monopodial dengan pertumbuhan ritmik. Percabangannya bersifat plagiotropik, memiliki daun berhadapan dan menjadi terjumbai kebawah karena umur. Agathis dammara L.C.Richard termasuk kedalam suku Araucariaceae, tingginya dapat mencapai 50 m dan diameter 170 cm. Batangnya tegak, lurus dan bulat. Kulitnya kasar, bercak-bercak sampai bopeng, berkultisel dan berwarna abu-abu sampai kecoklat-coklatan. Tajuk tebal seperti kerucut, daunnya lebar dan berbentuk bundar panjang sampai jorong, pipih dan bertangkai pendek (Anonim 2001).

Agathis dammara L.C.Richard memiliki distribusi alami di kawasan Malesia, Inggris, Australia Barat, Kepulauan Solomon, New Kaledonia, Fiji dan New Zealand bagian utara. Beberapa pusat keanekaragaman Agathis dammara L.C.Richard adalah North Queensland, New Kaledonia dan termasuk Kalimantan. Agathis dammara L.C.Richard dikembangkan sebagai pohon perkebunan dan digunakan dalam penghutanan kembali berbagai daerah seperti di Jawa, Papua, India, dll. Anakan Agathis dammara L.C.Richard membutuhkan naungan dan

(29)

6

tumbuh secara lambat pada tahun-tahun pertama. Namun, setelah bebas dari kompetisi dengan herba pertumbuhannya menjadi cepat. Pada perkebunan di pulau Jawa, Agathis dammara L.C.Richard mulai menghasilkan buah pada usia 15 tahun, tetapi biji yang dapat tumbuh baru dapat dihasilkan pada usia 25 tahun (Soerianegara & Lemmens 1994).

Pada kawasan Malesia, Agathis dammara L.C.Richard terdapat pada dataran rendah hutan hujan tropis, kecuali pada beberapa populasi di Semenanjung Malaysia yang tumbuh baik di bagian atas pegunungan hutan hujan, mulai dari 2000-2400 m dpl. Meskipun jenis ini tumbuh pada bermacam-macam formasi tanah, tetapi membutuhkan iklim yang terus menerus basah atau tidak tahan akan iklim yang mempunyai musim panas yang khas. Agathis dammara L.C.Richard membutuhkan tanah-tanah yang subur dengan iklim basah, curah hujan antara 3000-4000 mm/tahun. Tumbuh baik pada ketinggian 200-1500 m dpl. di pulau Jawa

Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan angin.

Erosi angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi air disebabkan oleh kekuatan air. Didaerah beriklim basah erosi air yang penting, sedangkan erosi oleh angin tidak berarti. Erosi oleh angin merupakan kejadian yang sangat penting apabila terjadi di daerah yang beriklim kering.

Beberapa macam erosi yang dikenal dalam kamus konservasi tanah dan air yaitu erosi geologi, erosi normal dan erosi dipercepat (Arsyad 2006). Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk terkikisnya batuan sehingga terjadi bentuk morfologi bumi seperti yang terbentuk sekarang ini. Erosi normal disebut juga dengan nama erosi alami yaitu proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. Erosi alami terjadi dengan laju yang lambat serta memungkinkan terbentuknya tanah yang

(30)

7

tebal dan mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah dengan laju yang lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah, sebagai akibat perbuatan manusia yang menghilangkan tanaman penutup tanah. Meskipun kedua macam erosi tersebut terjadi, hanya erosi dipercepat yang menjadi perhatian konservasi tanah dan pembahasan selanjutnya digunakan istilah erosi.

Menurut Baver (1956), erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (i), tanah (s), vegetasi (v), dan manusia (m). Sedangkan menurut Manokaran (1979), faktor-faktor yang mempengaruhi laju erosi adalah curah hujan, aliran permukaan, angin, tanah, lereng, tanaman penutup lahan serta tindakan konservasi tanah.

Tumbuhan Bawah Penutup Tanah

Tumbuhan Penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Tanaman penutup tanah berperan untuk: menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air diatas permukaan tanah, menambahkan bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, serta untuk melakukan trasnpirasi yang dapat mengurangi kandungan air tanah. Arsyad (2006) mengemukakan bahwa pengaruh tanaman yang menutup permukaan tanah secara rapat bukan hanya dapat memperlambat aliran permukaan tetapi juga mencegah pengumpulan air secara cepat. Xian-li et al. (2008) mengemukakan bahwa aliran permukaan akan berkurang secara linier seiring dengan bertambahnya penutupan lahan oleh tanaman.

(31)

8

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu langkah strategis untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang baik. Pola ini sebetulnya sudah ada sejak dulu, yakni sebagai representasi kearifan lokal (local wisdom) masyarakat disekitar hutan, namun pola tersebut terpinggirkan dengan adanya kebijakan pengelolaan hutan berbasis negara (state forest management) yang marak terjadi pada orde baru. Pola kebijakan ini cenderung ekspliotatif sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif seperti kerusakan lingkungan, keterdesakan masyarakat asli, konflik dan hancurnya budaya lokal (Iqbal et al. 2008).

Menurut Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Pemerintah RI 1999). Sedangkan Borman et al. (2005) dalam Iqbal et al. (2008) mendefinisikan hutan sebagai berikut: "The forest is a complex ecosystem a biological system with distinct, myriad interrealtionships of the living part of the environment (Plants, animal and micro-organisms) to each other and to the non-living, inorganic or biotic parts (soil, climate, water, organic debris, rocks). Picture it as an intricate web-fragile but at same time holding the ecosystem together (Hutan adalah suatu ekosistem yang kompleks dimana di dalamnya terdapat perbedaan sistem biologis yang memiliki aneka hubungan baik antar lingkungan mahluk hidup (tanaman, binatang dan mikro-organisme) dan mahluk tak hidup maupun unsur anorganik atau non-biota lainnya (tanah, iklim, bahan-bahan organik dan batu-batuan). dengan kata lain, hutan dapat digambarkan sebagai suatu jaringan yang kompleks terurai tapi saling menjaga ekosistem secara bersama-sama)".

