(Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP
Pratama Sidoarjo Barat)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Nur Kamila Jilan Maulida 0613010168/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP
Pratama Sidoarjo Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Disusun Oleh:
Nur Kamila Jilan Maulida 0613010168/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KPP Pratama Sidoarjo Barat)
Di susun Oleh :Nur Kamila Jilan Maulida 0613010168/FE/EA
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
Pada Tanggal 21 Mei 2010
Pembimbing : Tim Penguji : Pembimbing Utama : Ketua
Dr.Indrawati Yuhertiana, MM,Ak Dr.Indrawati Yuhertiana, MM,Ak Sekretaris
Dra.Ec. Dwi Suhartini, MAks Anggota
Drs.Ec. Eko Riyadi, MAks
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula
memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat)”.
Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam
penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang
dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan
dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun
sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.
3. Bapak. Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi
dengan kesabaran dan kerelaan telah membimbing dan memberi petunjuk
yang sangat berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Ibu Anik Yuliati Dra, Ec selaku Dosen Wali yang telah memberi bantuan dan
nasihat.
7. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Jawa Timur.
8. Kedua orang tuaku yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan
bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini
sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya.
9. Sahabat-sahabatku Sulis, Cahyo, Husni, Pungki, Ayu dan Spesial ”Ade” yang
telah mendukung dan membantu sehingga penulis dapat terus termotivasi
untuk menyelesaikan studi dan skripsinya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan
skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi
perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Mei 2010
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Review Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori... 13
2.2.1. Pengertian Pajak... 13
2.2.2. Fungsi Pajak ... 15
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak ... 15
2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak... 17
2.2.5. Pajak Penghasilan... 18
2.2.5.1. Subyek Pajak Penghasilan... 19
2.2.6.1. Kesadaran Wajib Pajak ... 25
2.2.6.2. Kejujuran Wajib Pajak ... 26
2.2.6.3. Hasrat Membayar Pajak ... 27
2.2.6.4. Kedisiplinan Wajib Pajak... 29
2.2.7. Penghindaran Pajak... 30
2.2.8. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak.. 32
2.2.9. Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak... 34
2.2.10.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak dengan Penghindaran Pajak... 36
2.2.11.Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak... 38
2.2.12.Teori-teori yang Melandasi Penerapan Self Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak... 40
2.2.12.1. Teori yang Melandasi Pengaruh Kesadaran Wajib
Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak 40
2.2.12.2. Teori yang Melandasi Pengaruh Kejujuran Wajib
Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak 41
Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak 42
2.3. Kerangka Pemikiran... 44
2.4. Hipotesis... 44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 45
3.1.1. Definisi Operasional ... 45
3.1.2. Pengukuran Variabel... 47
3.2. Teknik Penentuan Sampel... 51
3.2.1. Objek Penelitian dan Populasi ... 51
3.2.2. Sampel... 51
3.3. Teknik Pengumpulan Data... 52
3.3.1. Jenis Data ... 52
3.3.2. Pengumpulan Data ... 53
3.4. Uji Kualitas Data... 53
3.4.1. Uji Validitas ... 53
3.4.2. Uji Reabilitas... 54
3.4.3. Uji Normalitas... 55
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55
3.5.2.1. Pengujian Hipotesis Pertama digunakan
Analisis Uji F ... 60
3.5.2.2. Pengujian Hipotesis Kedua digunakan Analisis Uji t ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 60
4.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sidoarjo ... 60
4.1.2. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo ... 60
4.1.3. Sekilas Tentang Pajak ... 63
4.1.4. Pajak Penghasilan ... 63
4.1.5. Pengembalian Kuesioner... 65
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66
4.2.1. Karakteristik Responden ... 66
4.2.2. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)68 4.2.3. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2) 69 4.2.4. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Hasrat Membayar Pajak(X3)70 4.2.5. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel KedisiplinanWajibPajak(X4)70 4.2.6. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Penghindaran Pajak (Y)…… 71
4.3.3. Uji Normalitas... 76
4.4. Uji Asumsi Klasik ... 77
4.4.1. Uji Autokorelasi ... 78
4.4.2. Uji Multikolinieritas... 78
4.4.3. Uji Heteroskedastisitas... 79
4.5. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 80
4.5.1. Analisis Regresi Linier Berganda ... 80
4.5.2. Uji Hipotesis ... 83
4.5.2.1. Uji Kesesuaian Model (Uji F) ... 83
4.5.2.2. Uji Pengaruh secara Parsial (Uji t)... 84
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86
4.5.1. Implikasi Penilitian ... 86
4.5.2. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu ... 93
4.5.3. Keterbatasan Penelitian... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 97
5.2. Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA
Menyampaikan SPT Tahunan Th.2004 - 2009 ... ……..5
Tabel 2 Tarif Pajak Orang Pribadi ... …….22
Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk… ……….62
Tabel 4.2 Prosentase Kuesioner ... ……..65
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)……….73
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2)………. 73
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3)……….74
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)……...74
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pengindaran Pajak (Y)………..……...75
Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas ... ………76
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ... ….……77
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinieritas ...………. 79
Tabel 4.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas ...………. 80
Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ...………. 81
Tabel 4.13 Hasil Uji F ...………. 84
Diagram 4.2. Karakteristik Responden Berdasar Jenis Kelamin ... 67
Diagram 4.3. Karakteristik Responden Berdasar Pendidikan Terakhir ... 67
Diagram 4.4. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel Kesadaran
Wajib Pajak (X1) ... 68
Diagram 4.5. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel Kejujuran
Wajib Pajak (X2) ... 69
Diagram 4.6. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel Hasrat
Membayar Pajak (X3) ... 70
Diagram 4.7. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel
Kedisiplinan Wajib Pajak (X4) ... 71
Diagram 4.8. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel
Lampiran II Kuesioner
Lampiran III Rekapitulasi Hasil Jawaban Kuesioner
Lampiran IV Pengujian Validitas
Lampiran V Pengujian Reliabilitas
Lampiran VI Pengujian Normalitas
Lampiran VII Input Regresi
Lampiran VIII Uji Asumsi Klasik
Oleh :
Nur Kamila Jilan Maulida
ABSTRAK
Penerimaan negara terbesar untuk mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional adalah dari sektor pajak, Salah satu jenis pajak di Indonesia adalah pajak penghasilan. Sistem perpajakan di Indonesia adalah Self Assessment System yaitu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam Self Assessment System, wajib pajak harus memenuhi prasyarat yaitu memiliki kesadaran, kejujuran, hasrat membayar dan kedisiplinan. Namun permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat menerapkan self assessment system secara murni. Hal ini disebabkan belum cukupnya pengetahuan perpajakan mengenai kesadaran dan kejujuran dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap sesuai ketentuan perpajakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara empirik apakah kesadaran, kejujuran, hasrat membayar, dan kedisiplinan wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap penghindaran pajak penghasilan.
