• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL KEONG MAS (Pomacea canaliculata) DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR NANDA DWI PAMBUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL KEONG MAS (Pomacea canaliculata) DARI PERAIRAN SITU GEDE, BOGOR NANDA DWI PAMBUDI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

NANDA DWI PAMBUDI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

NANDA DWI PAMBUDI. C34070080. Pengaruh Metode Pengolahan terhadap

Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede, Bogor. Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi, dan aman menjadi hak asasi setiap orang. Saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi kurang. Salah satu masalah gizi yaitu kekurangan asupan mineral, diantaranya anemia gizi besi dan osteoporosis. Pemenuhan kebutuhan mineral diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan mineral lebih sedikit dibandingkan makanan hewani. Hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan mineral. Sumber mineral yang paling baik berasal dari makanan hewani, salah satunya adalah keong mas. Pada umumnya keong mas dikonsumsi setelah mengalami proses pengolahan. Metode pengolahan dapat mempengaruhi kelarutan mineral, sehingga dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral keong mas.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan mineral makro dan mikro pada keong mas, sedangkan tujuan khususnya adalah menganalisis pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan Ca, Mg, Na, dan P dari komoditas keong mas, serta menentukan metode pengolahan terbaik.

Penelitian dilaksanakan dalam dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan perhitungan rendemen serta analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein. Pada tahap penelitian lanjutan, sampel keong mas yang telah dilakukan proses pengolahan (perebusan pada suhu 100 oC selama 20 menit, perebusan dengan konsentrasi garam 1,5% pada suhu 100 oC selama 20 menit, dan pengukusan pada suhu 100 oC selama 20 menit) dianalisis kandungan mineral dan kelarutan mineralnya. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu uji Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam terhadap rasa dan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi proksimat, total mineral, dan kelarutan mineral.

Kandungan mineral makro keong mas segar yang tertinggi adalah kalsium sebesar 7,6 g/100 g bk. Keong mas juga memiliki kandungan mineral makro yang lain yaitu fosfor sebesar 1,5 g/100 g bk, kalium sebesar 0,9 g/100 g bk, natrium sebesar 0,6 g/100 g bk, dan magnesium sebesar 0,2 g/100 g bk. Keong mas memiliki kandungan mineral mikro dari yaitu besi sebesar 44,16 mg/100 g bk dan seng sebesar 20,57 mg/100 g bk. Proses perebusan memiliki nilai persentase kelarutan mineral kalsium 78,16%, magnesium 77,79%, natrium 77,26%, dan fosfor 75,86%. Proses perebusan garam memiliki nilai kelarutan kalsium 76,86%, magnesium 74,4%, natrium 75,78%, dan fosfor 72,3%. Persentase kelarutan mineral pada proses pengukusan yaitu kalsium 66,41%, magnesium 65,84%, natrium 64,11%, dan fosfor 63,83%. Metode pengolahan yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral (kalsium, natrium, fosfor dan magnesium) tertinggi yaitu metode pengolahan dengan perebusan.

(3)

NANDA DWI PAMBUDI C34070080

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Nama Mahasiswa : Nanda Dwi Pambudi Nomor Pokok : C34070080

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Ella Salamah, MSi Dr. Ir Sri Purwaningsih, MSi NIP.1953 0629 1988 03 2 001 NIP. 1965 0713 1990 02 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 1958 0511 1985 03 1 002

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh

Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede, Bogor” adalah benar karya

saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Nanda Dwi Pambudi

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Pengolahan

terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata) dari Perairan Situ Gede Bogor” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada:

1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi, serta semua ilmu yang telah diberikan.

2) Drs. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi hasil Perairan.

4) Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan.

5) Kedua orang tua saya Ayahanda Sudibyono dan Ibunda Ely Artiningsih, serta kakakku Ardy Susetyo atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya.

6) Vivin Magdalena yang selalu memberikan semangat dan doanya.

7) Bu Ema, Mba Lastri, Mas Ipul, Mas Zaky, Mba Silvi dan seluruh staf TU THP, terimakasih atas bantuan dan bimbingan selama menjalankan penelitian.

8) Rekan-rekan THP 44 dan 43 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

(7)

v

untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2011

(8)

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 22 April 1989 dari Ayah bernama Ir.H. Sudibyono dan Ibu

yang bernama Hj. Ely Artiningsih, SH. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari TK Tunas Baja Cilegon lalu melanjutkan ke SD Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis malanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Cilegon, dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 1 Cilegon dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama aktif perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti OMDA Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) tahun 2007, kepengurusan Forum Keluarga Muslim Perikanan (FKMC) periode 2008-2009 dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) divisi Kewirausahaan periode 2009-2010. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul “Pengaruh Metode

Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas (Pomacea canaliculata)

dari Perairan Situ Gede Bogor”, dibimbing oleh Dra. Ella Salamah, M.Si dan

(9)

vii Hal DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . ... 1 1.2 Tujuan ... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas .. ... 4

2.2 Pemanfaatan Keong Mas ... 6

2.3 Mineral dan Fungsinya ... 7

2.3.1 Mineral makro ... ... 8

2.3.2 Mineral mikro ... 11

2.4 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral ... 14

2.5 Kelarutan Mineral ... 16

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2 Bahan dan Alat ... 17

3.3 Tahap Penelitian ... 17

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ... 18

3.3.2 Pengolahan ... 18

3.3.3 Analisis proksimat ... 20

3.3.4 Pengujian total mineral ... ... 22

3.3.5 Analisis kelarutan mineral ... ... 23

3.3.6 Kebutuhan mineral ... ... 24

3.3.7 Rancangan percobaan dan analisis data ... 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Mas ... 27

4.2 Rendemen ………. 28

4.3 Uji Organoleptik Rasa……… 29

4.4 Komposisi Kimia Keong Mas ... 30

4.5 Komposisi Mineral ... 36

(10)

viii

5.1 Kesimpulan ... 51 5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ...

(11)