Berdasarkan definisi diatas, penyelenggaraan pembangunan kehutanan seyogyanya bukan tanggung jawab pemerintah semata, namun juga merupakan tanggung jawab semua pemangku kepentingan pada sektor ini. Aturan penyelengggaraan tersebut telah diatur dalam Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan adalah berasaskan

(32)

9

manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 1). Penyelenggaraan yang dimaksud ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan (Pasal 2) melalui upaya berikut: (1) menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; (2) mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari; (3) meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; (4) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan (5) menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif (Anonim 2007).

Program PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional. PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan. Dengan adanya program PHBM ini diharapkan masyarakat, perhutani dan pemerintah daerah dapat bersinergi dalam mengelola hutan dengan sebaik-baiknya sehingga semua elemen masyarakat tersebut dapat membentuk fungsi hutan yang tidak hanya bersifat ekologis, tetapi juga bisa menjadi tempat masyarakat bermata pencaharian tanpa harus merusak hutan.

PHBM di KPH Bandung Selatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2001. Khususnya di lokasi penelitian (area PHBM petak 27 RPH Gambung, KPH Bandung Selatan) dilaksanakan program PHBM dengan tanaman produksi jenis

(33)

10

kopi arabika (Coffea Arabica L.) sejak tahun 2005. Hal ini dilakukan terkait dengan sifat dari tanaman kopi yang dapat bermetabolisme secara optimal pada intensitas cahaya sebesar 40-70 % (Kumar & Tieszen 1980) dan rentang suhu dari 15-25 0C (Wilson 1985). Artinya, tanaman ini memerlukan naungan agar dapat berproduksi secara maksimal. Oleh karena itu, masyarakat yang bercocok tanam kopi akan dengan sadar melindungi tegakan yang menjadi penyangga lahan, sehingga selain tujuan ekonomisnya tercapai juga tujuan konservasinya juga tercapai.

(34)

METODE

Waktu dan Tempat

Pengumpulan data dilakukan di ekosistem program PHBM di RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan (S 07007’25.1” E 107030’35.2”, ketinggian 1246 mdpl), kemiringan lereng 36% pada bulan Agustus 2010 - Januari 2011. Sebagai kontrol digunakan ekosistem hutan lindung dan ekosistem tanpa tegakan pohon. Ketiga lokasi tersebut, dalam tulisan ini selanjutnya disebut sebagai ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengamatan yang dilakukan, yaitu: analisis vegetasi, identifikasi model arsitektur pohon, serta pengukuran parameter konservasi tanah dan air yang meliputi: curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi.

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan pada bulan Agustus 2010 untuk mendapatkan indeks nilai penting (INP) serta profil horizontal dan vertikal vegetasi di lokasi penelitian. Pada ekosistem hutan dan ekosistem PHBM, analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat (tiga plot contoh) dengan plot seluas 20 x 60 m2 dimana untuk vegetasi pada fase pohon diukur dengan plot berukuran 20 x 20 m2, fase tiang diukur dengan plot berukuran 10 x 10 m2, fase pancang diukur dengan plot berukuran 5 x 5 m2 dan untuk tumbuhan bawah dukur dengan plot berukuran 2 x 2 m2. Sedangkan pada ekosistem tanpa tegakan, dilakukan analisis vegetasi tumbuhan bawah dengan menggunakan metode line intercept (garis menyinggung) dengan panjang transek sepanjang 20 m dan panjang masing-masing interval sepanjang 2 (dua) m. Selanjutnya, dilakukan identifikasi terhadap jenis vegetasi yang ditemukan di ketiga ekosistem tersebut. Identifikasi dilakukan dengan menentukan nama-nama lokal dan nama-nama botani, dilanjutkan dengan menghitung INP yang diperoleh berdasarkan nilai dominasi, kerapatan dan frekuensi vegetasi di masing-masing ekosistem. Apabila terdapat kesulitan dalam mengidentifikasi jenis pohon tertentu, maka dilakukan

(35)

12

koleksi terhadap sampel tumbuhan dan identifikasi dilanjutkan di Herbarium Bogoriense.

Identifikasi Model Arsitektur Pohon

Identifikasi model arsitektur pohon dilakukan pada pohon dominan (pohon dengan nilai INP tertinggi) dan yang pertumbuhannya maksimal di masing-masing ekosistem berdasarkan kunci ilustrasi dari model arsitektur pohon menurut Halle et al. (1978) dan mengacu pada kunci identifikasi yang telah dikembangkan oleh Setiadi (1998).

Pengukuran Parameter Konservasi Tanah dan Air Pengukuran Curah Hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan alat Ombrometer yang dipasang pada tempat terbuka di lokasi penelitian (Gambar 3).

Gambar 3. Ombrometer yang digunakan dalam penelitian di daerah RPH Gambung

(36)

13

Pengukuran Aliran Batang

Pengukuran aliran batang dilakukan pada tegakan yang memiliki nilai INP paling tinggi pada ekosistem PHBM dan ekosistem hutan. Pengukuran aliran batang ini dilakukan dengan memasang penampungan air yang mengalir pada batang. Kegiatan ini dilakukan dengan membuat lingkaran spiral pada batang yang terbuat dari selang plastik yang bermuara ke dalam penampungan air (Gambar 4).