Variabel yang digunakan adalah Kesadaran Wajib Pajak, Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, Kedisiplinan Wajib Pajak, dan Penghindaran Pajak. Teknik Pengukuran variabel yang digunakan adalah semantic differential. Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak penghasilan orang pribadi pada KPP Pratama Sidoarjo Barat. Dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer yang langsung diperoleh dari sumber data berupa kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari KPP Pratama Sidoarjo Barat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Incidental Sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kecenderungan Penghindaran Pajak, sedangkan Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, dan Kedisiplinan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penghindaran Pajak.
1.1.Latar Belakang Masalah
Mewujudkan kesejahteraan umum yang adil dan merata merupakan
tujuan utama dari Pembangunan Nasional, Pembangunan haruslah
berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. (Damanhur,
2006).
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan pembiayaan atau
dana yang tidak sedikit, karena itu perlu adanya usaha –usaha oleh
pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan Negara, salah satu usaha
pemerintah yaitu dengan meningkatkan peranan sumber penerimaan Negara
dari sumber nonmigas yang sebagian besar berasal dari sektor pajak. Sampai
saat ini penerimaan dari sektor pajak selalu diupayakan agar terus meningkat
karena disektor inilah sumber penerimaan dalam negeri lebih stabil dan
dinamis.
Sejak pemerintah melakukan reformasi Undang – Undang Perpajakan
tahun 1983 yang dimulai berlaku tanggal 1 Januari 1984 kemudian telah
disempurnakan pada tahun 1994 dan yang terakhir tahun 2000, dimana sistem
pemungutan pajak di Indonesia berubah dari Official assessment system
menjadi Self assessment system, sumbangan penerimaan pajak terhadap
Negara terus mengalami peningkatan. Hal ini merupakan perwujudan dari
tekad untuk menjadikan penerimaan pajak sebagai tulang punggung
penerimaan Negara.
Perubahan Official assessment system yang merupakan sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan
besarnya pajak terutang oleh wajib pajak, menjadi Self assessment system
yang merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang /
kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, dimaksudkan untuk
lebih memberikan keadilan dan kepastian hukum, memperluas dasar
pengenaan pajak, lebih memberikan keseimbangan hak dan kewajiban wajib
pajak, menciptakan keterbukaan / transparasi, perbaikan administrasi
perpajakan serta untuk memenuhi aspirasi tuntutan masyarakat (Cornelio,
2004).
Dalam Self assessment system fungsi dan peranan wajib pajak
ditingkatkan. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak
sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada wajib pajak
sendiri. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku (Damayanti, 2003).
Fungsi penghitungan memberi hak kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan
pajak sebesar pajak yang terutang. Fungsi terakhir dari wajib pajak adalah
melaporkan pembayaran dan berapa besar pajak yang telah dibayar kepada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Sejalan dengan kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka
diperlukan peran aparatur pajak untuk memperlancar pelaksanaan self
assessment system. Fungsi aparatur pajak dalam self assessment system
ditekankan pada tiga hal, yaitu pembinaan yang dilakukan melalui
penyuluhan pengetahuan perpajakan, pelayanan dan pengawasan.
Menurut Tunggal (1995:43), dalam self assessment system dibutuhkan
beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain kesadaran wajib pajak,
kejujuran wajib pajak, kemauan untuk membayar dari wajib pajak dan
kedisiplinan wajib pajak.
Dalam detikFinance (2009) juga telah dikutip bahwa Self assessment
system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri
wajib pajak yaitu :
1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak.
2. Kejujuran wajib pajak.
3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak.
4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan
perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi
Permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah
belum siapnya masyarakat oleh diterapkannya self assessment system secara
murni. Hal ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan
perpajakan tentang kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan
perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap. Rendahnya
tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat tentang pajak mengakibatkan
sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang akhirnya berpengaruh
terhadap perilaku masyakat dalam hal kedisiplinan membayar pajak.
Ironisnya, banyak masyarakat awam yang masih belum mengerti arti
pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal pajak
adalah salah satu sumber terpenting bagi pembiayaan pembangunan suatu
Negara dan kesejahteraan warganya (Soemitro,1991:89)
Salah satu cara untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah tingkat
kepatuhan melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT secara
benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung,
ketepatan menyetor serta menyampaikan SPT secara benar dan tepat maka
diharapkan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
Tabel 1 : Jumlah Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Menyampaikan SPT Tahunan
Sumber : Sistem Informasi Perpajakan KPP Pratama Sidoarjo Barat No.
