PEMBUATAN
NUGGET
KEONG MAS (
Pomacea canaliculata
)
BERANTIOKSIDAN (KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK
DAN LAMA PENGUKUSAN)
SKRIPSI
Disusun oleh :
SULVI SOFIANA NPM : 1033010046
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertandatangan d bawah ini: Nama : Sulvi Sofiana
NPM : 1033010046
Program Studi : Teknologi Pangan
Fakultas : Fakultas Teknologi Industri
Judul : PEMBUATAN
NUGGET
KEONG MAS (
Pomacea
canaliculata
) BERANTIOKSIDAN (KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG
TEMULAWAK DAN LAMA PENGUKUSAN)
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan merupakan duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain, kecuali sumber informasi yang dicantumkan.
Penyataan ini dibuat sebenar-benarnya secara sadar dan tanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi pembatalan apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap skripsi atau karya ilmiah lain yang sudah ada.
Surabaya, oktober 2014 Pembuat pernyataan
PEMBUATAN NUGGET KEONG MAS (Pomacea canaliculata) BERANTIOKSIDAN (KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK DAN
LAMA PENGUKUSAN)
SULVI SOFIANA NPM. 1033010046
INTISARI
Nugget adalah salah satu produk olahan daging yang menggunakan teknologi restructured meat. Nugget yang biasanya berasal dari daging ayam atau sapi dalam penelitian ini akan digantikan dengan daging keong mas. Penambahan tepung temulawak diharapkan dapat menambah aktivitas antioksidan dalam nugget dan menghilangkan bau amis keong mas, karena rimpang temulawak terdiri dari tiga fraksi yaitu fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Fraksi pati merupakan kandungan yang terbesar pada rimpang temulawak yaitu sebesar 48,18%-59,64%. Lama pengukusan diharapkan dapat mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki tekstur produk.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap karakteristik sifat fisik, kimia dan organoleptik nugget keong mas yang dihasilkan
Penelitian menggunakan RAL pola faktorial dengan 2 faktor dan masing-masing perlakuan kombinasi diulang sebanyak 2 kali. Faktor I penambahan tepung temulawak ( 10%,20%,30%). Faktor II lama pengukusan (30 menit, 40 menit, 50 menit).
Hasil terbaik nugget keong mas terdapat pada perlakuan penambahan tepung temulawak 20% da lama pengukusan 40 menit. Nugget keong mas tersebut mempunyai karakteristik kadar air 49,14%, kadar abu 1,06%, kadar lemak 12,57 %, kadar protein 10,42%, nilai rendemen 198,11%, dan tekstur 0,46 mm/g.detik. Dengan tingkat kesukaan terhadap rasa 115, aroma 123,5, warna 129,5 dan tekstur 101.Hasil anallisa aktivitas antioksidan nugget dengan perlakuan terbaik adalah 44,61% dengan nilai IC50 sebesar 21.072,92 ppm. Hasil ana lisa kadar serat nugget dengan perlakuan terbaik sebesar 9,7%.Hasil analisa finansial diperoleh nilai BEP dicapai pada Rp 73.503.816,03 sebesar 13,32% dan pada 6.392 pack/tahun, sedangkan untuk nilai NPV sebesar Rp 12.718.567,- dan Payback Period 4 tahun dengan Benefit Cost Ratio sebesar 1,41 dan IRR 21,891% (dengan tingkat suku bunga 20%).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skrippsi
dengan judul “PEMBUATAN
NUGGET
KEONG MAS (
Pomacea
canaliculata
) BERANTIOKSIDAN (KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG
TEMULAWAK dan LAMA PENGUKUSAN
”
Tujuan dari Skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan
kelulusan tingkat sarjana jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi
Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Atas terselesaikan Skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1.
Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi
Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
2.
Ibu. Dr. Dedin F Rosida, STP. Mkes. Selaku Ketua Program
Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3.
Ibu Ir. Sudaryati, MS dan Ibu Ir. Tri Mulyani, MS sebagai Dosen
Pembimbing, atas segala arahan, bimbingan dan motivasinya.
4.
Ibu DRH. Ratna Yulistiani MP. dan Ibu Ir. Murtiningsih MM
sebagai Dosen Penguji , atas segala saran, arahan dan
masukkannya yang diberikan pada penulis.
5.
Bapak dan Ibu dosen di Prodi Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur atas segala saran
dan petunjuk yang diberikan.
7.
UK Pers Mahasiswa, Gita fams, keluarga kecil yang selalu
membantu saya dan mendukung saya selama berjuang di
Surabaya, khususnya Khadik dan Li’anah.
8.
Teman-teman Perhiptani khususnya mbak Winda dan Sinta
yang selalu sedia membantu kelancaran jalannya skripsi.
9.
Teman-teman teknologi pangan
Angkatan 2010 yang
memberikan dukungan, doa di setiap moment dan masa sulit.
10. Seluruh keluarga besar Mc Donald Rungkut yang memberikan
kesempatan dukungan yang tiada henti.
11. Aga Ainun Basith dan keluarga, untuk setiap moment,semangat
dan dukungannya
12. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi
ini, yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, saya ucapkan
banyak terima kasih.