Gambar 4. Pengukuran Aliran Batang pada pohon Agathis dammara L.C.Richard yang dilakukan dalam penelitian di daerah RPH Gambung

Perhitungan tinggi aliran batang dilakukan melalui persamaan (Kaimudin 1994):

Sfi = Vi/Li = Vi/Li x 10 mm (dikonversi dalam bentuk mm)

Keterangan: Sfi : Tinggi aliran batang (mm)

Vi : Volume aliran batang ke-I (m3)

(37)

14

Pengukuran Air Curahan Tajuk

Pengukuran curahan tajuk dilakukan pada tajuk tegakan yang memiliki nilai INP paling tinggi pada ekosistem PHBM dan ekosistem hutan. Pengukuran air curahan tajuk dilakukan dengan memasang penampung plastik yang dibuat pada kerangka kayu dengan luas penampung sebesar satu meter persegi (1 m2) yang ditempatkan dibawah tajuk pohon di lokasi penelitian (Gambar 5).

Gambar 5. Pengukuran curahan tajuk pohon Agathis dammara L.C.Richard yang dilakukan dalam penelitian di daerah RPH Gambung

Pengukuran curahan tajuk ini dihitung dengan cara (Kaimudin 1994): Tfi = Vi/Li = Vi/Li x 10 mm (dikonversi dalam bentuk mm) Keterangan:

Tfi : Tinggi curahan tajuk ke-i (mm)

Vi : Volume curahan tajuk ke-i (m3)

(38)

15

Pengukuran Aliran Permukaan

Pengukuran aliran permukaan dilakukan dalam petak percobaan yang diletakan pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan. Petak percobaan ini merupakan petak percobaan berukuran 12 x 4 meter yang dihubungkan dengan penampung air (Gambar 6).

Gambar 6. Petak percobaan untuk mengukur aliran Permukaan dan Erosi yang dilakukan pada ekosistem tanpa tegakan dalam penelitian di daerah RPH Gambung

Setiap petak dibuat pada kemiringan lereng 36% di masing-masing ekosistem. Volume aliran permukaan dihitung dengan cara (Santosa 1985):

Vap = V1+11V2

Keterangan :

Vap :Volume Aliran Permukaan(L)

V1 : volume air yang ada didrum pertama (L)

V2 : volume air pada drum kedua (L)

Untuk mendapatkan nilai aliran permukaan dalam satuan tinggi kolom air (mm), hasil dari perhitungan di atas kemudian dibagi dengan luas petak percobaan, yaitu seluas 12x4 m2.

Pengukuran Erosi

Penentuan bobot tanah yang tererosi dilakukan dengan cara mengambil contoh air masing-masing ± 600 ml (ukuran botol air mineral 600 ml) dari drum I dan drum II untuk tiap petak percobaan (Gambar 6) dengan terlebih dahulu

(39)

16

mengaduk seluruh isi drum sampai homogen. Kemudian contoh air disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobot keringnya (Gambar 7a). Kertas saring dan endapannya kemudian dikering-anginkan hingga bobot konstan, kemudian di timbang (Gambar 7b). Bobot tanah tererosi dihitung dengan cara (Santosa 1985):

Wtc = W1 + W 2

Dimana: Wtc : Bobot tanah tererosi (g)

W1 dan W 2 : Bobot tanah dalam drum I dan drum II

W1 atau W 2 : Vd / Vs x (Wksc – Wks)

Vs : Volume air yang tersaring (L)

Vd : Volume air dalam drum (L)

Wksc : Bobot kertas saring beserta endapan (g)

Wks : Bobot kertas saring (g)

A B

Gambar 7. Proses pengukuran erosi dalam penelitian di laboratorium. A: penyaringan air sampel; B: Penimbangan tanah tererosi.

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) / Principale Component Analysis (PCA). Analisis Komponen utama (AKU) ini berfungsi untuk mereduksi jumlah peubah dengan jalan menyusun kombinasi linier dari peubah-peubah yang diamati menjadi sederetan Komponen Utama, sehingga memungkinkan terpilihnya satu atau beberapa Komponen Utama yang dapat mewakili keragaman data tanpa meghilangkan informasi dari peubah-peubah asal yang relatif banyak (Saparita & Nazif 1994). Analisis kemudian dilanjutkan dengan analisis biplot untuk mengetahui hubungan antara masing-masing parameter konservasi tanah dan air.

(40)

17

Diagram Alir Penelitian

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi

Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara ringkas Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis vegetasi (Tabel 1).

Tabel 1. Indeks Nilai Penting hasil analisis vegetasi di lokasi penelitian tahun 2010

Ekosistem Fase Jumlah

Jenis Jenis dominan

INP (%)

Hutan

Pohon 7 Altingia excelsa Noronha 104.58 Tiang 5 Piper aduncum L. 80.81 Pancang 10 Agathis dammara L.C.Richard 91.00 Tumbuhan

bawah 25 Oplismenus composites (L.) P. Beauv. 41.18

PHBM

Pohon 1 Agathis dammara L.C.Richard 300.00 Tiang 1 Agathis dammara L.C.Richard 300.00

Pancang - - -

Tumbuhan

bawah 21 Oplismenus composites (L.) P. Beauv. 36.64 Tanpa Tegakan Pohon - - - Tiang - - - Pancang - - - Tumbuhan

bawah 20 Ageratum conyzoides L. 49.97

Hasil analisis vegetasi pada tingkat pohon pada ekosistem PHBM, menunjukan bahwa nilai INP terbesar ditemukan pada pohon Agathis dammara L.C.Richard (damar) dengan nilai INP sebesar 300%. Pada ekosistem hutan, nilai INP tertinggi ditemukan pada pohon Altingia excelsa Noronha (Rasamala) dengan nilai INP sebesar 104.58%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis ini memiliki peran paling besar di masing-masing ekosistem. Hal ini menjadi latar belakang untuk menggunakan kedua pohon tersebut sebagai subjek pengukuran parameter konservasi tanah dan air khususnya pada pengukuran aliran batang dan curah tajuk.