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak di Sidoarjo
Barat dari tahun 2004 – 2008 selalu mengalami peningkatan dimana jumlah
wajib pajak pada tahun 2004 sebanyak 7.437 dan pada tahun 2008 menjadi
36.178. Begitu juga dengan jumlah wajib pajak yang menyetorkan SPT dari
tahun 2004 sampai 2008 selalu mengalami peningkatan. Namun dalam
peningkatan tersebut masih terdapat selisih antara jumlah wajib pajak dengan
jumlah SPT yang disampaikan oleh wajib pajak setiap tahunnya. Selisih
tersebut adalah SPT yang tidak disampaikan oleh wajib pajak. Hal ini
menunjukkan bahwa masih adanya kekurangan berkaitan dengan kesadaran
wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya yaitu menyampaikan atau
Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah Self assessment
system, yang mana kegiatan Penyampaian SPT merupakan suatu kewajiban
yang termasuk di dalamnya, dalam penerapan Self assessment system wajib
pajak diharuskan memiliki kesadaran, kejujuran, kedisiplinan dan hasrat yang
tinggi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan pada
kenyataannya kesadaran wajib pajak masih kurang untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya yaitu melaporkan atau menyampaikan SPT tahunan
(Berdasarkan tabel 1).
Banyak indikasi yang menyebabkan wajib pajak tidak
menyampaikan SPT-nya, salah satunya adalah penghindaran pajak. Hal ini
terkait dengan kesengajaan wajib pajak ataupun penyampaian SPT yang tidak
sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku (Pasal 3 UU KUP ayat 7
dan Pasal 4 UU KUP ayat 4b).
Hal tersebut dapat dimengerti karena dengan alasan bahwa hasil dari
pembayaran pajak kurang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat
sebagai wajib pajak. Tidak mudah mengubah paradigma bahwa masyarakat
wajib pajak menganggap pajak tidak mendapatkan imbalan prestasi secara
langsung layaknya dalam jual beli barang kebutuhan hidup (Ketut, 2005:36).
Sehingga menimbulkan suatu kecenderungan perilaku penghindaran pajak.
Selain itu tidak sedikit masyarakat sebagai wajib pajak yang belum
memahami sistem perpajakan di Indonesia, yaitu pelaksanaan self assessment
Berdasarkan self assessment system, semua wajib pajak diwajibkan
mendaftarkan diri pada Direktur Jendral Pajak/Kantor Pelayanan Pajak
setempat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jika
memiliki penghasilan di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan juga
diwajibkan untuk mengisi formulir SPT Masa maupun Tahunan dengan
benar, lengkap dan jujur.
Namun sistem ini masih ditemukan adanya celah bagi wajib pajak
untuk melakukan penghindaran pajak. Wajib pajak perorangan cenderung
menghindari status sebagai wajib pajak orang pribadi, karena dengan begitu
dapat meminimalkan jumlah pajak yang akan dibayar. Burton (2005)
menyatakan bahwa wajib pajak dengan kesadarannya sendiri seharusnya
sudah membayar pajak dengan benar (semua penghasilan sudah dilaporkan).
Karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau (rela) membayar pajak. Jadi
setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menghindari pajak.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan
penelitian dengan judul : “ Pengaruh Penerapan Self Assessment System
Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi di KPP Pratama Sidoarjo Barat) ”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh terhadap
kecenderungan penghindaran pajak?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan penelitian
ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara empirik Apakah kesadaran
wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, kedisiplinan
wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap kecenderungan penghindaran
pajak.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Memberikan masukan kepada kantor pelayanan pajak tentang pentingnya
pemahaman self assessment system yang harus diberikan kepada
2. Bagi Wajib Pajak
Memberikan dasar yang kuat tentang pemahaman self assessment system
dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak negara melalui peningkatan
kepatuhan wajib pajak.
3. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penelitian lebih lanjut pada
2.1. Review Penelitian Terdahulu
Tarjo dan Indra Kusumawati (2006) dengan Judul “Analisis
Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self
Assessment System: Suatu Studi di Bangkalan”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah penerapan self assessment system di Bangkalan
sudah berjalan dengan baik atau belum, didasarkan atas fenomena yang
berkembang di masyarakat Bangkalan yang menunjukkan bahwa wajib
pajak sudah membayar pajak tetapi masih timbul kebingungan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hasil analisis
menunjukkan bahwa self assessment system di Bangkalan belum
terlaksana dengan baik. Dillihat dari fungsi menghitung wajib pajak
masih banyak yang tidak menghitung sendiri pajak terutangnya, dalam
fungsi membayar terlihat baik karena wajib pajak telah menyetorkan
pajak terutangnya sebelum jatuh tempo namun didapati wajib pajak yang
membayar pajak terutang tidak sesuai dengan perhitungannya, untuk
fungsi melapor wajib pajak sudah melaksanakan fungsinya namun
mereka melapor bukan karena kesadaran mereka sendiri tetapi karena
adanya denda. Fungsi fiskus dalam self assessment system di Bangkalan
juga belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan
informasi tentang penyuluhan yang tidak merata. Selain itu fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh fiskus sulit diukur dari presepsi wajib
pajak, karena dalam melakukan pengawasanfiskus melakukan fungsinya
secara berlebihan. Sedangkan dalam fungsi pelayanan, menyatakan
bahwa wajib pajak yang sering dating ke KPP adalah wajib pajak yang
fungsi penghitungannya dilakukan oleh fiskus.
Cornelio Purwantini dan Ignatius Bondan Suratno (2004) dengan
judul “Analisis Perbedaan Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap
Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Latar Belakang
Wajib Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada
perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi dalam menanggapi self
assessment system pajak penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan. Hasil dari penelitian ini adalah
tidak terdapat perbedaaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self
assessment system pajak penghasilan ditinjau dari latar belakang tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan wajib pajak. Dan terdapat perbedaan
sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak
penghasilan ditinjau dari latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak.