Penulis mengharapkan dengan adanya penulisan ini dapat
menambah wawasan dan cakrawala dalam berfikir untuk lebih maju
dan agar bermanfaat bagi yang berkepentingan. Disamping itu juga
penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
Surabaya, oktober 2014
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nugget ... 4
B. Bahan Baku Nugget ... 8
C. Bahan Pengisi ... 10
D. Analisa Finansial ... 14
1. Break Event Point (BEP) ... 14
2. Net Present Value (NPV) ... 16
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ... 16
4. Payback Periode (PP) ... 16
5. Internal Rate of Return (IRR) ... 17
E. Landasan Teori ... 17
F. Hipotesa ... 19
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat ... 20
B. Bahan ... 20
C. Alat ... 20
D. Metode Penelitian ... 20
1. Rancangan percobaan ... 20
2. Peubah Penelitian ... 22
3. Parameter yang di amati ... 23
A. Hasil analisa bahan baku
1. Keong mas ... 28
2. Tepung temulawak ... 29
B. Hasil analisa Nugget keong mas 1. Kadar air ... 30
2. Rendemen ... 32
3. Kadar abu ... 33
4. Kadar lemak ... 35
5. Kadar protein ... 36
6. Analisa Tekstur ... 37
7. Uji kesukaan organoleptic ... 38
a. Uji kesukaan rasa ... 39
b. Uji kesukaan aroma ... 40
c. Uji kesukaan warna ... 42
d. Uji kesukaan tekstur ... 43
C. Analisa keputusan ... 45
D. Analisa aktivitas antioksidan ... 46
E. Analisa kadar serat ... 46
F. Analisa finansial 1. Kapasitas produksi ... 47
2. Biaya produksi ... 47
3. Harga pokok produksi ... 47
4. Harga jual produk ... 48
5. Break event Point (BEP) ... 48
6. Net present value (NPV) ... 49
7. Payback Period (PP) ... 49
8. Gross benefit ratio ... 50
9. Rate of return (ROR) ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Nugget Ayam ... 4
2. Komposisi kimia daging dari berbagai spesies ternak berdasarkan nilai per 100 gram ... 8
3. Kandungan Mineral Keong Mas ... 9
4. Komposisi kimia daging Keong Mas ... 9
5. Komposisi tepung-tepungan ... 10
6. Kandungan Kimia Temulawak kering ... 11
7. Hasil analisa keong mas ... 28
8. Hasil analisa tepung temulawak ... 29
9. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap kadar air nugget keong mas. ... 30
10. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap rendemen nugget keong mas ... 32
11. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap kadar abu nugget ... 34
12. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap kadar abu nugget ... 34
13. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap kadar lemak nugget keong mas ... 35
14. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap kadar lemak nugget keong mas ... 35
15. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap kadar protein nugget keong mas ... 36
16. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap kadar protein nugget keong mas ... 37
17. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap tekstur nugget keong mas ... 37
18. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap tekstur nugget keong mas ... 38
20. Nilai rata-rata tingkat kesukaan aroma nugget keong mas ... 41
21. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna nugget keong mas ... 42
22. Nilai rata-rata tingkat kesukaan tekstur nugget keong mas ... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pembuatan tepung temulawak ... 24 2. Diagram alir perlakuan pendahuluan keong mas ... 25 3. Diagram alir pembuatan nugget keong mas dengan bahan pengisi
temulawak ... 27 4. Hubungan antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan
lama pengukusan terhadap kadar air nugget. ... 31 5. Hubungan antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Prosedur analisa ... 46
2. Kuisioner pengujian organoleptik ... 60
3. Analisa kadar air nugget ... 61
4. Analisa rendemen nugget ... 63
5. Analisa kadar abu nugget ... 65
6. Analisa kadar lemak nugget ... 67
7. Analisa kadar protein nugget ... 69
8. Analisa tekstur nugget ... 71
9. Perhitungan Uji Organoleptik rasa nugget tepung temulawak dengan Metode Friedman ... 73
10. Perhitungan Uji Organoleptik aroma nugget tepung temulawak dengan Metode Friedman ... 74
11. Perhitungan Uji Organoleptik warna nugget tepung temulawak dengan Metode Friedman ... 75
12. Perhitungan Uji Organoleptik tekstur nugget tepung temulawak dengan Metode Friedman ... 76
13. Analisa finalsial Produksi Nugget Keong Mas ... 77
14. Kebutuhan dan biaya Produksi Nugget Keong Mas ... 78
15. Perhitungan Modal Perusahaan ... 83
16. Perkiraan biaya produksi tiap tahun ... 85
17. Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi Nugget keong mas ... 86
18. Grafik BEP Produksi nugget keong mas ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nugget
merupakan salah satu produk yang berasal dari olahan
daging giling yang digemari banyak orang
. Nugget
adalah salah satu
produk olahan daging yang menggunakan teknologi
restructured meat
,
yaitu teknologi dengan memanfaatkan potongan daging yang relatif kecil
dan tidak beraturan, kemudian dilekatkan kembali menjadi ukuran yang
lebih besar. Contoh produk daging restrukturisasi yang sekarang dikenal
luas oleh masyarakat antara lain adalah sosis,
corned
, bakso dan
nuggets
(Amertaningtyas
et. al.
, 2001).
Nugget biasanya menggunakan daging ayam sebagai bahan
utama karena nilai proteinnya yang tinggi, namun karena harga daging
ayam yang mahal, maka diperlukan adanya alternative penggunaan
daging yang memiiki potensi sebagai bahan baku nugget. Listiana (2010)
melakukan modifikasi pembuatan nugget dengan bahan baku keong mas
dengan subtitusi pati temu ireng, karena nilai ekonomis keong mas yang
rendah dan seringkali menjadi hama bagi petani.
Pada beberapa penelitian dilakukan modifikasi pada bahan
pengisi
nugget
. Bahan pengisi umumnya memiliki kandungan karbohidrat
yang tinggi dilihat dari kadar pati yang dikandungnya. Beberapa bahan
pengisi yang sering digunakan ialah tepung
–
tepungan seperti tepung
terigu, tapioka, dan tepung beras. Sedangkan penggunaan bahan pengisi
alternatif lain yaitu tepung temulawak yang juga mengandung antioksidan.
Menurut Rukmana (199%) tepung temulawak memiliki bau yang tajam,
sehingga dapat menghilangkan bau amis dari keong mas. Namun karena
cita rasa temulawak yang pahit, maka pengggunaan temulawak tidak bisa
terlalu mendominasi dalam komposisi nugget.
Rimpang temulawak terdiri dari tiga fraksi yaitu fraksi pati,
kurkuminoid
, dan minyak atsiri. Fraksi pati merupakan kandungan yang
terbesar pada rimpang temulawak yaitu sebesar 48,18%-59,64%, Fraksi
kurkuminoid
sebesar 1,60%-2,20% yang terdapat pada rimpang,
kurkuminoid
terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan
turunannya (Kunia, 2006) dan minyak atsiri sebesar 6,00%-10,00%
(Setiawan, 2000).
Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar 1,6 -
2,22 persen dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan
kurkumin dan zat-zat minyak atsiri diduga merupakan penyebab
berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995). Kurkumin yang terdapat pada
rimpang tumbuhaan ini bermanfaat sebagaai
acnevulgaris
, disamping
sebagai anti inflamasi, antioksidan, anti
hepatotoksik
(anti keracunan
empedu) dan anti tumor (Sidik, 1999).
nugget dapat berkurang bahkan hilang pada proses pengukusan. Menurut
Winarno (2008) pengukusan yang kurang lama atau suhu yang kurang
optimal menyebabkan galatinisasi kurang optimal pula. Pengukusan yang
terlalu lama atau suhu yang terlalu tinggi menyebabkan pengembangan
granula pati karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk kedalam
granula pati semakin banyak.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui alternatif bahan pengisi
dalam pembuatan
nugget
keong mas dan lama pengukusan yang sesuai
dalam proses pembuatannya
,
sehingga menghasilkan formulasi
nugget
daging keong mas dengan penambahan tepung temulawak yang disukai
konsumen ditinjau dari segi organoleptik dan kandungan kimia yang
memenuhi SNI. 01-6683-2002. Selain itu diharapkan penggunaan keong
mas sebagai
nugget
dan penambahan tepung temulawak dapat menjadi
salah satu sumber pangan yang mengandung antioksidan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak dan
lama pengukusan terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik
nugget
keong mas.
2. Untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik produk
nugget
keong mas yang disukai konsumen.
C. Manfaat
1. Diversifikasi olahan
nugget
dari daging keong mas dengan
penambahan tepung temulawak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Nugget
Nugget
merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap
saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah
matang (
precooked
), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010).
Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan
Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi
kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik
meliputi aroma, rasa, dan tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN)
(2002) pada SNI.01-6638-2002 mendefinisikan
nugget
ayam sebagai
produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging
ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Tabel 1
. Syarat mutu
nugget
ayam berdasarkan SNI 2002
Jenis Uji
Persyaratan
Keadaan
- Aroma
- Rasa
- Tekstur
Air %,b/b
Protein %,b/b
Lemak %,b/b
Karbohidrat %,b/b
Kalsium mg/100g
Normal, sesuai label
Normal, sesuai label
Normal
Maks.60
Min.12
Maks.20
Maks.25
Maks.30
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN) 2002.
1. Penggilingan
Tanoto (1994) menyatakan bahwa penggilingan daging
sebaiknya diusahakan pada suhu di bawah 15
oC, yaitu dengan
menambahkan es pada saat penggilingan daging. Pada saat digiling
sebaiknya dicampur dengan garam untuk mengekstrak aktomiosin
sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik.
Air yang ditambahkan kedalam adonan
nugget
pada waktu
penggilingan daging adalah dalam bentuk serpihan es. Penambahan
air ini bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya
secara merata ke seluruh bagian massa daging, memudahkan
ekstraksi serabut otot, membantu pembentukan emulsi dan
mempertahankan
suhu
daging
agar
tetap
rendah
selama
penggilingan.
2. Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering
diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan
ataupun pengalengan. Pengukusan berfungsi untuk menginaktifkan
enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai
gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan (Harris dan Karmas,
1989).
keadaan semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa
namun tidak dapat kembali pada kondisi semula. Proses perubahan
tersebut yang disebut sebagai glatinisasi. Suhu pada saat granula pati
pecah adalah suhu gelatinisasi (Winarno 1997).
Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi akan
mengembang dalam air panas. Apabila suspensi pati dipanaskan
sampai suhu 60-70
0C, granula pati yang berukuran relatif besar akan
membengkak sangat cepat. Jika suhu pemanasan terus meningkat,
granula yang lebih kecil ikut membengkak hingga seluruh granula pati
membengkak secara maksimal. Bentuk mikroskopis granula
menandakan sumber patinya. Konstituen utama pati adalah amilosa
(15
–
20%) yang mempunyai struktur heliks tak bercabang dan
memberikan warna biru dengan iodin serta dengan jelas cenderung
mengadakan retrodegradasi dan amilopektin (80
–
85%) yang tersusun
dari rantai bercabang dan hanya memberikan warna merah dengan
iodin karena tidak terbentuk helix serta sedikit cenderung
mengadakan retrodegradasi (Muljohardjo, 1987).
Pati akan mengalami gelatinisasi jika diberi perlakuan panas,
granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengembang
dalam air hangat. Pengembangan granula pati bersifat dapat balik jika
pemanasan yang diberikan pada pati belum melewati suhu
gelatinisasi. Pengembangan granula pati disebabkan oleh penetrasi
molekul pati terperangkap dalam molekul
–
molekul amilosa atau
amilopektin (Basuki, 1988).
dalam butir-butir pati. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya
granula. Jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati yang besar
menyebabkan kemampuan pati menyerap air pun besar (Winarno,
1997).
Jika suatu suspensi pati di dalam air dipanaskan, air akan
terpenetrasi melalui lapisan terluar menuju ke bagian dalam granula
sehingga granula akan mulai mengembang. Peristiwa ini terjadi pada
saat temperatur mencapai 60°C sampai dengan 85°C. Umumnya
besar granula akan mengembang sampai lima kali lipat dari aslinya.
Pada saat ukuran granula bertambah, campuran akan menjadi kental.
Bila suhu mencapai 85°C, granula pati akan merekah dan isinya akan
terdispersi ke dalam air. Molekul-molekul yang berantai panjang akan
mulai saling terlepas dan campuran pati-pati akan menjadi lebih
kental, membentuk sol suatu sistem hidrokoloid (Fardiaz,
et al.,
1992).
3.
Batter
dan
Breading
Nugget
termasuk salah satu produk yang pembuatannya
menggunakan
batter
dan
breading
.
Batter
yang digunakan dalam
pembuatan
nugget
berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih
dan tidak mengandung benda-benda asing. Tepung roti yang segar,
yaitu berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya
cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung
benda-benda asing. Tepung roti yang digunakan terbuat dari roti yang
dikeringkan dan dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Tepung roti
harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam,
warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak
mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
4. Penggorengan
coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi
pencoklatan (
Maillard
) (Ketaren, 1986).
Reaksi
Maillard
terjadi antara protein, asam amino, dan amin
dengan gula, aldehida dan keton, yang merupakan penyebab
terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam
waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Mekanisme reaksi
pencoklatan ini diawali dengan adanya reaksi antara gugus karbonil
dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas dari protein atau
asam amino dengan adanya pemanasan akan menghasilkan
pigrnen-pigmen melanoidin yang berwarna coklat (Harrell dan Carpenter,
1977).
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang
terpenting dalam proses aplikasi
batter
dan
breading
. Tujuan
penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada
produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan untuk
selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal
akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk
setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta
berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000).
Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak
mendidih (180 sampai 195°C) sampai setengah matang. Suhu
penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk akan kurang
matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap
dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik.
Setelah itu
nugget
dikemas vakum dan disimpan pada suhu -20
sampai -30oC. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan
pada produk akhir hanya berlangsung sekitar empat menit, atau
tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994).
Komposisi kimia daging dapat bervariasi di antara spesies,
bangsa atau individu ternak. Komposisi kimia daging dapat dipengaruhi
oleh faktor genetika dan lingkungan serta kemungkinan nutrisinya. Nilai
nutrisi daging berhubungan dengan protein, lemak, karbohidrat dalam
jumlah besar dan kontribusi kalori (terbatas) sebagai bahan pangan
berasal dari mineral tertentu (Soeparno,1998).
Tabel 2.
Komposisi kimia daging dari berbagai spesies ternak
berdasarkan nilai per 100 gram
Energi
(Kcal)
Air (g)
Lemak(g)
Protein
(g)
Abu(g)
Beef
Lean meat
Fatty meat
Muthon
Lean meat
Fatty meat
Fork
Fatty meat
Lean meat
Chicken
Rabbit
195
380
210
345
260
330
200
160
66,5
49
66
53
61
54,5
67
70
12
35
14,5
31
21
29,5
12
8
20
15
18
15
17
15
19,5
21
1
0,7
1,4
1
0,8
0,6
1
1
Sumber : Lebas
et al. (
1986)
-
Keong mas
Makanan keong mas umumnya berupa tanaman yang masih muda
dan lunak, misalnya bibit padi, sayuran, dan enceng gondok
(Budiyono 2006).
Keong mas cukup potensial sebagai sumber protein hewani.
Keong mas juga mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan
oleh tubuh. Beberapa mineral yang ditemukan dalam daging keong
mas antara lain kalsium, natrium, kalium, fosfor, magnesium, seng,
dan zat besi (Pambudi, 2011).
Tabel 3.
Kandungan mineral keong mas
Komposisi
mineral makro
Kadar (bk)
(mg/100 gr)
Komposisi
mineral mikro
Kadar (bk) (mg/100
gr)
Kalsium
7593,81 Besi
44,16
Natrium
620,84 Seng
20,57
Kalium
824,84 Selenium
Tidak terdeteksi
Fosfor
1454,32 Tembaga
Tidak terdeteksi
Magnesium
238,05
Sumber : Pambudi (2011)
Pengolahan daging keong mas sebagai bahan pangan telah
banyak dilakukan, seperti
fortifikasi
daging keong mas dalam
pembuatan kerupuk keong mas (Nurjanah
et al.
1996).
Tabel 4.
Komposisi kimia daging keong mas
Sumber: Nurjanah et al. (1996)
C. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan
dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan
mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan
(Rahayu, 2007).
Komposisi
kimia
Daging segar
Fungsi bahan pengisi secara umum adalah meningkatkan
daya ikat, meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama
pemasakan, meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori
produk dan mengurangi biaya formulasi (Adelita, 2010).
Nugget
memerlukan bahan pengisi (
filler
) untuk meningkatkan
daya ikat air, dan meningkatkan flavor(Soeparno, 1998). Bahan
pengisi (
filler
) adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi.Bahan yang
umum ditambahkan sebagai bahan pengisi
(filler)
pada produk olahan
daging ialah tepung-tepungan yang mengandung karbohidrat dalam
jumlah relatif tinggi dan protein dalam jumlah yang relatif rendah
(Soeparno, 1998).
Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air
panas.Fraksi terlarut disebut
amilosa
dan fraksi yang tidak terlarut
disebut
amilopektin
.Struktur kimia
amilopektin
yang bercabang,
menyebabkan struktur gel yang terbentuk lebih kompak dan lebih kuat
dari pada
amilosa
. Jika kadar
amilosa
rendah maka pati akan semakin
lekat dan kental, begitu pula sebaliknya (Winarno, 1997).
Menurut Immaningsih (2012) komposisi Fraksi pati di dalam
tepung-tepungan dalam penelitiannya tidak berbeda satu sama lain,
yaitu ada pada kisaran 60-68 persen basis basah.
Tabel 5.
Komposisi tepung-tepungan
Sampel Kadar
air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Pati (%) Tepung Beras
Tepung beras Ketan
Tepung Terigu Tepung Tapioka 11,38 11,05 11,97 13,71 0,34 0,29 0,72 0,18 6,98 6,62 10,30 6,98 1,00 1,00 1,60 1,00 80,30 81,05 75,41 78,41 67,68 63,31 60,33 65,26
Sumber : Immaningsih (2012)
-
Temulawak
zat pati, flavonoid, kamfer, turmerol,
phellandrene
,
myrcene
,
isofuranogermacen
,
p-tolymetilkarbitol
, kation Fe, Ca, Na, dan K.
Kurkuminoid
dan xanthorrizol memiliki potensi sebagai zat antioksidan
dan
hepatoprotektor
.
Rimpang temulawak mempunyai warna kuning, cita rasanya
pahit, berbau tajam, serta harum. Komponen utama kandungan zat
yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang
disebut
kurkumin
dan juga protein, pati serta zat-zat minyak atsiri
(Rukmana, 2000).
Rimpang temulawak terdiri dari tiga fraksi yaitu fraksi pati,
kurkuminoid
, dan minyak atsiri. Fraksi pati merupakan kandungan
yang terbesar pada rimpang temulawak yaitu sebesar
48,18%-59,64%, Fraksi
kurkuminoid
sebesar 1,60%-2,20% yang terdapat
pada rimpang,
kurkuminoid
terdiri atas senyawa berwarna kuning
kurkumin dan turunannya (Kunia, 2006) dan minyak atsiri sebesar
6,00%-10,00% (Setiawan, 2000).
Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang
sel hati untuk meningkatkan produksi cairan empedu dan
memperlancar sekresi cairan empedu sehingga cairan empedu
meningkat. Hal ini akan mengurangi partikel-partikel padat yang
terdapat dalam kantung empedu. Empedu berfungsi melarutkan
lemak. Dengan lancarnya sekresi cairan empedu dapat melancarkan
pencernaan dan emulsi lemak. Temulawak dapat mempercepat
pengosongan lambung. Dengan demikian akan timbul rasa lapar dan
merangsang nafsu makan (Wijayakusuma, 2003).
pati serelia dalam pembuatan roti dapat mengurangi sifat basi dari
produk yang dihasilkan (Sembiring dkk., 2006).
Tabel 6
. Komposisi Rimpang Temulawak
Kering (kadar air 10 %)
No
Komposisi
Kadar
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pati
Lemak
(fixed oil)
Minyak atsiri
Abu
Mineral
Serat kasar
Protein
Kurkumin
58.24
12.10
4.90
4.90
4.29
4.20
2.90
1.55
Sumber : Sumiati (1997)
1. Antioksidan dalam temulawak
Antioksidan merupakan zat kimia yang secara bertahap akan
teroksidasi dengan adanya efek seperti cahaya, panas, logam
peroksida atau secara langsung bereaksi dengan oksigen. Ada dua
macam antioksidan, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintesis.
Sebagai contoh
α tokoferol (vitamin E) merupakan antioksidan alam
yang terdapat dalam lemak dan minyak yang diperoleh dari biji
tanaman (Zapsalis,1985).
Sidik
,
(1999) mengukur antioksidan dari jenis rimpang
temu-temuan dengan metoda Tiosianat dan metoda
Tiobarbituric Acid
(TBA) dalam system air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyata lebih besar
dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis kurkuminoid diperkirakan
terdapat dalam temulawak. Jadi, diduga ada zat lain selain ketiga
kurkuminoid tersebut yang mempunyai efek antioksidan.
. Majeed
,
(1995) menyatakan bahwa kurkumin lebih aktif
dibandingkan dengan vitamin E, beta karotin, asam lipoat, dsb.
Selanjutnya dibuktikan bahwa gugus fenol, metoksil, 1,3 diketon dan
enolisabl
e stiril keton mampunyai kontribusi yang nyata pada sifat
antioksidan kurkumin..
Aktivitas
antioksidan
temulawak
segar
lebih
tinggi
dibandingkan temulawak bubuk sebelum dilakukan penyimpanan
masing-masing 57,10% dan 43,10% kedua bentuk temulawak
tersebut memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan
antioksidan sintesis BHT 1% sebesar 34,49%. Setelah penyimpanan
selama 15 hari, temulawak segar dengan penyimpanan 5 hari
mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi sedangkan temulawak
bubuk dengan lama penyimpanan 15 hari memiliki aktivitas terendah
masingmasing sebesar 51,37% dan 16,22% (Sugiarto, 2004).
Lin dkk. (2009) menyatakan bahwa mikroemulsi yang
mengandung kurkumin tetap berwarna kuning transparan selama
kurang lebih 14 hari ada suhu 37
oC. Namun kurkumin mengalami
degradasi dibawah kondisi asam, basa, pengoksidasian, dan
pencahayaan. Kurkumin mengalami degradasi setelah diekspose
dengan cahaya
serbuk kunyit selama 20 menit menyebabkan kandungan kurkumin
mengalami penurunan sebesar 32% (Suresh dkk., 2007).
Pada dasarnya sifat kurkumin resisten terhadap suhu tinggi
atau panas, sehingga proses pemanasan tidak memberikan
pengaruh. Kenaikan kadar kurkumin pada sari temulawak merupakan
akibat dari pecahnya sel oleoresin dan pigmen yang menyebar secara
merata ke pati saat pemanggangan. Sel oleorosin dan pigmen ini
hanya dapat pecah saat kondisi panas dan dalam kondisi segar
(Utami,R dkk :2011)
D. Analisa Finansial
Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono, 1984). Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).
Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume penjualan (Muljadi, 1986).
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya adalah :
1.
Break Event Point (BEP)
2.
Net Present Value (NPV)
3.
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
4.
Payback Period
5.
Internal Rate of Return (IRR)
1.
Penentuan Break Even Point (BEP)
(Susanto dan Saneto, 1994)
Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya mempengaruhi besarnya keuntungan.
Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan, volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point (BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume penjualan, dan menaikkan harga jualnya.
Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Po =
VC P
FC Keterangan:
P = Sale Price (Rp)
Po = Produk pulang pokok/satuan
FC = Fixed Cost atau Biaya tetap per unit (Rp)
VC = Variable Cost atau Biaya tidak tetap per unit (Rp) Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a. Biaya Titik Impas
BEP =
biaya tidak tetap/pendapatan
1Tetap Biaya
b. Presentase Titik impas:
BEP (%) =
Pendapatan
Rp
BEP
c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:
Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas
jumlah produksi
pertahun
2.
Present Value (NPV)
(Susanto dan Saneto, 1994)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto, 1994). Rumus NPV adalah :
NPV =
n t it
Ct B
2 1 '
Keterangan:
Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t
t = 1, 2, 3,………n
n = Umur ekonomi dari pada proyek. i = Sosial discount rate (Mulyadi,1986)
3.
Gross Benefit Cost Ratio
(Gross B/C Ratio)
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Muljadi,1986).
Nilai B/C Ratio =
Produksi
Biaya
Pendapatan
4.
Payback Period
(Susanto dan Saneto,1994)
tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut: PP =
Ab 1
Keterangan: I = Jumlah modal
Ab = Penerimaan bersih perbulan
5.
Internal Rate of Return
(IRR)
(Susanto dan Saneto, 1994)
Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR = 1 +
" NPV ' NPV
NPV
(I" – i') Keterangan:
NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai
NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai; i = Tingkat bunga
E. Landasan Teori
Nugget
merupakan salah satu bentuk produk makanan beku
siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai
setengah matang (
precooked
), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010).
Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan
selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur
nugget
tergantung dari
bahan asalnya (Astawan, 2007).
Nugget
yang biasanya berasal dari daging ayam atau sapi
dalam penelitian ini akan digantikan dengan daging keong mas. Hal ini
karena kandungan protein yang cukup tinggi pada keong mas cocok
dengan produk olahan
nugget.
Hasil penelitian Kamil
et al.
(1998)
menunjukkan bahwa daging keong mas segar sebanyak 100 gram
mengandung kadar air 82,37 %, 8,69 % protein, 0,78% kadar lemak,
1,47% kadar abu, dan 6,68% kadar serat. Ekstrak kasar keong mas
memiliki aktivitas antioksidan yang terlihat dari nilai IC50 yang diperoleh
(Susanto,2010)
Nugget
memerlukan bahan pengisi (
filler
) untuk meningkatkan
daya ikat air, dan meningkatkan flavor(Soeparno, 1998). Bahan
pengisi (
filler
) adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi.Bahan yang
umum ditambahkan sebagai bahan pengisi
(filler)
pada produk olahan
daging ialah tepung-tepungan yang mengandung karbohidrat dalam
jumlah relatif tinggi dan protein dalam jumlah yang relatif rendah
(Soeparno, 1998).
Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan
nugget
adalah tepung terigu (Afrisanti, 2010). Bahan pengisi
merupakan
sumber
pati
yang
ditambahkan
dalam
produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi
sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007).
Fungsi bahan pengisi secara umum adalah meningkatkan daya ikat,
meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan,
meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori produk dan
mengurangi biaya formulasi (Adelita, 2010).
Kandungan kimia rimpang temulawak yang memberi arti pada
penggunaannya sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri,
atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu :
fraksi pati, fraksi
kurkuminoid
, dan fraksi minyak atsiri (Sidik, 1999).
Menurut Sugiharto (2004), rimpang temulawak mengandung
senyawa
metabolit
aktif, seperti
kurkumin, xanthorrizol, minyak atsiri
,
zat pati,
flavonoid, kamfer, turmerol
,
phellandrene
,
myrcene
,
isofuranogermacen
,
p-tolymetilkarbitol
, kation Fe, Ca, Na, dan K.
Antioksidan secara alami terdapat dalam tubuh sebagai system
perlindungan terhadap radikal bebas.
Kurkuminoid
, secara kuat dapat
menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 di hati. Enzim ini
merupakan isoenzim yang berperan dalam bioaktivasi beberapa
toksin, termasuk benzopirena (Irawati 2008).
Pengukusan dapat menyebabkan terjadinya pengembangan
granula-granula
pati yang biasa disebut
gelatinisasi
.
Gelatinisasi
merupakan peristiwa pengembangan
granula
pati sehingga
granula
tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula. Pati yang
dimasukkan ke dalam air dingin akan membengkak karena granula
pati menyerap air. Jumlah air yang terserap terbatas sesuai dengan
pembengkakannya. Maksimal kadar air yang terserap mencapai kadar
30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada
suhu 55-65ºC merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan
setelah proses pembengkakan ini granula pati akan kembali pada
keadaan semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa
namun tidak dapat kembali pada kondisi semula. Proses perubahan
tersebut yang disebut sebagai glatinisasi. Suhu pada saat granula pati
pecah adalah suhu gelatinisasi (Winarno 1997).
hanya dapat pecah saat kondisi panas dan dalam kondisi segar
(Utami,R dkk :2011)
Pada pembuatan
nugget
yang dilakukan Listiana (2010) di
dapatkan hasil kesukaan citarasa tertinggi
nugget
keong sawah
dengan subtitusi pati temu ireng yaitu proporsi 55% keong mas dan
45% pati temu ireng. Hal ini di gunakan sebagai acuan dalam
pembuatan
nugget
keong mas dengan bahan pengisi tepung
temulawak.
F. Hipotesa
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan,
Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia Pangan-Analisa
Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur, Laboratorium Pengujian Mutu dan
Keamanan Pangan Universitas Brawijaya Malang, Laboratorium Farmasi
Universitas Surabaya.
B. Bahan
1. Bahan baku
Keong mas dari pasar tradisional surabaya atau areal pertanian di Kediri dan tepung temulawak.
2. Bahan analisa
Bahan yang dibutuhkan untuk analisa protein: selenium,H2SO4,
NaOH, H3BO3, indikator
bromcherosol green
-
methyl red,
HCl 0,10
N. Bahan untuk analisa lemak: pelarut
heksan
. Bahan untuk analisa
aktivitas antioksidan : Larutan DPPH,
metanol
.
C. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat
pengolahan, penetrometer, botol timbang , oven, deksikator, timbangan
elektrik,
kjeldahl
set, labu
soxhlet
, alat kondensor, dan
spektrofotometri
UV-Visible
.
D. Metodologi penelitian
1. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancang Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2
faktor masing - masing terdiri dari 3 level dengan 2 kali ulangan.
Faktor I : penambahan tepung temulawak (T), terdiri dari 3 level,
yaitu :
T
1= 10 %
T
2= 20 %
T
3= 30 %
Faktor II :
lama pengukusan (L), terdiri dari 3 level, yaitu :
L
1= 30 menit
L
2= 40 menit
L
3= 50 menit
Kombinasi dari kedua faktor diatas menghasilkan sembilan
kombinasi perlakuan sebagai berikut :
Penambahan
tepung temulawak (%)
Lama Pengukusan
L
1L
2L
3T
1T
2T
3T
1L
1T
1L
2T
1L
3T
2L
1T
2L
2T
2L
3T
3L
1T
3L
2T
3L
3Keterangan :
T
1L
1=
Tepung temulawak 10% dan lama pengukusan 30 menit
T
1L
2= Tepung temulawak 10% dan Lama pengukusan 40 menit
T
1L
3= Tepung temulawak 10% dan Lama pengukusan 50menit
T
2L
1= Tepung temulawak 20% dan Lama pengukusan 30 menit
T
2L
2= Tepung temulawak 20% dan Lama pengukusan 40 menit
T
2L
3= Tepung temulawak 20% dan Lama pengukusan 50 menit
T
3L
1= Tepung temulawak 30% dan Lama pengukusan 30 menit
T
3L
2= Tepung temulawak 30% dan Lama pengukusan 40 menit
T
3L
3= Tepung temulawak 30% dan Lama pengukusan 50 menit
dengan menggunakan rancangan dasar RAL, adalah sebagai
berikut :
Y
ijk= μ + α i
+ βj
+ ( αβ )
ij+ εijk
Dimana :
Y
ijk= Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-I dari
faktor A dan taraf ke-j dari faktor B).
μ
= Nilai
tengah
populasi
(rata
–
rata
yang
sesungguhnya).
α i
= Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A.
βj
= Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B.
( αβ )
ij= Pengaruh interaksi taraf ke-I faktor A dan taraf ke-j
faktor B.
εijk
= Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Hasil analisis diolah dengan Analisis Varian atau Analisi
Ragam dan untuk mengetahui adanya perbedaan diantara
perlakuan digunakan Uji Berjarak Duncan (DMRT) 5 %.
2. Peubah penelitian a. Peubah berubah
1. Penambahan tepung temulawak sebesar 10%, 20%, dan 30%. 2. Lama Pengukusan 30 menit, 40 menit, 50 menit.
b. Peubah tetap 1. Komposisi
a. Daging keong mas 100 gram b. Garam 4%
2. Ukuran nugget 3cmx2cmx1cm 3. Pendinginan 15 menit
4. Penggorengan 10 menit 3. Parameter yang di amati
a. Bahan baku
Tepung temulawak :
1. Rendemen (Hartanti,dkk, 2003)
2. Kadar Air metode pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997) 3. Aktivitas Antioksidan metode DPPH (Cheung, 2003) 4. Kadar Serat (Sudarmadji dkk,1997)
Keong mas
1. Rendemen (Hartanti,dkk, 2003)
2. Kadar Protein
metode Mikro
Kjedahl (Sudarmadji,
1989)
3. Kadar Lemak metode sohxlet (Apriyanto dkk, 1989) 4. Kadar abu (AOAC, 2005)
b. Mutu produk
1. Rendemen (Hartanti,dkk, 2003)
2. Uji tekstur dengan penetrometer ( Susanto, 1998) 3. Kadar Air metode pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997) 4. Kadar abu (AOAC, 2005)
5. Kadar Protein metode
Mikro Kjedahl
(Sudarmadji, 1989)
6. Kadar Lemak metode sohxlet (Apriyanto dkk, 1989)7. Sifat Organoleptik (rasa, warna, aroma, tekstur) dengan Uji Hedonik atau kesukaan metode Scale Scoring (Rahayu, 2001)
8. Aktivitas Antioksidan metode DPPH (Cheung, 2003) 9. Kadar Serat (Sudarmadji dkk,1997)
4. Prosedur penelitian
a. Pembuatan tepung temulawak
1. Menimbang dan mensortasi rimpang temulawak. 2. Mengupas kulit ari dan pencucian.
4.
Mengeringkan dalam pengering kabinet dengan suhu 55-600C selama 72 jam.5.
Menghaluskan menggunakan blender.6.
Mengayak hasil blender menggunakan ayakan 80 mesh7.
Melakukan analisa rendemen, kadar air dan aktivitas antioksidan. Rimpang temulawakSortasi
Pengirisan tipis dan peletakan dalam loyang
Pengeringkan dalam kabinet dryer (55-60oC), 72 jam
Penghalusan dan Pengayakan 80 mesh
Analisa : - Rendemen - Analisa kadar air - Aktivitas antioksidan
- Kadar serat Tepung temulawak
Penimbangan
Pngupasan Kulit ari dan Pencucian
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung temulawak
b. Perlakuan pendahuluan keong mas
1. Menimbang dan mensortasi keong mas,kemudian memotong bagian ujung kerucut cangkangnya untuk memudahkan pelepasan daging keong dari cangkangnya.
3. Melepas keong yang sudang dingin dari cangkangnya dan dibersihkan.
4.
Melakukan analisa rendemen, kadar lemak, kadar abu dan kadar proteinKeong mas
Penimbangan dan sortasi
Perebusan, 60 menit
Pelepasan dari cangkang dan
pembersihan
Analisa : - Rendemen - Kadar lemak - Kadar protein - Kadar abu Daging keong bersih
Gambar 2. Diagram alir perlakuan pendahuluan keong mas
c. Pembuatan nugget keong mas
1. Menimbang daging keong mas 100 gram.
2. Menimbang bumbu-bumbu sesuai tetapan kemudian
campurkan pada daging keong mas.
3. Menggiling keong mas.
4. Menambahkan tepung temulawak sesuai perlakuan yaitu
penambahan 10%, 20%,dan 30%
5. Meletakkan daging keong mas yang telah tercampur rata di
loyang untuk di kukus.
6. Mengukus
nugget
keong mas selama 30,40 dan 50 menit.
7. Memotong dengan ukuran 3cmx2cmx1cm
9. Menyimpan
nugget
pada suhu 0-3ºC selama 15 menit
supaya adonan perekat dan tepung roti lebih merekat dan
memberikan tekstur yang lebih padat.
10. Menggoreng
nugget
keong mas selama 10 menit dengan
suhu 180ºC.
Daging keong bersih 100 gram
Tepung temulawak (10%,20%,30%) Pencampuran
Pencetakan
Pengukusan ( 30 menit, 40 menit, 50 menit)
Pemotongan ukuran 3cmx2cmx1cm
Battering dan breading
Pendinginkan (0-3oC),
15 menit
Penggorengan (180oC),
10 menit
Nugget keong mas
Analisa :
- Analisa rendemen - Uji tekstur - Kadar protein - Kadar air - Kadar Abu - Kadar lemak
- Uji organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur).
- Hasil terbaik dilakukan analisa Aktivitas antioksidan dan kadar serat Bumbu-bumbu
Garam 4% Bawang putih 8% Gula 2%
Merica 2% Telur 10% Air es 10%
Penggilingan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku keong mas segar, bahan baku tepung temulawak dan analisa nugget keong mas dengan penambahan tepung temulawak yang dihasilkan. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini diproduksi skala industri.
A. Hasil Analisa Bahan Baku
Analisa bahan baku dilakukan pada bahan baku keong mas segar dan tepung temulawak yang berasal dari rimpang segar, hasil analisa yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Keong mas
Analisa yang dilakukan pada bahan baku keong mas yaitu analisa rendemen, analisa kadar protein, analisa kadar lemak dan analisa kadar abu. Hasil Analisa dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisa keong mas
Komponen Jumlah (%) Literatur
Rendemen 31.38 53.97
Abu 0.9 1.47
Lemak 1.24 0.78
Protein 15.59 8.69
Hasil analisa awal bahan baku keong mas yaitu rendemen sebesar 31.38%, kadar abu 0.9%, kadar lemak 1.24%, kadar protein 15.59%. Puspa (2012) dalam penelitiannya rendemen keong mas segar yang dihasilkan yaitu sebesar 53.97%, hal ini di pengaruhi ukuran keong mas yang digunakan. Semakin besar ukuran keong mas yang digunakan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin besar.
B. Tepung temulawak
Analisa yang dilakukan pada tepung temulawak yaitu analisa rendemen, analisa kadar air dan aktivitas antioksidan Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisa tepung temulawak
Komponen Jumlah (%) Literatur
Rendemen Kadar air
Aktivitas antioksidan Kadar serat
9,06 9,44 40,38 16.76
19,04 11,43 34,49 4.20
Berdasarkan Tabel 7 Rendemen yang di dapatkan dalam penelitian ini yaitu sebesar 9,06 sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Suharno (2012) rendemen yang dihasilkan yaitu sebesar 19,04. Kadar air tepung dalam penelitian ini yaitu sebesar 9,44% (bb) lebih rendah dari pada kadar air tepung temulawak yang di hasilkan oleh Oktaviana (2010) yaitu sebesar 11,43% (bb). Pada pengujian aktivitas antioksidan di dapatkan hasil tepung temulawak pada penelitian ini sebanyak 40,38%, sedangkan pada penelitian oktaviana yaitu sebesar 34,49%. Kadar serat pada tepung temulawak sebesar 16,76% pada penelitian ini lebih besar dari pada kadar serat pada penelitian sumiati (1998) bahwa kadar serat rimpang temulawak kering yaitu sebesar 4,20%. Perbedaan ini dikarenakan umur, ukuran, jenis rimpang yang digunakan, serta lama penyimpanan tepun temulawak yang berbeda sehingga mempengaruhi jumlah keseluruhan fisikokimia yang dihasilkan.
C. Hasil analisa nugget keong mas
1. Kadar air
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan, demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air nugget yang dihasilkan. Hasil analisa kadar air nugget pada penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 4.
Tabel 8. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap kadar air nugget keong mas.
Perlakuan
Kadar air
(%) Notasi DMRT 5 %
Tepung temulawak
(%)
Lama pengukusan
(menit)
10 30 45.54 a -
40 48.38 bc 1.95
50 50.34 c 1.98
20 30 48.19 b 1.82
40 49.14 bc 1.98
50 51.24 c 1.99
30 30 48.21 b 1.90
40 53.55 d 2.00
50 55.13 d 2.01
Keterangan : Nilai yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05
Gambar 4. Hubungan antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap kadar air nugget.
Gambar 4. Menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung temulawak dan semakin lama pengukusan maka kadar air nugget keong mas akan meningkat. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan tepung temulawak dan semakin lama pengukusan maka semakin banyak jumlah kandungan pati yang mengikat air.
2. Rendemen
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), dapat diketahui bahwa terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan, demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap rendemen nugget yang dihasilkan. Hasil analisa rendemen nugget pada penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 5.
Tabel 9. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap rendemen nugget keong mas.
Perlakuan
Rendemen
(%) Notasi DMRT 5 %
Tepung temulawak
(%)
Lama pengukusan
(menit)
10 30 169.38 a -
40 171.51 a 7.49
50 179.34 b 7.82
20 30 192.56 c 8.00
40 198.11 c 8.12
50 209.93 d 8.24
30 30 198.75 c 8.19
40 212.66 d 8.14
50 236.82 e 8.17
Keterangan : Nilai rendemen yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05
Gambar 5. Hubungan antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan terhadap rendemen nugget.
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung temulawak dan semakin lama pengukusan maka rendemen nugget keong mas akan meningkat. Hal ini disebabkan karena tepung temulawak mengandung kadar pati dan serat yang tinggi, sehingga semakin meningkatnya persentase penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan maka kadar air pada setiap peningkatan perlakuan akan meningkat sehingga rendemen menjadi tinggi. Hal ini di dukung Sumiati (1997) bahwa kadar pati tepung temulawak adalah sebesar 58,24% dan kadar seratnya 4,2%. Menurut Winarno (2004), jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar sehingga rendemen yang dihasilkan dengan semakin tinggi.
3. Kadar abu
Tabel 10. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap kadar abu nugget.
Tepung Temulawak (menit)
Kadar abu
(%) Notasi
DMRT 5% 10 20 30 0,93 1,04 1,36 a a b - 0,21 0,22 Keterangan : Nilai kadar abu yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata pada p ≤ 0,05
Tabel 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung temulawak yang ditambahkan dapat meningkatkan kadar abu secara nyata pada nugget yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tepung temulawak memiliki kadar abu dan yang dapat mempengaruhi keseluruhan kadar abu nugget. Hal ini didukung pendapat Sumiati (1997), kadar abu tepung temulawak yaitu sebesar 4,90%.
Tabel 11. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap kadar abu nugget.
Lama Pengukusan (menit) Kadar abu
(%) Notasi
30 40 50 1,13 1,12 1,08 tn tn tn
Keterangan : Nilai kadar abu yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05
Tabel 11 dapat diketahui bahwa perlakuan lama pengukusan menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata secara statistik terhadap kadar abu nugget yang dihasilkan
tetapi secara kwantitatif dapat diketahui bahwa jumlah kadar abu semakin menurun hal
ini karena adanya uap air yang membawa kandungan mineral. Sebagian mineral akan
terbawa bersama uap air yang keluar dari daging selama proses pengukusan karena
pecahnya partikel-partikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan (Winarno,
2008).
4. Kadar lemak
nugget yang dihasilkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Sedangkan perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak nugget yang dihasilkan seperti pada Tabel 13.
Tabel 12. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap kadar lemak nugget keong mas.
Tepung temulawak (%)
Kadar Lemak
(%) Notasi DMRT 5%
10 20 30 9.28 12.62 14.11 a b b - 1,47 1,54
Keterangan : Nilai kadar lemak yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p ≤ 0,05
Tabel 12 dapat diketahui bahwa perlakuan penambahan tepung temulawak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar lemak nugget keong mas yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tepung temulawak memiliki kandungan lemak yang mempengaruhi jumlah kadar lemak nugget yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan Sumiati (1997) bahwa rimpang temulawak kering mengandung lemak sebesar 12,10%.
Tabel 13. Pengaruh kadar lemak nugget keong mas pada perlakuan lama pengukusan.
Lama Pengukusan (menit)
Kadar Lemak
(%) Notasi
30 40 50 12,31 12,03 11,67 tn tn tn
Tabel 13 dapat diketahui bahwa perlakuan lama pengukusan menunjukkan tidak beda nyata secara statistik terhadap kadar lemak nugget yang dihasilkan, namun secara kwantitatif kadar lemak mengalami peningkatan. Pemanasan akan mempercepat gerakan-gerakan molekul lemak sehingga jarak antara molekul lemak menjadi besar dan akan mempermudah proses pengeluaran lemak (Winarno 2008). Proses tersebut dipengaruhi oleh suhu pengolahan dan lama pemanasan (Gurr 1992).
5. Kadar protein
tepung temulawak dan lama pengukusan. Adanya perlakuan penambahan tepung temulawak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein nugget yang dihasilkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14. Sedangkan perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein nugget yang dihasilkan seperti pada Tabel 15.
Tabel 14. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap kadar protein nugget keong mas.
Tepung temulawak (%)
Kadar Protein
(%) Notasi DMRT 5%
10 20 30 9,33 10,44 11.00 a b b - 0,93 0,97 Keterangan : Nilai kadar protein yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata pada p ≤ 0,05
Tabel 14 menunjukkan bahwa semakin tinggi perlakuan penambahan tepung temulawak menunjukkan semakin tinggi kadar protein nugget keong mas yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kandungan protein pada tepung temulawak mempengaruhi total protein dalam produk selain protein pada keong mas. Hal ini di dukung Sumiati (1997) bahwa kadar protein temulawak sebesar 2,19 % (bb).
Tabel 15. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap kadar protein nugget keong mas.
Lama Pengukusan (menit)
Kadar Protein
(%) Notasi
30 40 50 10,38 10,33 10,06 tn tn tn
6. Analisa Tekstur
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), dapat diketahui bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan. Perlakuan penambahan tepung temulawak dan lama pengukusan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur nugget keong mas seperti ditunjukkan pada Tabel 16 dan Tabel 17.
Tabel 16. Pengaruh perlakuan penambahan tepung temulawak terhadap tekstur nugget keong mas.
Tepung Temulawak (%)
Tekstur
(mm/g.detik) Notasi
10 20 30 0,46 0,45 0,36 tn tn tn
Tabel 16 menunjukkan hasil yang tidak beda nyata secara statistik tapi secara kwantitatif semakin tinggi penambahan tepung temulawak yang ditambahkan dapat mengurangi tekstur (lebih keras) pada nugget yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tepung temulawak memiliki kadar pati dan kadar serat yang dapat mempengaruhi keseluruhan tekstur nugget. Hal ini sesuai dengan pendapat Nur (2005), semakin banyak pati yang ditambahkan ke dalam adonan maka proporsi protein akan semakin sedikit sehingga kekerasan akan meningkat dan tekstur akan terlihat sangat padat.
Tabel 17. Pengaruh perlakuan lama pengukusan terhadap tekstur nugget keong mas.
Lama Pengukusan (menit)
Tekstur
(mm/g.detik) Notasi
30 40 50 0,40 0,43 0,44 tn tn tn
ungkapkan Setyowati (2002) menyatakan bahwa kadar air dalam produk dapat mempengaruhi kekerasan produk, semakin banyak air yang terkandung dalam produk, maka kekerasannya menurun.
3. Uji kesukaan orgnoleptik
Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara yaitu kimiawi, fisik dan sensorik. Diterima tidaknya produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik.
Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Sifat organoleptik es krim buah merah yang diuji meliputi: rasa, aroma, warna dan tekstur. Penelitian nugget keong mas yang dihasilkan diujikan secara organoleptik meliputi:
a. Uji Kesukaan Rasa
Pada umumnya, rasa dan aroma nugget merupakan satu kesatuan menunjang. Rasa merupakan faktor penentu utama yang sangat mempengaruhi kesukaan konsumen. Rasa dapat dipakai sebagai indikator kesegaran dan penyimpangan bahan pangan. Berdasarkan uji Friedman terhadap rasa nugget keong mas tidak terdapat perbedaan yang nyata pada (P≤0,05) (lampiran 10), jumlah rangking tingkat kesukaan rasa nugget dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Jumlah rangking tingkat kesukaan rasa nugget
Perlakuan Jumlah
Rangking Tepung
Temulawak (%)
Lama Pengukusan (menit)
10 30 106.5
40 113
50 113.5
20 30 102.5
40 115
50 88.5
30 30 94
40 80.5
Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai
Berdasarkan Tabel 18, tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nugget
keong mas didapatkan hasil jumlah rangking antara 80,5-106,5. Perlakuan
penambahan tepung temulawak 10% dan lama pengukusan 50 menit
menghasilkan rasa nugget keong mas dengan tingkat kesukaan tertinggi. Hal ini
di sebabkan rasa nugget dengan tingkat penambahan tepung temulawak yang
tidak terlalu tinggi sudah memberikan flav