Untuk tingkat tumbuhan bawah, pada ekosistem PHBM terdapat 21 jenis tumbuhan bawah dimana Oplismenus composites (L.) P. Beauv merupakan jenis dominan dengan INP sebesar 36.64 %, pada ekosistem hutan lindung terdapat 25 jenis tumbuhan bawah dimana Oplismenus composites (L.) P. Beauv merupakan

(42)

19

jenis dominan dengan nilai INP sebesar 41.18 %, dan untuk ekosistem tanpa tegakan pohon terdapat 20 jenis tumbuhan bawah dimana Ageratum conyzoides L. merupakan jenis dominan dengan INP sebesar 49.97 %.

Dalam pengelolaan konservasi tanah dan air, keberadaan suatu jenis tumbuhan dan tipe vegetasi pada suatu lahan dapat menjadi tolok ukur kondisi lingkungan dan produktifitas dari lahan tersebut. Selain itu, keberadaan tumbuhan bawah juga sangat penting untuk diperhatikan. Tumbuhan bawah merupakan komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak atau perdu rendah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual, atau perennial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak, menjalar atau mamanjat (Athtorick 2005). Tumbuhan bawah berfungsi sebagai pelindung tanah dari energi kinetik butir-butir hujan dan pelindung dari daya perusak aliran permukaan sehingga dapat mencegah erosi, menambah bahan organik, memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah serta meningkatkan produktifitas tanah. Unsur hara yang terdapat pada lahan yang tidak bervegetasi apalagi berada pada daerah yang curam, akan mudah tercuci oleh air hujan sehingga produktifitasnya menurun. Vegetasi dari tingkat pohon hingga tumbuhan bawah pada kawasan seperti ini dapat berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap pukulan air hujan secara langsung dan mematahkan energi kinetiknya melalui intersepsi tajuk dan pengurangan laju aliran permukaan (surface run off) (Arsyad 2006).

Selain melindungi tanah dari pukulan air hujan, tumbuhan bawah juga merupakan sumber bahan organik. Tanah yang banyak mengandung bahan organik mempunyai lapisan humus yang tebal serta memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyerap air, mengurangi laju aliran permukaan serta mengurangi erosi (Woo & Luk 1990). Bahan organik juga merangsang kegiatan mikroorganisme dalam menciptakan struktur tanah yang baik. Oleh karena itu, berkurangnya vegetasi pada suatu kawasan, akan beresiko menyebabkan bencana banjir dan longsor (Varis & Vakkilainen 2001; Sidle et al. 2004).

(43)

20

Identifikasi Model Arsitektur Pohon

Seperti telah dijelaskan dimuka, Agathis dammara L.C.Richard dan Altingia excelsa Noronha merupakan vegetasi fase pohon yang dominan pada masing-masing ekosistem. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis ini memiliki peran paling besar di masing-masing ekosistem. Terkait dengan perannya dalam konservasi tanah dan air, untuk tumbuhan jenis pohon perlu diperhatikan model arsitektur pohonnya agar tumbuhan tersebut betul-betul dapat membagi jatuhnya butiran air hujan menjadi curah tajuk dan aliran batang, sehingga energi kinetik butiran air hujan tersebut banyak berkurang.

Berdasarkan kunci identifikasi model arsitektur pohon yang telah dikembangkan oleh Setiadi (1998), Agathis dammara L.C.Richard pada ekosistem PHBM memiliki batang monopodial, pertumbuhan ritmik dan percabangan plagiotrophik. Oleh karena itu, model arsitektur Agathis dammara L.C.Richard adalah model Massart, selain itu pada ekosistem PHBM juga ditanami Coffea arabica L yang sengaja ditanam sebagai sumber tanaman yang memiliki fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan. Coffea arabica L ini memiliki batang monopodial, percabangan ortrothtopik, namun pertumbuhannya tidak ritmik. Oleh karena itu, Coffea arabica L termasuk kedalam model arsitektur pohon Roux. Sedangkan Altingia excelsa Noronha sebagai vegetasi dominan pada ekosistem kontrol, memiliki batang monopodial, pertumbuhan ritmik serta percabangan yang ortrothropik. Oleh karena itu, model arsitektur Altingia excelsa Noronha adalah model Rauh.

Parameter Konservasi Tanah dan Air

Pengamatan parameter konservasi tanah dan air dilakukan selama 4 (empat) bulan (Oktober 2010 – Januari 2011) sebanyak 30 kali pengamatan (Lampiran 4).

Curah Hujan

Selama ± 4 (empat) bulan (Oktober 2010 - Januari 2011) di lokasi penelitian telah terjadi 30 kali hari hujan dengan tinggi curah hujan yang bervariasi. Curah hujan yang dicatat adalah curah hujan yang telah mampu menjenuhkan batang, tajuk, serta tanah sehingga pada setiap kejadian hujan yang

(44)

21

tercatat dapat dilakukan pengamatan juga terhadap aliran batang, curah tajuk, aliran permukaan serta erosinya. Tinggi curah hujan paling rendah adalah sebesar 14.52 mm, curah hujan paling tinggi sebesar 73.70 mm dan total curah hujan yang tertampung selama penelitian berlangsung (30 kali pengamatan) adalah sebesar 981.60 mm.

Curahan Tajuk

Pengukuran curahan tajuk dilakukan sebanyak 30 kali pada kejadian dan curah hujan yang sama. Seperti telah dijelaskan dimuka, pohon yang diukur curahan tajuk dan aliran batangnya dipilih berdasarkan nilai INP dan penutupan tajuk terbesar.