No. Hal

1. Komposisi kimia keong mas ... 6

2. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium ... 9

3. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor ... 9

4. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium... 11

5. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi... 12

6. Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng ... 14

7. Hasil pengamatan fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas ... 27

8. Hasil proksimat keong mas dengan berbagai metode pengolahan... 30

9. Komposisi mineral keong mas dengan berbagai metode pengolahan ... 37

10. Kelarutan mineral keong mas... 47

11. Kandungan mineral dan presentase kehilangan serta kelarutan mineral keong mas ... 50

(12)

No. Hal

1. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ... 4

2. Perbedaan keong mas jantan dan betina ... 5

3. Diagram alir tahapan penelitian ... 18

4. Diagram alir metode pengolahan daging keong mas ... 19

5. Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral .. 19

6. Bagian keong mas (cangkang, jeroan, dan daging) ... 27

7. Diagram pie rendemen keong mas... 28

8. Diagram batang uji organoleptik rasa ... 29

9. Diagram batang rata-rata kadar air ... 31

10. Diagram batang rata-rata kadar abu ... 32

11. Diagram batang rata-rata kadar protein ... 34

12. Diagram batang rata-rata kadar lemak ... 35

13. Diagram batang rata-rata kadar kalsium ... 38

14. Diagram batang rata-rata kadar natrium ... 39

15. Diagram batang rata-rata kadar kalium ... 41

16. Diagram batang rata-rata kadar besi ... 42

17. Diagram batang rata-rata kadar seng ... 43

18. Diagram batang rata-rata kadar fosfor ... 44

19. Diagram batang rata-rata kadar magnesium ... 46

(13)

xi

No. Hal

1. Lokasi pengambilan keong mas ... 58

2. Cangkang, jeroan, dan daging keong mas ... 58

3. Cara penilaian organoleptik rasa ... 59

4. Perhitungan rendemen keong mas (Pomacea canaliculata) ... 60

5. Data komposisi kimia keong mas ... 61

6. Data mineral keong mas basis kering... 61

7. Grafik uji kenormalan proksimat basis kering ... 62

8. Grafik uji kenormalan Ca, Na, K, Fe, Zn, P, dan Mg basis kering ... 64

9. Grafik uji kenormalan kelarutan mineral basis kering ... 67

10. Analisis ragam proksimat keong mas ... 69

11. Uji lanjut Duncan kadar air ... 69

12. Uji lanjut Duncan kadar abu ... 70

13. Uji lanjut Duncan protein ... ... 70

14. Uji lanjut Duncan lemak .... ... 70

15. Analisis ragam total mineral keong mas ... 70

16. Uji lanjut Duncan total mineral kalsium ... 71

17. Uji lanjut Duncan total mineral natrium ... 71

18. Uji lanjut Duncan total mineral kalium ... 71

19. Uji lanjut Duncan total mineral fosfor ... 72

20. Uji lanjut Duncan total mineral besi ... 72

21. Uji lanjut Duncan total mineral seng ... 72

22. Uji lanjut Duncan total mineral magnesium ... 72

23. Analisis ragam kelarutan mineral keong mas ... 73

24. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral kalsium ... 73

25. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral magnesium ... 73

26. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral natrium... 74

27. Uji lanjut Duncan kelarutan mineral fosfor ... 74

28. Hasil uji Kruskal Wallis organoleptik rasa ... 74

(14)
(15)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan moluska air tawar yang terdapat di sepanjang Sungai Paraguay dan Parana yang memotong Paraguay, Brazil, Bolivia dan Argentina. Di Asia, keong mas pertama kali dikenal sebagai hama padi di Taiwan sejak tahun 1979, dan kini telah menjadi hama padi paling berbahaya di negara-negara penyedia beras, seperti Filipina, Vietnam, Thailand dan Indonesia (Joshi 2005). Komposisi kimia keong mas pada daging segar yaitu kadar air (77,60%), kadar protein (12,20%), kadar lemak (0,40%), kadar abu (3,20%) dan karbohidrat (6,60%) (DA-PhilRice 2001).

Pandangan mengenai keong mas sebagai suatu hama berbahaya dan sangat merugikan bagi dunia pertanian tidaklah sepenuhnya benar. Keong mas telah dimanfaatkan menjadi sumber pakan dan pangan di negara-negara penghasil beras yang diserang hama golden apple snail (GAS). Keong mas diberikan sebagai pakan pada ternak itik, ayam broiler, burung puyuh, budidaya ikan patin, ikan gabus, ikan sidat, udang, kepiting dan lobster air tawar. Pemanfaatan keong mas saat ini tidak terbatas sebagai bahan pangan dan pakan saja, tetapi juga sebagai obat untuk penyakit liver (Sulistiono 2007).

Kajian ilmiah lebih mendalam mengenai khasiat keong mas bagi kesehatan manusia masih belum banyak dilakukan. Semuanya ini masih merupakan pembuktian empiris dari pengalaman para pengguna, sehingga perlu dilakukan pengujian ilmiah lebih lanjut terhadap keong mas. Salah satu pengujian ilmiah yang perlu dilakukan yaitu mengenai kandungan mineral pada keong mas. Menurut penelitian Susanto (2010), keong mas mengandung 5 komponen bioaktif yang terdeteksi melalui uji fitokimia, yaitu komponen alkaloid, steroid, flavonoid, karbohidrat dan asam amino. Komponen-komponen bioaktif ini diduga memiliki banyak aktivitas fisiologis yang positif bagi tubuh manusia.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi, dan aman menjadi hak asasi setiap orang. Permasalahan gizi di Indonesia selama ini masih cukup besar, namun hingga saat ini masalah tersebut hanya dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat dan

(16)

belum dianggap sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan menurunkan angka kemiskinan (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2008). Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi. Salah satu dari keempat masalah gizi erat kaitannya dengan kekurangan asupan mineral diantaranya, yaitu anemia gizi besi dan osteoporosis. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani yang umumnya berasal dari laut. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan lebih sedikit, hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat dan asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan mineral (Almatsier 2001).

Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Langkah awal untuk mempelajari bioavailabilitas mineral adalah mengetahui kandungan mineral pada bahan dan kelarutan mineral (Santoso et al. 2006).

Pada umumnya keong mas dikonsumsi oleh masyarakat setelah mengalami proses pengolahan. Metode pengolahan yang dilakukan yaitu perebusan, perebusan air garam dan pengukusan. Dengan adanya pengaruh yang terjadi pada berbagai metode pengolahan terhadap penurunan mineral, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh metode pengolahan (perebusan, perebusan air garam dan pengukusan) terhadap kandungan mineral keong mas. Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak disebabkan oleh pH, oksigen, panas atau kombinasinya (Sediaoetama 1993). Pengolahan bahan pangan dapat meningkatkan kelarutan mineral. Kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).

(17)

1.2 Tujuan

Penelitian mengenai “Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kelarutan Mineral Keong Mas dari Perairan Situ Gede, Bogor” memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.

1.2.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan mineral makro dan mikro pada keong mas.

1.2.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a) Menentukan rendemen keong mas.

b) Menganalisis kandungan proksimat keong mas segar dan setelah pengolahan (pengukusan, perebusan, dan perebusan air garam).

c) Menganalisis pengaruh pengolahan terhadap kandungan mineral makro dan mikro pada keong mas.

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck)

Keong mas (Pomacea canaliculata) adalah siput sawah dengan warna cangkang keemasan, kadang dianggap hama tetapi berprotein tinggi. Keong mas disebut hama karena menjadi pemakan tanaman padi di areal persawahan. Telur keong mas dapat menempel dan menetas pada batang padi, sehingga menyebabkan tanaman padi mati serta petani gagal panen. Keong memiliki kandungan gizi sangat tinggi karena daging keong mengandung protein. Daging keong dapat diolah menjadi bahan makanan dengan teknik pengolahan yang tepat. Misalnya, daging keong bisa dibuat menjadi keripik, kerupuk, tepung hingga pupuk dan campuran pakan ternak. Daging keong mas tidak haram karena hidup di satu alam dan tidak bertulang belakang (Sulistiono 2010). Bentuk morfologi keong mas dapat dilihat pada Gambar 1.

Klasifikasi keong mas (Pomacea canaliculata) menurut Cazzaniga (2002) adalah sebagai berikut:

Filum : Molusca Kelas : Gastropoda Subkelas : Prosobranchiata Ordo : Mesogastropoda Famili : Ampullariidae Genus : Pomacea

Spesies : Pomacea canaliculata

Gambar 1 Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Sumber : a) (Afrianty 2010).

b) (Tamud 2009).

(19)

Keong mas hidup di kolam, sawah beririgasi dan kanal. Keong mas membenamkan diri pada tanah lembab selama musim kering. Keong mas dapat bertahan hidup hingga 6 bulan dengan melakukan estivasi dengan cara menutup operkulum dan membenamkan diri dalam tanah. Keong mas menjadi aktif kembali ketika tanah tempat hidupnya tergenang air. Keong mas dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang keras, seperti pada perairan tercemar atau perairan yang memiliki kandungan oksigen terlarut yang rendah. Hal ini dikarenakan keong mas memiliki insang (ctenidium) dan organ menyerupai paru-paru, sehingga memungkinkan keong mas dapat bertahan hidup di dalam dan di luar air (DA-PhilRice 2001).

Keong mas memiliki karakteristik khusus yang dapat digunakan untuk membedakan dengan keong-keong jenis lain yang hidup pada habitat yang sama. Keong mas dewasa memiliki cangkang berwarna coklat dan daging berwarna putih krem hingga emas kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya sangat beragam dan bergantung pada ketersediaan makanan. Ukuran diameter cangkang keong mas dapat mencapai 4 cm dengan berat 10-20 gram. Keong mas memiliki umbilicus terbuka. Operkulum yang menutupi lubang aperture terbuat dari kitin dan merupakan operkulum tipe konsentris (Ardhi 2008). Perbedaan antara keong mas jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Perbedaan keong mas jantan dan betina (Sumber: DA-PhilRice 2001)

Keong mas dikategorikan sebagai hewan omnivora. Keong mas dapat memakan keong-keong jenis lain seperti Biomphalaria glabrata dan Bulinus sp. Keong Biomphalaria glabrata dan Bulinus sp merupakan inang perantara parasit trematoda dan dapat menyebabkan penyakit gatal (Sulistiono 2007). Keong mas juga dapat bersifat kanibalisme memakan telur-telurnya dan juvenil-juvenil keong mas yang baru menetas (Horn et al. 2008).

(20)

2.2 Pemanfaatan Keong Mas

Pemanfaatan keong mas, baik dibidang penyediaan pangan maupun pakan, merupakan salah satu bentuk usaha pengendalian keong mas yang merupakan hama berbahaya bagi sektor pertanian, khususnya pertanian padi. Pengumpulan keong-keong di areal persawahan juga termasuk salah satu usaha pengendalian hama keong mas ini. Keong-keong yang terkumpul biasanya diolah menjadi bahan pangan ataupun pakan bagi ternak. Pengolahannya sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan, seperti fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan kerupuk keong mas, fortifikasi daging keong mas dalam pembuatan cracker

“chicharon”, pembuatan kecap, sate keong, pepes keong, sambel keong, dendeng

dan menu keong lainnya. Keong mas juga digunakan sebagai obat penyakit kulit, penyakit kuning, dan penyakit liver (Sulistiono 2007). Selain itu, juga dapat

bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan dan dapat meningkatkan

vitalitas (Sumitro 2009). Komposisi kimia keong mas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia keong mas

Komposisi Kimia Daging Lumat

Segar1) Daging Segar

2) Daging Segar3) Kadar air (%) 84,70 82,37 77,60 Kadar protein (%) 9,33 8,69 12,20 Kadar lemak (%) 0,91 0,78 0,40 Kadar abu (%) 1,43 1,47 3,20

Kadar serat kasar (%) 3,10 6,68 -

Karbohidrat (%) 0,10 - 6,60

Sumber: 1) Nurjanah et al. (1996); 2) Kamil et al. (1998); 3) DA-PhilRice (2001).