Kiryanto (1999) dengan judul “Pengaruh Penerapan Struktur
Pengendalian Intern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam
Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya”. Penelitian ini adalah untuk
terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban pajak
penghasilannya dan untuk mengetahui hubungan antara penerapan
struktur pengendalian intern dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam
memenuhi kewajiban penghasilannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa
struktur pengendalian intern mempunyai hubungan dan pengaruh yang
signifikan dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi
kewajiban pajak penghasilannya.
Mardiyarini Tri Hertanty (2006) dengan judul “Pengaruh
Penerapan Self Assessment System terhadap Kecenderungan Penghindaran
Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kesadaran wajib
pajak, kejujuran wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak terhadap
kecenderungan penghindaran pajak penghasilan di Surabaya. Hasil
penelitian ini adalah bahwa terdapat pengaruh antara kesadaran wajib
pajak, kejujuran wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak terhadap
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pajak
Menurut P.J.A Andriani, Pajak adalah iuran kepada Negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan (IAI,2006:1).
Menurut Rochmat Soemitro (Resmi 2009:1), pajak adalah iuran
rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang
dapat langsung ditunjukkan serta digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum. Definisi ini kemudian disempurnakan, menjadi:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
invesment.
Menurut S.I. Djajadinigrat, Pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan
suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan
secara umum (Resmi, 2009:1)
Menurut Dr. N. J. Feldmann, Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut
norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2009:2).
Dari semua definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa pajak
adalah iuran yang dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara,
berdasarkan Undang-undang yang berlaku dan tidak ada timbal-balik
secara langsung.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri yang melekat pada pajak adalah:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
2.2.2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya
pembangunan suatu Negara. Pajak memiliki fungsi (IAI, 2006:2), sebagai
berikut:
1. Fungsi Penerimaan (Budgetair), Pajak berfungsi sebagai sumber dana
yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
2. Fungsi Mengatur (Regulatoir), Pajak berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.
3. Fungsi Redistribusi, Dalam fungsi ini lebih ditekankan unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari
adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak.
4. Fungsi Demokrasi, Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud
sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan
pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2009:11) dalam memungut pajak dikenal
a. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para
aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya
pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur
perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan
memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib
Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami
undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran
yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
Oleh karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: Menghitung sendiri pajak yang terutang;
Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai
peraturan sesuai perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden
dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak,
menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan
yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.
2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2003:2) pemungutan pajak tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemugutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib
Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran
dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.2.5. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang
suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha,
gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya (IAI,2006:7)
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
suatu tahun pajak (Resmi,2009:80)
2.2.5.1. Subyek Pajak Penghasilan
Dalam terminologi pajak, seseorang atau badan usaha yang
menerima atau memperoleh penghasilan dikenal sebagai subjek pajak
(Dirjen Pajak,2006:18)
Resmi (2009:81) Berdasar Pasal 2 ayat (1) UU No.36 tahun 2008
mengelompokkan subyek pajak sebagai berikut :
1. Subjek Pajak Orang Pribadi.
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia maupun di luar Indonesia
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak
pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Subjek Pajak Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV),
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk
badan lainnya termasuk reksa dana.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Seperti kantor cabang,
kantor perwakilan, pabrik, gedung kantor dan orang atau badan usaha
2.2.5.2. Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau
keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak penghasilan adalah
penghasilan. Penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
(Resmi,2009:86)
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada
Wajib Pajak, penghasilan menurut Resmi (2009:86) dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris,
aktuaris, akuntan, pengacara.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, dividen,
royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
digunakan untuk usaha.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat
keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian, keuntungan
karena selisih kurs.
2.2.5.3. Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk
menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia
dikelompokkan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai pasal 17 UU No.7
Tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir
adalah dalam UU No.36 Tahun 2008) dan tarif lainnya.
Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17
UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, dan Wajib Pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap.
1. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu :
Tabel 2 : Tarif Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000 5%
Di atas Rp.50.000.000 s/d Rp.250.000.000 15%
Di atas Rp.250.000.000 s/d Rp.500.000.000 25%
Di atas Rp.500.000.000 30%
2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha
Tetap adalah 28% (dua puluh delapan persen). Tarif tersebut menjadi
2.2.6. Pemahaman Self Assessment System
Self Assessment System sebagai sistem penetapan pajak di
Indonesia telah diterapkan sejak tax reform tahun 1983, setelah
sebelumnya pernah memakai system Official Self Assessment.
Pembaharuan itu dilakukan antara lain melalui penyerdehanaan
jenis-jenis pajak, penyederhanaan ketentuan cara pemenuhan kewajiban pajak,
dan pemberian wewenang kepada wajib pajak. Self AssessmentSystem itu
sendiri adalah sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi
kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Menurut Tunggal (1995:42), self assessment system adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
Sedangkan menurut Resmi (2009:12), self assessment system
adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam
sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan
pemungutan pajak berada pada wajib pajak. Wajib pajak dianggap
mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya
membayar pajak. Oleh karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: Menghitung sendiri pajak yang terutang;
Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
Dengan demikian, berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada
pada Wajib Pajak).
Carl S. Shoup (Zain, 2005:110) menyatakan self assessment system
merupakan tipe keenam dari tipe-tipe administrasi perpajakan. Dalam
tipe keenam ini wajib pajak mendapat beban yang berat, karena wajib
pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat
Pemberitahuannya (SPT), menghitung dasar pengenaan pajaknya,
mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang
terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang.