Berdasarkan pada data Lampiran 4, Model arsitektur Massart pada ekosistem PHBM mentransformasikan jumlah curah hujan menjadi curahan tajuk sebesar 515.87 mm (52.55%), sedangkan model Rauh pada ekosistem hutan mentransformasikan jumlah curah hujan menjadi curahan tajuk sebesar 817.70 mm (83.30%). Tajuk pada pohon model Massart dapat menghilangkan curah hujan lebih besar dibandingkan dengan tajuk pohon model Rauh. Hal ini disebabkan oleh tebalnya strata tajuk pohon model Massart (Agathis dammara L.C Richard), sehingga curah hujan akan melalui banyak strata tajuk terlebih dahulu sebelum menyentuh tanah. Kejadian semacam ini disebut dengan intersepsi. Curahan tajuk ini dipengaruhi oleh luas tajuk, ketebalan tajuk, morfologi daun, curah hujan serta kecepatan angin (Suharto 2007).

Aliran Batang

Berdasarkan pada data Lampiran 4, nilai aliran batang pada kedua model arsitektur pohon memperlihatkan hasil yang sebaliknya. Nilai aliran batang pada model arsitektur Massart di ekosistem PHBM lebih besar dari pada nilai aliran batang pada model arsitektur Rauh di ekosistem hutan. Model Massart mentransformasikan jumlah curah hujan menjadi aliran batang sebesar 17.88 mm (1.82%), sedangkan model Rauh, mampu mentransformasikan jumlah curah hujan menjadi aliran batang sebesar 0.95 mm (0.097%).

Perbedaan nilai aliran batang ini dipengaruhi oleh pola percabangan dari kedua tegakan tersebut. Pola percabangan pada model arsitektur Massart ini bersifat plagiotrophik dan muncul di sepanjang batang utama secara merata. Hal

(45)

22

ini menyebabkan tajuk dan percabangan tidak berkumpul dan bergerombol di sekitar puncak pohon dan memberikan ruang yang relatif terbuka di sekitar batang. Akibatnya, apabila hujan turun, air hujan akan leluasa secara langsung menerpa batang pohon kemudian mengalir menjadi aliran batang (Aththorick 2000). Namun pada model arsitektur Rauh di ekosistem hutan, percabangannya relatif lebih sedikit serta tajuknya banyak menggerombol di puncak sehingga air hujan secara langsung tidak bisa menerpa batang utama secara langsung.

Aliran Permukaan

Berdasarkan pada data Lampiran 4, Model arsitektur Massart (Agathis dammara L.C.Richard) pada ekosistem PHBM mentransformasikan total curah hujan menjadi aliran permukaan sebesar 45.50 mm (4.64%). Hal ini diakibatkan oleh tidak terdapatnya perbedaan variasi tumbuhan bawah yang signifikan terhadap tumbuhan bawah yang ada pada ekosistem tanpa tegakan sesuai dengan keterangan pada Tabel 1, sehingga kemampuan tanah menyerap air tidak optimal. Keadaan ini disebabkan oleh aktifitas pemangkasan tumbuhan bawah yang biasa dilakukan warga untuk merawat tanaman kopi di sekitar pohon model Massart. Gambar 8 juga memperlihatkan penutupan tajuk pohon pada ekosistem PHBM belum terjadi secara sempurna. Hal ini terkait dengan usia dari pohon Agathis dammara L.C.Richard yang relative masih muda (± 13 tahun) (ketua LMDH 4 Januari 2011, komunikasi pribadi), sehingga curah hujan masih mampu menerpa tanah secara langsung tanpa mengenai tajuk atau batang pohon terlebih dahulu.

Nilai aliran permukaan model Rauh pada ekosistem hutan menunjukkan nilai yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh jumlah dan kerapatan tumbuhan bawah yang lebih tinggi serta penutupan vegetasi yang lebih tinggi, sehingga kemampuan tanah disekitar pohon model Rauh dalam menyerap tanah lebih tinggi.

Erosi

Berdasarkan pada data Lampiran 4, akumulasi nilai erosi pada model Rauh di ekosistem hutan lebih kecil dibandingkan dengan akumulasi nilai erosi pada model Massart di ekosistem PHBM, serta akumulasi nilai erosi pada model Massart di ekosistem PHBM lebih kecil daripada akumulasi nilai erosi pada ekosistem tanpa tegakan. Model arsitektur pohon Massart (Agathis dammara

(46)

23

L.C.Richard) telah efekif menahan laju erosi pada ekosistem PHBM sebesar 88.29% terhadap laju erosi pada ekosistem tanpa tegakan. Hal ini membuktikan bahwa penutupan lahan oleh tanaman yang lebih rapat / lebih baik akan mengurangi hilangnya tanah oleh erosi secara signifikan (Zhou et al. 2008). Dengan demikian, keberadaan vegetasi pada suatu lahan merupakan faktor kunci dalam mencegah erosi (Zhang 2006).

Hubungan antar Parameter Konservasi Tanah dan Air

Garis pada grafik yang dibuat berdasarkan perhitungan AKU (Gambar 9), menghubungkan kelima parameter konservasi tanah dan air dengan membentuk sudut lancip kearah positif terhadap komponen utama pertama. Semakin kecil sudut yang dibentuk, maka semakin erat hubungan antar parameter yang dimaksud. Kondisi ini menunjukkan bahwa curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan serta erosi memiliki korelasi yang positif satu dengan yang lainnya baik itu pada model Massart di ekosistem PHBM ataupun pada ekosistem kontrol (model Rauh di ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan). Hal ini mengandung pengertian bahwa meningkatnya nilai salah satu parameter konservasi tanah dan air akan mempengaruhi peningkatan nilai parameter konservasi tanah dan air yang lainnya.