Pemanfaatan keong mas sebagai pakan ternak juga telah banyak dikembangkan. Dalam bentuk segar, keong mas digunakan sebagai pakan sumber protein untuk ternak itik, ayam broiler, burung puyuh, budidaya ikan patin, ikan gabus, ikan sidat, udang, kepiting dan lobster air tawar. Pemberian pakan berbasis protein keong mas pada ternak burung puyuh (Coturnix coturnix) dan budidaya ikan gabus (Chana striata) serta ikan sidat (Anguilla sp.), memberikan pertumbuhan yang baik pada hewan-hewan budidaya tersebut (Sulistiono 2007).

(21)

Daging keong mas yang akan digunakan untuk fortifikasi tepung ikan (pakan), harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung keong mas. Hasil penelitian Kamil et al. (1998) menunjukkan bahwa tepung keong mas memiliki kadar air sebesar 8,03-8,73%, kadar protein 65,50-70,67%, kadar lemak 1,27-1,43%, kadar abu 9,13-10,47%, kadar serat kasar 8,19-9,59%, dan kadar garam 0,56-1,69%. Kadar asam amino esensial tepung keong mas yang paling tinggi adalah leusin (44,8 mg/g protein) dan terendah adalah metionin (10,54 mg/g protein). Jenis asam amino esensial yang paling sedikit adalah triptofan. Lisin yang biasanya menjadi asam amino pembatas, ternyata pada tepung keong mas ini memiliki skor kimia yang cukup (41,29 mg/g protein) dan tidak menjadi asam amino pembatas, sehingga dapat digunakan sebagai suplemen pakan yang kurang lisin.

2.3 Mineral dan Fungsinya

Mineral adalah salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup disamping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2001).

Menurut Arifin (2008), mineral esensial adalah mineral yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ. Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro, yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral nonesensial adalah mineral yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Apabila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Mineral juga dapat menyebabkan penyakit defisiensi.

(22)

2.3.1 Mineral makro

Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut :

a) Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Berdasarkan jumlah tersebut 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf; kontraksi otot; penggumpalan darah; dan menjaga permeabilitas membran sel serta mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan, selain itu juga fungsi dari kalsium, yaitu pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi (Almatsier 2001).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium adalah zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang tidak larut, contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat. Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif juga dapat menghambat absorpsi kalsium, selain itu juga serat menurunkan absorpsi kalsium diduga karena serat menurunkan waktu transit makananan di dalam saluran pencernaan sehingga mengurangi kesempatan untuk absorpsi (Winarno 2008).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari. Kekurangan kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, yang disebut juga riketsia pada orang dewasa dan biasanya karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal dan juga susah buang air besar (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

Tabel 2 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk kalsium

Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)

Bayi (0-12 bulan) 200-400

Anak-anak (1-19 tahun) 500-600

Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 1000

Usia 19-65 tahun ke atas 800

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).

b) Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor juga terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler (Almatsier 2001).

Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi. Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Sumber fosfor dapat berasal dari daging, susu, telur dan ikan. Kekurangan bisa terjadi bila menggunakan obat antacid untuk menetralkan asam lambung, seperti alumunium hidroksida untuk jangka lama (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk fosfor

Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)

Bayi (0-12 bulan) 100-225

Anak-anak (1-19 tahun) 400

Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 1000

Usia 19-65 tahun ke atas 800

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). c) Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, 35-40% natrium

(24)

atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan berperan sebagai bumbu dan sebagai bahan pengawet. Absorpsi natrium tergantung pada air dan elektrolit yang dapat langsung diserap usus. Saluran pencernaan yang banyak berperan dalam mengabsorpsi natrium adalah usus kecil. Peran natrium sebagian besar mengatur tekanan osmotik yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Di dalam sel tekanan osmotik diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar dari sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Angka kecukupan gizi natrium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar 500-2400 mg (Almatsier 2001).

Natrium banyak terdapat pada plasma darah dan cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa. Kebutuhan akan natrium didasarkan pada pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat dan sekresi lain (Winarno 2008).

d) Kalium

Kalium merupakan unsur logam yang termasuk dalam kelompok logam alkali dengan simbol K dan sebagian besar garamnya digunakan dalam pengobatan. Tubuh orang dewasa mengandung kalium lebih banyak dua kali lipat dari natrium, namun biasanya konsumsi kalium lebih sedikit dibandingkan dengan natrium. Di Amerika konsumsi kalium per orang per hari adalah 2-6 gram kalium. Kalium berada di dalam sel daripada di luar sel, karena itu lebih mudah menyimpan kalium dalam tubuh (Winarno 2008).

Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Bedanya kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler dan sebagian terikat dengan protein. Seperti halnya natrium, kalium mudah sekali diserap tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil. Kekurangan kalium jarang terjadi karena kalium banyak ditemukan dalam bahan makanan baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Kebutuhan minimum akan kalium sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier 2001).

(25)

e) Magnesium

Magnesium memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus jenis sistem enzim di dalam tubuh. Magnesium bertindak di dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran magnesium dalam hal ini berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi. Absorpsi magnesium dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama yang mempengaruhi absorpsi kalsium kecuali vitamin D tidak berpengaruh (Almatsier 2001).

Magnesium merupakan aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat. Magnesium diserap diusus kecil dan diduga hanya sepertiga dari yang tercena akan diserap karena kelarutan garam magnesium rendah (Winarno 2008). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk magnesium

Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)

Bayi (0-12 bulan) 25-55

Anak-anak (1-19 tahun) 60-120

Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 170-270

Usia 19-65 tahun ke atas 270-300

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).