Menurut Tunggal (1995:43) untuk mensukseskan self assessment
system ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain:
1. Kesadaran wajib pajak (tax consciosness)
3. Kemauan membayar pajak dari wajib pajak (tax mindedness)
4. Kedisiplinan wajib pajak (tax disciplin)
2.2.6.1. Kesadaran Wajib Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:975), kesadaran adalah
keinsyafan, keadaan mengerti, tahu dan merasa. Jadi kesadaran wajib
pajak adalah suatu sikap tahu dan mengerti yang dimiliki oleh wajib pajak
untuk memahami arti dan fungsi dari pembayaran pajak.
Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak
merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia
yaitu self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, apabila
semakin tinggi kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak atas kewajiban
perpajakannya maka tidak mustahil target penerimaan pajak akan
tercapai.
Banyak masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya arti
pajak, hal ini disebabkan karena masih terdapat pandangan yang salah
mengenai pajak. Dengan adanya hal tersebut dapat menyebabkan
keengganan atau perasaan berat untuk membayar pajak. Pembayaran
pajak yang dilakukan oleh wajib pajak hanya karena dalam keadaan
terpaksa atau karena adanya kepentingan yang mendadak, bukan sama
Untuk mencapai tingkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak, juga tergantung dari cara pemerintah memberi penerangan dan
pelayanan bagi masyarakat pembayar pajak, agar kesan dan pandangan
yang keliru tentang arti dan fungsi pajak dapat dihilangkan
(Tunggal,1995:8).
Menurut Soemitro (1992:5) kesadaran wajib pajak akan
kewajibannya dapat dipupuk melalui pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal. Dengan memiliki kesadaran akan pajak, maka
wajib pajak juga harus mempunyai keinginan membayar pajak (tax
minded) dan sekaligus ditanamkan kedisiplinan pajak (tax discipline)
yang kuat dan didasari dengan kejujuran yang mantap.
Sesuai dengan self assessment system, kepatuhan wajib pajak ini
meliputi kesadaran masyarakat untuk (Gunadi,2004) :
1. Mendaftarkan diri memperoleh NPWP
2. Menyampaikan SPT dengan perhitungan yang lengkap dan benar atas
segenap objek pajaknya
3. Membayar pajak berdasarkan jumlah yang sebenarnya dan tepat
waktu.
2.2.6.2. Kejujuran Wajib Pajak
Kejujuran merupakan hal yang sulit karena kejujuran bertalian erat
Kejujuran adalah sifat (keadaan jujur) ketulusan hati, kelurusan hati
(Kamus Bahasa Indonesia,2002:479).
Yang diartikan dengan ‘jujur’ oleh masyarakat adalah keterbukaan
dalam sikap dan tingkah laku, adanya keselarasan antara ucapan dan
perbuatan yang tidak saling bertentangan, dan dengan sendirinya jujur
dalam hal keuangan dan materi (Ma’arat,1982:148). Jadi kejujuran wajib
pajak adalah suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak
untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakan, terutama
dalam pengisian SPT.
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting
dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak
harus akif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan
diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak
terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148).
Menurut Tunggal (1995:62) wajib pajak menyembunyikan
kekayaan atau penghasilannya dengan jalan memberikan keterangan yang
tidak benar, atau mengajukan pernyataan yang tidak benar, dan
memberikan data-data yang tidak benar atau keterangan palsu dalam
dokumen.
2.2.6.3. Hasrat Membayar Pajak
Hasrat adalah keinginan kuat (Kamus bahasa Indonesia,1990:300).
melakukan kewajiban perpajakan yaitu membayar pajak. Hasrat
membayar pajak dapat muncul dari hati wajib pajak yang telah memiliki
kesadaran pajak.
Menurut Simatupang (2002) menyatakan bahwa adanya keinginan
yang kuat dari sebagian masyarakat untuk tidak membayar, karena
ketidakrelaan untuk mengalihkan sebagian kekayaan kepada Negara.
Selain itu, ada satu yang menyebabkan rakyat belum secara sukarela
membayar pajak yaitu adanya image ditengah – tengah masyarakat bahwa
membayar pajak untuk orang pajak.
Proses dan prosedur pembayaran pajak yang berbelit – belit
merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan hasrat membayar
pajak. Untuk itu dibutuhkan modernisasi administrasi pajak. Menurut
Perris (2004) menyatakan salah satu contoh modernisasi administrasi
pajak adalah penerapan sistem administrasi baru yang memungkinkan
seseorang atau badan usaha cukup melakukan pembayaran sekali dengan
menggunakan Single Indentity Number (SIN) atau nomor identitas
tunggal. Sistem ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi
masyarakat dalam melakukan kewajibannya membayar pajak.
Kemudahan ini dalam administrasi saat ini diharapkan akan
2.2.6.4. Kedisiplinan Wajib Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:268) disiplin adalah tata
tertib, ketaatan atau kepatuhan pada peraturan bidang studi yang memiliki
objek sistem dan metode tertentu. Sedangkan menurut Ma’arat (1982:90)
menyatakan bahwa disiplin adalah sikap peseorangan atau kelompok
yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah dan
berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak
ada perintah.
Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib
pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak, sehingga pada waktunya
wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban–kewajiban yang
dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT
pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan
untuk melakukan hal itu.
Jadi kedisiplinan pajak merupakan suatu sikap patuh, taat yang
dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam hal
perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih dahulu.
Menurut Tunggal (1995:45) dengan pemberian kepercayaan yang
penuh kepada wajib pajak untuk melakukan self assessment system,
memberikan konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, yaitu apabila wajib
pajak tidak memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar, maka
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya perlu dilakukan pengawasan oleh aparat perpajakan.
2.2.7. Penghindaran Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:402) penghindaran berarti
proses, cara, perbuatan menghindarkan atau menghindari, pengelakan
atau penyingkiran. Pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari
dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan
pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang
dikenakan pajak.