Berdasarkan sudut yang dibentuk (Gambar 9A dan 9B), terlihat bahwa aliran batang memiliki hubungan yang paling erat dengan kejadian erosi pada model Massart di ekosistem PHBM dan model Rauh di ekosistem hutan dengan nilai korelasi secara berturut-turut sebesar 0.99 dan 0.97 (Tabel 2A dan 2B). Hal ini dikarenakan pada kedua ekosistem tersebut, aliran batang merupakan parameter yang tidak memiliki penghambat yang besar, sehingga peluang pertambahan nilai aliran batang dalam menyebabkan pertambahan nilai erosi lebih besar. Pada ekosistem tanpa tegakan, curah hujan merupakan parameter konservasi yang memiliki hubungan yang paling erat dengan kejadian erosi dengan nilai korelasi sebesar 0.97 (Tabel 2C). Hal ini juga disebabkan oleh curah hujan pada ekosisten tanpa tegakan tidak memiliki penghambat, sehingga peluang pertambahan nilai curah hujan dalam menyebabkan pertambahan nilai erosi lebih besar.

(47)

24 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 0.75 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 First Component S ec o n d Co m p o ne n t Erosi AP C T A B CH (A) 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 -0.75 First Component S e co n d C o m p o n e n t Erosi A P C T A B CH (B) 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 1.00 0.75 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 First Component S e co n d C o m p o n e n t erosi A P C H (C)

Gambar 9. Interaksi parameter konservasi tanah dan air. A. model Massart di ekosistem PHBM; B. Model Rauh di ekosistem hutan lindung; C. ekosistem tanpa tegakan.CH: Curah Hujan, AB: Aliran Batang, CT: Curahan Tajuk, AP: Aliran Permukaan

(48)

25

Tabel 2. Matriks korelasi antar parameter konservasi tanah dan air. (A) Ekosistem PHBM; (B) ekosistem Hutan Lindung; (C) ekosistem

tanpa tegakan. (A) CH AB CT AP AB 93.97 - - - CT 97.03 83.39 - - AP 85.71 64.28 95.63 - EROSI 97.81 99.03 90.63 74.31 (B) CH AB CT AP AB 96.59 - - - CT 88.29 74.31 - - AP 100 96.59 88.29 - EROSI 87.88 97.03 56.64 87.88 (C) CH AP AP 80.90 - EROSI 97.44 66.91

Keterangan: CH: Curah hujan, AB: Aliran batang, CT: curahan tajuk, AP: Aliran Permukaan

(49)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Agathis dammara L.C.Richard dengan model arsitektur Massart merupakan pohon dominan pada ekosistem PHBM. Model arsitektur pohon Massart cukup baik untuk mengendalikan erosi pada ekosistem PHBM dibandingkan dengan ekosistem tanpa tegakan. Model arsitektur pohon Massart telah efekif menahan laju erosi pada ekosistem PHBM sebesar 88.29% terhadap laju erosi pada ekosistem tanpa tegakan. Namun pohon model Massart ini belum baik menahan laju erosi dibandingkan dengan nilai akumulsi erosi pada model Rauh di ekosistem hutan lindung.

Nilai akumulasi parameter konservasi tanah dan air untuk model arsitektur Massart pada ekosistem PHBM secara berturut-turut adalah: nilai total curah hujan 981.60 mm, aliran batang 17.91 mm, curah tajuk 515.86 mm, aliran permukaan 45.50 mm serta erosi sebesar 5.31 ton.ha-1.tahun-1. Parameter konservasi tanah dan air untuk model arsitektur pohon Massart (Curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi) di ekosistem PHBM memiliki korelasi yang positif satu dengan yang lainnya dimana aliran batang merupakan parameter yang paling erat hubungannya dengan kejadian erosi.

Saran

Terkait dengan hasil penelitian tersebut diatas, maka penulis menyarankan bahwa pohon dengan model arsitektur pohon Massart (Agathis dammara L.C.Richard) dapat digunakan sebagai vegetasi pokok pada ekosistem PHBM RPH Gambung petak 27, KPH Bandung Selatan karena efektif untuk mengendalikan laju erosi dengan tetap memperhatikan tumbuhan bawahnya agar dapat mengurangi laju aliran permukaannya.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2001. Informasi Singkat Benih Agathis loranthifolia R.A. Salisbury. Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan

[Anonim]. 2007. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Levelling the Playing Field Project

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press

Aththorick TA. 2000. Pengaruh Arsitektur Pohon Model Massart dan Rauh Terhadap Aliran Batang, Curahan Tajuk, Aliran Permukaan dan Erosi di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana , Institut Pertanian Bogor.

Aththorick TA. 2005. Kemiripan Komunitas Tumbuhan Bawah pada Beberapa Tipe Ekosistem Perkebunan di Kabupaten Labuan Batu. Kom. Penelit. 17:5. 42-48

Baver LD. 1956. Soil Physics, 3rd ed. New York: John Wiley and Sons, inc.

Borman BT et al. 2005. Forest Ecosystem. McGraw-Hill Encyclopedia of Science and Technology. New York

Halle EM, Oldeman RAA. 1975. An Essay on the Architecture and Dynamics of Growth of Tropical Trees. Penerbit University Malaya, Kuala Lumpur Malaysia.

Halle EM et al. 1978. Tropical Trees and Forest an Architectural Analysis. Springer-Verlag. Berlin, Heidlenberg, New York

Iqbal M et al. 2008. Fenomena Perambahan Hutan dan Prospektif Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Info Sosek 8:2. 71-85

Kaimudin 1994. Kajian Model Pendugaan Intersepsi Hujan pada Tegakan Pinus merkusii, Agathis lorantifolia dan Scima Wallicii di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. [Tesis] Program Pascasarjana, IPB.

Kumar D,Tieszen LL. 1980. Photosynthesis in Coffea arabica. I. Effects of Light and Temperature. Exp agric. 16: 13–19

Manokaran N. 1979. Stemflow, Throughfall and Rainfall Interception in a Lowland and Tropical Rainforest in Paninsular Malaysia. The Malayan Forester 42 (3): 174-201

Oldeman, LR, 1994. The Global Extent of Soil Degradation. In: Soil Resilience and Sustainable Land Use, Greenland, D.J. and I. Szabolcs (Eds.). CAB International, Wallingford, UK., pp: 99-118.