2.3.2 Mineral mikro

Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis. Kebutuhan tubuh akan mineral mikro kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro terdiri atas besi (Fe), iodium (I), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), fluor (F) dan tembaga (Cu) (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh antara lain:

(26)

a) Besi

Menurut King (2006), zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Besi di dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), dari penyimpanan di dalam tubuh, dan hasil penyerapan pada saluran pencernaan. Sumber zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan. Besi mempunyai fungsi esensial yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Arifin 2008).

Kekurangan zat besi mengakibatkan rasa mual, lemah, sakit kepala dan nafas pendek. Kelainan genetik yang disebut hemchromatosis dapat disebabkan tubuh memproduksi zat besi berlebih. Defisiensi besi dikaitkan dengan anemia gizi besi. Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Penyebab anemia gizi besi terutama karena makanan yang dimakan kurang mengandung besi, selain itu pada wanita karena kehilangan darah saat haid maupun persalinan (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk besi

Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)

Bayi (0-12 bulan) 0,5 – 7

Anak-anak (1-19 tahun) 8 – 10

Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 13 – 19

Usia 19-65 tahun ke atas 13 – 26

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004). b) Tembaga (Cu)

Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara (a) membantu absorpsi besi; (b) merangsang sintesis hemoglobin; (c) melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Fungsi utama tembaga di dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim. Enzim-enzim

(27)

mengandung tembaga mempunyai berbagai macam peranan berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal oksigen (Almatsier 2001).

Tembaga terdapat dalam tubuh orang dewasa sekitar 100-150 mg dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut dan otak. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Kekurangan tembaga pada manusia umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak yang mengalami kekurangan konsumsi protein (KKP). Kekurangan kadar tembaga akan menyebabkan terjadinya leucopenia (kekurangan sel darah putih), demineralisasi tulang dan kurangnya jumlah sel darah merah yang dihasilkan. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare (Winarno 2008). c) Seng (Zn)

Seng ditemukan hampir dalam seluruh jaringan hewan. Seng lebih banyak terakumulasi dalam tulang dibanding dalam hati yang merupakan organ utama penyimpan mineral mikro. Jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan epidermal (kulit, rambut, dan bulu), dan sedikit dalam tulang, otot, darah, dan enzim. Seng merupakan komponen penting dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam sel darah merah serta karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati (Arifin 2008).

Seng memegang peran esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma. Kekurangan seng menyebabkan tubuh pendek, dan keterlambatan pematangan seksual, gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Kekurangan seng mengganggu metabolisme vitamin A (Almatsier 2001). Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.

(28)

Tabel 6 Angka kecukupan rata-rata perhari untuk seng

Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)

Bayi (0-12 bulan) 1,3 - 7,5

Anak-anak (1-19 tahun) 8,2 – 11,2

Laki-laki dan wanita (18-19 tahun) 12,6 – 17,40

Usia 19-65 tahun ke atas 9,3 – 13,4

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).

Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang dan telur. Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan oleh tubuh manusia dari pada seng yang terdapat dalam protein hewani. Hal ini disebabkan oleh adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam mineral (Winarno 2008).

d) Selenium (Se)

Selenium terdapat dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, tergantung pada kandungan selenium dalam tanah dan konsumsi makanan. Selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium berperan dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Kebutuhan selenium sehari untuk orang Indonesia diperkirakan sebanyak 70 µg sehari untuk laki-laki dewasa

dan 55 µg untuk perempuan dewasa (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

2.4 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral

Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori (penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002).

Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi

(29)

keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada pengolahan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan. Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 0C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan meningkatkan daya kelarutan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya kelarutan mineral pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008).

Perebusan dilakukan dengan penggunaan larutan garam yang mendidih sebagai media untuk merendam daging keong mas dengan cangkangnya. Tujuan dari proses perebusan ini adalah menjadikan ikan matang serta menjadikan susunan daging menjadi lebih padat. Larutan garam akan menyerap cairan yang ada dalam tubuh ikan dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan. Proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan bertujuan untuk mencegah proses pembusukan ikan (Afrianto 1993).

Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena banyak merusak zat-zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, tetapi proses pengolahan juga dapat bersifat positif, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk. Kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan adalah optimalisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya.

Proses steaming akan memberi hasil yang maksimal apabila dilakukan dengan alat yang tertutup rapat untuk mencegah berkurangnya tekanan uap air panas. Jika steaming dilakukan dengan mempergunakan panci pengukus, pastikan panci ditutup rapat. Bahan makanan yang cocok digunakan adalah bahan yang tidak mudah kehilangan tekstur, warna, aroma dan rasa (Supiyanti 2011).

(30)

Kekurangan dari proses pengukusan adalah susutnya vitamin yang larut air namun vitamin larut minyak tetap. Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air lebih besar dibandingkan pengukusan dengan perebusan (Harris dan Karmas 1989). Faktor yang diperhatikan dalam proses pengukusan adalah jumlah air yang digunakan harus diperhitungkan sesuai dengan tinggi bagian dalam panci, temperatur air, dan besarnya api. Pengukusan akan mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan (Gsianturi 2002).

2.5 Kelarutan Mineral

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah proporsi dari suatu komponen yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal. Mineral bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable sehingga bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut antara lain interaksi mineral dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral dan interaksi serat dengan mineral (Almatsier 2001).

Pengolahan bahan pangan akan menurunkan kandungan mineral karena zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan disebabkan oleh pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi (Sediaoetama 1993). Menurut Santoso et al. (2006), mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Nilai pH dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut. Kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga dapat meningkat seiring dengan meningkatnya derajat pH.

(31)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan (preparasi sampel); Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan (proses perebusan, perebusan air garam dan pengukusan daging keong mas); Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (uji proksimat); dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan (proses homogenisasi), Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Pengujian Teknologi Industri Pertanian (analisis profil dan kelarutan mineral keong mas), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium terpadu (proses sentrifuse), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong mas (Pomacea canaliculata) yang diperoleh dari Perairan Situ Gede Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: akuades; HCl 0,1 N; K2SO4; H2SO4 pekat; NaOH; H3BO3; indikator metal merah; larutan heksana;

kertas saring Whatman no. 42; HNO3; HClO4; Cl3La.7H20 dan ammonium

molibdat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption

Spectrophotometer (AAS) merek Shimadzu tipe AA 680 flame emission,

sentrifus, homogenizer, gelas piala, labu takar, pisau, panci stainless stell, gelas ukur, oven, timbangan, pipet, cawan dan termometer.