Penghindaran pajak juga disebut sebagai tax planning, yaitu proses
pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak
yang tidak dikehendaki (Zain, 2005:49).
Sedangkan menurut Ernest R. Mortenson (Zain, 2005:49)
Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa
sedimikian rupa untuk meminimalkan atau menghilangkan beban pajak
dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang
ditimbulkan.
Jadi penghindaran pajak adalah satu tindakan yang dilakukan oleh
wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak dengan
tujuan agar tidak terkena pajak atau untuk meminimalkan jumlah pajak
Berbagai upaya dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari
pajak. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU PPh mengatur pengenaan pajak
dalam hal-hal tertentu yang memungkinkan terjadinya penghindaran
pajak. Hal-hal yang diatur dalam pasal tersebut adalah penentuan
besarnya perbandingan utang dan modal, penentuan saat diperolehnya
dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan
usaha di luar negeri, dan penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa (Resmi, 2009:138).
Tax avoidance adalah salah satu cara penghindaran kewajiban
dengan memanfaatkan celah-celah UU yang ada. Variabel tax avoidance
adalah rasio perbandingan manfaat penundaan pembayaran PPh dengan
ketetapan PPh-nya. Analisis dari studi tax avoidance atau penundaan
pembayaran oleh wajib pajak, berdasarkan prinsip bahwa wajib pajak
akan menunda pembayaran pajak, apabila keuntungan pembayaran pajak
lebih besar dari pada kerugiannya (Kiryanto, 1999: 11)
Masyarakat sebagai wajib pajak menganggap pajak sebagai beban
bukan sebagai kebutuhan karena mereka menganggap pajak tidak
mendapatkan imbalan prestasi secara langsung layaknya dalam jual beli
barang kebutuhan hidup.
Pada dasarnya tidak ada orang yang mau (rela) membayar pajak,
setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menghindari pembayaran
Perlawanan aktif terhadap pajak meliputi semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan
untuk menghindari pajak, diantaranya adalah (Marsyahrul, 2005: 16) :
- Penghindaran diri dari pajak
- Pengelakan atau Penyelundupan Pajak, dan
- Melalaikan Pajak
Bentuk penghindaran pajak terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang.
2. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang.
Nurmantu (2003:151) menyatakan bahwa tax avoidance dan tax
evasion merupakan bentuk penghindaran pajak yang mempunyai akibat
yang sama yaitu berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara,
atau bahkan tidak ada dana pajak yang masuk ke kas Negara, tetapi
keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam hukum.
2.2.8. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak
Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak
merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia
kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri pajaknya yang terutang.
Kurang meratanya proses penyaluran pajak dapat menimbulkan
avoidance (penghindaran) pada masyarakat. Hal ini dapat memacu
masyarakat untuk malas membayar pajak.
Satu hal yang menyebabkan masyarakat belum secara sukarela
membayar pajak adalah image ditengah–tengah masyarakat bahwa
membayar pajak untuk orang-orang pajak. Penilaian mereka sebenarnya
bukan tanpa alasan, justru mereka sadar sepenuhnya dalam
mengungkapkan hal tersebut. Dari kondisi ini ternyata dapat menciptakan
pikiran–pikiran negatif dari masyarakat terhadap pihak pajak, mereka
beranggapan bahwa dana-dana tersebut bukan untuk keperluan
pembangunan melainkan hanya untuk oknum pajak saja, sehingga
hasilnya tidak akan pernah dirasakan secara maksimal oleh masyarakat
(Silalahi, 2002).
Sedangkan menurut Hay (1982:3) menyatakan bahwa beberapa
orang terasa segan membayar pajak sebab dengan membayar pajak berarti
berkurang kekayaan dan pendapatannya, atau sikap negatif penduduk
untuk tidak membayar pajak, menghindar dari pajak, menyelundupkan
pajak, memberikan perhitungan yang tidak benar, menyogok petugas
Menurut Pamungkas (2003:16-21) apabila mengacu pengertian
system perpajakan dengan self assessment system yang berarti
pemenuhan kewajiban seseorang dipercaya kepada masyarakat wajib
pajak, maka secara umum wajib pajak sepenuhnya membayar sendiri
pajaknya baik itu secara bulanan atau tahunan, sehingga tidak akan
pernah melibatkan pihak lain atau pihak ketiga. Hal tersebut kembali lagi
banyak ditentukan beberapa faktor yang ada dan yang dapat mendukung
keberhasilannya yaitu :
1. Tingkat kepatuhan wajib pajak yang dimiliki dari pengetahuan
2. Pemahaman dan kesadaran mereka dalam masalah kewajiban pajaknya
3. Kemampuan administrasi fiskus untuk mengadministrasikan semua
perihal perpajakan dari semua masyarakat wajib pajak.
Dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk tidak mau atau
enggan membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya
penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat.
2.2.9. Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak
Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting
dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak
harus aktif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan
diri, mengisi SPT dengan jujur baik dan benar sampai melunasi pajak
system mewajibkan wajib pajak untuk membuat pembukuan (pencatatan),
adanya catatan atau pembukuan akan diketahui kemampuan (ability to
pay) wajib pajak secara tepat dan faktual (Harahap, 2004:60)
Dasar self assessment system pelaksanaan kewajiban (dan hak)
hukum dan kewajiban bernegara adalah trusty atau kepercayaan bahwa
wajib pajak adalah jujur. Sesuai motto pay as you ean (Tumin, 2006:19)
Menurut Rohadie (2001) permasalahan yang dihadapi oleh wajib
pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat untuk diterapkannya
self assessment system secara murni, hal ini disebabkan anatara lain
karena belum cukupnya pengetahuan perpajakan serta tingkat kesadaran
dan kejujuran wajib pajak, sehingga dalam melaporkan perhitungan Pajak
Penghasilan belum benar dan lengkap.