(51)

28

Pemerintah RI. 1999. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pemerintah Republik Indonesia

Reinhardt D, Kuhlemeier C. 2002. Plant Architecture. EMBO Reports 3:9. 846-851

Santosa I. 1985. Aliran Permukaan dan Erosi pada Tanah yang Tertutup oleh Tanaman Teh dan Hutan Alam di Gambung. [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Saparita R, Nazif AH. 1994. Analisis Komponen Utama untuk Mereduksi Dimensi Peubah. Di dalam: Prosiding Seminar Ilmiah P3FT-LIPI; Bandung, 1994. Bandung: Puslitbang Fisika Terapan-LIPI Bandung, 1994. hlm 561-570.

Setiadi D. 1998. Keterkaitan Profil Vegetasi Sistem Agroforestry Kebun Campur dengan Lingkungannya [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sidle RC et al. 2004. Interactions of Natural Hazards and Society in Austral–Asia: Evidence in Past and Recent Records. Quaternary International 118–119, 181–203.

Soerianegara I, Lemmans RHMJ. (ed). 1994. Timber Trees: Major Commercial Timbers. Bogor: Prosea.

Suharto E. 2007. Model Empiris Intersepsi Tajuk dan Curah Hujan Efektif pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). JIPI. 3: 365-370

Tajang MHL. 1980. Penelitian Curah Hujan Efektif dan Neraca Air Tanah untuk Pertanian Tanah Kering pada Dua Lokasi di Sulawesi Selatan.[tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB

Varis O, Vakkilainen P. 2001. China's 8 Challenges to Water Resources Management in The First Quarter of the 21st Century. Geomorphology. 41: 93–104.

Willson KC. 1985. Climate and soil. In: M.N. Clifford and K.C. Willson, eds. Coffee: Botany, Biochemistry, and Production of Beans and Beverage. The AVI Publishing Company, Inc., 97-107.

Woo M, Luk S. 1990. Vegetation Effects on Soil and Water Losses on Weathered Granitic Hillslopes, South China. Physical Geography. 11: 1–16.

Xian-li X et al. 2008. Influence of Three Plant Species with Different Morphologies on Water Runoff and Soil Loss in A Dry-Warm River Valley, SW China. Forest eco and manage 256: 656–663

(52)

29

Yuniandra et al. 2007. Formulasi Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai. J Trop Forst Manage; 146-154.

Zhang F. 2006. Effect of Vegetation Changes on Soil Erosion on The Loess Plateau. Pedosphere 16: 420–427.

Zhou P et al. 2008. Effect of Vegetation Cover on Soil Erosion in A Mountainous Watershed. Catena. 75: 319–325

(53)
(54)
(55)
(56)

Lampiran 1. Analisis Vegetasi Ekosistem PHBM Pohon (20 x 20 m2)

No Nama

Daerah Nama Botani

Plot Jml DM DR(%) KM KR(%) FM FR (%) INP (%) 1 2 3

1 Damar Agathis dammara L.C

Richard 15 8 4 27 10.50 100 225 100 1 100 300

Tiang (10x10 m2)

No Daerah Nama Nama Botani Plot Jml DM DR

(%) KM KR (%) FM FR (%) INP (%) 1 2 3

1 Damar Agathis dammara L.C Richard

6 3 9 5.89 100 300 100 0.67 100 300

3

(57)

Tumbuhan bawah (2x2 m2)

No Nama Daerah Nama Botani Plot Jml KM KR (%) FM FR

(%)

INP (%)

1 2 3

1 Jampang piit Oplismenus compositus (L.) P.Beauv 212 46 9 267 222500.00 27.81 1.00 8.82 36.64

2 Teklan Eupatorium riparium Regel. 68 58 43 169 140833.33 17.60 1.00 8.82 26.43

3 Kopi arabika Coffea arabica L. 152 3 155 129166.67 16.15 0.67 5.88 22.03

4 Babadotan Ageratum conyzoides L. 10 9 61 80 66666.67 8.33 1.00 8.82 17.16

5 Spesies B Satureja gracilis Nakai 8 45 2 55 45833.33 5.73 1.00 8.82 14.55

6 Spesies A Borreria laevis Griseb. 73 73 60833.33 7.60 0.33 2.94 10.55

7 Babadotan jalu Synedrella nodiflora (L.) gaentn 65 65 54166.67 6.77 0.33 2.94 9.71

8 Jotang Synedrella nodiflora (L.) P. Beauv 31 1 32 26666.67 3.33 0.67 5.88 9.22

9 Harendong Melastoma affine D. Don 4 16 20 16666.67 2.08 0.67 5.88 7.97

10 Paku geulis Nephrolepis hirsutula (G. Forst.) C.

Preslt 1 11 12 10000.00 1.25 0.67 5.88 7.13

11 Sawuheun Setaria palmifolia Stapf 4 6 10 8333.33 1.04 0.67 5.88 6.92

12 Jukut pait Paspalum conjugatum P.J.Bergius 6 6 5000.00 0.63 0.33 2.94 3.57

13 Godobos Alternanthera sessilis R.Br. 4 4 3333.33 0.42 0.33 2.94 3.36

14 Tali said Aneilema nudiflorum (L). R.Br 3 3 2500.00 0.31 0.33 2.94 3.25

15 Jambu alas Syzigium densiflorum Wall 2 2 1666.67 0.21 0.33 2.94 3.15

16 Antanan Viola arculata blume 2 2 1666.67 0.21 0.33 2.94 3.15

17 Warangas Alpinia sp. 1 1 833.33 0.10 0.33 2.94 3.05

18 Calingcing Sanicula elata Buch-Ham. Ex D. Don 1 1 833.33 0.10 0.33 2.94 3.05

19 Teki Cyperus rotundus L. 1 1 833.33 0.10 0.33 2.94 3.05

20 Kakacangan Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob 1 1 833.33 0.10 0.33 2.94 3.05

21 Spesies C Hydrocotyle javanica Thunb 1 1 833.33 0.10 0.33 2.94 3.05

Total 633 204 123 960 800000.00 11.33

3

(58)