3.3 Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, preparasi sampel, perhitungan rendemen, pengolahan, dan uji organoleptik rasa. Bagian kedua meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, dan protein), serta analisis kandungan mineral

(32)

makro dan mikro daging keong mas (APHA 2005) dan kelarutan mineral (Santoso 2003 yang dimodifikasi). Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Pengambilan sampel keong mas dilakukan di sekitar perairan Situ Gede Bogor. Keong mas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dibersihkan, ditiriskan dan ditimbang untuk mengetahui 30 ekor keong mas. Kemudian dilakukan perhitungan rendemen. Perhitungan rendemen dengan rumus:

Rendemen (%) = Bobot daging (g) x 100 % Bobot awal (g)

3.3.2 Pengolahan

Sampel keong mas yang akan diuji kelarutan mineralnya dilakukan proses pengolahan, yaitu perebusan, perebusan air garam dan pengukusan masing-masing pada suhu 100°C selama 20 menit. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan yaitu waktu dan suhu yang tepat untuk mematangkan daging keong

Pengukuran morfometrik

Identifikasi

Perhitungan rendemen

Uji total mineral (APHA 2005) Uji proksimat (AOAC 1995)

Uji kelarutan mineral (APHA 2005) Sampel keong mas

(33)

mas, serta konsentrasi garam yang tepat dalam perebusan. Diagram alir metode pengolahan daging keong mas dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir metode pengolahan daging keong mas Keterangan : = Input/ output

= Proses

Daging segar, kukus, rebus, dan rebus air garam dianalisis mineral dan kelarutan mineralnya. Diagram alir analis proksimat, mineral dan kelarutan mineral dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral Sampel keong mas

Segar Pengukusan 100°C

selama 20 menit

Perebusan 100°C selama 20 menit

Perebusan air garam 100°C (konsentrasi garam 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%)

selama 20 menit

Uji organoleptik

Daging rebus garam (konsentrasi terpilih)

Daging segar, kukus, rebus dan rebus air garam konsentrasi garam terpilih

Uji proksimat Uji total mineral Kelarutan mineral

Daging kukus Daging rebus

Total mineral Mineral terlarut

(34)

3.3.3 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk menghitung komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya analisis kadar air, abu, lemak, dan protein.

1) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus :

Perhitungan kadar air : % kadar air = (B1 – B2) x 100%

B

Keterangan:

B= berat sampel (gram)

B1= berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan B2= berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 600 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Perhitungan kadar abu ditentukan dengan rumus:

Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g) Kadar abu (bobot basah) = Berat abu (g) x 100 %

(35)

3) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Contoh seberat 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana), kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan.

Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak kosong (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 4) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih

1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40 %, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2 % dan

2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi

(36)

perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% N = (ml HCl – ml Blanko) x N HCl x 14 x fp x 100 % mg contoh

% kadar protein = % N x faktor konversi (6,25) Keterangan : fp= Faktor pengenceran

3.3.4 Pengujian total mineral

1) Pengujian total mineral Ca, Na, K, Mg, Fe, Zn, Se, Cu (APHA 2005)

Prinsip pengujian total mineral yaitu mengetahui nilai absorpsi logam dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Sebanyak 2 gram sampel daging keong yang sudah dicacah dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml kemudian ditambahkan 5 ml HNO3 65% yang bertujuan untuk

melarutkan kandungan anorganik dan panaskan di atas hot plate, lalu dinginkan. Setelah dingin tambahkan ke dalam erlenmeyer asam peklorat 2 ml, hal ini bertujuan untuk menguapkan kandungan organik pada sampel lalu panaskan di atas hot plate dan dinginkan. Larutan diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar lalu larutan disaring dengan kertas saring Whatman sampai diperoleh larutan yang jernih.

Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Perkin Elmer Analyst 100

dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral.

Perhitungan kadar mineral (mg/kg) basis basah : Kadar mineral (bb) = Keterangan : fp= Faktor pengenceran

Perhitungan kadar mineral (mg/100g) basis kering :

(37)

2) Pengujian fosfor (APHA 2005)

Prinsip pengujian fosfor yaitu mengetahui nilai absorpsi logam fosfor dengan menggunakan metode spektrofotometer. Sebanyak 2 gram sampel daging keong yang sudah dicacah dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml kemudian ditambahkan 140 ml asam sitrat yang bertujuan untuk melarutkan kandungan fosfor pada sampel, panaskan di atas hot plate lalu dinginkan. Setelah dingin tambahkan ke dalam erlenmeyer asam peklorat 2 ml, hal ini bertujuan untuk menguapkan kandungan organik pada sampel lalu panaskan di atas hot plate dan dinginkan. Setelah dingin lakukan pengenceran dengan aquades menjadi 100 ml dalam labu takar lalu larutan disaring dengan kertas saring Whatman sampai diperoleh larutan yang jernih.

Sejumlah larutan stok standar dari mineral fosfor diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh diukur ke alat spektrofotometer dengan pewarna biru (asam vanadimolibdifosfat) pada panjang gelombang 660 nm dari mineral fosfor, kemudian diukur absorbansinya.

Perhitungan kadar mineral (mg/kg) basis basah : Kadar mineral (bb) = Keterangan: fp = faktor pengencer

Perhitungan kadar mineral (mg/100g) basis kering :

Kadar mineral (bk) = x 100%

3.3.5 Analisis kelarutan mineral (Santoso 2003 yang dimodifikasi)

Sampel yang telah diberi perlakuan pengolahan dan kontrol, terlebih dahulu diambil 10 gram untuk dianalisis dan ditambahkan 40 ml air lalu dihomogenkan menggunakan homogenizer pada kecepatan 5.000-10.000 rpm selama 2 menit untuk fraksi terlarut. Sampel di sentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm, 2 oC selama 12 menit. Hasil dari sentrifugasi selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no 42. Supernatan diukur mineral terlarut yaitu kalsium, natrium, fosfor, dan magnesium menggunakan Atomic Absorption

(38)

dihitung sebagai persentase terhadap total mineral yang dianalisis (Ca, Mg, Na, dan P). Persentase kelarutan kemudian dihitung hasil bagi antara kelarutan mineral dengan total mineral.

Perhitungan kelarutan mineral (mg/100g) basis basah, yaitu :

3.3.6 Kebutuhan mineral (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2008)

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat gizi yang dikonsumsi setiap hari untuk waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal rata-rata orang sehat. Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari keong mas (Pomacea canaliculata) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari keong mas oleh tubuh. Perhitungan presentasi AKG mineral keong mas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% AKG = x 100%

3.3.7 Rancangan percobaan dan analisis data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji Kruskall Wallis untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam terhadap rasa daging keong mas dan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi proksimat, total mineral, dan kelarutan mineral.

1) Uji Kruskal Wallis

Pengujian organoleptik rasa menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui konsentrasi garam terbaik pada perlakuan perebusan air garam. Pengujian organoleptik rasa pada penelitian ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Cara penilaian organoleptik rasa dapat dilihat pada Lampiran 3. Apabila nilai Asymp. Sig < 0,05 maka tolak Ho (perbedaan konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata terhadap parameter rasa keong mas). Prosedur pengujian Kruskal Wallis menggunakan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

(39)

(1) H =

(2) FK =

(3) H’ =

Keterangan ni

banyaknya pengamatan tiap perlakuan atau jumlah panelis

N = banyaknya data

Ri = jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i

T = banyaknya pengamatan yang seri dalam tiap ulangan H’ = H terkoreksi

FK = faktor terkoreksi

Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 28) menunjukkan perbedaan konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasa keong mas, maka pengujian tidak dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison.

2) Rancangan acak lengkap (RAL)

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pengolahan terhadap komposisi kimia, kandungan mineral dan kelarutan mineral adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (sampel segar, pengukusan, perebusan dan perebusan air garam). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan data.

Uji kenormalan data mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Kurva normal yang dihasilkan pada uji Kolmogrof Simirnov disertakan dengan nilai rata-rata dan standar deviasi (simpangan baku). Uji kenormalan adalah pengujian untuk mengetahui data yang digunakan dapat menyebar normal, sehingga dapat digunakan dalam statistika parametrik. Nilai rata-rata menggambarkan posisi kurva sumbu X, sedangkan standar deviasi menggambarkan sebaran varian. Koefisien keragaman dengan nilai dibawah 50 % (median) dinyatakan cukup baik karena dapat membuktikan pada tingkat 95 % (Steel dan Torrie 1993).

Suatu data dapat menyebar normal pada :

(40)

Koefisien keragaman = x 100 Keterangan: x = rata-rata

z = 1,96

µ = (1-α) 100 % 𝜎 = simpangan baku

Model rancangannya analisis ANOVA (Analysis Of Variant) atau uji F adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2)

μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan

τi = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3) εij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j

Hipotesa terhadap data hasil uji komposisi kimia pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut:

H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia.

H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia.

Hipotesa terhadap data hasil analisis kadar mineral pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut:

H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar mineral.

H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar mineral.

Hipotesa terhadap data hasil analisis kelarutan mineral pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut:

H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral.

H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral.

Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia, total mineral dan kelarutan mineral maka dilanjutkan dengan uji Duncan, dengan rumus sebagai berikut:

Duncan = tα/2; dbs Keterangan :

KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa

(41)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Keong Mas

Bagian-bagian keong mas (Pomacea canaliculata) dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Bagian keong mas (cangkang, jeroan, dan daging) Keterangan : 1) Cangkang keong mas.

2) Jeroan keong mas. 3) Daging keong mas

Sampel keong mas yang diperoleh dari Perairan Situ Gede, kemudian dipreparasi untuk mengeluarkan isi cangkang (daging dan jeroan). Bentuk cangkang, daging dan jeroan keong mas kemudian diamati karakteristik fisiknya. Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil pengamatan fisik cangkang, daging dan jeroan keong mas

Karakteristik Fisik Cangkang Daging Jeroan

Warna Coklat gelap dengan pola garis-garis hitam. Krem kecoklatan.

Coklat, hitam dengan bintik-bintik putih (saluran dan kelenjar

pencernaan) dan

merah muda (gonad).

Tekstur Keras. Kenyal. Lunak dan mudah

hancur bila ditekan. Berdasarkan data diatas (Tabel 7), karakteristik keong mas dalam penelitian ini, yaitu bagian daging berwarna krem kecoklatan dan teksturnya kenyal, sedangkan bagian jeroan ada yang berwarna hitam dengan bintik-bintik putih, coklat dan merah muda. Bagian yang berwarna coklat dan hitam dengan bintik-bintik putih adalah saluran dan kelenjar pencernaan, sedangkan bagian yang berwarna merah muda adalah gonad. Bagian jeroan ini bersifat lunak dan mudah hancur bila ditekan. Operkulum keong mas mengandung kitin, tipe

(42)

konsentris dan berwarna coklat gelap. Operkulum keong mas ini tipis dan keras, tetapi mudah dipatahkan.

Cangkang keong mas berwarna coklat gelap dengan pola garis-garis hitam yang mengarah ke lubang aperture, umbilicus terbuka dengan diameter bervariasi. Komponen penyusun cangkang keong mas adalah kalsium karbonat. Isi cangkang keong mas dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian daging (otot kaki) dan bagian jeroan. Proses karakterisasi ini dilakukan guna mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Sifat bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja, tetapi juga sifat kimia.

4.2 Rendemen

Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui efektivitas suatu produk dan nilai ekonomisnya. Rendemen dapat dihitung berdasarkan persentase antara bobot contoh dan bobot total. Rendemen yang dihitung meliputi cangkang, daging dan jeroan. Persentase rendemen keong mas dapat dilihat dalam Gambar 7.

53.10% 22.80%

24.10%

Gambar 7 Diagram pie rendemen keong mas; cangkang, daging,

jeroan.

Diagram diatas (Gambar 7), menunjukan nilai rata-rata rendemen cangkang, daging dan juga jeroan. Hasil yang diperoleh nilai rata-rata rendemen cangkang sebesar 53,10%, rata-rata rendemen daging sebesar 22,80% dan nilai rata-rata rendemen jeroan 24,10%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Susanto (2010), yang menyatakan bahwa rendemen cangkang sebesar 51,65%, isi cangkang (jeroan dan daging) sebesar 48,35%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot terbesar yaitu cangkang. Hal ini disebabkan cangkang menutupi seluruh tubuh keong mas. Menurut Metusalach (2007),

(43)

rendemen daging dari suatu organisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan ukuran dari organisme. Faktor ekstrinsik yang diduga berpengaruh yaitu suhu, pH dan habitat. Selain itu, perhitungan rendemen daging keong dipengaruhi oleh cara pengambilan daging.

Cangkang adalah bagian keras seperti batu dan menutupi hampir seluruh tubuh keong mas, sedangkan daging adalah bagian yang paling banyak dimanfaatkan (Andi 2009). Berbeda dengan jeroan yang merupakan bagian yang umumnya dibuang atau tidak dimanfaatkan dan biasanya digunakan sebagai pakan binatang peliharaan (Wibisono 2010).

4.3 Uji Organoleptik Rasa

Uji organoleptik rasa disebut juga uji kesukaan. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (Hartono 2011). Penentuan konsentrasi garam dilakukan dengan metode uji hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih dengan konsentrasi garam yang berbeda yaitu 0,5%; 1%; 1,5% dan 2%. Diagram batang nilai rata-rata parameter rasa keong mas pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam dapat dilihat pada Gambar 8.

4.4 (A) 4.7 (A) 5.1 (A) 5.1 (A) 0 1 2 3 4 5 6 0.5 1 1.5 2 Konsentrasi garam (%) Ra ta -r at a

Gambar 8 Diagram batang uji organoleptik rasa; adanya huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 28) dapat diketahui bahwa nilai Asimp. Sig > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi garam tidak memberikan pengaruh terhadap parameter rasa daging keong mas.

(44)

Konsentrasi garam yang dipilih yaitu 1,5% dengan nilai rata-rata sebesar 5,1 (cukup suka). Konsentrasi garam sebesar 1,5% dianggap tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan konsentrasi garam 2%. Pemberian konsentasi garam yang terlalu tinggi dapat memberikan efek negatif bagi tubuh.

Penggunaan kadar garam yang tinggi pada pengolahan keong mas tidak direkomendasikan karena dapat mengakibatkan perubahan cita rasa menjadi lebih asin (Aini 2002). Pengolahan daging bekicot biasanya menggunakan garam sebanyak 1-2% (Koswara 2010). Garam berfungsi untuk menambah cita rasa dan mencegah pembusukan oleh mikroorganisme (Adawyah 2006).

4.4 Komposisi Kimia Keong Mas

Analisis proksimat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dan gizi suatu bahan pangan. Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan makanan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan dapat memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Hasil analisis proksimat daging keong mas disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil proksimat keong mas dengan berbagai metode pengolahan

Parameter Nilai (%) basis kering

Segar Kukus Rebus Perebusan air garam

Air (bb) 81,50c 74b 71,05b 74,38a

Abu 9,03a 6,93b 7,23b 8,26a

Protein 75,68b 64,22a 64,48a 55,11a

Lemak 2,10a 1,56b 1,87b 1,97b

Keterangan: angka-angka yang diikuti superscript yang beda menunjukkan beda nyata (p<0,05) Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan komposisi kimia keong mas segar dan setelah pengolahan. Berdasarkan uji kenormalan (kolomogrof simirnov) (Lampiran 7), semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal karena hasil bagi antara standar deviasi dengan nilai rata-rata kurang dari 50% (Steel dan Torie 1993).

1) Kadar air

Air merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot hampir semua bentuk kehidupan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran

Gambar

Gambar 1 Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck)
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 5 Diagram alir penentuan proksimat, total mineral dan kelarutan mineral Sampel keong mas
Gambar  10  Diagram  batang  rata-rata  kadar  abu;  adanya  huruf  yang  berbeda  menunjukkan  bahwa  perlakuan  tersebut  berbeda  nyata  pada  taraf  nyata 5%
+7

Referensi

Dokumen terkait

Daripada mempertimbangkan banyaknya kemungkinan pola pemotongan, metode penghasil kolom bekerja dengan membangun suatu model bagian dari masalah pemotongan persediaan yang

magic untuk proses pencalonan kepala desa. Berdasarkan informasi yang berhasil peneliti himpun dari beberapa informan di dua kecamatan ini, peneliti mencoba

Pengumpulan data diperoleh dari lembar observasi guru dan lembar observasi siswa, untuk memperoleh data motivasi belajar diperoleh dari angket motivasi belajar sedangkan

If conservation of biological diversity has been understood by the general public as a religious duty, it will be much easier for conservation workers to do their jobs..

Selain driblling , teknik dasar passing dan stoping merupakan teknik dasar yang baik dalam permainan sepak bola, sebab passing dan stoping sangat ideal digunakan untuk

siswa sudah mulai berbicara lebih sopan dibandingkan dengan pra siklus dan siklus 1, sedangkan untuk karakter tanggung jawab pada siklus 2 cenderung ke MK

metode, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran untuk menghasilkan SDM yang kritis, kreatif dan berwawasan kebangsaan di era pandemi Covd-19 sehingga mampu

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka peneliti tidak menggunakan semua permasalahan untuk diteliti. Batasan penelitian ini adalah