Penyampaian SPT merupakan kewajiban wajib pajak yang diatur
dalam undang-undang. Sesuai dengan self assessment system yang
dipakai oleh Indonesia, maka fungsi SPT Tahunan itu adalah sebagai
sarana bagi wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang
terutang dengan jalan melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan
tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri.
Masalah yang muncul dalam pengisian SPT ini adalah bahwa
masih banyak wajib pajak yang berusaha untuk menghindarkan diri dari
mungkin. Bohari (1985:93) menyatakan bahwa para wajib pajak pada
saat mengisi surat pemberitahuan (SPT) tersebut, mengisinya dengan
tidak benar atau tidak lengkap, dengan maksud untuk menghindari pajak
yang tinggi. Karena pada dasarnya pengenaan pajak atau besarnya pajak
banyak ditentukan oleh SPT yang telah diisi oleh wajib pajak.
Soemitro (1987:134) menyatakan banyak wajib pajak melakukan
pembukuan ganda untuk mengelabui Dirjen Pajak dalam urusan pajak,
pembukuan ini dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri.
Menurut Tunggal (1995:62) menyatakan bahwa dengan self
assessment system para wajib pajak dapat leluasa mengabaikan
formalitas-fomalitas yang harus dilakukan atau memalsukan
dokumen-dokumen serta mengisinya kurang lengkap.
Jadi dengan wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau
penghasilannya, memberikan keterangan yang tidak benar, memberikan
data-data yang tidak benar, hal ini membuat wajib pajak tidak jujur dalam
kewajibannya sebagai wajib pajak. Semakin rendah tingkat kejujuran
yang dimiliki oleh wajib pajak menyebabkan semakin besar terjadinya
kecenderungan dalam penghindaran pajak.
2.2.10. Pengaruh Hasrat Membayar Pajak dengan Penghindaran Pajak Hasrat untuk membayar pajak adalah satu keinginan yang kuat
kesadaran yang tinggi akan kewajiban dalam perpajakan yaitu membayar
pajak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh.
Hasrat untuk membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah
disebabkan rasa keraguan pajak yang telah disetorkan ke Negara.
Keraguan yang muncul dari wajib pajak mengakibatkan kecenderungan
penghindaran pajak.
Menurut Soemitro (1983:8), administrasi pajak yang rumit
menimbulkan beban berat bagi wajib pajak sehingga menimbulkan
keengganan wajib pajak untuk membayar pajak.
Semakin sulit prosedur dan proses dalam pembayaran pajak yang
harus dilakukan oleh wajib pajak maka hasrat wajib pajak untuk
membayar pajak semakin rendah sehingga menimbulkan kecenderungan
penghindaran pajak.
Menurut Srinivasan dalam Nurmantu (2003:158), semakin tinggi
jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin tinggi
penghindaran pajak yang terjadi. Berdasarkan penelitian di Chile,
Amerika Latin (Nurmantu, 2003:154) bahwa ada 8 penyebab seseorang
tidak mau membayar pajak dengan judul “Why I don’t to pay my tax”
yaitu:
1. Karena saya tidak menerima manfaat
2. Karena tetangga saya juga tidak membayar pajak
4. Karena mereka mencuri uang saya
5. Karena saya tidak tahu bagaimana melaksanakannya
6. Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu
7. Karena jika mereka menangkap saya, maka saya akan dapat
menyelesaikannya
8. Walaupaun saya tidak bayar, tidak akan terjadi apa-apa
2.2.11. Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib
pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak-pajak, sehingga pada
waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban
yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan
SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa
diperingatkan untuk melakukan hal itu.
Pengembalian SPT dengan tepat waktu, membayar pajak sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan merupakan suatu wujud sikap
disiplin wajib pajak. Dan bagi masyarakat yang tidak melakukan hal
tersebut maka merupakan suatu sikap ketidakdisiplinan yang bermuara
pada kecenderungan penghindaran pajak.
Menurut Nurmantu (2003:148), bahwa walaupun sudah ada
ancaman hukuman administratif maupun ancaman hukum pidana bagi
kenyataan masih banyak wajib pajak yang tidak atau belum sepenuhnya
memenuhi kewajibannya, hal ini terkait dengan kepatuhan perpajakan
atau tax compliance.
Norman D. Novak (Kiryanto, 1999:8) menyatakan bahwa suatu
iklim kepatuhan wajib pajak sebagai berikut:
1. Wajib pajak paham dan berusaha memahami undang-undang
perpajakan
2. Mengisi formulir pajak dengan benar
3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan membayar pajak
tepat pada waktunya.
Nurmantu (2003:149) menyatakan, sebab utama wajib pajak tidak
patuh adalah bahwa bila seseorang bekerja dan kemudian dapat
menghasilkan uang, maka mereka secara naluriah uang itu pertama-tama
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarganya. Tapi pada
saat yang bersamaan jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu, timbul
kewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Pada umumnya
kepentingan pribadi dan keluarga yang selalu dimenangkan. Sebab yang
lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, kurang
patuh pada pemerintah, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak
dan kondisi lingkungan seperti ketidakstabilan pemerintahan,
Semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan
memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan
SPT, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya.
Adanya kecenderungan wajib pajak untuk menghindari kewajiban
perpajakannya, dikarenakan faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat
kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak, akhirnya dapat
menyebabkan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh
masyarakat.