Lampiran 2. Analisis Vegetasi Ekosistem Hutan Lindung (Kontrol) Pohon (20x20 m2)

No Nama

Daerah Nama Botani

Plot Jml DM DR (%) KM KR (%) FM FR (%) INP (%) 1 2 3

1 Rasamala Altingie excelsa 3 3 9.07 63.34 25.00 23.08 0.67 18.17 104.58

2 Puspa Schima wallicii 2 1 1 4 1.42 9.88 33.33 30.77 1.00 27.25 67.90

3 Huru batu Litsea noronhae Blume 1 1 2 1.28 8.95 16.67 15.38 0.67 18.17 42.50

4 Kihonje Pittosporum ferrugineum

W. T. Aiton 1 1 1.33 9.28 8.33 7.69 0.33 9.08 26.05

5 Kokopian Plectronia glabraBenth &

Hook. F. ex Kurz 1 1 0.47 3.27 8.33 7.69 0.33 9.08 20.04

6 Ki bancet Turpinia sphaerocarpa

Hassk. 1 1 0.38 2.68 8.33 7.69 0.33 9.08 19.45

7 Saninten Quercus argentata Korth 1 1 0.37 2.61 8.33 7.69 0.33 9.08 19.38

Total 5 5 2 14.32 108.33 3.67

Tiang (10x10 m2)

No Nama

Daerah Nama Botani

Plot

Jml DM DR

(%) KM KR (%) FM FR (%) INP (%)

1 2 3

1 Seuseureuhan Piper aduncum L. 1 1 2.01 44.14 33.33 16.67 0.33 20.00 80.81

2 Puspa Schima wallicii 2 2 0.94 20.62 66.67 33.33 0.33 20.00 73.96

3 Ganitri

beureum

Elaeocarpus stipularis

Blume 1 1 0.75 16.38 33.33 16.67 0.33 20.00 53.05

4 Nangsi Villebrunea rubescens

Blume 1 1 0.51 11.29 33.33 16.67 0.33 20.00 47.96

5 Spesies E 1 1 0.34 7.56 33.33 16.67 0.33 20.00 44.23

Total 5 1 0 4.55 200 1.67

3

(59)

Pancang (5x5 m2)

No Nama

Daerah Nama Botani

Plot

Jml DM DR

(%) KM KR (%) FM FR (%) INP (%)

1 2 3

1 Damar Agathis dammara 3 4 1 8 1.98 21.55 1066.67 44.44 1.00 25.00 91.00

2 Spesies A Villebrunea rubescens Blume 2 2 2.57 28.04 266.67 11.11 0.33 8.33 47.48

3 Nangsi Villebrunea rubescens Blume 1 1 1.70 18.53 133.33 5.56 0.33 8.33 32.42

4 Seuseureuhan Piper aduncum L. 1 1 1.09 11.86 133.33 5.56 0.33 8.33 25.75

5 Dadap Erythrina variegata L. 1 1 0.61 6.67 133.33 5.56 0.33 8.33 20.56

6 Puspa Schima wallicii 1 1 0.56 6.13 133.33 5.56 0.33 8.33 20.01

7 Huru koneng Litsea umbellata Merr. 1 1 0.34 3.75 133.33 5.56 0.33 8.33 17.64

8 Kokopian Plectronia glabraBenth &

Hook. F. ex Kurz 1 1 0.11 1.16 133.33 5.56 0.33 8.33 15.05

9 Tusuk sate Travesia sundaica Miq. 1 1 0.11 1.16 133.33 5.56 0.33 8.33 15.05

10 Ki careuh Alangium chinensis 1 1 0.11 1.16 133.33 5.56 0.33 8.33 15.05

Total 6 8 4 9.17 2400 4

3

Gambar

Gambar 1.  Macam-Macam Model Arsitektur Pohon (Halle et al. 1978)
Gambar  2.  Model  Arsitektur  Massart  dan  Transformasi  Air  Hujan  (Athtorick  2000)
Gambar 3.  Ombrometer yang digunakan dalam penelitian di daerah  RPH Gambung
Gambar  4.  Pengukuran  Aliran  Batang  pada  pohon  Agathis  dammara  L.C.Richard  yang  dilakukan  dalam  penelitian  di  daerah  RPH  Gambung
+7

Referensi

Dokumen terkait

1.1 Mempraktikkan gerak dasar salah satu permainan bola kecil dengan koordinasi dan kontrol yang baik dan dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerjasama, sportivitas,

Sekolah yang telah memiliki tenaga operator komputer yang secara rutin memiliki tugas pendataan, sekolah diharapkan memanfaatkan tenaga tersebut untuk pemasukan

Sistem perpajakan di Indonesia adalah Self Assessment System yaitu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya sesuai

Semakin banyak kadar tepung kacang merah pada kue kering dengan campuran tepung jagung dan tepung kacang merah, kandungan protein dan nilai cerna protein

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) diharapkan dapat menjadi bekal bagi mahasiswa sebagai wahana pembentukan tenaga kependidikan yang memiliki empat kompetensi yaitu

Penelitian ini bertujuan: (1) Mengembangkan komik sebagai media pembelajaran akuntansi untuk siswa SMA kelas XI; (2) Mengetahui kelayakan komik akuntansi berdasarkan penilaian ahli

Para peserta seleksi dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis kepada Kelompok Kerja Jasa Konsultansi ULP Pemerintah Kabupaten Tuban dalam waktu 3 (tiga) hari

Dari data kebun PTPN VII menunjukkan klon RRIC 100 dan PB 260, sedangkan dari data Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa menunjukkan klon PB 260, BPM 24, dan