2.2.12. Teori-teori yang Melandasi Penerapan Self Assessment System
Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak
2.2.12.1.Teori yang Melandasi Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak
Kesadaran bernegara merupakan faktor penentu adanya kesadaran
perpajakan. Kesadaran bernegara merupakan sikap sadar mempunyai
Negara dan sikap sadar terhadap fungsi Negara. Sikap demikian
merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap
makna dan fungsi Negara atau siapapun yang merasa menjadi warga
memberikan kontribusi dana untuk melaksanakan fungsi pemerintah
dengan cara membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko, 1992:25)
Mengacu pada kesadaran bernegara, maka kesadaran perpajakan
adalah suatu sikap sadar terhadap pajak berupa berupa konstilasi
komponen kognitif, afektif, dan konatif, yaitu dalam memahami,
merasakan, dan beperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Wajib pajak
berkonsekuensi agar rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan
fungsi pajak dengan cara membayar pajak secara tepat waktu dan tepat
jumlah. Apabila wajib pajak tidak sadar akan hal itu maka akan terjadi
penghindaran pembayaran pajak dan pembangunan Negara akan
terhambat karena pemasukan ke Negara juga terhambat.
2.2.12.2.Teori yang Melandasi Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak
Dasar dari teori keagenan (Agency Teory) adalah adanya dua
individu, satu individu disebut agen dan yang lain disebut prinsipal
(Hendriksen, 2000:221-222). Wajib pajak disebut sebagai agen,
sedangkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) disebut sebagai prinsipal.
Sikap yang pasif dari petugas pajak terhadap kesalahan-kesalahan dan
pemalsuan-pemalsuan, dapat mengganggu keseluruhan struktur
perpajakan, karena wajib pajak yang jujur akhirnya tidak dapat
mempertahankan dirinya untuk berbuat hal yang sama. Selain itu hal yang
yakin bahwa wajib pajak lainnya tidak mematuhi dan membayar pajak
sesuai dengan beban yang harus dipikulnya (Zain, 1990:33).
Berdasarkan hal tersebut wajib pajak akan memanfaatkan
peluang-peluang itu sehingga banyak permasalahan yang muncul dalam pengisian
SPT seperti memanipulasi jumlah pajak yang terutang, sehingga secara
tidak langsung mereka melakukan penghindaran pembayaran pajak.
2.2.12.3.Teori yang Melandasi Pengaruh Hasrat Membayar Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak
Berdasarkan pada teori psikologi yang telah dibahas pada teori
yang melandasi hasrat membayar pajak, maka dapat disimpulkan bahwa
keinginan seseorang membayar pajak tergantung dari penguatan positif
yang diteriimanya. Apabila interaksi dengan individu lain dapat berjalan
dengan baik, maka keinginan untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya akan berjalan baik pula. Mengingat pajak merupakan suatu
pungutan paksaan dan sesuatu paksaan itu akan menimbulkan reaksi
negatif. Baiknya interaksi dengan individu lain maka secara tidak
langsung wajib pajak akan sadar untuk membayar pajak tanpa merasa
dipaksa, maka penghindaran pembayaran pajak tidak akan terjadi.
2.2.12.4.Teori yang Melandasi Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak
Teori reinforcement (teori penguatan) secara natural ada pada
kepribadian seseorang adalah melalui reward dan punishment.
Berdasarkan punishment ditandai dengan adanya sanksi, yang membantu
membentuk kepribadian seseorang untuk menjadi lebih patuh. Perilaku
untuk menghindari sanksi merupakan respon dari seseorang, yang
nantinya akan mendorong suatu kepatuhan (Thoha, 2004:58).
Tingkat kedisiplinan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya tingkat pemahaman mereka terhadap ketentuan perpajakan.
Kedisiplinan wajib pajak terhadap penghindaran pajak dapat dihubungkan
dengan Positive Accounting Theory (PAT) yaitu bahwa manajer akan
berusaha menaikkan laba dalam melaporkan laporan keuangan tetapi
akan memperbesar jumlah rugi dalam laporan keuangan untuk
menghindari pajak. Hal ini mendukung adanya hubungan antara
kedisiplinan wajib pajak dengan adanya penghindaran pajak. Jadi seorang
wajib pajak yang berusaha mencari dan memanfaatkan celah-celah UU
PPh untuk meringankan beban pajaknya dengan melakukan penghindaran
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan landasan teori diatas,
maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Kejujuran Wajib Pajak (X2)
Hasrat Membayar Pajak (X3)
Penghindaran Pajak (Y)
Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)
Regresi Linear Berganda
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan
landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Bahwa kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat
membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh terhadap
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Defnisi Operasional
Defnisi Operasional merupakan pendefinisian konsep–konsep
penelitian menjadi variabel-variabel penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna
variabel penelitian.
Menurut Nazir (2005:126) definisi operasional adalah suatu definisi
yang diberikan kepada suatu variabel atau kontrak dengan cara memberikan
arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu
operasional yang diperlukan untuk mengukur kontrak atau variabel tersebut.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Variabel Bebas (X), yang terdiri dari 4 macam variabel, yaitu :
1. Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Suatu sikap sadar, mengetahui, mengerti, memahami, tentang arti,
fungsi, manfaat, tata cara serta kewajiban sebagai wajib pajak yang
dimiliki oleh diri wajib pajak, sesuai dengan perundangan
perpajakan yang berlaku.
Menurut Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak
merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di
Indonesia yaitu self assessment system.
2. Kejujuran Wajib Pajak (X2)
Suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak untuk
jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Menurut Nurmantu (2003:128) kejujuran wajib pajak merupakan
salah satu faktor penting dalam penerapan self assessment system.
Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi
SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak terutang
tepat pada waktunya.
3. Hasrat Membayar Pajak (X3)
Keinginan kuat dari dalam diri masyarakat sebagai wajib pajak
untuk melakukan kewajiban perpajakannya yaitu membayar pajak.
4. Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)
Sikap patuh, taat yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan
kewajibannya dalam hal perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih
dahulu sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan.
Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib
pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan, sehingga pada
waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi
kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti
memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada